“Tidak ada permintaan maaf dari mereka, setelah membuatku menderita begini,” gumam gadis cantik bernama Kalea sedang berhias diri.
Janda yang berusia 27 tahun itu mewarnai bibirnya dengan lipstik merah merona, memakai kimono berwarna putih, juga rambut yang basah di dalam kamar hotel.
Terlihat di kamar itu sebuah dalaman dan pakaian yang berserakan dimana-mana serta tempat tidur yang berantakan.
‘Jadi, akan aku hancurkan mereka semua dengan caraku!' umpat nya menatap tajam pada cermin.
***
7 tahun yang lalu.
“Kalea, tolong layani meja nomor 9!” perintah sang pemilik restoran.
“Baik, Pak,” jawab Kalea seraya tersenyum manis.
“Kalea, tolong bersihkan meja itu!”
“Siap, Pak!” sahutnya segera menuruti perintah bos nya.
Kalea Adisti, ia yang sedang cuti kuliah karena terhambat biaya dan kini sedang sibuk kerja paruh waktu di sebuah restoran kecil. Pegawainya tak banyak, hanya dia seorang di sana.
Gadis yang tak henti mondar mandir sedari tadi untuk melayani pelanggan, mengantarkan pesanan pada tiap meja, lalu membersihkan nya pula. Walau kadang lelah, ia tak pernah merasa semua itu sia-sia. Karena hari yang cerah, pasti akan datang sebab kerja kerasnya sekarang.
Kalea yang sedang membersihkan meja, seketika melirik pria yang sendirian duduk di meja nomor 7. Terlihat pria tersebut sedang mabuk, tapi juga terlihat pilu seperti memiliki masalah.
“Kalea, bisa tolong bantu ke dapur sekarang?!” teriak Pak Herman padanya.
“Baik, Pak. Tolong tunggu sebentar.”
Kemudian, setelah selesai melakukan pekerjaannya hari ini di saat sela-sela akan menutup restoran masih ada satu pelanggan yang tak kunjung beranjak dari tempat duduknya. Ya, seorang pria berjas hitam pada meja nomor 7.
“Pa-pak…,” panggil Kalea pada sang pria tersebut, ia menepuk pelan pundaknya.
Seketika pria itu menoleh, wajah manis yang pilu terlihat jelas oleh Kalea. “Ya, ada apa?” tanya sang pria menatap Kalea terpukau.
Degg.
“Mohon maaf, tapi kami sudah akan tutup,” pinta Kalea seraya tersenyum. Jantungnya entah mengapa tiba-tiba berdegup kencang seakan merasakan getaran yang belum pernah ia rasakan.
“Oh, Ya. Baiklah saya akan pergi kalau begitu.”
“Baik, pak. Mohon maaf sebelumnya,” salam Kalea menundukkan tubuhnya.
Pria tersebut segera beranjak dari kursinya dan pergi untuk melakukan pembayaran, tetapi dengan tubuh yang sempoyongan akibat efek mabuk membuatnya terjatuh dalam pelukan Kalea, “Aduh!”
“Bapak, baik-baik saja?” tanya Kalea prihatin, lalu tak sengaja ia menahan tubuh sang pria dengan kedua tangannya.
“Maaf sekali, padahal kita baru pertama kali bertemu, tapi sudah merepotkanmu,” ujar sang pria segera melepaskan tubuhnya yang merasa malu menggaruk kepalanya.
“Hehe, nggak apa-apa, Pak. Lain kali untuk berhati-hati,” pesannya.
Alexandra, seorang pria berusia 30 tahun berbadan tinggi dan bisa dikatakan lumayan tampan. Dia memberikan kartu kredit pada Kalea untuk melakukan pembayaran.
“Ini kartunya pak, mohon tunggu sebentar disini, ya,” pinta Kalea tersenyum.
Tak lama Kalea yang pergi ke belakang untuk mengambil satu minuman penawar mabuk dan memberikannya pada pria tersebut. Walaupun seharusnya minuman itu di suguhkan untuk pelanggan tetap, tapi gadis itu memberikannya pada pelanggan baru itu karena merasa khawatir.
Gadis itu berpesan padanya agar tidak lupa untuk minum pereda mabuk yang ia berikan, tetapi pria itu malah merasa terharu seolah baru saja mendapatkan sebuah perhatian besar.
Kalea yang heran dengan pelanggan satu itu tiba-tiba saja menundukkan kepalanya dengan sangat sopan.
“Ternyata masih ada orang baik, ya. Terimakasih banyak,” tangis kecil diujung mata sang pria, ia mengusap matanya merasa terharu, wajahnya memerah seakan efek mabuknya bercampur dengan rasa tangisnya.
“Nama saya Alexandra, panggil saja Alex mohon maaf sebelumnya tapi apa saya boleh tahu nama anda siapa, ya?”
“Oh … iya nama saya Kalea,” balas gadis itu menunjuk diri.
“Kalea, nama yang sangat cantik,” puji sang pria menatap gadis itu.
“Kelihatannya nama itu pasti di berikan oleh orang tua yang sangat sayang kamu, ya?”
“Ah … tapi aku tidak pernah melihat wajah orang tuaku,” sambungnya menjadi salah tingkah. Ya, Kalea sedari kecil tidak memiliki orang tua juga keluarga. Dia tumbuh di salah satu yayasan anak yatim piatu. Dan kini gadis itu memilih untuk pergi dari sana saat umurnya menginjak 16 tahun.
Kemudian, ia bertahan diatas kaki nya sendiri. Akan tetapi, mendengar jawaban gadis itu Alex merasa kasihan, ia pun menarik kata-katanya dan meminta maaf karena sudah menyakiti perasaannya.
“Aku juga hanya punya Ibu saja, yang selalu merawatku dan adik perempuanku sampai sekarang,” lanjut Alex dengan wajah dingin.
“Tapi … dia mengidap penyakit parah.”
Kalea yang hanya terdiam mendengarkan cerita Alex merasa iba padanya. Ternyata, ini alasan pria itu datang ke restoran kecil hanya untuk menenangkan diri hingga mabuk. Tapi, siapa sangka malah bertemu gadis cantik dan polos juga baik hati.
“Apa nanti aku boleh menghubungi kamu?” pinta Alex pada gadis polos itu.
“Apa? Oh iya, tentu saja,” balasnya seraya tersenyum. Baru kali ini ada seorang pria yang meminta nomornya.
Hari itu adalah pertemuan Kalea dan Alexandra. Sejak hari itu, jika Alex ingin bertemu dengannya, dia akan selalu datang ke tempat kerja sang gadis. Gadis itu selalu Alex ajak untuk liburan dan berkeliling kota merasakan dunia yang selama ini jarang ditemui. Kalea yang merasa dicintai oleh Alex itu tak segan untuk memberikan seluruh waktunya hingga selalu bolos kerja.
Lambat waktu, Kalea pun jatuh cinta pada pandangan pertama, dan semakin hari cinta itu tumbuh pesat bagaikan bintang jatuh ke bumi. Tak disangka, Kalea yang merasa telah mendapatkan pangeran selama ini yang ia tunggu-tunggu begitu sangat baik juga peduli padanya. Pria itu selalu menuruti kemauan gadis polos itu, ia seperti telah mendapatkan jackpot.
Kalea, gadis miskin yang selama ini merasa kesepian, tak memiliki keluarga juga tak mendapatkan kasih sayang, luluh dengan begitu saja oleh pria yang baru ia kenal selama tiga bulan.
Kini, Alexandra akan melamar Kalea, si gadis polos yang tak pernah merasakan cinta dari siapapun itu tak mungkin jika tak menerimanya. Entahlah, apa yang dipikirkan Alex untuk menikahi Kalea yang latar belakangnya saja tidak setara dengannya.
Namun, perbedaan usia di antara mereka juga bukan menjadi hal yang dipermasalahkan. Perbedaan usia 10 tahun tidak menjadi tolak ukur seseorang jatuh cinta di zaman sekarang. Kadang seseorang dibutakan oleh cinta karena merasa ada yang terpenuhi dalam hidupnya.
*
*
*
“Baru kenal 3 bulan tapi kau sudah mau menikah?!” teriak sang dokter muda bernama Mita Mirzani di ruang kerjanya.
“Kau sudah gila? Apa kau tidak curiga sama sekali?!”
“Aduh kakak ini, waktu itu tidak penting dalam percintaan. Dia juga orang yang baik kok,” ujar Kalea lembut pada teman yang ia anggap kakak.
“Dia selalu memberiku uang bulanan setelah minta aku berhenti dari pekerjaanku, dan suka mengantar juga membayarkan cek kesehatan lengkap ku selama ini.”
“Tapi dia 10 tahun lebih tua. Apa justru itu kamu jadi mau?” tanya Mita dengan objektif menatap Kalea.
“Ah, kakak. Ibu calon mertuaku orangnya lembut, dan calon adik iparku juga sangat baik. Aku terharu, rasanya seperti mendapatkan keluarga,” jawab gadis polos itu. Kalea yang selama ini sudah diperkenalkan pada keluarga Alex itu merasa cocok dengannya. Ingin memiliki seorang Ibu dan keluarga hangat adalah harapannya selama ini.
Namun, tetap saja Mita menentang pernikahan tersebut. Mita yang marah tidak mau menatap Kalea, ia mengalihkan pandangan dan fokus pada pekerjaannya. Hanya saja alasan wanita itu menolak karena khawatir pada Kalea, ia takut pernikahan ini akan menjadi pembawa sial. Pria yang baru kenal tiga bulan dan sudah mengajaknya untuk menikah apakah benar-benar mencintai Kalea yang sudah dianggap adik sendiri itu.
Tak sampai disitu, Kalea yang kekeh ingin mendapatkan restu dari kakaknya, merayu nya agar datang ke pernikahannya dengan berbagai macam alasan. Kemudian, Mita yang tak enak hati pada Kalea akhirnya hanya bisa menurutinya. Jahat jika dia tak datang rasanya. Walau bagaimanapun Kalea tak punya siapa-siapa lagi di belakangnya selain dirinya untuk menghadiri pernikahannya itu.
*
*
*
~Support terus cerita ini ya. Boleh dibantu like, komen, dan subscribe nya.
~Dilarang meloncat bab dan menumpuk bab, karena akan berpengaruh pada cerita author dan gagal gajian:(
~Semoga hari-hari kalian menyenangkan^_^
Tiba hari pernikahan. Kalea yang berjalan bersama Alexandra di tengah banyak para tamu sungguh sangat bahagia. Memakai gaun berwarna putih dan rambut yang disanggul bagaikan bak bidadari hari itu. Banyak yang memberikan ucapan selamat pada mereka, tak lupa Kakak Mita Mirzani ada disana terlihat pelik. Tak disangka hari bahagia itu akhirnya datang juga.
Ibu mertua yang duduk di kursi roda juga adik ipar yang bernama Friska berada di sampingnya, mereka bertepuk tangan seraya tersenyum ke arah Kalea. Akhirnya, acara sakral itu berjalan dengan lancar. Kalea membuka lembaran baru bersama pria yang ia cintai.
Kini Kalea dan Alex sudah berada di hotel untuk melakukan ritual halal sepasang suami istri.
Kedua insan yang sedang di mabuk cinta itu sedang bergumul di bawah selimut tebal. Cuaca dingin tak membuat mereka kedinginan yang tak memakai pakaian, karena hal yang keduanya lakukan dapat mengalahkan hangatnya mentari pagi. Peluh keringat membasahi tubuh menjadi saksi betapa dahsyat percintaan kedua insan itu.
Ternyata benar kalau surga dunia itu ada. Buktinya Kalea dan Alexandra merasakan kenikmatan yang luar biasa, ketika berhasil menyatukan diri mereka. Pada saat itulah kesucian yang selama ini gadis itu jaga diberikan pada suaminya.
“Terima kasih sudah mau memilih aku yang tidak punya apa-apa,” ucap Kalea sembari memeluk sang suami.
“Karena istriku adalah orang yang baik hati, terimakasih juga karena mau tinggal dengan Ibuku,” balasnya seraya mengecup kening istrinya.
Setelah menikah, Kalea tinggal bersama keluarga Alexandra. Mereka yang satu rumah awalnya baik-baik saja, ibu mertua selalu baik dan perhatian padanya. Begitu pula dengan Kalea, ia selalu mengurusi ibu mertuanya dikarenakan sedang sakit parah hingga sudah tidak bisa berdiri.
Gadis itu tak apa jika tinggal satu atap bersama keluarga Alexandra. Karena baginya, ibu Alex adalah ibunya juga. Dan Kalea sangat berterima kasih pada suaminya karena telah memberinya keluarga baru yang belum pernah ia rasakan.
Tapi…
Setelah beberapa bulan menikah, kondisi ibu mertuanya semakin parah hingga harus menginap di rumah sakit.
“Waktunya tidak banyak lagi,” ucap sang dokter pada Kalea dan Alex.
“Apa maksudnya, dok?” tanya Alex yang cemas.
“Tubuh pasien sudah sampai batasnya, mulai sekarang obat sudah tidak ada gunanya lagi.”
“Apa?! Apa tidak ada alternatif lain, dokter?” tanya Kalea merasa sedih.
Dokter yang selama ini menangani penyakit ibu Melinda memberitahukan bahwa sudah tidak ada cara lain untuk menolongnya, kecuali dengan donor ginjal. Tetapi, prosedurnya sulit dan mencari pendonornya juga tidak mudah.
Alex yang menangis dan air mata Kalea yang sudah tidak terbendung lagi jatuh. Gadis itu merasa kasihan pada suaminya, ia tak punya Ayah dan hanya memiliki seorang Ibu disisinya.
“Kematian pasti akan mendekat sejalan dengan usia..,” tangis pecah di ruang inap ibu Melinda bersama anaknya. Friska yang tak menerima ucapan sang ibu memarahinya.
“Ibu, kami pasti akan menemukan pendonornya. Mungkin anggota keluarga bisa jadi pendonor,” saran Kalea memegang tangan ibu mertuanya.
Friska yang mendengar itu seketika marah pada Kalea, ia menganggap bahwa pendonor akan memiliki bekas luka pada tubuhnya, sedangkan Friska sang adik iparnya belum menikah, maka dia tidak mau melakukan saran itu meskipun adalah ibu kandungnya sendiri.
Namun, bukan hanya Friska yang menolak, melainkan suaminya juga. Alasan Alex menolak adalah bahwa dirinya sudah melakukan tes darah kemarin, tetapi golongan darahnya berbeda dengan ibunya.
“Kalea, bukankah golongan darahmu O?” tanya sang ibu mertua dengan wajah datar.
“Apa? Oh iya benar, tapi…” jawab Kalea dengan ragu.
“Kalau benar O kecocokannya akan lebih besar!” tegas Alexandra meremas kedua pundak istrinya.
“Nak! Aku adalah ibumu juga, aku masih ingin melihat cucu dari kalian, aku ingin melihat kebahagiaan itu…!” keluh sang ibu mertua. Hingga akhirnya Friska dan Alex juga ibu mertua memohon pada Kalea saat itu. Semua meyakinkannya agar menjadi pendonor.
“Tapi ibu, bukankah itu permintaan yang berlebihan pada kakak ipar yang baru saja masuk ke keluarga kita?!” selang Friska pada sang ibu.
“Oh, itu tidak apa-apa, karena kita keluarga dan ibu juga adalah ibuku setelah menikah,” ungkap Kalea seraya tersenyum.
Kalea benar-benar gadis polos! Ia mengambil keputusan yang besar tanpa tahu resikonya, mengapa tidak mencari pendonor lain! Apakah mereka tidak memiliki uang?!
Ibu Melinda yang menanyakan kapan gadis itu akan melakukan pemeriksaan untuk menjadi pendonornya. Sesaat Kalea pun pergi dari kamar inap tanpa ditemani suaminya dan segera melakukan perjanjian pemeriksaan donor ginjal.
Ketika gadis polos itu pergi, wajah mereka berubah 180 derajat. Topik pembicaraan pun sudah mulai berbeda.
“Di mana kau menemukan anak polos itu? Hebat juga kakakku ini, haha,” tawa Friska meledek kakaknya.
“Hasil pemeriksaannya pasti cocok. Sebelum menikah dia sudah melakukan cek kesehatan, aku sendiri yang mengantarnya,” jawab Alex dengan wajah sinisnya.
“Kamu sudah cerita ini ke Carlin?” tanya ibu Melinda khawatir.
“Pastinya sudah.”
“Carlin sebentar lagi akan melahirkan, kan? Aku jadi bisa melihat cucuku,” tawa dan senyum wanita tua itu tersirat pada kulit wajahnya yang kendur.
“Saking ingin bertemu cucu, ibu sampai membelikan stroller! Lucu sekali, ya,” sela Friska.
Di sela pembicaraan Alex keluar untuk menerima telepon dari Carlin, pacarnya yang belum menjadi istri sah namun sedang hamil.
Alexandra yang khawatir dan menanyakan kondisi kehamilan Carlin kini sudah memasuki usia kandungan 9 bulan ternyata baik-baik saja.
“Bagaimana wanita yang akan mendonorkan ginjalnya ke ibu?” tanya Carlin.
“Jangan khawatir, aku akan ceraikan dia setelah operasi. Lalu segera menikah denganmu.”
Alexandra yang sedang bertelepon dengan pacarnya itu melihat Kalea dari kejauhan. Keduanya melambaikan tangan satu sama lain. Hingga Kalea semakin dekat dengannya, ia tergesa-gesa menutup telepon tersebut. Kalea yang terkejut karena tiba-tiba saja dipeluk oleh suaminya dan mengucapkan terima kasih padanya.
Kalea pun membalas ucapan terima kasih dari Alex karena sudah memberikannya kehidupan baru. Dengan menjadi pendonor ginjal untuk ibu mertuanya, Kalea pikir dia bisa mempertahankan keluarga itu dengan pengorbanannya.
***
Sesampainya mereka di rumah, hanya ada Kalea dan Alex. Sepasang suami istri itu sedang beristirahat di ruang tamu. Alexandra yang semakin tak sabar untuk menunggu hari dimana Kalea akan mendonorkan ginjalnya itu, kini pria itu meyakinkan Kalea agar tak takut untuk melakukan operasi.
“Tapi aku khawatir kau nanti jadi punya bekas operasi,” pelik Alex peduli pada Kalea, ia memegang pinggang sang istri lalu mengangkat ke dalam pangkuannya.
“Kalau begitu, mau kuperlihatkan dulu sebelum operasi?” tanya Kalea menggoda suaminya itu seraya mempermainkan rambutnya dengan berantakan.
Tak lama, obrolan itu membuat keduanya telah sampai pada ujung hasrat, kini pasangan suami istri itu saling bertukar saliva. Hingga membuat mereka melakukan ritual suami istri di sana. Ya, di atas sofa.
*
*
Keesokan harinya, Kalea menelepon teman dekatnya Mita Mirzani. Dia terkejut karena sudah tak ada kabar beberapa bulan ini setelah menikah, lalu tiba-tiba mengabari bahwa gadis itu akan melakukan operasi donor ginjal untuk ibu mertuanya. Memang tidak masuk akal.
“Coba pikirkan lagi, itukan bukan hal sepele! Efeknya juga tidak main-main, Kalea!” teriak Mita di telepon.
“Aku tahu, kakak. Tapi akan aku tetap kulakukan. Dia kan juga ibuku setelah menikah, kalau aku bisa ya harus kulakukan,” balas Kalea tertawa kecil.
Memang tidak habis pikir, benar-benar tidak bisa diprediksi gadis polos ini! Kalea kau akan tahu akibatnya setelah merasakannya.
“Hah? Aku benar-benar tidak paham kenapa harus kamu yang melakukannya?” tanya Mita balik merasa ada yang janggal, tetapi saat akan memberitahukan sesuatu yang ada di benak Mita, tiba-tiba saja panggilannya putus.
Benar saja, kedatangan Melinda sang ibu mertua yang sedang duduk di kursi roda dan Friska sang adik ipar yang habis mengantar ibunya untuk pemeriksaan donor ginjal itu yang membuat panggilannya terputus.
Kalea yang khawatir pada ibu mertuanya menanyakan bagaimana kabarnya. Namun, sang ibu mertua yang tak tahu diri itu meminta pada Kalea agar jadwal pendonoran ginjal segera dipercepat.
Tanpa disadari dirinya mengiyakan ucapan Melinda, di benaknya agar Kalea dan keluarga barunya bisa hidup untuk waktu yang lebih lama. Maka jadwal operasi dimajukan, menurut Kalea lebih cepat maka lebih baik. Lalu, mereka bisa berkumpul bersama di rumah lagi.
Tak lama, Alex datang dan merangkul pinggang Kalea, ia yang dikatai romantis oleh adik iparnya itu menjadi salah tingkah. Alex yang berada di sisi istrinya, membuat Kalea merasa tenang dan tidak merasa cemas akan perihal operasi donor ginjalnya.
*
*
*
~Support terus cerita ini ya. Boleh dibantu like, komen, dan subscribe nya.
~Dilarang meloncat bab dan menumpuk bab, karena akan berpengaruh pada cerita author dan gagal gajian:(
~Semoga hari-hari kalian menyenangkan^_^
Waktu berjalan sangat cepat hingga sampai pada waktu yang ditunggu-tunggu, yaitu hari dimana Kalea melakukan transplantasi organ untuk sang ibu mertua.
Kini gadis itu sudah berada di ruang operasi. Memakai pakaian khusus operasi, dan diterangi satu cahaya di atas tubuhnya.
“Kami akan suntikan biusnya.”
“Hitung mundur sampai 10, ya,” ucap seorang dokter bedah yang bersiap untuk melakukan operasi.
Kalea yang gugup merasa cemas itu hanya bisa memejamkan matanya seraya berdoa untuk keselamatan dan kelancaran semuanya. Hingga efek dari bius itu membuatnya tertidur.
Alex yang sedang lari terbirit-birit meninggalkan rumah sakit Aluna dan menuju ruang operasi di rumah sakit Pratama, karena jarak dari rumah sakit Aluna dimana tempat Kalea istrinya sedang di operasi lumayan sangat jauh.
“Apakah operasinya sudah dimulai?” tanya Alex pada perawat disana. Nafasnya tersengal-sengal akibat lari menuju ruangan itu.
“Betul, apa bapak walinya?”
“Iya, saya walinya,” balas Alex cemas.
“Sebentar ya. Atas nama… ibu Carlin?” tanya perawat mengecek buku yang ia pegang.
“Iya, benar.”
“Baik, operasinya baru saja dimulai. Bapak jika ingin menemani pasien bisa memakai pakaian yang sudah disediakan, ya.”
Alex pun pergi menemani Carlin di dalam ruang operasi, sedangkan Kalea yang sendirian tidak ditemani sepanjang waktu operasi oleh suaminya itu, bahkan tidak tahu bahwa suaminya menemani pacarnya untuk melahirkan seorang anak.
Karena di waktu yang bersamaan anak dari Carlin akan lahir ke dunia. Alex menemani Carlin untuk melahirkan anaknya, tetapi membiarkan Kalea istrinya sendirian di kamar operasi yang sedang melawan rasa sakit. Apakah dia sakit jiwa?
Ketika sang istri berjuang untuk mengeluarkan ginjalnya, dan sang pacar kekasih melahirkan anaknya, sudah dipastikan Alex lebih memilih pacarnya yang akan memberikan dirinya gelar seorang ayah di masa depan. Namun, berbeda dengan Kalea yang dirinya belum hamil ketika hampir satu tahun pernikahan.
“Ibu, ibu …” gumam Kalea, matanya sedikit terbuka.
“Operasinya berjalan dengan baik, sekarang ibu akan kami pindahkan ke ruangan,” ucap seorang perawat padanya.
“Ibu saya…”
“Ibu Melinda sedang dalam pemulihan, jangan khawatir,” pesan perawat agar Kalea tidak khawatir.
‘Syukurlah, aku mau bertemu suamiku,’ umpatnya dalam hati, lalu tertidur kembali.
Keesokan harinya, Kalea yang siuman mendapati suaminya sudah berada di hadapannya dan memegang tangannya dalam waktu yang cukup lama. Kalea yang sudah memberikan harapan baru untuk ibu suaminya itu, Alex menjadi semakin banyak memberikan perhatian padanya dan akan merawat istrinya sebaik mungkin.
Beberapa saat di sana, Alex yang sudah lama menunggu istrinya untuk bangun. Kini ia sudah akan pergi lagi tanpa menjelaskan akan pergi kemana pada Kalea, “Istirahatlah, nanti aku datang lagi, ya,” bisik Alex lalu mengecup pipi istrinya. Dia pun pergi keluar meninggalkan Kalea yang sedang sendirian di sana.
Di depan rumah sakit, Friska adik dari Alex yang sudah menunggu kakaknya itu kembali. Mereka mengobrol dengan santai di sana.
“Bagaimana? Operasinya lancar?” tanya Friska pada kakaknya.
“Iya dia baik-baik saja, anak perempuanku sangat cantik, mirip sepertimu,” ucap Alexandra merasa senang memiliki seorang putri.
“Ah, jadi tidak sabar, mau aku ketemu keponakan pertamaku!”
“Mohon jaga dia dengan baik, ya. Dia perempuan yang pengertian, kok,” sambung Alexandra menitipkan kekasihnya pada adiknya itu ketika sudah dinikahi nanti.
“Kalau begitu syukurlah. Lalu, bagaimana dengan perempuan itu?” tanya Friska dengan wajah yang sinis.
“Dia? Akan aku usir dia saat waktunya tepat, tenang saja,” balas Alexandra tersenyum jahat.
***
Setelah beberapa hari di rumah sakit, Alexandra yang biasanya menemani Kalea, tetapi akhir-akhir ini sudah jarang sekali menjenguknya. Kalea yang tubuhnya terkapar lemas dan hanya ada semangkuk bubur hambar di ruangannya, dan juga merasa sepi karena tidak ada yang menemani.
Melinda, Ibu mertua Kalea yang beberapa belakangan ini sudah pindah ruangan sendiri yang dimana ruangan itu adalah kamar VIP, berbeda dengan Kalea yang hanya sekelas ekonomi.
Friska yang memperlihatkan foto anak Carlin pada ibunya itu ingin sekali segera menggendongnya, sampai tak memikirkan dirinya harus pulih terlebih dahulu. Mereka tidak sama sekali memikirkan menantunya yang sudah rela berkorban memberikan ginjal padanya. Memang kacang lupa pada kulit.
Bukan hanya Melinda dan Friska yang mengagumi anak Carlin, melainkan Ayahnya juga. Ternyata Alexandra belakangan ini sudah jarang sekali menemui istrinya karena selalu sibuk menemani Carlin, pacarnya.
“Wah, anakku cantik sekali ya. Ciluk ba!”
“Kamu ini, ya. Lalu bagaimana dengan perempuan itu?” tanya Carlin pada Alexandra.
“Apa? Si pendonor ginjal?”
“Tenang saja, aku akan membereskan dia selama kamu masa pemulihan, jadi jangan khawatir,” sambung Alexandra mencium kening Carlin.
Tak lama, setelah menghabiskan waktu bersama Carlin dan putrinya di rumah sakit yang berbeda dengan Kalea, pada sore hari akhirnya Alexandra menemui istrinya, Kalea.
Kalea yang sudah lama menunggu kedatangan suaminya, saat mendengar Alexandra memanggilnya gadis itu terbangun dari jaga tidurnya dan tersenyum lebar.
“Kamu akhir-akhir ini sedang sibuk, ya? Telepon dariku tidak diangkat, dan sepertinya kamu juga jarang kesini,” keluh Kalea merasa khawatir pada kekasihnya, tidak seperti biasanya suaminya itu pergi terlalu lama dan meninggalkannya sendirian.
“Maaf, ya sayang. Belakangan ini pekerjaanku agak banyak. Kamu kesepian, ya?” tanya Alexandra mengacak-acak rambut istrinya.
“Sejujurnya, iya. Tidak ada kamu disini aku merasa kesepian.”
“Kalau begitu, aku akan membuat istriku senang hari ini,” ujar pria itu tersenyum, ia membuka kancing pakaian istrinya yang tangannya masih dalam keadaan diinfus. Pria itu meraba bagian sensitif istrinya, lalu Kalea merasa terpancing.
Kalea yang menolak ajakan suaminya untuk berhubungan itu karena dirinya masih belum pulih. Tetapi, Alex yang tak memikirkan keadaan Kalea memaksanya. Di ruang pasien yang hanya ada mereka berdua saja sedang melakukan hal dewasa tanpa memikirkan akan ada yang datang. Hingga pada akhirnya Alexandra menitipkan benih untuk kesekian kalinya lagi pada istrinya, yang setelah sekian lama sudah tak bermain lagi karena Kalea harus melakukan operasi dan masa pemulihan.
Kini pasangan itu melepaskan gairah bersama-sama, gadis itu menangis karena sudah lama tidak merasakan cinta di atas ranjang bersama suaminya lagi.
“Jangan menangis sayang, jika kamu pulih nanti, aku akan memberikan lebih banyak cinta lagi,” bisik Alex mengecup kening istrinya. Kalea tersenyum dan terharu, betapa bahagianya merasakan kehangatan dan kenikmatan surga dunia itu. Kini harapannya adalah ingin segera lekas sembuh dan keluar dari rumah sakit agar bisa berkumpul kembali seperti dulu.
*
*
*
~Support terus cerita ini ya. Boleh dibantu like, komen, dan subscribe nya.
~Dilarang meloncat bab dan menumpuk bab, karena akan berpengaruh pada cerita author dan gagal gajian:(
~Semoga hari-hari kalian menyenangkan^_^
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!