"Zar, lo liat si Anggun makin bohay aja bodynya."
cowok bernama Nizar itu menoleh dan mendapati Anggun yang sedang bercanda dengan teman- temannya lalu mendengus tak suka.
"Zar, lo gak ada rencana buat terima dia apa? kalau gue langsung gercep," celetuk Ibra salah satu sahabat Nizar.
"Bener tuh Zar, gue juga gak nolak kalau dia suka sama gue, bodynya itu loh ... ck." Egi juga menimpali sambil menatap body Anggun yang memang menggoda.
"Kalau lo mau ambil sana, dia bukan tipe gue."
"Serius lo, yang kayak gitu bukan tipe lo? terus lo cari yang kayak apa?" tanya Egi lagi.
"Lo kayak gak tahu aja, tipe Nizar tuh yang lugu, alim dan masih murni," celetuk Ibra.
Nizar terdiam lalu mengalihkan tatapannya pada etalase makanan. Mereka memang sedang berada di kantin sekolah untuk makan siang, dan temannya Ibra malah menunjukan Anggun si cewek centil yang membuat Nizar risi selama ini.
Gadis itu kerap mendekatinya dan menggoda agar dia mau menerima cintanya.
Dan Nizar paling benci pada wanita yang selalu mengejar pria dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan pria tersebut.
Seperti halnya Anggun yang kerap mendekatinya dan menggodanya, tak jarang dengan tak tahu malunya gadis itu bergelayut manja di tangannya menempelkan badannya yang bahenol ke tangannya, cih, murahan!
"Lo nyadar gak dia udah ngejar lo sejak dua tahun lalu, kasian dia gak pernah di tanggapi."
"Siapa suruh, udah tahu gue ilfil masih aja deketin." Nizar bergidik kala mengingat bagaimana Anggun mengejarnya selama ini.
"Iya sih, cuma heran aja kok bisa perasaanya istiqomah," tawa Ibra dan Egi meledak, sedangkan Nizar memilih diam tak menanggapi.
Saat pesanan telah di tangan, Nizar , Egi dan Ibra mencari meja untuk mereka duduki.
"Zar, duduk sini yuk!" baru saja Nizar berharap Anggun tak menyapanya, gadis itu justru berteriak dan memanggilnya, sontak saja kini semua perhatian tertuju padanya.
"Gak, gue duduk sini." bisa Nizar lihat Anggun mengerucutkan bibirnya kesal, tapi dia tak peduli "Boleh gue ikut duduk." Nizar berkata pada gadis berkaca mata dengan rambut yang di kepang dua, sungguh lucu, batinnya.
"Eh- eh boleh kak, silahkan." gadis kepang dua itu nampak gugup dan berdiri salah tingkah saat Nizar duduk di sebelahnya.
"Mau kemana lo?" tanya Nizar saat gadis kepang dua itu berdiri.
"Eh,"
"Udah duduk lagi, gue gak ngapa- ngapain kok," ucapnya santai dan mulai makan.
"Eh, i- iya kak." gadis kepang dua itu kembali duduk.
Melihat interaksi Nizar dengan adik kelas mereka Ibra dan Egi saling pandang dan hanya bisa menggeleng pelan lalu duduk tepat di depan Nizar.
"Nama lo Arumi kan?" gadis berkepang dua itu mendongak lalu mengangguk, tak menyangka jika cowok populer di sekolah tahu namanya.
"Kakak tahu- namaku?" tanyanya gugup.
Nizar mengangguk "Lo sering jadi pembicaraan karena satu- satunya cewek pinter di sekolah yang berhasil masuk cerdas cermat tingkat Propinsi."
Arumi menunduk dengan wajah merah, tak menyangka jika dia dikenal orang lain, padahal selama ini dia tak memiliki teman karena pribadinya yang tertutup dan seperti yang terlihat, culun. Karena itu orang- orang enggan berteman dengannya.
Melihat Arumi yang merona, Nizar terkekeh. Hal yang tak pernah Nizar lakukan pada orang lain.
Dan hal tersebut tentu saja menarik perhatian banyak mata, termasuk Anggun yang kini mantap tajam pada Arumi.
Dengan tangan terkepal erat Anggun memilih beranjak dari duduknya dan pergi "Eh, Nggun makanan kita belum abis?" Anggun tak peduli dan memilih terus berjalan meninggalkan kantin.
Anggun memasuki kelas masih dengan raut wajah kesal, bisa- bisanya Nizar terlihat akrab dengan anak kelas satu yang culun itu, sedangkan dirinya yang sudah mengejarnya selama dua tahun tidak pernah di gubris "Sial!" Anggun menggebrak meja hingga beberapa siswa lain terkejut.
"Lo kenapa sih Nggun?" Renata yang mengejarnya sejak di kantin mencebik melihat Anggun pergi begitu saja meninggalkannya, padahal makanan yang mereka pesan belum habis.
"Apa sih yang kurang dari gue?" Renata mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Anggun "Sampe Nizar gak mau melihat gue, sekali aja," keluhnya.
"Padahal gue cantik, banyak cowok yang ngejar gue, gue juga kaya." Renata mengangguk setuju, Anggun memang cantik, dan kaya bahkan hampir setiap hari dia di traktir Anggun.
"Lo kurang usaha kali, coba lo lebih agresif pepet terus," ucap Renata menyemangati.
Anggun menghela nafasnya apakah usahanya kurang keras? padahal dia selalu ada dimana Nizar ada, Anggun bahkan dengan tak tahu malunya selalu menguntit kemanapun Nizar pergi, kalau saja perasaannya ini tak menyapanya mungkin Anggun tidak akan segila ini, dan kenapa harus Nizar cowok dingin yang tak peduli padanya yang membuatnya jatuh cinta.
"Udah, gak usah di pikirin, lagian yang tadi lo liat juga bukan apa- apa, masa iya Nizar suka sama si culun itu, kan gak mungkin." Anggun mengangguk mencoba kembali semangat "Lo tahu gak Nggun lagi ada diskon 10% di distro langganan kita, gimana kalau pulang sekolah kita kesana?"
Anggun mengangguk "Oke."
Renata tersenyum senang, sebab sudah pasti dia akan dapat barang branded gratisan lagi dari Anggun, dia cukup menghibur Anggun dan dia akan mendapatkan apapun dari Anggun.
....
Anggun Prilly Parasya.
Sejak dua tahun lalu mulai jatuh cinta pada cowok tampan bernama Nizar Reksa Darmaji, perasaan itu muncul sejak tak sengaja Nizar menolongnya dari beberapa preman yang menggodanya.
Sejak saat itu Anggun mengejar Nizar dan menghalalkan segala cara untuk membuat Nizar jatuh cinta padanya, namun sudah dua tahun berlalu perasaannya tetap tak bersambut.
Anggun tidak pernah menyerah, dia selalu melakukan apapun untuk merebut perhatian Nizar, namun tetap saja Nizar tak pernah melihat ke arahnya.
...
Anggun memasuki rumah mewahnya dengan beberapa paper bagh di tangannya, dia dan Renata benar- benar pergi belanja setelah pulang sekolah "Aku pulang," ucapnya pada sang Mama yang sedang duduk menikmati secangkir teh di sore hari.
Clarisa mengerutkan kening melihat putrinya datang dengan belanjaan di tangannya "Kamu belanja lagi?"
Anggun mengangguk "Ini lagi diskon kok ma, lumayan 10 persen," ucapnya bangga.
Clarisa menghela nafasnya, meski sudah diskon tapi barang yang Anggun beli tetap tidak bisa dikatakan murah.
"Sayang, bisa tidak kamu kurangi kebiasaan belanjamu itu." Clarisa berkata lembut.
Anggun mencebik "Kenapa sih Ma, lagian aku juga gak ngabisin saldo ku kok."
"Mama tahu, tapi kamu harus belajar menghemat, lihat ..." belum selesai ucapan Clarisa, Anggun menjawab dengan ketus.
"Udahlah Ma, lagian Papa juga gak keberatan kok, aku juga gak ngabisin uang sampai ratusan juta, papa itu kaya, gak mungkin bangkrut kalau cuma aku belanja segini doang," Ucapnya sambil berlalu.
Clarisa menghela nafasnya, seandainya Anggun tahu apa yang tengah mereka alami sekarang ini.
....
Hai, adakah yang mau membaca karyaku yang satu ini, berapa hari ya aku tak menyapa, setelah disibukan dengan pernikahan adikku, akhirnya aku bisa kembali rebahan yang tunggu kisah Alana, sebentar lagi liris, aku mau tamatkan dulu My Sweet Daddy di sebelah, yang sabar ya🤗
Brak ...
Pintu toilet terbuka kasar saat Anggun dan Renata memasukinya, sontak saja semua perhatian tertuju pada mereka, termasuk Arumi yang baru saja keluar dari bilik kecil yang terdapat di dalamnya.
Anggun menyunggingkan senyumnya menatap Arumi dari atas kebawah.
"Ad-a apa ya kak," ucapnya gugup saat Anggun terus berjalan ke arahnya.
Anggun masih diam menunggu semua orang keluar dari bilik toilet, dan yang bertugas mengamankan situasi adalah Renata.
Setelah memastikan situasi aman barulah Anggun menekan pundak Arumi "Auh." Arumi meringis saat merasakan tekanan di pundaknya, Anggun menekannya kuat sembari mendorongnya ke arah cermin.
"Lo liat tuh!" Anggun menunjuk sebuah kaca yang terpampang lebar di tembok.
"Lo tahu perbedaan kita," ucapnya tajam, Arumi berkaca- kaca dan ingin menangis sungguh pundaknya terasa sakit "Gue cantik, kaya, dan punya segalanya, sedangkan lo, lo itu gadis miskin, cupu dan gak tahu diri, lo bahkan masuk sekolah ini lewat jalur beasiswa."
"Lo gak punya kaca di rumah lo, sampe berani- beraninya lo deketin Nizar."
Arumi tak bisa lagi menghilangkan rasa takutnya saat Anggun menatapnya tajam, sungguh mengerikan "Aku nggak ..."
"Lo tahu, gue udah mati- matian kejar Nizar, trus lo dateng dengan gampangnya menarik perhatian Nizar."
Arumi menelan ludahnya kasar. ya, sejak pertemuan mereka di kantin tempo hari sudah satu minggu ini Arumi selalu bertemu Nizar, entah sengaja atau tidak tapi Nizar selalu ada dimana pun dia ada, dan menyapanya dengan hangat.
Dan itu semua selalu ada dalam pandangan Anggun, membuat amarah Anggun membumbung tinggi. Marah dan cemburu.
"Aku gak tahu kak," ucap Arumi di sertai tangisan yang berderai, sungguh dia takut dengan perlakuan kasar Anggun.
"Munafik Lo!" Anggun menoyor bahu Arumi "Sekali lagi gue liat lo deketin Nizar, abis lo," ancamnya, lalu meninggalkan Arumi yang jatuh terduduk di lantai.
"Cewek miskin aja belagu!" Setelah Anggun keluar lebih dulu, Renata tersenyum menyeringai lalu mengeluarkan sebuah gunting dari sakunya "Gue jijik liat rambut lo."
Srak..
Rambut Arumi terpotong dan membuat Arumi memekik terkejut "Akh."
Renata mendengus lalu memasukan gunting kecil itu kembali kedalam saku dan keluar dari toilet, meninggalkan Arumi yang menangis menatap potongan rambutnya dilantai.
Keluar dari toilet Renata melihat Anggun mencebik "Abis apa lo, lama banget."
Renata tersenyum "Sorry gue buang air kecil dulu." Renata menggandeng tangan Anggun lalu pergi meninggalkan toilet.
"Gue keterlaluan gak barusan?" tanyanya pada Renata.
"Itu gak seberapa, lagian siapa suruh dia deketin Nizar." Anggun mengangguk setuju dengan pendapat Renata, beraninya Arumi menarik perhatian Nizar,
Nizar memang tampan, tak hanya Anggun yang mengejarnya, hanya saja tak ada yang seberani Anggun dalam mengungkapkan perasaannya, Anggun bahkan selalu mengancam para cewek yang berani mendekati Nizar dan seperti yang lainnya Anggun selalu berhasil menjauhkan mereka dari Nizar, dan Anggun yakin setelah hari ini Arumi akan takut seperti yang lainnya, hingga tak berani lagi mendekati Nizar.
"Menurut lo, dia bakal takut gak sama ancaman gue?"
"Pastinya dong, memang siapa yang berani menentang Anggun."
Anggun tersenyum merasa bangga.
....
Nizar baru saja menutup pintu kelas saat semua orang sudah pulang dan menyisakan dirinya yang terakhir, saat akan menyerahkan kunci kelas pada keamanan Nizar melewati toilet wanita, merasa ada yang aneh Nizar berhenti sesaat untuk memastikan.
Bulu kuduk Nizar meremang saat mendengar suara tangisan dari dalam toilet wanita, melihat sekitarnya tak ada orang lain disana karena semua sudah pulang dan menyisakan beberapa guru yang masih berada di ruangannya.
Dengan langkah pelan Nizar memasuki toilet wanita tersebut, dan berkata dengan sedikit bergetar "Hallo, siapa di dalam?"
Tak ada jawaban, hanya isakan kecil yang terdengar membuat Nizar semakin meremang.
Dengan memberanikan diri Nizar membuka pintu dan membelalakan matanya saat melihat Arumi bersimpuh dilantai dengan potongan rambut di tangannya. "Arumi." Nizar berjongkok di depan Arumi yang masih terisak.
"Lo, gak papa?" tanyanya.
Arumi mendongak dan menemukan Nizar disana, tangannya yang menggenggam rambutnya yang telah terpotong mengerat "Aku gak mencoba menggoda, atau mendekati kakak, tolong jangan persulit aku, aku cuma mau sekolah dengan tenang disini," ucapnya dengan sesekali mengusap hidungnya yang berair.
"Apa maksud lo?" tanya Nizar bingung.
"Kak, Anggun bilang aku gak boleh deketin kakak, padahal aku gak pernah mendekati kakak." benar Arumi tak pernah mendekatinya, tapi Nizar lah yang mendekati Arumi, sejak melihat Arumi dari dekat membuat Nizar memiliki ketertarikan pada gadis sederhana itu, dan sudah satu minggu ini Nizar berusaha lebih dekat dengan Arumi.
"Dia ngancem lo?" Arumi diam tatapannya masih pada rambutnya yang terpotong, mata Nizar berkilat marah menyadari jika Arumi begitu terpukul "Dia yang potong rambut lo?"
"Jawab, Rumi!"
Arumi mengangguk hingga Nizar benar- benar marah.
Sialan, lagi- lagi Anggun membuat keributan, selama ini Nizar selalu tak peduli pada gadis- gadis yang menjadi bahan bullyan Anggun, karena merasa dia juga tak tertarik pada mereka yang mendekatinya dengan centil.
Nizar tahu Anggun melakukan itu karena gadis- gadis itu mendekati Nizar, tapi kali ini Anggun sudah keterlaluan karena melakukannya pada Arumi, gadis yang akhir- akhir ini membuatnya tertarik.
"Aku tahu, aku miskin, jelek, dan bahkan masuk ke sekolah ini dengan jalur beasiswa, tapi aku juga manusia."
Nizar mengeratkan genggaman tangannya dan meraih pundak Arumi "Maaf karena gue, lo mengalami hal ini," ucapnya merasa bersalah.
"Ayo gue bawa lo rapiin rambut lo." Nizar membawa Arumi keluar dari toilet dan menggiringnya ke arah parkiran dimana mobilnya berada.
Nizar yang teringat belum memberikan kunci kelasnya pun meminta Arumi untuk menunggu sementara dirinya memberikan kunci pada petugas keamanan "Tunggu disini, gue mau nyimpen ini dulu." Arumi mengangguk lalu melihat Nizar berlari ke arah pos keamanan.
Arumi tahu jika Nizar adalah ketua kelas jadi sudah pasti Nizar lah yang mengunci pintu memastikan kelasnya aman.
...
Nizar memarkirkan mobilnya di sebuah salon yang menjadi langganan mamanya, berniat untuk merapikan rambut Arumi yang di potong sembarangan oleh Anggun.
Nizar menoleh dan mendapati Arumi yang masih menunduk meremas rok sekolahnya "Harusnya aku gak ikut kakak, kalau Kak Anggun tahu ... "
Nizar menggeleng "Jangan pedulikan dia, mulai sekarang gue akan melindungi lo, jadi jangan takut."
"Tapi kalau-"
"Kalau Anggun berani nyentuh lo, gue yang bakal bikin dia nyesel!"
Arumi melihat Nizar keluar dari pintu dan berjalan memutar untuk membukakannya pintu.
Arumi semakin menggenggam roknya hingga menjadi kusut, tatapannya datar dan tanpa emosi, hingga saat Nizar membuka pintu barulah Arumi tersenyum.
....
Ada pemandangan yang aneh pagi ini, semua perhatian teralihkan pada sepasang muda mudi yang baru saja keluar dari sebuah mobil di parkiran sekolah.
Arumi menunduk malu saat harus berjalan beriringan dengan Nizar yang kini tersenyum lembut kearahnya, senyum yang tak pernah dia tunjukan pada siapapun termasuk Anggun.
Anggun mengerjapkan matanya saat melihat Nizar terlihat bahagia pagi ini. Hal yang baru pertama kali Anggun lihat senyum pria itu sangat tampan dan mempesona, membuatnya semakin jatuh cinta. Namun Anggun harus menelan kecewa saat senyum itu bukan untuknya, melainkan untuk Arumi, anak kelas satu yang kemarin dia ancam untuk tidak menggoda Nizar lagi, tapi sepertinya ancamannya tidak berlaku untuk Arumi sebab saat ini Arumi justru terlihat semakin dekat dengan Nizar.
Dengan perasaan yang sakit Anggun pergi dari tempatnya dimana Arumi dan Nizar masih jadi pusat perhatian.
"Nggun, serius gue lihat si Arumi dateng bareng Nizar?" Anggun diam tak menanggapi ucapan Renata yang berlari ke arahnya.
Renata langsung mencari Anggun saat dia melihat Arumi keluar dari mobil Nizar.
"Kok lo diem sih?"
"Terus gue harus apa?"
"Ck, ya labrak dia dong, berani banget dia sama lo."
Anggun menghela nafasnya "Terus kalau dia masih gak mau nurut?"
"Jadi lo biarin dia gitu aja?" tanya Renata dengan tangan terkepal.
"Ayo dong Nggun jangan nyerah sebelum lo bisa dapetin Nizar, gak inget kelulusan tinggal satu bulan lagi, lo bilang Nizar bakal kuliah ke luar negeri, hilang dong kesempatan lo."
Renata benar, sebentar lagi ujian akhir dan dalam satu bulan mereka akan lulus dari sekolah, tapi bukankah Anggun bisa kuliah bersama Nizar, bukan masalah untuknya sebab dia bisa meminta papanya untuk menguliahkannya di kampus yang sama dengan Nizar.
Tapi bukankah dia juga harus mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan, misalnya Nizar jadian dengan Arumi, bukan kah itu buruk.
Anggun bangkit dengan tekad yang kuat "Lo bener, selama Nizar belum jadi milik orang lain gue masih bisa berjuang," ucapnya seolah baru saja mendapat semangat baru.
"Nah, gitu dong. itu baru temen gue."
Anggun tersenyum lalu mengotak atik ponselnya lalu senyumnya semakin lebar.
...
"Nizar," panggil Anggun yang masuk ke kelas Nizar dan langsung mendudukan dirinya di sebelah Nizar, tentu saja setelah menarik Ibra agar bangkit dari bangkunya. "Aku bawain kamu sushi." Anggun meletakan kotak bermerk restoran jepang ternama di depan Nizar. "Khusus buat kamu." Anggun memesan makanan kesukaan Nizar itu lewat aplikasi pesan antar di ponselnya.
Anggun menopang dagunya dan tersenyum ke arah Nizar yang acuh dengan buku di depannya.
"Zar seriusan ini sushi," ucap Ibra dengan tangan yang terulur ke arah sushi yang di bawa Anggun. Namun, belum juga Ibra mencapainya Anggun menggeplak tangan Ibra.
"Enak aja ini buat Nizar, bukan buat lo."
Ibra mengusap tangannya seraya mencebik "Sama Nizar aja aku kamu, sama gue, ngomongnya gue, elo."
Anggun memerah dia memang bersikap lembut pada Nizar sikap yang hanya akan Anggun tunjukan pada Nizar. Namun, tanpa Anggun sadari itu yang membuat Nizar tak suka dengan sikap centil Anggun "Ngapain bersikap baik sama lo, dibaikin malah ngelunjak," ucapnya kesal.
"Berisik banget sih, gak bisa ya lo gak ganggu gue." Ibra memeletkan lidahnya pada Anggun saat Nizar bahkan tak peduli dan malah memarahinya.
"Kamu kok gitu sih Zar, aku udah pesen ini sengaja buat kamu." Anggun menyelipkan tangannya ditangan Nizar lalu menyandarkan kepalanya di bahu Nizar.
Nizar mendengus dan dengan kasar menepis Anggun "Udah gue bilang gue gak suka sama lo, ngapain lo masih usik hidup gue, dan ini peringatan pertama dan terakhir buat lo, jangan ganggu Arumi." Nizar menggebrak meja dengan kasar lalu pergi meninggalkan Anggun yang tercenung, dia bahkan tak menghiraukan saat Ibra mencomot satu sushi di hadapannya.
....
"Lo, gak denger peringatan gue ya!" Anggun menatap tajam pada Arumi yang mendongak, untuk sesaat Anggun tertegun saat melihat tatapan Arumi yang datar, lalu tak lama berubah menjadi berkaca- kaca.
"Apa maksud kakak?" bertanya seolah dirinya tak melakukan kesalahan.
Anggun mendengus, "Bagus rupanya lo itu gak selugu yang terlihat," gumamnya namun tak terdengar oleh Arumi.
"Kalau yang kakak maksud tentang Kak Nizar, aku gak pernah deketi dia," ucapnya dengan mata yang berkaca- kaca dan tubuh bergetar.
"Trus yang tadi gue lihat pagi- pagi tuh apa?"
"I- tu kak Nizar yang jemput aku kak."
Anggun mendengus "Ya lo nolak lah harusnya. Gak tahu diri banget lo!"
Arumi semakin menunduk "Lo denger ya, meski lo terus ngejar Nizar dan berhasil berhubungan dengan dia, lo pikir semua akan berjalan seperti yang lo mau, ada standar khusus yang gak akan bisa lo penuhi untuk berhubungan dengan Nizar," bisik Anggun tepat di telinga Arumi.
Anggun menyeringai lalu pergi meninggalkan Arumi yang tertegun, dengan tangan terkepal erat tatapan Arumi masih mengarah pada punggung Anggun yang semakin menjauh.
...
Kedekatan Nizar dan Arumi semakin terlihat dan secara terang- terangan mereka pergi kemanapun berdua, dan di setiap kesempatan, Arumi seolah tak peduli dengan ancaman Anggun bahkan setelah beberapa kali dia mendapatkan perlakuan tak mengenakan, seperti di siram air got, di kurung di toilet atau bahkan membuat gadis itu dihukum karena kesalahan yang tidak dia perbuat.
Anggun tidak menyerah dia terus mendekati Nizar, tak peduli jika dia terus di acuhkan, Anggun selalu ada dimana Nizar berada, gadis itu bahkan rela memasuki klub malam hanya untuk mengikuti Nizar yang sedang menghadiri undangan dari saudaranya disana.
"Lo yakin gue mesti pake ini?" Anggun bertanya dengan tak yakin saat melihat gaun minim yang dikenakannya.
Renata mengangguk "Lo cantik kok Nggun seperti biasa, jadi lo harus tetap pede, lagian ini tuh klub malam, bukan taman bermain, masa lo pakai kaos sama jeans doang."
Anggun mengangguk meski dia risi dan terus menurunkan gaunnya yang hanya menutupi setengah paha saja, "Tapi beneran gue cantik?"
"Percaya sama gue, Nizar pasti terpesona." senyum Anggun terpatri.
Akan dia lakukan apapun untuk bisa menarik perhatian Nizar.
"Ya udah yuk." Renata menarik anggun memasuki klub malam, saat masuk Anggun tak bisa tak menganga melihat semua orang dewasa tengah menari dan menghentak mengikuti irama yang dimainkan DJ, bahkan diantara mereka ada yang dengan acuh menari sambil berpelukan dan berciuman.
"Astaga," katanya terkejut,
"Serius lo Nggun gak pernah kesini?" teriakan Renata terdengar pelan karena teredam musik yang kencang.
"Gue pernah liat di tv, mana gue tahu kan kita belum cukup umur-" ucapan Anggun terhenti saat Renata membekap mulutnya.
"Jangan bicarakan itu, bisa- bisa kita ditendang keluar." Anggun mencebik. "Lagian bentar lagi kita 18 tahun," ucap Renata tanpa rasa bersalah.
"Tetap aja belum memenuhi standar masuk sini."
Renata menggeleng "Jangan bilang lo emang sering kesini?" Anggun membekap mulutnya dengan tak percaya.
"Jangan banyak bicara Nggun, mending lo coba minum ini." Renata meletakan minuman berwana kuning keemasan di depan Anggun.
"Ini minuman kan, Gue kesini mau ketemu Nizar, bukan buat mabuk."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!