NovelToon NovelToon

Mamaku Single Mom Muda

Perbuatan dan Konsekuensinya

“Selma, mau ikut pulang?” tawar salah seorang teman Selma yang sering pulang bersamanya ketika pulang sekolah.

Selma menggeleng. “Tidak, hari ini aku pulang dengan Radit. Kamu duluan saja, hati-hati ya.”

Teman Selma itu pun pamit pulang lebih dahulu, sementara Selma masih menunggu Radit yang sedang mengambil motor gedenya di parkiran sekolah.

Minggu ini adalah minggu terakhir Selma dan teman seangkatannya menunggu pengumuman kelulusan. Sehingga banyak dari mereka yang masuk sekolah hanya untuk keperluan tertentu saja, ada juga yang  memang hanya ingin bertemu teman-teman sebelum mereka berpencar melanjutkan kuliah masing-masing. Sedangkan beberapa lainnya, ada yang memilih tak masuk sekolah.

Tak berbeda halnya dengan Selma dan Radit yang tetap ingin masuk sekolah agar masih bisa sering menghabiskan waktu bersama. Tidak ada tempat bagi anak sekolah seperti mereka untuk berkencan, mengingat orang tua mereka saling melarang anaknya berpacaran. Hanya sekolah lah tempat mereka bisa bertukar pandang. Apalagi, setelah lulus nanti mereka akan melanjutkan kuliah di tempat yang berjarak begitu jauh, hingga mungkin akan lama berjumpa kembali.

Saat di jalan pulang, Radit mampir ke pom bensin dan meminta Selma berganti baju sesuai dengan yang ia katakan semalam karena mereka akan merayakan anniversary 1 tahun hubungan mereka.

“Sebenarnya kita mau ke mana, Dit? Mau ke mall ya?’Kan tidak apa-apa tinggal pakai jaket saja.” Selma penasaran karena Radit hanya memintanya untuk membawa baju pergi.

“Sudah, ganti saja, aku juga akan ganti baju,” jawab Radit seakan terburu-buru.

10 menit kemudian, mereka kembali melanjutkan perjalanan dengan pakaian yang berbeda.

Hingga mereka sampai di sebuah kos. Radit segera mengajak Selma masuk ke dalam dan menuju ke salah satu kamar. Meski merasa aneh, Selma hanya mengikuti sang pacar.

“Dit, kita mau ngapain di sini?” Selma mulai tak tenang.

“Di sini kita bisa menghabiskan waktu bersama. Aku akan rindu karena tak akan lagi bertemu kamu setiap hari. Jangan takut, kita hanya istirahat kok,” ucap Radit menenangkan Selma.

Radit mulai menyalakan televisi dan melepas semua pakaiannya, kecuali boxernya.

Selma mulai merasa takut karena tak pernah ia berada dalam situasi seperti ini selama 1 tahun berpacaran dengannya, namun rasa sayangnya pada sang pacar seakan mengalahkan rasa takutnya. Apalagi, Radit memperlakukan Selma dengan lembut. Menciumnya, memeluknya, membelainya, dan mengucapkan kata-kata manisnya. Hingga Selma pun terbuai dengan lelaki tampan yang dicintanya itu.

Perlahan, Radit membuka baju Selma dan terus mencium dan memeluknya. Selma yang mulai melawan, tak bisa mempertahankan perlawanannya karena tak kuasa menahan hasrat yang Radit salurkan. Entah apa yang ada di pikirannya mereka saat itu. Rasa cinta dan nafsu seakan mampu menghadang logika dan akal.

Mereka pun melakukan hubungan yang tak seharusnya mereka lakukan saat ini.

###

1 minggu kemudian, tepat di mana tanggal pengumuman kelulusan, Selma yang akan berangkat sekolah tiba-tiba merasa mual dan tak enak badan seperti masuk angin. Ia termasuk anak yang jarang sakit. Tetapi kali ini ia begitu lemas dan ingin muntah.

Tiba-tiba, hatinya berkecamuk. Pikirannya kacau. Ia terbayang-bayang saat di kos kala itu. Semenjak melakukan hubungan terlarang saat itu, ia selalu sibuk mencari informasi tentang pencegahan kehamilan dan tentang kehamilan itu sendiri. Kekhawatirannya semakin menjadi ketika ia mengingat kejadian itu berlangsung saat dalam masa suburnya.

Tubuhnya mendingin kala ia mengingat ciri-ciri wanita hamil yang pernah ia baca dari internet. Entah karena ketakutan dari awal atau hanya sugesti, ia memutuskan pergi ke apotek dan berganti seragam menjadi baju rapi seakan mau berangkat kerja. Ia tak ingin disangka gadis nakal apabila membeli testpack dengan memakai seragam sekolah.

Jarak rumahnya dengan apotek yang tak jauh, membuat ia bisa segera sampai ke rumah kembali. Ia tampak leluasa karena ibunya sudah berangkat kerja sedari tadi. Setelah mencari tahu cara menggunakan testpack, tak pikir panjang ia segera mencobanya.

Saat menunggu hasil yang akan muncul, ia begitu panik. Bahkan lebih panik saat menunggu hasil kelulusannya sendiri yang seakan sudah pasti lulus. Dan tubuhnya kembali mendingin saat itu juga.

Dua garis merah.

Perasaannya takut. Segera ia berganti seragam dan berangkat sekolah. Selama di perjalanan, ia menangis. Hidupnya seakan runtuh, penyesalan pun mulai menyelimuti. Entah bagaimana dengan masa depannya nanti.

Saat tiba di sekolah, bukannya melihat papan pengumuman, ia justru mencari Radit.

“Selma, kamu dari mana saja, aku hubungi kamu tidak ada jawaban.” Radit tiba-tiba memanggil dan menghampiri Selma dari kejauhan.

Selma segera menggandeng tangan Radit dan membawanya ke parkiran yang sepi.

Dengan menahan tangisnya, ia memberitahu Radit soal kehamilannya. Radit menenangkannya dengan membelai kepala Selma dan mengusap air matanya. Ia tak mau jika ada teman bahkan guru yang melihat.

Radit berusaha menghibur Selma, siapa tahu dirinya salah membaca hasil dari testpack, namun Selma begitu yakin karena ia merasakan mual dan muntah.

“Kamu tenang ya. Jangan menangis, Sayang. Bisa jadi kamu cuma masuk angin. Kita tunggu saja beberapa hari ini apa kamu masih mual setelah minum obat masuk angin. Sekarang kamu urus dulu berkas di ruang TU dan absen,” pinta Radit begitu lembut yang membuat Selma sedikit merasa tenang dan berhenti menangis.

Radit memang begitu menyayangi Selma, tak pernah sekalipun ia menyakitinya, namun kesalahan itu justru terjadi begitu saja.

###

2 hari ini, kondisi Selma tak kunjung membaik. Ia masih merasa mual ketika pagi hari. Ia juga sudah meminum obat untuk masuk angin dari Radit. Semakin putus asa, Selma memutuskan untuk menelepon Radit.

“Halo, Sayang. Bagaimana kesehatanmu?” jawab Radit dalam panggilan telepon.

Dengan sesenggukan Selma mengutarakan semuanya. “Dit, aku tetap mual. Aku tidak masuk angin. Aku benar-benar hamil. Aku takut, Dit. Aku tidak mungkin bisa kuliah kalau begini, aku malu. Beasiswaku tidak membolehkan calon mahasiswanya menikah, apalagi hamil. Radit...”

Radit terdiam. “Sel, kalau kita menikah, orang tuaku pasti tidak mengizinkannya. Minggu depan aku juga sudah harus berangkat ke Sydney. Tapi kamu tenang ya, kita cari solusinya sama-sama.”

Tut..tut..telepon terputus.

“Jawab Ibu! Kamu hamil? Sama siapa? Radit pacar kamu itu? Sudah berapa kali Ibu bilang jangan dulu pacaran, ini akibatnya! Selma, jawab Ibu!” teriak ibu Selma histeris saat mendengar percakapan anaknya.

Dengan takut Selma mengangguk dan meminta maaf pada ibunya.

“Selma, kamu harapan Ibu satu-satunya. Ibu ingin kamu bisa kuliah biar hidupmu bisa lebih baik dari Ibu. Dari pagi sampai petang Ibu cari uang untuk kamu, untuk uang jajan kamu nanti dan kebutuhan lainnya. Sekarang, kamu sia-siakan beasiswa itu, sedangkan Ibu tidak mampu jika harus membiayai kuliah kamu tanpa beasiswa! Ibu benar-benar kecewa! Kenapa tidak kamu pikirkan sebelum berbuat. Lihat, bagaimana masa depanmu sekarang. Kamu cantik dan pintar, tapi kamu menyia-nyiakan itu semua!" Tubuh ibunya pun bergetar bak tersambar petir di siang bolong, tangisnya semakin pecah.

Sementara Selma juga terus menangis dan tak henti bersujud di kaki ibunya untuk memohon maaf. “Selma menyesal, Bu, maafkan Selma.”

Ibu Selma mengangkat tubuh anaknya agar ia kembali berdiri. “Minta dia ke rumah bersama orang tuanya hari ini juga!”

...****************...

Penyeleseian Masalah

“Bu Ratri, kita sebagai orang tua harus bijak. Kesalahan ini bukan hanya dilakukan oleh Radit, tapi juga Selma. Mereka melakukannya atas dasar suka sama suka, bukan hanya Radit yang mau. Jadi Bu Ratri jangan hanya menyalahkan anak saya. Laki-laki memang nafsunya lebih besar, harusnya perempuan bisa lebih mengontrol. Selma ‘kan sudah besar, seharusnya ia juga bisa melawan kalau memang Radit yang mulai duluan.” Bu Yuri, mama Radit tak terima ibu Selma meminta pertanggung jawaban kepada Radit seolah semuanya terjadi karena kesalahan Radit seorang.

“Saya tidak menyalahkan Radit saja, saya hanya ingin dia bertanggung jawab!” ucap Bu Ratri, ibu Selma.

Orang tua Radit kekeh tak mau menikahkan Radit dengan Selma. Hal ini bisa menghancurkan masa depan Radit yang sedang mereka persiapkan menjadi calon pemimpin anak perusahaan papanya. Sedangkan Ratri juga tak terima karena masa depan Selma bahkan sudah hancur saat ini.

“Sudah, Ma. Bu Ratri, kami tetap mau bertanggung jawab, namun bukan dengan cara menikahkan mereka. Selma masih bisa kuliah tahun depan setelah melahirkan, tapi Radit hanya punya kesempatan tahun ini untuk kuliah di Sydney.” Papa Radit menengahi perdebatan.

“Saya akan biayai kuliah kamu, Selma. Ini nomor sekretaris saya, kamu bisa hubungi dia untuk transfer biaya kuliah kamu nanti. Kamu bebas memilih perguruan tinggi negri bahkan swasta semahal apa pun, untuk mengganti beasiswa kamu yang hangus. Dan untuk sekarang, saya beri cek senilai 100 juta rupiah untuk biaya lahiran dan kebutuhan lainnya. Bisa kamu cairkan mulai hari ini. Setelah kamu melahirkan, kamu bisa berikan bayi itu pada pasangan yang sudah menikah lama namun tak kunjung memiliki anak. Nanti akan dibantu sekretaris saya, dia yang akan mencarikan. Saya rasa, ini sudah cukup menjadi solusi. Kami sebagai pihak dari Radit sudah mencoba bertanggung jawab,” lanjut papa Radit sembari menyerahkan selembar cek dan kartu nama.

Sementara Selma dan ibunya hanya bisa menangis tak tahu harus berbuat apa. Sesal, kecewa, dan sakit hati bersatu padu menyerang batin Selma dan ibunya. Dengan mudahnya keluarga Radit menyelesaikan masalah ini dengan uang. Namun apa mau dikata, kesalahan ini memang dilakukan oleh keduanya, sehingga Radit tak bisa sepenuhnya disalahkan.

“Tolong, jangan ganggu Radit. Biarkan dia berjuang untuk masa depannya juga untuk masa depan keluarga kami. Dan bukan hanya itu, mohon maaf saya katakan bahwa bukan besan seperti keluarga Bu Ratri yang kami inginkan. Sekali lagi kami mohon maaf. Kami permisi,” pamit Bu Yuri mengajak suaminya juga Radit untuk meninggalkan rumah Selma.

Sebelum pergi, Radit bersimpuh di kaki Bu Ratri untuk meminta maaf padanya, juga kepada Selma, meski maafnya tak akan mampu meredakan sakit hati mereka akibat ucapan orang tuanya.

Orang tua Radit segera menarik tubuh Radit dan membawanya pergi.

###

“Pergilah ke rumah Bude Winta di Jakarta. Ibu sudah menjelaskan masalah ini padanya. Dia mau menerima kamu tinggal di sana dalam keadaan seperti ini. Setidaknya, agar tetangga di sini tidak mencemooh kamu karena hamil di luar nikah. Nanti sopir budemu akan menjemput kamu ke sini. Sekarang, kamu siap-siap,” ucap Bu Ratri meminta anaknya berkemas.

Semenjak kedatangan keluarga Radit saat itu, Selma memblokir nomor Radit, hingga Radit terus berusaha menghubunginya dengan nomor baru pun, Selma kembali memblokirnya. Baginya, sudah tak ada gunanya Radit menghubunginya. Ia dan keluarganya sudah membuatnya semakin hancur. Jika memang Radit tak mau bertanggung jawab menikahinya, ia sendiri yang akan membesarkan anak dalam kandungannya, tanpa bantuan dari keluarga Radit sepeser pun.

Sore hari, Selma berpamitan pada sang ibu setelah mobil sopir budenya datang. Keduanya sama-sama menangis karena harus berpisah dengan alasan yang tak baik. Sejujurnya, Selma tak tega jika harus meninggalkan ibunya, namun tak ada pilihan lain. Sementara Bu Ratri, juga bersedih karena harus berpisah dengan Selma, namun, nama baik anaknya harus dijaga. Ia akan mengatakan pada tetangganya bahwa Selma sedang kuliah di Jakarta, karena memang begitu seharusnya.

“Nanti Ibu akan kunjungi kamu. Jangan merepotkan bude ya, nanti Ibu juga akan telepon kamu setiap akhir pekan,” ucap ibu Selma.

Selma mengangguk dan memeluk ibunya. “Maafkan Selma ya, Bu. Ibu jaga diri baik-baik.”

Selesai memasukkan tas dan koper ke dalam bagasi, giliran Selma masuk ke dalam mobil. Selma dan ibunya saling melambaikan tangan tanda perpisahan, dan mobil itu pun perlahan melaju menjauh dari titik Bu Ratri berdiri. Hingga mobil perlahan tak terlihat lagi, ibu Selma masih terus berdiri mematung.

Sementara itu, Radit yang akan berangkat ke bandara, meminta Lulu, sepupunya yang juga teman Radit dan Selma di sekolah, untuk selalu menanyakan kabar Selma dan memberitahukannya pada Radit. Hal itu lantaran ia sudah tak bisa lagi menghubungi Selma. Sedangkan dirinya selalu ingin tahu kabar Selma juga kandungannya.

Sama halnya dengan Radit, berada di posisinya juga berat. Meninggalkan Selma yang tengah mengandung anaknya. Namun, ia yang masih berada dalam pengawasan orang tuanya, tak bisa melakukan apa pun selain menuruti perintah mereka.

###

Bu Winta, bude Selma, begitu menyambut hangat keponakan satu-satunya itu. Bahkan, dia yang lama tak bisa memiliki anak, juga begitu menyambut kelahiran Selma pada saat itu, ia juga yang memberikan nama untuk Selma. Tatiana Selma, adalah nama pemberian Bu Winta.

Bu Winta yang menjanda usai ditinggal meninggal suaminya saat tengah bertugas 10 tahun lalu sebagai tentara nasional, begitu bahagia saat Selma ingin tinggal di rumahnya. Hal ini sudah Bu Ratri katakan semenjak Selma diterima sebagai penerima beasiswa yang akan kuliah di Jakarta, meski kedatangan Selma saat ini tidak untuk belajar. Setidaknya, Bu Winta tak kesepian lagi sekarang. Sayangnya, ia tak bisa mengajak adiknya, Bu Ratri, untuk ikut tinggal bersama mereka di Jakarta karena tak ingin berhenti bekerja sebagai buruh pabrik di kotanya.

“Tia, istirahat dulu ya. Nanti kita ngobrol lagi saat makan malam. Jangan sampai kelelahan biar kandunganmu sehat. Besok kita kontrol ke dokter kandungan, Bude sudah buat janji.” Begitu lah Bu Winta memanggil Selma, lebih suka memanggilnya dengan panggilan Tia.

Selma mengucapkan terima kasih pada budenya yang sudah baik padanya.

###

3 bulan berlalu, Selma menjalani hari-harinya sebagai umumnya ibu hamil. Ia begitu diperhatikan oleh Bu Winta. Dari mulai disiapkan makanan yang bergizi, hingga kebutuhan lainnya agar Selma tetap merasa nyaman menjalani kehamilannya, seorang diri tanpa sosok suami. Bu Winta juga seakan bisa menjadi ibu kedua bagi Selma, yang selalu menghiburnya di kala Selma teringat akan sosok Radit dan masa depannya yang kandas. Selma juga selalu menghubungi ibunya setiap akhir pekan karena rindu.

Hari ini, waktunya Selma kontrol, seperti biasa, mereka selalu memilih hari Sabtu saat Bu Winta libur bekerja, sehingga bisa selalu menemani Selma ke rumah sakit.

“Dari pemeriksaan USG, janin Ibu Selma kembar. Selamat ya, Bu,” ucap dokter yang menangani kandungan Selma.

Selma dan budenya senang bukan main. Mereka terharu, terlebih Selma. Meski ia tak tahu bagaimana nasib anak-anaknya kelak, namun ia merasa bahagia saat mengetahui dalam rahimnya ada 2 janin, meski ia belum tahu jenis kelaminnya. Apakah laki-laki kembar, perempuan kembar, atau laki-laki dan perempuan kembar.

“Tuh, Ti, ada 2 calon bayimu. Kamu harus menjaga mereka, jangan suka bersedih, mereka bisa merasakan loh kalau mamanya sedang sedih,” ujar Bu Winta mengingatkan Selma.

Setelah kontrol selesai, mereka memutuskan segera pulang ke rumah karena Selma harus banyak istirahat saat memasuki trimester kedua ini.

Selama perjalanan pulang, Selma tak berhenti tersenyum. Tak lama, ponselnya berdering tanda ada pesan masuk. Lulu kembali mengiriminya sebuah pesan.

Kali ini, Selma kembali menerima pesan dari Lulu. Selma pun tahu bahwa ini semua atas perintah Radit. Selma mengabarkan bahwa ia dan janin kembarnya dalam keadaan sehat, juga memberikan foto perut buncitnya.

Lulu tentu langsung meneruskan berita ini pada Radit, yang selalu menunggu kabar darinya. Radit pun tak dapat menahan harunya ketika melihat perut Selma yang semakin besar dan menggemaskan, apalagi setelah mengetahui mantan pacarnya tersebut mengandung bayi kembar. Ia bahkan membayangkan pasti anak-anaknya akan lucu. Radit tak kuasa menahan sesal dan bahagia yang menyatu tanpa mau dipisahkan.

###

Malam hari, Selma kembali melamun di dekat jendela. Ia kembali menikmati langit yang tampak indah dengan ribuan bintang yang menghiasi. Tak dapat dipungkiri, ia selalu merindukan Radit. Tak jarang ia menangis karena rindu yang menyesakkan dada. Namun, marah dan kecewanya juga tak kalah membuatnya sesak saat berhasil menghadang kerinduan itu.

“Pasti sekarang dia sudah berkenalan dengan bule-bule teman kuliahnya di sana dan bersenang-senang. Tak ada gunanya memikirkan lelaki yang tak bisa bertanggung jawab itu. Tak perlu juga dia tahu kabarku dari Lulu,” gumamnya.

Di bawah langit yang sama, Radit juga tak jarang melamun dan merenungi nasibnya. Rindunya pada Selma juga tak kalah menghantam jantungnya. Sakit. Setiap hari ia selalu memikirkan Selma dari bangun hingga tidur kembali.

“Sedang apa kamu di sana, Sayang?”

Hingga hari demi hari berlalu, Radit meminta Lulu kembali menanyakan kabar Selma. Ia semakin tak kuat menahan rindu pada mantan kekasihnya itu, juga calon anak-anaknya. Setiap hari ia selalu ingin tahu kondisi Selma.

“Dit, sejak chat kita terakhir saat itu, aku sudah tidak bisa lagi menghubungi Selma. Aku tanya teman-teman dekatnya, mereka juga tak bisa lagi menghubungi Selma. Katanya, nomornya sudah ganti. Dan aku baru tahu kalau Selma sudah tak tinggal di rumahnya. Kata ibunya, dia sudah pindah dan tidak mau mengatakan di mana.”

Dengan perasaan yang semakin tak menentu, ia mengkhawatirkan kondisi Selma saat ini. Kini ia benar-benar tak bisa lagi mengetahui kabar Selma. Namun setidaknya, ia bisa tenang jika Selma pergi dengan uang yang pernah dituliskan ayahnya dalam cek. Ia kemudian menghubungi ayahnya untuk menanyakan hal tersebut.

“Sampai saat ini, tidak ada laporan cek yang dicairkan, Dit.”

...****************...

Selamat Datang Ke Dunia

6 bulan berlalu...

Dalam minggu ini, Selma akan melahirkan sesuai dengan perkiraan dokter. Ibunya pun sedang dalam perjalanan ke rumah Bu Winta saat ini. Bu Ratri ingin mendampingi Selma saat melahirkan nanti, sekaligus ingin meleburkan rindu pada anak semata wayangnya itu.

Namun, ujian Selma seakan belum usai. Ibunya mengalami kecelakaan di tol dan meninggal saat perjalanan ke rumah sakit. Mendengar kabar itu, hatinya hancur. Hidupnya semakin terasa menderita. Bu Winta sekuat hati menenangkan Selma yang berteriak histeris.

Karena tempat kecelakaan lebih dekat dengan Jakarta, atas bantuan Bu Winta dan rekan tentara almarhum suaminya, jenazah Bu Ratri dipulangkan ke rumah Bu Winta, dan akan dikebumikan di Jakarta.

Selma semakin tak terkendali kala melihat ibunya untuk yang terakhir kalinya. Hidupnya benar-benar runtuh. Tak ada lagi yang ia punya di dunia selain anak kembarnya dan budenya.

Musibah ini mengguncang kesehatan raga dan jiwa Selma. Ia mengalami kontraksi yang luar biasa, sesaat setelah ibunya dikebumikan. Segera, Bu Winta dan sopirnya melarikan Selma ke rumah sakit.

Setibanya di IGD, Selma segera mendapat pertolongan karena ia sudah dinyatakan akan melahirkan saat itu juga dan segera dipindahkan ke ruangan bersalin.

Sementara di luar ruangan, Bu Winta terus berdoa agar keponakan dan cucu-cucunya itu selamat. Entah siapa lagi yang ia punya di Jakarta selain Selma. Karena ia hanya 2 bersaudara dengan Bu Ratri, sedangkan orang tua mereka sudah lama meninggal. Untuk itu, Bu Winta begitu menyayangi Selma seperti anaknya sendiri.

Hingga beberapa menit kemudian, tiba-tiba terdengar ramai tangisan bayi yang membuat Bu Winta kembali tersenyum. Setelah diizinkan perawat, Bu Winta segera masuk ke dalam ruangan untuk melihat Selma dan anak kembarnya. Benar saja, Selma melahirkan bayi kembar laki-laki dan perempuan, yang diberi nama Raya dan Rayi.

###

Bu Winta benar-benar memperlakukan Selma seperti anak kandungnya sendiri, apalagi setelah adiknya meninggal. Ia juga telah menyiapkan baby sitter untuk membantu mengasuh bayi kembarnya. Karena tentu, Selma akan kewalahan jika mengurusnya sendiri.

Selma berkali-kali mengucapkan terima kasih pada budenya atas kebaikan beliau selama ini, hingga ia tak enak hati karena Bu Winta telah membiayai hidupnya, juga membayar baby sitter untuk bayi kembarnya.

“Bude ‘kan juga kerja, Ti. Dapat uang pensiun dari Pakde juga. Belum lagi pakdemu meninggalkan deposito dan aset lainnya yang lebih dari cukup untuk Bude yang hidup sendiri sampai meninggal nanti. Sekarang sudah ada kamu di sini, jadi sudah sewajarnya Bude pakai uang itu untukmu juga. Kamu sudah Bude anggap anak sendiri. Pakde juga pasti setuju dan bahagia di sana. Sudah, tidak perlu memikirkan apa-apa. Fokus saja pada si kembar,” saran Bu Winta memberi pengertian pada Selma.

Bu Winta bahkan menawarkan Selma untuk kuliah, namun Selma menolak dan ingin bekerja saja. Bagaimana pun, ia sendiri yang harus membiayai anak-anaknya juga pendidikannya kelak karena mereka adalah tanggung jawabnya. Ia tidak mau merepotkan budenya, seperti pesan sang ibu kala itu.

“Tia harus mandiri, Bude. Bude sudah mengizinkan Tia dan anak-anak tinggal di sini saja sudah lebih dari cukup, apalagi sampai memberikan fasilitas babysitter. Izinkan kehidupan Tia dan kembar menjadi tanggung jawab Tia sendiri ya, Bude,” tolak Selma dengan halus.

Bu Winta pun tak ingin memaksakan kehendak Selma. Ia justru bangga pada Selma yang dewasa demi anak-anaknya. Ia kemudian menawarkan pekerjaan pada Selma bila berkenan.

“Teman Bude, Farah namanya, baru membuka toko bakery di dekat sini, jadi dia sedang membutuhkan 1 orang karyawan lagi. Kalau kamu mau dan tidak keberatan, bisa kerja sama dia, nanti Bude yang bilang. Farah itu teman Bude, sesama persit juga. Dia baik sekali dan lemah lembut. Tapi, jangan coba sekali pun berbohong padanya, karena ia orang yang sangat menghargai kejujuran. Sekali saja tak jujur, ia sudah tak mau lagi percaya,” terang Bu Winta.

“Kalau kamu bekerja di sana, Bude yakin kamu akan mendapat banyak ilmu baru dan pengalaman. Kamu bisa belajar menjadi kasir, melayani pembeli, bahkan mengelola toko. Urusan kembar, jangan khawatir, ada Mbok Mah juga yang akan mengawasi baby sitter. Yang penting kamu selalu siapkan stok asi saja,” lanjut Bu Winta.

Tanpa pikir panjang, Selma menerima tawaran itu dan meminta budenya untuk segera bicara pada temannya. Ia begitu bersemangat ingin segera bekerja untuk menghidupi kedua anaknya. Lagi pula, kondisinya sudah membaik paska melahirkan normal.

###

8 tahun kemudian...

Selama bekerja di toko kue milik Bu Farah, Selma memang mendapatkan banyak ilmu juga pengalaman baru. Ia yang jujur, membuat Bu Farah mempercayakan toko kuenya dikelola oleh Selma. Bagaimana tidak, Selma pernah berhasil mengungkapkan kasus pencurian oleh kasir terdahulunya, saat sebelum Selma menggantikannya. Toko kue itu juga semakin ramai semenjak Selma menjadi karyawan di sana karena keramahannya kepada para pembeli dan kepandaiannya yang mampu membuat para pembeli itu menjadi pelanggan setia mereka.

Setelah mengetahui kisah hidup Selma, Bu Farah sangat menyayangi anak kembar Selma. Ia bahkan mengizinkan mereka untuk dibawa ke toko. Bukan hanya itu, Bu Farah juga terkadang membawa kembar ke rumahnya untuk bermain dengan anak bungsunya yang tak jauh berbeda dengan usia kembar.

Tahun ini, adalah tahun kedua Selma dipercaya sebagai manager di Farah Bakery. Ia lebih banyak bekerja di ruangannya sendiri dan sudah tidak melayani pembeli maupun menjadi kasir. Hanya jika karyawan lainnya sedang sibuk, sesekali ia membantu. Tahun ini juga, anak kembarnya telah berulang tahun ke 8 tahun.

Seperti biasa, Farah Bakery selalu ramai pesanan bukan hanya dari perorangan, melainkan juga perkantoran. Termasuk kali ini, mereka akan mengantar pesanan 25 box kue untuk rapat kantor yang akan digelar pukul 3 sore. Sehingga, mereka sudah harus mengirimkannya pukul 1 siang, sesuai permintaan kantor.

Selesai menata pesanan ke dalam mobil milik toko, mereka siap mengantarkan pesanan.

Tiba-tiba, datang lah mobil Bu Winta yang dikendarai oleh sopirnya yang ditugaskan untuk mengantar jemput anak-anak Selma di sekolah. Raya dan Rayi seketika keluar dari mobil itu dan meminta mobil toko untuk berhenti. Mereka ingin ikut.

“Ganti baju dulu, Sayang. Makan dulu. Masak mau langsung ikut?” bujuk Selma agar anak-anaknya tak usah ikut.

Mereka memang selalu ingin ikut saat mengantar kue. Apalagi saat pulang sekolah, mereka selalu ingin diantar pulang ke toko, tidak mau ke rumah. Karena tak ingin kesepian di rumah Bu Winta yang hanya ada Mbok Mah pembantu mereka. Sementara Bu Winta sendiri masih aktif bekerja dan baby sitter yang sudah tidak Selma perlukan lagi semenjak kembar sekolah. Mereka baru akan pulang ke rumah sore hari saat mamanya pulang kerja.

“Tidak apa-apa, Mbak Tia. Cuma sebentar kok karena kantornya dekat sini, ada aku dan Pak Anton yang jaga. Raya dan Rayi juga tidak pernah nakal dan selalu menurut,” bujuk Lia, salah satu karyawan toko yang bertugas mengantar pesanan bersama Anton, sang sopir toko.

“Kami sudah makan bekal tadi kok, Ma. Janji deh nanti setelah ikut antar kue kita langsung makan dan tidur siang,” ucap Rayi, anak lelakinya.

Raya juga ikut merengek minta diizinkan pergi.

Selma pun mengizinkan mereka ikut dengan syarat hanya boleh sebentar saja.

###

Saat di tiba di kantor, mereka dipersilakan mengantar pesanan ke lantai 3, tepatnya di ruangan rapat, ditemani oleh satpam kantor.

Raya dan Rayi yang masih memakai seragam sekolah begitu menarik perhatian para penghuni kantor karena kelucuan mereka, juga karena mereka cantik dan tampan bak artis cilik.

Perhatian itu tak terkecuali dari Radit, yang tengah berbicara dengan sekretarisnya di depan ruang rapat.

Radit seakan begitu terkesima saat melihat kembar, hingga tak berkedip sedetik pun.

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!