Cladi berlari kecil menuju parkiran Mall Sejahtera tempatnya bekerja. Dia harus segera tiba di rumah karena kehadirannya ditunggu keluarga besar. Sebetulnya Cladi malas dan tidak mau menghadiri pertemuan dadakan itu. Pasalnya, pertemuan itu adalah sebuah perjodohan yang dirancang oleh kedua orang tuanya juga kedua mertua almarhumah kakaknya, yakni Diara, yang meninggal dua bulan lalu akibat sakit asma akut yang dideritanya.
Mati-matian Cladi menolak perjodohan itu dari sebulan yang lalu. Namun, kedua keluarga yang sudah besanan itu setuju menjodohkan anak lelaki mereka dengan adik dari almarhumah istrinya, yaitu Cladi.
"Bu, please, jangan jodohkan Cla dengan Mas Karan, Cla tidak siap bersuami bekas Kak Diara. Lagipula kami sudah sangat dekat bagaikan adik dan kakak, kenapa kini hubungan kami malah diperkeruh dengan acara perjodohan? Cla sudah nyaman dengan keadaan begini, dia tetap jadi Kakak ipar Cla meski Kak Diara sudah tiada. Lagipula kedua anak Mas Karan dekat sama Cla. Jadi, mereka Kappa maupun Khalia tidak akan kekurangan kasih sayang, sebab masih ada Cla yang tetap menyayangi mereka," protes Cladi suatu hari, menolak keras acara perjodohan dirinya dengan suami dari almarhumah kakaknya.
"Iya, maka dari itu, supaya Kappa dan Khalia tidak kehilangan figur ibu, kamu secepatnya harus menikah dengan Mas Karan kakak iparmu. Ibu yakin Mas Karan akan mencintai kamu seperti dia mencintai almarhumah Diara, Kakakmu," bujuk Bu Diana dengan wajah yang memohon.
"Mencintai apanya? Orang Mas Karan sejak Kak Diara meninggal berubah dingin dan jutek. Aku tidak mau menikah dengan lelaki angkuh seperti itu," tolak Cladi berharap penolakannya dikabulkan.
"Tidak. Mas Karan sebenarnya bersikap seperti itu karena dia membatasi diri dari perempuan lain yang mencoba mendekatinya. Terlebih Mas Karan baru beberapa bulan ditinggal pergi oleh kakakmu, jadi wajar saja dia bersikap demikian," ucap Pak Dani membela Karan. Cladi merengut tidak setuju dengan ucapan Bapaknya.
"Pokoknya mau tidak mau kamu harus mau kami jodohkan dengan Mas Karan, supaya kedua keponakan kamu tidak kehilangan sosok ibu. Kalau kamu menolak, memangnya kamu mau Kappa sama Khalia mendapatkan ibu tiri yang kejam? Jarang sekali ibu tiri yang bisa menerima anak dari suaminya, rata-rata mereka hanya mencintai ayahnya saja." Bu Diana masih tidak menyerah membujuk Cladi anak bungsunya yang kini sudah kehilangan saudara perempuan untuk dijodohkan dengan suami dari almarhumah kakaknya.
"Tapi tidak semua ibu tiri jahat kok Bu, ada juga yang baik, contohnya artis Ashante. Dia sayang banget sama anak sambungnya," tukas Cladi memberi alasan sebagai bentuk penolakannya.
"Iya. Memang tidak semua. Contohnya kamu, jika menjadi istri Mas Karan, ibu yakin kamu juga bakal jadi ibu sambung yang baik dan sayang pada Kappa dan Khalia," ujarnya malah ambil contoh pada Cladi sendiri. Cladi semakin merengut mendapat respon begitu dari ibunya yang kekeuh memaksa dirinya untuk mau dijodohkan dengan suami dari almarhumah kakaknya itu.
Sementara itu di kediaman besannya Bu Diana dan Pak Dani, Karan yang baru pulang dari kantornya, dibuat kesal dengan desakan kedua orang tuanya yang memintanya menikah lagi tapi dengan adik dari almarhumah istrinya, Diara.
"Ma, Pa, bahkan aku belum sebulan ditinggal pergi oleh istriku, tapi kenapa kalian kekeuh ingin menjodohkan aku dengan adik dari almarhumah istri aku? Aku tidak segampang itu melupakan cinta aku sama Diara. Jadi, aku mohon jangan jodohkan aku dengan gadis lain yang sama sekali tidak aku cintai." Sama halnya Cladi, Karan juga menolak rencana perjodohan dari kedua orang tuanya ini.
"Papa mohon jangan tolak permintaan kami ini, ini semua demi kebaikan kedua anakmu yang masih butuh figur seorang ibu. Lagipula adiknya almarhumah istrimu juga baik dan cantik serta sopan, terlebih dia juga dekat dan sayang sama kedua anakmu," bujuk Pak Kelana dengan harapan anaknya mau dijodohkan dengan adik dari almarhumah istrinya.
"Justru itu, Pa. Cladi sangat dekat dan sayang sama kedua anakku, jadi jangan biarkan kedekatan dan kasih sayang Cladi dirusak dengan acara perjodohan ini. Semua itu tidak mungkin kami lakukan, lagipula aku belum bisa melupakan Diara," tukas Karan menolak keras permintaan kedua orang tuanya.
"Kami tidak merusak kedekatan dan kasih sayang Cladi dengan perjodohan ini, justru dengan kalian dijodohkan dan menikah, hubungan kalian akan lebih rekat dan erat. Kappa dan Khalia tidak akan kehilangan figur ibu dalam hidupnya." Bu Kori ikut menimpali berharap Karan anaknya bersedia menerima perjodohan ini.
Sebulan kemudian, tepat dua bulan meninggal almarhumah istrinya, rencana perjodohan itu rupanya terus dijalankan, bahkan hari ini Karan diagendakan oleh kedua orang tuanya untuk datang ke rumah mertuanya untuk melamar Cladi. Padahal Karan belum menyetujuinya dan tidak melakukan persiapan apapun terlebih dahulu.
"Sudah jangan khawatir, kami sudah menyiapkan segalanya. Baju batikmu serta hantaran barang bawaan untuk melamar Cladi sudah kami persiapkan. Kamu tinggal bersiap saja." Ditodong seperti itu, Karan tidak bisa berkata apa-apa. Lagipula kedua anaknya, Kappa dan Khalia sepertinya setuju dengan rencana perjodohan yang kakek dan neneknya rencanakan.
"Ayo, Papa bersiaplah. Kami sudah cantik dan tampan menunggu Papa," ujar mereka berdua memamerkan diri.
Rombongan keluarga dari pihak keluarga laki-laki sudah siap dan satu persatu mobil rombongan yang akan melamar Cladi sudah mulai bergerak melajukan mobilnya menuju rumah orang tua Cladi.
**
Sementara di kediaman orang tua Cladi, Cladi yang baru pulang dari bekerja, langsung ditodong dengan berbagai persiapan yang harus dia lakukan sekarang juga, sebab rombongan keluarga laki-laki sudah dalam perjalanan menuju rumah mereka.
"Kamu segera bersiap, mandi dan berdandan yang cantik," ujar Bu Diana pada Cladi yang masih terlihat ngos-ngosan pulang dari bekerja. Dengan terpaksa Cladi mengikuti perintah kedua orang tuanya. Dengan bantuan sepupunya yang pandai merias, Cladi dirias dengan dandanan yang sangat cantik. Riasannya natural tidak tebal, dipadupadankan dengan kebaya warna hijau daun yang pas dan cocok dengan kulit kuning langsat milik Cladi.
"Cantik banget anak Ibu dan Bapak. Sekarang kamu bisa menunggu kehadiran calon mertuamu dan calon suamimu di sini dengan tenang. Ibu dan Bapak ke belakang dulu memeriksa hidangan yang akan dihidangkan nanti," ujar Bu Diana sumringah melihat anak gadisnya sudah cantik menunggu kehadiran keluarga laki-laki.
"Assalamualaikum." Suara salam terdengar saling berbarengan menandakan rombongan itu tidak hanya satu mobil. Sementara Cladi semakin gusar ketika rombongan itu mulai disambut dan memasuki rumah kedua orang tuanya.
"Waalaikumsalam. Silahkan masuk, besan." Suara sang ibu yang menyambut kedatangan tamunya membuat hati Cladi semakin deg-degan. Cladi mendadak berkeringat dan tegang saat namanya disebut dan diminta untuk segera menemui calon mertua maupun calon suaminya.
"Kamu jangan tegang, Cla," hibur Candy sepupunya yang sukses menjadi MUA buat Cladi hari ini.
Dengan langkah yang perlahan dan ragu, Cladi keluar kamar dan memperlihatkan dirinya dibantu Candy dan saudaranya yang lain menuju ruang tamu. Ketika kakinya sudah di muka pintu ruang tamu, mata Cladi dan Karan saling bertemu. Cladi langsung menunduk saat mata Karan seakan menatapnya tajam penuh kemarahan. Apakah perjodohan ini akan dilanjutkan dengan sebuah lamaran? Dan apakah Cladi akan menerima lamaran Karan, pria dingin yang berubah judes dan menyebalkan? Nantikan episode selajutnya.
Cladi duduk diapit oleh kedua orang tuanya. Wajahnya menunduk dengan kedua tangan saling meremat. Terlihat dia sangat tegang dan kaku. Cladi sungguh ingin berlari dan menjauh dari tempat ini yang sudah disesaki tamu dari pihak keluarga laki-laki. Jadi dipastikan, jika lari pun sudah tidak ada pintu yang bisa dia lalui, kecuali dengan terpaksa menerima nasibnya hari ini.
"Baiklah, supaya tidak mengulur waktu. Kami dari pihak laki-laki ingin menyampaikan maksud kedatangan kami yang sebenarnya." Pak Kelana, bapaknya Karan membuka pembicaraan. Sejenak beliau menjeda ucapannya.
"Bahwasanya kedatangan kami ini, tidak lain dan tidak bukan ingin melamar Neng Cladi, anak dari Bapak Dani dan Ibu Diana untuk anak kami Karan Pratama. Besar harapan kami, jika lamaran ini bisa diterima dengan senang hati oleh Neng Cladi. Sebab kami sangat mengharapkan Neng Cladi menjadi bagian dari anggota keluarga kami. Begitu juga anak kami, Karan bisa menjadi bagian dari anggota keluarga ini lagi setelah istri pertamanya meninggal dunia. Jika tidak keberatan, Neng Cladi mau menerima lamaran kami dan naik ranjang menjadi istri dari Mas Karan Pratama?" Ungkapan dan beberapa pertanyaan telah disampaikan Pak Kelana panjang lebar di hadapan keluarga Cladi dengan niat yang segamblang-gamblangnya.
Cladi menunduk, ingin dia berteriak menolak lamaran itu saat ini juga. Namun, entah kenapa bibirnya seakan kelu dan susah dibuka. Sementara Karan menatap dengan ujung mata ke arah Cladi yang sejak tadi menunduk, dan berharap Cladi berbicara untuk menolak perjodohan yang sedang berlangsung ini.
"Ayo, dong, Cla, kamu langsung bicara dan tolak lamaran dari Papaku." Hati Karan berkata-kata, dengan harapan Cladi bicara dan menolak lamaran ini.
"Tentu saja anak gadis kami akan menerima lamaran anak Bapak, yaitu Mas Karan. Bukankah begitu, Neng?" jawab Pak Dani, lalu diakhir kalimat melemparkan pertanyaan pada Cladi seolah sebuah pertanyaan yang harus diiyakan. Pak Dani menatap Cladi yang sejak tadi hanya menunduk, dengan harapan Cladi segera menjawab dengan jawaban 'iya'.
Semua orang menantikan jawaban dari Cladi, terutama Karan, yang berharap Cladi menolak lamaran ini.
"Neng?" sapa Bu Diana sembari menyenggol lengan anaknya pelan. Cladi tersentak, dia seakan baru tersadar dari lamunan panjangnya.
"Iya, Bu?" Cladi menoleh lalu bertanya pada ibunya. Bu Diana geleng-geleng kepala melihat anak gadisnya yang kini hanya dia satu-satunya anak semata wayang Bu Diana dan Pak Dani.
"Itu, calon mertua kamu sedang menyampaikan niatnya Mas Karan untuk melamar kamu." Bu Diana mengingatkan anaknya atas niat dari keluarga Karan.
Perlahan Cladi mendongak, lalu menatap lurus ke depan, tatapannya tertuju pada Papa dan Mamanya Karan, tapi hanya sekilas. Lalu Cladi mengarahkan pandangannya ke jari tangannya yang sejak tadi berada di pahanya, fokusnya ke arah jemari yang dia permainkan sejak tadi dengan gelisah.
"Cla, apa yang ingin kamu sampaikan? Keluarga Mas Karan ingin melamar kamu." Lagi-lagi Bu Diana mengingatkan akan maksud kedatangan keluarga Karan.
Cladi bingung harus jawab apa, dia benar-benar ingin menolak lamaran ini.
"Ayo Tante, jadilah Mama kami. Bukankah Tante sayang sama kami?" Tiba-tiba Kappa bocah lelaki berumur tujuh tahun itu menyela mengungkapkan keinginannya dengan binar harap yang begitu dalam terhadap Cladi, tantenya sendiri yang selama ini begitu dekat dengan Kappa maupun Khalia.
Cladi merasa ungkapan Kappa merupakan sebuah todongan untuknya. Cladi semakin bingung dan tidak bisa berpikir jernih, sehingga apa yang diucapkannya tidak lagi fokus.
"I~Iya, tante mau jadi mama kalian." Jawaban Cladi sontak membuat dua bocah imut berbeda dua tahun itu bersorak gembira seraya menghampiri Cladi dan memeluk tangan kiri dan kanan Cladi dengan bahagia.
Sementara Karan mengepalkan tangannya tanda tidak suka, hatinya geram dengan persetujuan Cladi. Terpaksa mau tidak mau dia harus mengikuti proses lamaran ini, sebab kedua anaknya maupun orang tuanya sudah sepertinya sudah sangat gembira dengan diterimanya lamaran Karan oleh Cladi.
"Horeeee, tante mau jadi Mama kita," pekiknya senang.
"Jadi, Neng Cladi menerima lamaran anak kami, Mas Karan?" Bu Kori mencoba meyakinkan. Cladi hanya mengangguk pelan dengan tatapan ke arah dua bocah imut yang kini sedang mempermainkan tangannya.
"Asikkkk, sekarang kita punya Mama lagi," teriak Kappa kepada adiknya Khalia. Mereka saling lempar tatap bahagia dengan muka polosnya.
"Baiklah kalau begitu, sebaiknya Kappa dan Khalia pergi dulu dari pangkuan Tante Cladi, sebab Papa kalian akan menyematkan sebuah cincin lamaran di jari manis Tante Cladi," ujar Bu Kori sembari meraih kedua cucuknya menjauh dati Cladi.
Dan pada akhirnya lamaran itu berjalan seperti apa yang diinginkan orang tua kedua belah pihak. Semua tertawa bahagia dengan kegembiraan hari ini menurut versi mereka. Sementara versi Karan dan Cladi, ini semua merupakan awal dari penderitaan mereka.
Seminggu kemudian, akhirnya pernikahan sederhana yang hanya mengundang keluarga besar dan teman-teman dekat Karan maupun Cladi, terlaksana. Karan akhirnya mengucap ikrar ijab qabul di hadapan Penghulu, saksi, dan semua hadirin yang menyaksikan momen sakral itu.
"Saya terima nikah dan kawinnya Cladi Diani Binti Dani, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan perhiasan emas seberat 30 gram dibayar TUNAI." Lantang dan tidak ada hambatan ikrar ijab qabul yang diucapkan Karan di hadapan Penghulu dan semua orang, yang kemudian dilanjut dengan teriakan "sah" dari para saksi dan hadirin.
"Sah, sah." Semua berpekik sah saat Karan menyudahi ijab qabulnya. Kemudian Pak Penghulu membacakan doa sebagai wujud rasa sukur dan doa kebaikan untuk kedua mempelai.
Para tamu undangan yang hadir segera diarahkan ke ruangan prasmanan untuk dipersilahkan menikmati hidangan yang ada.
Usai acara pernikahan yang terbilang mulus, kedua mempelai ditodong menginap dua malam di sebuah hotel berbintang tujuh di kota ini, sebagai reward buat kedua mempelai untuk menikmati bulan madu mereka.
"Cuih, bulan madu? Bahkan aku saja tidak mau menyentuhmu," ucap Karan ketus.
"Apalagi aku, mana mau aku disentuh oleh lelaki bekas Kakak aku," balas Cladi tidak kalah ketus sembari beranjak ke kamar mandi. Karan terbelalak mendengar ucapan Cladi yang dulu dia kenal sangat lemah lembut dan baik, tapi kini berubah garang.
"Sialan, aku dibilang bekas. Jangan percaya diri dulu, aku tahu perempuan seperti kamu pasti sudah pernah disentuh oleh seorang pria. Di depan saja ngakunya masih polos, padahal di belakang mainnya sudah jauh. Huhhh, mana ada jaman begini masih perawan," ejeknya dalam hati memendam rasa kesal.
"Awas, ya, jangan melebihi batas tempat tidur aku. Jika Mas Karan sampai menyentuh batas ini, maka hukumannya tidur di lantai itu," tukas Cladi sengit saat mereka bersepakat tidur dalam satu ranjang, tapi dibatasi sebuah bantal guling.
Karan mendengus kesal, kali ini Cladi memang benar-benar menyebalkan.
Malam semakin larut, baru menapaki satu malam saja di hotel, Cladi merasa sudah tidak betah. Rasa kantuk yang dia harapkan cepat datang, kini malah pergi entah kemana.
Suara pintu kamar mandi mulai terdengar, itu tandanya Karan akan memasuki kamar. Cladi pura-pura sudah tidur. Deru nafasnya sengaja dia atur supaya menandakan orang tidur. Perlahan ranjang itu bergoyang karena Karan sudah menaiki ranjang. Guling yang sengaja jadi pembatas dirinya dan Cladi sengaja Karan angkat, karena rasa keponya yang tinggi, Karan iseng mendekat dan sengaja menatap wajah Cladi yang pulas.
"Kenapa kamu mau dijodohkan sama aku, bukannya menolak saat itu juga? Aku tahu, kamu tidak menolak karena sesungguhnya kamu suka sama aku, kan? Dan aku tahu, sepertinya ini adalah cara kamu. Dengan menikahi aku, kamu sebetulnya sedang menutupi status kamu yang sebenarnya. Aku tahu kamu bukan gadis polos, pastinya kamu pernah merasakan nikmatnya surga dunia bersama kekasih kamu." Ujaran Karan terdengar jelas meskipun hanya berguman. Cladi yang sebenarnya tidak tidur sangat geram mendengar ucapan Karan yang dianggap merendahkannya. Ingin rasanya dia bangkit lalu menampar mulut Karan yang lemes. Tapi, Cladi harus menahan diri, dia harus pura-pura tidur supaya Karan tidak tahu bahwa dia berpura-pura.
"Keterlaluan Mas Karan, menganggap aku perempuan yang tidak pandai menjaga kehormatan. Enak saja, emangnya dia tahu pergaulan aku seperti apa dan gaya pacaran aku gimana. Main tuduh sembarangan. Huhhhh, jangan pikir aku mau disentuh oleh lelaki bekas orang, terlebih bekas Kakakku." Cladi membalas tudingan Karan di dalam hati saja. Dia kesal dan marah dengan tudingan Karan.
"Lebih baik aku kejutkan saja Mas Karan biar dia jantungan," siasat Cladi merencanakan sesuatu.
Tiba-tiba tanpa Karan duga, Cladi bergeliat dan berbalik arah dengan menyampingkan tubuhnya ke arah Karan, lalu memeluk tubuh Karan yang diduga Cladi bantal guling yang tadi dia letakkan di tengah-tengah ranjang sebagai pembatas. Seketika Cladi terkejut, saat merasakan guling yang dipeluknya terasa berbeda, keras, kenyal dan teksturnya berbeda dengan guling yang empuk dan lembut. Cladi tidak menduga bahwa Karan tadi saat mengata-ngatainya memindahkan guling pembatas itu.
Mau membatalkan tidur pura-puranya, Cladi pasti sangat malu. Tapi jika dia meneruskan tidur pura-puranya, Cladi sejujurnya merasa tidak enak dengan benda yang dipeluknya yang ternyata Karan.
"Ya ampun, niat mau mengejutkan Mas Karan malah aku sendiri kena batunya. Duhhhh, bagaimana ini? Syukur-syukur Mas Karan langsung melepaskan pelukanku. Iya, biarin saja biar Mas Karan yang beraksi, semoga saja Mas Karan yang duluan melepaskan pelukan tanganku." Lagi-lagi Cladi berbicara di dalam hatinya berharap Karan melepaskan duluan pelukannya.
Sontak Karan dobel terkejut, sebab selain merasa ketahuan sedang mengata-ngatai Cladi, yang lebih terkejut bagi Karan, ternyata Cladi malah memeluknya. Sejenak Karan membiarkan tubuhnya dipeluk oleh Cladi karena menduga Cladi benar-benar tidur. Dalam hati Karan ingin juga menikmati wajah perempuan yang kini dianggapnya menyebalkan, karena tidak menolak rencana perjodohan kedua orang tuanya.
"Ya Tuhan, si Cladi ini benar-benar tidur apa tidak sih? Tapi sepertinya tidur. Dia pikir aku ini bantal guling, dipeluk-peluk begini? Bagaimana nih, biarkan atau lepas secara paksa? Tapi kalau dilepas, sayang banget, posisinya sedang enak banget nih. Untungnya si Cladi ini cantik," gumannya masih juga kedengaran Cladi. Cladi semakin kesal dengan apa yang diucapkan Karan barusan, Cladi menduga Karan mulai curi kesempatan. Sejenak Cladi bertahan dengan posisi seperti itu. Nanti lima menit kemudian dia bakal merubah posisi dengan membelakangi Karan.
Belum sampai lima menit waktu yang akan direncanakan Cladi, tiba-tiba Karan mencium bibir Cladi, dengan tenangnya Karan menempel bibirnya dengan bibir Cladi merasakan sentuhan itu beberapa detik, lalu dilepaskan perlahan. Karan kini menatap seluruh wajah Cladi intens.
"Ya ampun, bibir Cladi begitu menggoda. Tipis, imut dan manis. Benar-benar hembusannya membuat aku ingin berlama-lama di sana," ujar Karan setelah dia berhasil mengecup bibir Cladi yang sempat membuat dia gemas.
Cladi terhenyak, rupanya Karan benar-benar curi-curi kesempatan darinya. Jantung Cladi seketika berdegup kencang. Karan santai saja, dia bahkan malah ikut terbuai dan tertidur setelah merasakan sentuhan bibir menggemaskan Cladi.
Cladi ingin melepaskan pelukan itu, perlahan dia berusaha melepaskan tapi fokus dengan siasat awalnya yakni pura-pura tidur. Cladi berharap Karan menduga bahwa Cladi tidurnya tidak bisa diam. Cladi dengan cepat sudah merubah posisi tidurnya membelakangi Karan yang sudah terdengar tidur dengan nafas yang beraturan.
"Ya ampun, kenapa jantung ini tiba-tiba berdegup sangat kencang setelah tadi Mas Karan berhasil menyentuh bibirku? Huhhh, dasar laki-laki mesum, Mas Karan pasti sengaja ingin menyentuhku setelah tadi menudingku bahwa aku tidak bisa menjaga kehormatan. Awas saja, nanti akan ku balas kelancangannya," gerutu Cladi di dalam hati.
Pagi menjelang, Karan dan Cladi sudah mandi dan bersiap menuju resto di hotel mereka menginap. Karan tidak banyak bicara, dia hanya sesekali memperhatikan Cladi. Baik Karan maupun Cladi pura-pura tidak tahu dengan apa yang terjadi semalam dengan tragedi pelukan Cladi pada Karan yang diduga bantal guling. Mereka sama-sama tidak ingin mendapat malu, dan sepertinya mereka kompakan menutup rapat apa yang terjadi semalam.
Dengan baju terusan selututnya, dandanan Cladi semakin terlihat fresh dan cantik, terlebih Cladi memang masih muda. Karan akui, Cladi memang lebih muda darinya tujuh tahun, jadi pantas saja dia masih kelihatan muda juga. Karan yang sudah berusia 30 tahun, tahun ini, tidak mau kalah. Dia berdandan dengan ala anak muda, menyeimbangkan dengan usia Cladi.
"Ayolah, jangan di dempul lagi muka kamu yang pas-pasan itu meskipun didempul tebal juga, hasilnya juga pasti pas-pasan," ejek Karan kesal saat melihat Cladi yang masih menatap cermin membenarkan kembali bajunya.
Cladi kesal dengan ejekan Karan, bukannya tadi malam dia mendengar sendiri bahwa Karan sempat memujinya cantik, dasar munafik. Cladi hanya bisa geram di dalam hati dengan Karan yang bicaranya mirip bunglon bisa berubah-rubah.
Cladi menghampiri Karan tanpa bicara, dia terlanjur kesal. Lalu dia membuka pintu hotel duluan tanpa menunggu Karan.
"Cla, kamu mau kemana?" teriak Karan karena merasa diabaikan.
Cladi menoleh kesal, bukankah tadi Karan sendiri yang bilang cepat?
"Aku mau sarapan ke resto. Kalau Mas Karan tidak akan sarapan, ya tidak apa-apa," ujarnya seraya berbalik dan berjalan meninggalkan Karan yang bengong. Setelah sadar Karan segera mengikuti Cladi tidak lupa mengunci kamar hotel.
"Dasar perempuan menyebalkan," gerutu Karan balik kesal.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!