Seorang anggota perwira TNI beratribut dengan perlengkapan perang nya yang lengkap, dan sebuah tag nama di dadanya tertera sebuah nama bertuliskan Rama Abdillah dengan pangkat bintang 4 yang terletak di bagian kerah bajunya, berlari tanpa mempedulikan bagaimana orang-orang kini tengah memperhatikannya.
Setibanya di sebuah ruangan bersalin ia langsung masuk begitu saja dengan menabrak tubuh seseorang yang tanpa ia pedulikan, saat ini dalam hati dan pikirannya hanya ingin bertemu dan memeluk sang istri yang di kabarkan sudah meninggal setelah melahirkan buah hati tercintanya yang sudah mereka nantikan selama sepuluh tahun ini.
Kesedihan yang tak bisa ia tahan dan tanpa malu bahwa ia adalah seorang prajurit TNI harus pecah di tengah keluarga yang menyaksikannya, bahkan ada dokter dan para petugas rumah sakit yang ikut menyaksikan drama memilukan itu.
Kabar membahagiakan sekaligus menyedihkan yang ia dapatkan dari keluarga nya tadi pagi membuat seorang Rama terlihat kelemahan nya yaitu kehilangan perempuan yang amat ia cintai bernama Naura.
Naura seorang wanita lemah lembut dan Sholehah, selain itu wanita itu pun selalu menjaga aurat nya dengan cara berhijab yang membuat Rama tak mampu berpaling pada perempuan lain. Naura wanita berhijab yang membuat ia selalu betah berada di rumah dengan kepatuhannya sebagai seorang istri.
"Kenapa kamu tinggalkan aku, Naura. Kenapa kamu tinggalkan aku dan bayi kita." Ucap Rama di tengah tangis pecah nya dengan ransel penuh pelengkapan masih berada di belakang punggung nya.
"Jangan tinggalkan aku sayang, aku mencintaimu sangat mencintaimu, kamu sudah berjanji, kita akan sama-sama membesarkan anak kita sampai kita tua nanti." Isak tangis terdengar dari mulut prajurit berusia 35 tahun itu.
"Lihat, aku sudah pulang, bangunlah Naura... Aku sudah menempati janjiku padamu untuk pulang dengan selamat. Bangunlah sayang..." Lirih Rama tak tertahankan.
Ia baru saja bisa bertemu istrinya disaat kematian yang mempertemukan mereka, setelah mengetahui kehamilan sang istri sembilan bulan yang lalu Rama harus menjalani tugasnya sebagai abdi negara bersama prajurit lainnya. Rama merasa sedih saat itu karena tak bisa menemani hari-hari sang istri yang tengah mengidam, dan menjalani kehamilannya seorang diri, resiko baginya karena keluarga adalah nomor dua setelah tugas negara, dan bersyukurnya Naura sangat mengerti akan kondisi suaminya yang memang seorang tentara.
Hanya dengan video call dan pesan singkat yang mampu membuat kerinduan mereka berdua terobati, dan kini kesedihan Rama sangatlah perih, istri yang selalu ia rindukan, istri yang selalu ada dalam setiap doanya kini telah pergi setelah berjuang melahirkan buah cinta yang sangat mereka inginkan.
"Naura... Bangunlah aku mohon... Aku tidak akan bisa hidup tanpamu, aku sangat mencintaimu. Aku dan bayi kita sangat membutuhkan mu." Lirih sendu Rama seraya terus memeluk tubuh istri yang sudah tak bernyawa itu.
"Naura bangun Naura! Bangun!" Teriak Rama tak terkendali. Ia mencoba membangunkan istri tercintanya dengan menggoyangkan tubuh dingin sang istri.
"Rama hentikan!" Teriak ibu mertuanya, ibu dari Naura.
"Kamu bisa menyakiti tubuh Naura, dia memang sudah tidak bernyawa tapi kamu tidak boleh melakukan itu."
"Aku tidak mau Naura meninggalkan kami, aku dan bayiku membutuhkan nya ibu." Balas Rama ia belum bisa menerima sebuah kenyataan pahit yang tak pernah ia bayangkan sama sekali.
"Bukan hanya kamu yang merasa sedih atas kehilangan Naura, tapi kami juga merasa sangat kehilangan sama seperti mu Rama." Tekan ibu mertuanya dengan sama-sama dalam kesedihan.
"Iya Rama, kamu harus ikhlas dengan kepergian Naura, apalagi sekarang ada bayi yang sangat membutuhkan mu." Ucap mama Rama yang ikut merasakan bagaimana kesedihan putra nya itu. Sebagai ibu ia ingin menenangkan sang putra agar ia bisa tegar menghadapi kenyataan.
Rama menjauh dari tubuh Naura yang terbaring dengan wajah pucat nya, ia mundur seraya menatap sang istri dengan kesedihan. Dan tangis Rama pun kembali pecah saat itu juga, ia meraung dengan suara kerasnya, dia pun melemparkan ransel berat nya dengan keras, membanting semua yang melekat pada tubuhnya, ia tak bisa menerima kenyataan jika sang istri kini sudah tiada, meninggalkannya dan seorang anak perempuan yang belum sempat ia lihat bagaimana rupanya, ia hanya tahu jika istrinya melahirkan seorang bayi perempuan. Rama tak mempedulikan orang-orang yang menyaksikan kesedihannya, ia hanya ingin melampiaskan segala sesak di dadanya, kehilangan wanita yang sudah 15 tahun ini menemani nya, 5 tahun sebagai kekasih nya dan 10 tahun menjadi istri nya. Jika kehadiran bayi perempuan yang istrinya lahirkan ada kenapa harus sang istri yang harus pergi, seakan Allah memberikan bayi itu sebagai pengganti istrinya yang harus pergi. Sesak sungguh sesak Rama rasakan, ini bukan doa nya, ini bukanlah keinginan nya.
* * *
Nabila perempuan cantik berusia 25 tahun itu adalah adik kandung dari Naura, yang sama mengalami kesedihan yang luar biasa, kakak kandung yang begitu baik kini telah tiada, kakak perempuan yang selalu menjadi teman sekaligus sahabatnya, keluh kesah selalu mereka curahkan jika saat bersama.
Keinginan sang kakak yang ingin menjadi seorang ibu dan menjadi wanita yang sempurna sudah Allah berikan padanya, namun sang kakak tak sempat merasakan bagaimana menjadi seorang ibu bagi anaknya.
"Kasihan sekali kamu..." Tatap sendu Nabila melihat keponakannya yang masih sangat merah itu harus kehilangan sang ibu. Bayi mungil berjenis perempuan itu kini tengah dalam perawatan paska ia di lahirkan oleh sang kakak.
"Kak, kenapa kakak pergi begitu cepat." Gumam Nabila lirih.
"Bayi mungil kakak membutuhkan mu sekarang, bukan kah kakak selalu bilang ingin menjadi seorang ibu. Sekarang kakak sudah menjadi ibu kak." Kembali Nabila berujar mengusap kaca kamar perawatan sang bayi.
Nabila keluar dari ruangan kakak nya tadi, ia tak sanggup melihat bagaimana kesedihan yang di alami keluarganya, apalagi Rama kakak iparnya begitu terlihat sangat terpukul oleh kepergian kakak nya, Naura.
"Kamu harus sehat dan kuat de, ibumu sudah pergi ke surga dengan bahagia, dan kamu sekarang adalah kebahagiaan kami." Ucap lirih Nabila.
"Semoga kamu bahagia kak di surga, aku akan terus mendoakan mu, dan aku janji kak akan menyayangi bayi mungil kakak seperti kakak yang sangat menginginkan kehadiran nya. Kakak adalah wanita kuat, kak Naura hebat." Sendu Nabila yang sangat tahu bagaimana perjuangan kakaknya yang menginginkan seorang anak, dan bagaimana kakak nya yang berjuang saat kehamilan nya tanpa seorang suami karena sebuah tugas negara.
Enam bulan kemudian...
"Apa menikah dengan kak Rama?!" Kejut Nabila.
"Kenapa aku harus menikah dengan kak Rama? Kak Rama itu suami kak Naura sekaligus kakak ipar ku, bagaimana bisa ibu menjodohkan aku dengan nya?" Tak habis pikir bagi Nabila dengan pikiran kedua orang tuanya.
"Apa kamu mau jika Nurma memiliki ibu tiri?" Ujar sang ibu.
"Ya tidak apa-apa, asalkan perempuan yang menjadi ibu sambung Nurma harus yang baik dan menyayangi Nurma dengan tulus." Jawab Nabila.
"Kalau tidak, bagaimana? Apa kamu akan rela begitu saja, jika Nurma memiliki ibu tiri yang jahat?" Tekan ibu yang membuat Nabila terdiam.
"Ya aku akan bicara pada kak Rama agar mencarikan ibu sambung yang sayang kepada Nurma." Kembali Nabila mencari alasan agar terbebas dari perjodohan gila menurut nya itu.
"Jika Rama cinta buta pada istri barunya lalu dia lebih sayang pada istrinya dari pada Nurma, bagaimana?" Kembali ibu bertanya yang membuat Nabila merasa terpojok.
"Ya kita bisa ambil alih hak asuh anak pada kak Rama, dan Nurma bisa tinggal di sini bersama kita selamanya." Kembali Nabila menjawab.
"Jika Rama tidak mengijinkan Nurma tinggal bersama kita bagaimana? Nurma itu anak yang sangat di inginkan oleh Rama dan juga kakakmu, jadi ibu yakin kita tidak akan semudah itu mengambil alih hak asuh atas Nurma." Ibu dengan kekehannya.
"Tapi kenapa aku harus menikah dengan kak Rama, sekarang saja Nurma tinggal bersama kita, dan aku yang mengurus segala kebutuhan Nurma." Ucap Nabila merasa tidak perlu ia harus menikah dengan Rama, toh tanpa ia menikah dengan Rama pun bayi mungil yang kini sudah merangkak itu pun ia urus dengan baik, ya walaupun bayi itu harus di gilir dalam mengasuh nya, tapi jika Rama tengah bertugas Nabila lah yang menjaganya bahkan tidur pun mereka satu kamar.
"Justru itu, kamu yang lebih pantas menjadi ibu Nurma dari pada perempuan lain, Nurma keponakan asli mu, yang ibu yakin kamu bisa menjaga Nurma dengan baik, lagi pula kedua orang tua Rama juga sudah menyetujui perjodohan antara kamu dan juga Rama." Terang ibu merasa lebih tenang jika Nabila yang akan mengurus Nurma cucu pertama nya itu.
"Apa? Jadi kalian sudah membicarakan hal ini sebelum memberi tahu ku?" Tak percaya dengan apa yang dia dengar saat ini.
"Ya, kami sudah membicarakan hal ini, dan besan ibu cukup senang mendengar hal ini. Ibu dan ayah tidak mau mendengar penolakan kamu, mau tidak mau kamu harus setuju." Tekan ibu yang membuat Nabila sedikit frustasi.
"Bu, jangan paksa aku seperti itu, aku memang menyayangi Nurma seperti anakku sendiri, tapi jika harus menikah dengan kak Rama, aku tidak mau!" Nabila menolak dengan tegas. "Lagi pula kenapa harus kak Rama, apa tidak ada laki-laki lain yang ingin ibu jodohkan dengan ku." Protes Nabila.
"Rama itu laki-laki yang baik, dia saja sangat mencintai Naura kakakmu, dia begitu menghormati perempuan, selain tampan dia juga sopan, ibu sangat menyayangi Rama sebagai menantu yang baik dan suami idaman bagi perempuan." Puji ibu kepada Rama.
"Tapi Bu... Aku..."
Mendengar perdebatan istri dan anak perempuannya membuat ayah ikut bicara.
"Sudahlah Bila, terima saja perjodohan ini, kamu itu sudah dewasa sudah pantas menikah dan memiliki anak." Sambung ayah seraya menutup koran yang ia baca menatap wajah sang putri yang terlihat di tekuk.
"Tapi tidak harus dengan kak Rama, ayah!" Protes Nabila. "Aku bisa mencari calon suami sendiri." Lanjut Nabila sebal.
"Calon suami yang mana? Bahkan kamu tidak pernah mengenali seorang laki-laki pada ayah dan juga ibu." Celetuk ibu yang membuat Nabila ternganga membenarkan ucapan ibunya itu.
Jika Naura kakaknya langsung menemukan tambatan hati setelah lulus sekolah dan berlanjut sampai jenjang pernikahan, sedangkan Nabila ia selalu gagal dalam kisah asmaranya dengan beberapa laki-laki, yang itu membuat Nabila malas jika harus memperkenalkan laki-laki yang dekat dengannya kepada kedua orang tuanya.
"Kenapa ibu begitu khawatir, padahal kak Rama sendiri terlihat enggan untuk memiliki kembali seorang istri." Heran padahal ia tak pernah melihat kakak iparnya itu membawa seorang perempuan ataupun memperkenalkan perempuan untuk menjadi ibu sambung Nurma.
"Dengar Bila, ibu hanya tidak ingin Nurma di asuh oleh perempuan lain selain kamu, kedua orang tua Rama pun sama seperti itu, laki-laki itu pasti butuh seorang istri apalagi Rama yang masih muda dan seorang prajurit, dia butuh seorang pendamping." Jelas ibu menggebu-gebu.
*
*
*
Nabila yang protes dan menolak dengan perjodohan yang kedua orang tuanya lakukan, berbeda dengan Rama, ia menerima perjodohan itu dengan syarat mereka harus tinggal berdua di rumah yang dulu ia tempati bersama sang istri.
Alasan nya simpel, Rama membutuhkan seorang pengasuh bagi bayi kecil nya bernama Nurma, karena memang benar kata ibunya jika Nurma tak bisa tinggal bersamanya karena tugas negara yang tak bisa ia tinggalkan, sedangkan Nurma masih membutuhkan seorang pengasuh, ingat hanya pengasuh, pikir Rama.
"Baiklah mah, Rama bersedia menikah dengan Nabila." Ucap Rama dengan ekspresi seriusnya.
"Benarkah? Ini kabar menggembirakan, kalau begitu mamah akan menelpon ibu mertua mu dan memberi tahu mereka jika kita akan melamar Nabila untuk kamu nikahi secepatnya." Ucap mama dengan riang.
* * *
"Dengar Bila, Rama menerima perjodohan ini." Terang ibu memberitahukan kepada Nabila yang sedang mengajak bermain Nurma.
"Apa Bu? Kak Rama menerima perjodohan ini?" Tak percaya Nabila, hingga ia sampai geleng-geleng kepala dengan sikap kakak iparnya itu. Ibu Nabila mengangguk dengan semangat.
"Bagaimana bisa?" Gumam Bila, mengingat bagaimana Rama begitu sedih atas kehilangan Naura istrinya. Namun hanya dengan hitungan bulan Rama tak sanggup hidup sendiri, laki-laki macam apa dia? Pikir Nabila.
"Ya bagus dong nak, itu artinya Nurma sebentar lagi punya bunda baru." Balas ibu menggoda Nabila.
"Bu!" Sebal Nabila. "Ibu pikir aku mau menerima nya? No way aku tidak mau! Aku akan langsung menolak lamaran kak Rama jika mereka nanti datang kemari." Ancam Nabila bersungguh-sungguh.
"Bila!" Marah ibu Nabila. "Kamu mau membuat keluarga kita malu dengan penolakan mu itu?!" Kesal nya. "Kamu ini tega sekali." Lanjut nya.
"Ibu yang tega, di jaman modern seperti ini masih ada jodoh-jodohan!" Balas kesal Nabila.
"Ini demi Nurma, Bila... Kasihan Nurma, apa kamu tega melihat Nurma yang tidak memiliki seorang ibu, bagaimana nanti jika dia sudah besar, pasti akan menanyakan keberadaan ibunya." Ujar ibu merayu dengan kata-kata memelas nya.
"Bu, kita bisa memberi tahu Nurma tentang ibunya secara perlahan, jika dia sudah besar nanti pasti Nurma akan mengerti." Nabila mencoba memberi pengertian. "Ya kan Nurma sayang." Tatap Nabila pada Nurma yang di balas dengan senyuman oleh bayi mungil itu.
"Ya ampun Nurma... Kamu seperti ibu mu, mirip sekali, cantik." Gemas Nabila mencubit pipi gembul Nurma.
"Justru anak kecil lebih sering mencari ibunya di bandingkan anak yang sudah dewasa. Jadi kita tidak bisa menjelaskan pada Nurma jika Nurma belum mengerti kemana ibu nya sedangkan ia pasti akan menanyakan keberadaan ibunya." Kembali sang ibu mengeluarkan jurus mautnya yaitu merayu Nabila agar merasa kasihan pada cucu kesayangannya.
"Aku tidak tahu, aku pusing." Balas Nabila tak ingin mendengar. Walaupun hatinya memang merasa kasihan pada Nurma.
"Kak Rama bisa kita bertemu sebentar, aku ingin bicara dengan kakak." Pesan pun Bila kirim kan pada nomor kakak iparnya, nomor yang akhir-akhir ini lebih sering ia hubungi, tapi hanya untuk menjawab tentang keadaan Nurma keponakannya.
Pesan itu sudah terkirim namun masih belum di baca oleh si pemilik nomor.
"CK. Sibuk sekali apa?" Kesal Bila, sudah beberapa kali ia mengecek pesan yang ia kirim di baca atau tidak, namun memang si pemilik nomor masih belum terlihat online karena centangnya pun belum berwarna biru.
"Curang sekali dia, kalau dia yang mengirim pesan padaku atau menghubungi ku, aku harus langsung menjawabnya." Kesal kembali Bila rasakan, pasal nya kakak iparnya selalu menanyakan Nurma dan terkadang mengomel jika ia tak langsung menjawab panggilan kakak iparnya itu.
"Hah kesal sekali." Gumam Bila.
Bila pun meninggalkan handphone nya di atas nakas kamar nya, lalu karena Nurma belum tertidur ia pun mengajak Nurma bermain setelah ia selesai memandikan nya.
"Nurma sudah cantik dan wangi, anak siapa sih ini?" Gemas Bila menguyel-uyel bayi mungil itu hingga si bayi pun tersenyum menggemaskan.
"Ponakan aunty cantik banget sih, jadi pengen cium terus..." Bila terus saja mengajak main Nurma hingga ia tak sadar jika ada sebuah pesan yang masuk pada ponselnya.
Bila membawa Nurma ke luar kamar nya ia berniat untuk menidurkan Nurma yang tubuh nya sudah segar, tanpa melihat handphone nya seperti tadi, dan sebuah pesan pun kembali masuk, namun sayang Nabila sudah keluar kamar dan menutup pintunya seraya menggendong Nurma memakai kain gendongan.
***
Satu jam kemudian, setelah Bila menyuapi Nurma dan akhirnya bayi mungil itu pun terlelap dalam gendongan, Bila pun menidurkan Nurma di dalam kamarnya, sang ibu tengah sibuk memasak di dapur dan sang ayah yang sudah pergi bekerja sebagai PNS di sebuah instansi pemerintah.
"Tidur yang nyenyak ya sayang." Gumam pelan Bila seraya mengecup bibir kecil dan pipi chubby bayi mungil itu.
"Ah akhirnya aku bisa istirahat sebentar." Ucap Bila seraya merenggangkan kedua tangan dan bahu nya yang pegal akibat menggendong Nurma tadi.
Tring. Sebuah pesan masuk membuat tatapan Bila teralihkan pada handphone nya yang tergeletak itu.
Bila terkejut saat membuka tiga pesan balasan dari Rama kakak iparnya, namun membuat Bila langsung dengan cepat beranjak dari tempat tidurnya dan langsung bersiap diri.
'Jam 12 di Halal resto'
'jangan terlambat, aku sedang sibuk'
'jika terlambat batal'
Itulah rentetan pesan dari Rama, yang isinya seperti sebuah perintah.
Bila melihat jam di handphone. Ya ampun ini sudah jam 11.45 wib, yang itu artinya ia hanya memiliki waktu 15 menitan untuk menuju resto.
"Kakak ipar gila! Memangnya dari sini ke sana dekat apa?!" Kesal Bila jadinya.
"Ah aku juga sih kenapa tidak dari tadi membuka pesan dari kak Rama." Bila merutuki kebodohannya.
Bila pun dengan cepat meraih tasnya lalu memasukkan apa yang dia perlukan.
"Untung saja aku sudah mandi." Gumamnya dengan sibuk melangkahkan kakinya menuju ke luar rumah.
"Bu, aku titip Nurma ya." Teriak Bila.
"Memangnya kamu mau kemana?" Sang ibu membalas teriakan sang anak dan melihat anaknya terburu-buru.
"Aku mau keluar sebentar, ada perlu sedikit." Jawab nya.
"Urusan apa?" Penasaran sang ibu.
Bila menarik tangan ibunya dan menciumi tangan ibunya untuk berpamitan.
"Aku pergi dulu ya, Nurma masih tidur di kamar ku." Balas Bila tanpa menjawab pertanyaan sang ibu.
"Tapi..."
"Doakan aku ya semoga urusan nya cepat selesai." Potong Bila langsung pergi begitu saja meninggalkan sang ibu yang keheranan.
"CK. Anak itu, urusan apa sih sebenarnya." Gumam ibu.
*
*
*
Pukul 12.10 wib Nabila baru saja sampai di depan restoran yang di beritahukan kakak iparnya.
Ia mencari keberadaan kakak iparnya yang pasti sudah sampai lebih dulu. Dan benar saja, jika Rama sudah duduk manis dengan memegang handphone nya, ia terlihat sibuk dengan ponselnya itu.
Nabila menarik nafas panjang, ia pun berniat menghampiri Rama, namun ia melihat sang kakak ipar itu berdiri dan terlihat beranjak seakan ia akan pergi, membuat Nabila pun berlari mendekati sang kakak ipar.
"Maaf kak Rama aku terlambat." Ucap Nabila sedikit terengah-engah.
Rama menatap ke arah Nabila lalu ia pun melihat pergelangan tangannya.
"Kamu terlambat 10 menit." Ucap Rama dengan wajah dingin.
Nabila tersenyum kaku. "Maaf kak, aku baru membuka pesan dari kakak. Terus tadi juga aku sulit mendapatkan kendaraan, jadi..."
"Duduk!" Titah Rama dengan suara tegasnya, ia tak mau mendengar alasan adik iparnya itu yang akan membuang waktu nya yang sangat terbatas.
Nabila duduk setelah Rama kembali duduk. Mereka duduk berhadapan.
"Apa yang ingin kamu bicarakan?" Tanpa basa-basi Rama langsung menanyakan alasan mereka bertemu.
"Aku akan langsung saja, kenapa kak Rama mau menerima perjodohan kedua orang tua kita?" Tanya Bila menatap serius kakak iparnya itu.
Rama menyandarkan tubuhnya dengan kedua tangannya ia lipat di dada.
"Kak Naura baru enam bulan yang lalu meninggal, apa kakak sudah melupakan mendiang istri kakak sendiri? Istri yang sudah berjuang melahirkan Nurma kedunia ini." Cecar Bila dengan menggebu mengingatkan kembali bagaimana perjuangan kakak kandung nya.
Rama yang di ingatkan akan hal itu diam tanpa membalas ucapan Nabila, dengan tatapan dingin pada adik iparnya, yang wajah nya hampir mirip dengan almarhum istrinya.
"Kakak tahu bagaimana setiap harinya kak Naura merindukan kakak, di saat hamil tanpa ada suami di samping nya, apa kak Rama mau menghianati cinta kak Naura?" Kembali Bila mengungkapkan kekesalannya.
"Seharusnya kak Rama menolak perjodohan kita ini." Ungkap Bila yang memang tak menginginkan pernikahan mereka terjadi.
"Baiklah, jika kamu tidak mau perjodohan ini terjadi, aku akan memberi tahukan kedua orang tua ku untuk membatalkan acara lamaran kita." Ucap Rama dengan wajah seriusnya, tidak ada ekspresi kaget, terkejut atau pun marah.
"Aku akan melamar perempuan lain saja untuk menjadi ibu sambung Nurma." Lanjut Rama yang membuat Nabila terkejut mendengarnya.
"Apa? Jadi Kak Rama sudah memiliki calon ibu untuk Nurma?" Tak percaya dengan ungkapan Rama kakak iparnya. Kakak ipar yang terlihat mencintai istrinya ternyata dengan begitu mudahnya melupakan kakak kandung nya benar-benar terdengar ba-ji-ngan.
"Nurma membutuhkan seorang ibu, aku akan mencari calon ibu sambung yang cocok untuk menjadi ibunya nanti." Tekan Rama saat berbicara.
Hati Bila jadi merasa tidak nyaman mendengar akan hal itu, ia seakan tak rela jika Nurma memiliki ibu sambung yang ntah bagaimana nanti sifat ibu sambung nya itu, tapi jika dia harus menjadi istri kakak dan ibu sambung Nurma rasanya ia tak sanggup, bagaimana pernikahan nya mereka nanti. Walaupun dalam tanda kutip ia sangat menyayangi Nurma.
"Aku sibuk, dan pembicaraan kita sudah selesai. Kamu bisa pulang sekarang juga." Ucap Rama dengan dingin.
"Tapi bagaimana dengan mama dan juga papa..." Gumam pelan Bila, ia tak enak hati dengan kedua orang tua Rama yang sudah ia anggap seperti ayah dan ibunya.
"Aku akan bicara dengan kedua orang tua ku, jika kita tidak mau perjodohan ini terjadi." Ucap Rama dengan cepat memotong ucapan Bila.
Bila terdiam seribu bahasa, hatinya jadi bimbang. Hingga ia tak sadar jika Rama sudah meninggalkan nya. Dasar Kakak ipar laknat! Umpat Bila dengan kesal. Bukan hanya kesal karena ia di tinggalkan begitu saja ia juga kesal karena kakak iparnya itu tidak menawarkan makan ataupun minum.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!