NovelToon NovelToon

Marry Again!

Bab 1

7 Tahun kemudian ...

Langkah itu terburu- buru meraih tas yang dia sampirkan di bahu dengan sebelah tangannya sibuk menggulir ponsel "Ya, Miss saya segera datang," ucapnya dengan bibir meringis saat mendengar seorang wanita di seberang sana bicara panjang lebar.

"Ya, maafkan saya..." Baru saja dia akan membuka pintu,pintu terbuka dari luar hingga menampakan seorang pria tampan dengan tubuh tegap dan terlihat dewasa di usianya yang baru 23 tahun.

"Ada apa?" melihat sang kakak pergi terburu- buru membuat Daniel tak bisa tak mengerutkan keningnya.

Alana menghela nafasnya "Joana membuat ulah lagi." Daniel mengerjapkan matanya, ulah apa lagi yang di buat oleh keponakannya itu.

"Aku akan antar-"

"Tidak, biarkan kakak sendiri, lagi pula kamu harus kembali ke kantor." memang benar karena Daniel sedang istirahat makan siang dan sengaja pulang untuk makan siang di rumah, jarak dari kantor dan rumah yang lumayan dekat membuat Daniel memilih pulang dari pada makan diluar. "Makanlah kakak sudah siapkan makan siang," katanya sambil berlalu pergi.

Alana memasuki mobil dan memacunya dengan kecepatan penuh, mengingat putrinya yang sering melakukan ulah di sekolah, entah apa yang dilakukan bocah itu sekarang hingga membuat gurunya marah.

Sudah sering kali Alana mendapat peringatan karena ulah Joana yang keterlaluan pada teman sekelasnya, putri kecilnya itu kerap melakukan keisengan hingga teman sekelasnya menangis.

Alana terkekeh mengingat salah satu kenakalan Joana, Joana menaruh katak di tas salah satu anak murid, bukannya Alana mendukung Joana melakukan itu karena setelahnya Alana juga memarahi Joana dan menghukumnya, namun sungguh Alana merasa lucu melihat bocah lelaki yang Joana kerjai mengompol di celana karena takut katak.

Dan sekarang kenakalan apa lagi yang di lakukan Joana.

Tiba di sebuah sekolah dasar Alana memacu langkahnya ke arah ruang kepala sekolah dimana putrinya berada, dan begitu masuk ke ruang kepala sekolah, Alana melihat pemandangan yang membuatnya meringis "Baguslah Nyonya, anda sudah datang," ucap kepala sekolah menghela nafasnya lega "Lihatlah apa yang putri anda lakukan pada teman sekelasnya," tunjuk kepala sekolah pada Joana.

"Selain membuat teman sekelasnya ketakutan Joana juga membuat dia basah kuyup," kata wali kelas Joana juga.

Bagus sekali dia di kepung oleh kepala sekolah dan wali kelas Joana, belum lagi Alana harus menghadapi orang tua murid yang Joana kerjai.

Alana menatap Joana yang menunduk tak mau mendongak mungkin dirinya sendiri memang merasa salah. "Maafkan saya Bu, Miss dan Nyonya, saya tahu Joana bersalah, saya akan berusaha memberi pembelajaran padanya agar tidak melakukan kesalahan lagi," ucap Alana menunduk merendahkan punggungnya.

"Cih, sudah seringkali putrimu melakukan itu." terdengar si orang tua murid berdecih "Tidak hanya anakku, bahkan anak- anak yang lain juga kerap kali mendapat kenakalan dari putrimu."

Alana diam, dia mengakui kenakalan Joana "Saya sungguh minta maaf, tapi biasanya Joana tidak akan melakukan kenakalan tanpa alasan."

"Masih mau mengelak, dan menyalahkan orang lain, kamu sendiri tidak bisa menjaga putrimu dengan baik, ck ... Bagaimana bisa? Ya, karena kamu sibuk bekerja dan tidak memperhatikan putrimu, itu alasan yang klise, tapi apa yang aku harapkan dari seorang janda sepertimu, sekarang aku mengerti tentang pribahasa seorang anak itu berkaca dari ibunya, dia itu anak perempuan, apa jadinya jika kecilnya sudah begini." tatapan orang tua murid itu begitu merendahkan Alana, dan Alana hanya bisa menghela nafasnya.

Alana menatap Joana yang kini menatap ke arahnya, seolah mengerti jika sang mama telah disalahkan karena ulahnya, mata gadis itu menampilkan rasa bersalah.

"Baiklah kita bisa selesaikan ini baik- baik," ucap kepala sekolah akhirnya, mendengar ucapan yang sudah melenceng dia harus segera meluruskan.

"Aku ingin anak itu di keluarkan dari sekolah!"

Degh,

"Ini sudah semester dua dan anak itu tak pernah berubah, aku tidak mau anakku terus terganggu dengan kenakalannya."

"Bila perlu aku akan melakukan petisi, aku yakin semua wali murid akan setuju!" ucapan orang tua murid itu semakin menyudutkan Joana.

....

"Ana, lihat Mama!" Alana duduk di hadapan putri kecilnya yang kini masih menundukkan wajahnya dan terus diam tanpa menjawab pertanyaan Alana.

Joana mendongak menatap Alana "Aku hanya kesal dia terus mengejekku tak punya ayah, memang apa salahku jika aku tak punya ayah." Alana tertegun benar ini bukan salah Joana, tapi ini salahnya sendiri.

Tenggorokan Alana tercekat sulit sekali rasanya mengeluarkan suara. Kata maaf sepertinya terlalu sering Alana ucapkan pada Joana putri kecilnya yang tak pernah melihat wujud dan kasih sayang seorang ayah, ya ... ini salahnya, tapi sungguh bukan maksud Alana menjauhkan seorang putri dari ayahnya, namun keadaan yang memaksanya untuk berpisah, juga restu yang tak di dapat dari ibu Gabriel yang membuat Alana menyembunyikan keberadaan Joana. Dengan berbagai pertimbangan Alana memilih pergi dan membawa Joana yang masih dalam kandungan.

Ya, setelah Gabriel menceraikannya Alana mengetahui jika di dalam perutnya ada bayi buah dari cinta mereka, setiap kali mengingatnya selalu timbul rasa bersalah pada Gabriel karena sudah menyembunyikan keberadaan Joana, tapi apa yang bisa Alana lakukan, Alana hanya takut mertuanya melakukan hal buruk pada bayinya, mengingat kekejaman yang dilakukan wanita itu demi menjauhkannya dari Gabriel.

"Lalu apa yang kau lakukan pada Kevin?" Kevin adalah korban dari kejahilan Joana hari ini dan nyaris membuat Joana di keluarkan dari sekolah, jika saja dia tak di beri satu kesempatan oleh kepala sekolah.

"Aku hanya menakutinya menggunakan kain putih, menjadi hantu lalu dia lari dan masuk ke kolam angsa hahaha ... " tawa Joana terhenti saat melihat tatapan tajam dari Alana.

"Kamu tak boleh melakukan itu Ana!" peringatan Alana membuat Joana menunduk "Bagaimana jika kolam angsa itu dalam, dan bagaimana jika Kevin tidak bisa berenang?" ya, beruntung kolam angsa di dekat sekolahnya tidak terlalu dalam hingga Kevin bisa bangun sendiri meski tubuhnya di penuhi lumpur dan bulu angsa.

"Maaf," lirihnya.

Alana menghela nafasnya "Kemari!" Alana menggerakkan jarinya meminta agar Joana mendekat, dan tanpa menunggu lama bocah kecil itu meraih tangan Alana dan mendudukan dirinya di pangkuan Alana.

Alana memeluk tubuh gadis kecilnya dan memberikan kecupan di seluruh wajahnya. "Maaf membuat mama bersedih," ucap Joana.

Alana menggeleng lalu kembali mengecup pipi Joana. "Siapa bilang Mama bersedih?"

"Karena aku nakal hari ini."

"Mama tidak mendukungmu melakukan kenakalan, tapi jangan pernah diam saat orang lain meremehkanmu." jangan seperti mama yang memiliki ketakutan hingga hanya diam ditindas orang lain, lanjutnya dalam hati.

Joana mengangguk "Aku tidak akan nakal pada teman yang baik."

Alana terkekeh "Baiklah kamu mau eskrim?"

Joana menggeleng "Eskrim makanan anak kecil aku sudah besar jadi tidak memakan eskrim." Alana mengerutkan keningnya.

"Sejak kapan eskrim jadi makanan anak kecil?" tanyanya bingung.

"Sejak hari ini," ucapnya tegas.

"Om Daniel bilang, jika sudah besar aku harus melindungi Mama, dan mulai sekarang aku akan melindungi mama karena aku sudah dewasa, dan karena aku sudah dewasa aku tak memakan eskrim."

Bab 2

Alana menatap dua surat di atas meja, satu surat berwarna pink dengan tanda hati di sudut kanan, lalu ada juga surat dengan amplop biru bercorak bunga "Apa lagi sekarang?" Alana mendongak menatap Daniel yang dengan tenang memakan sarapannya.

"Tentu saja surat cinta dari teman kantorku," ucapnya ringan.

Alana menghela nafasnya "Sudah kakak bilang kakak tidak mau menerima apapun lagi dari teman kantor kamu."

"Kalau bukan dari teman kantor mau?"

"Daniel!"

Daniel terkekeh "Aku bercanda kak, tapi kakak yakin gak mau nikah lagi? Ana butuh sosok ayah."

"Kakak bisa jadi Ibu sekaligus Ayahnya," ucap Alana tegas.

"Tapi tetap saja sosok yang kuat yang mampu menjaga kalian, kalian butuh itu."

"Daniel."

Daniel menghela nafasnya lagi- lagi kakaknya menolak dengan tegas padahal sudah banyak pria yang datang untuk melamarnya bahkan teman kantornya yang tak peduli tentang statusnya yang menjanda dua kali dan berniat ingin menjadikannya seorang istri, bagaimana mereka bisa mengenal Alana, tentu saja lewat dirinya, Daniel sering membawa Joana saat ada acara kantor dan membuat teman- temannya penasaran siapa ibu gadis kecil yang sering di bawa Daniel, hingga mereka melihat seperti apa Alana yang cantik dan tetap awet muda meski sudah memiliki anak usia enam tahun.

Lalu mulailah mereka mengirim surat cinta lewat Daniel, mengapa surat? Ya, karena Alana tak membiarkan nomer ponselnya terobral dan mengganggu privasinya. Kakaknya itu benar- benar menutup mata dan hati dari semua pria dan mengabaikan mereka.

"Kakak berharap dia datang dan kalian kembali bersama? Ini sudah tujuh tahun lebih, siapa yang tahu apa dia sudah menikah lagi atau mungkin sudah bahagia dengan hidupnya." Alana tertegun, Alana tahu betul siapa 'Dia' yang di sebutkan Daniel, namun Alana memilih diam tak menanggapi, kenyataannya apa saja mungkin terjadi, dan Alana tak ingin membayangkan hal yang akan membuatnya sakit, tentu saja jika benar dia sudah bahagia dengan hidup barunya akan membuatnya terluka, sementara dirinya malah menutup diri, namun jauh dari itu Alana merasa sendiri lebih bahagia apalagi Alana memiliki Joana, putrinya dan yang pasti akan selalu bersamanya. "Terima kenyataan jika kalian tidak berjodoh, kakak sendiri yang memilih pergi, bahkan merahasiakan Joana, ya, meski aku juga benci sama dia, tapi untuk yang satu itu aku gak setuju sama kakak, Joana berhak tahu siapa ayahnya."

"Kakak melakukannya bukan tanpa alasan."

"Ya, aku tahu." dan akhirnya Daniel diam, alasan kakaknya memang kuat dan Daniel tahu betapa kejamnya nyonya Lisa. "Tapi aku harap kakak mempertimbangkan untuk menikah lagi, setidaknya Joana tetap punya ayah meski bukan ayah kandung."

"Bagaimana kalau ayah tirinya tidak menyayanginya."

"Tentu saja tugas kakak mencari yang tulus, dan menyayangi kalian berdua."

"Itu tidak mudah Dan."

"Aku hanya khawatir ..." Daniel menunduk "Saat aku nanti tidak ada kakak akan sendirian mengurus Joana."

Alana tersenyum "Kakak bisa melakukannya, jangan khawatir dan fokuslah pada pernikahanmu." Ya, Daniel akan segera menikah, maka itu dia khawatir tentang Alana yang akan sendirian.

"Lagipula Joana sudah tumbuh besar, hingga kamu tak perlu khawatir lagi." Untuk kesekian kalinya Daniel menyerah, membuat kakaknya mengubah keputusan sangatlah sulit, Alana benar- benar menutup hatinya, tapi bagaimana tidak, kakaknya itu mengalami hal buruk di dua pernikahannya dan bukan tidak mungkin menyisakan sebuah trauma yang mendalam hingga dia tak ingin menikah lagi.

Pembicaraan terhenti saat Joana muncul dan sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Alana mengerutkan keningnya saat melihat Joana muncul dengan wajah merengut kesal "Kenapa wajah putri cantikku sangat masam?"

mendengar celetukan Alana Daniel pun menoleh pada Joana yang duduk di sebelahnya, lalu kembali menatap Alana dan mengedikkan bahu "Apakah dia mimpi buruk?"

Alana menggeleng "Tidak tahu, atau apakah dia baru saja di hampiri nenek grandong?"

"Oh, itu bahaya, nenek grandong suka sekali pada anak kecil yang menekuk wajahnya seperti itu," tunjuk Daniel.

Alana mengangguk "Om Daniel ingat, saat itu Joana marah hanya karena Om Daniel mengejeknya, lalu tiba- tiba lampu padam dan muncul suara nenek grandong di belakang Joana."

Joana mencebik "Aku bukan anak kecil lagi yang percaya pada cerita bohong kalian, lagi pula tidak baik berbohong." Alana dan Daniel tertegun lalu berikutnya mereka tertawa, tawa yang membuat Joana semakin kesal.

"Benarkah? Oh, putriku sungguh sudah dewasa, jadi Om Daniel kita tak bisa menakutinya lagi sekarang."

"Ya, bagus sekali keponakan Om sungguh pemberani, lalu apa yang membuatmu nampak kesal di pagi yang cerah ini?"

"Hari ini aku malas pergi sekolah."

Alana dan Daniel mengerutkan keningnya "Jadi kamu sudah tidak mau jadi anak pintar, tidak apa, kalau tidak mau pintar tidak perlu sekolah," ucap Alana dan Daniel tertawa.

"Ya, kalau kamu tidak pintar nanti mudah dibohongi."

Joana mencebik "Hanya untuk hari ini," mohonnya.

"Sayang, kenapa dengan hari ini?" tanya Alana sabar, sambil menuangkan sarapan untuk Joana kedalam piring, lalu duduk di depan Joana.

"Hari ini adalah hari ayah." Alana tertegun, begitupun Daniel yang kini mengatupkan bibirnya "Semua orang datang dengan ayahnya lalu ikut lomba."

"Kamu tidak bilang sebelumnya, kalau ada lomba," ucap Alana dengan dahi berkerut bingung, Alana berusaha tetap terlihat biasa saja padahal hatinya sangat sakit mendengar ucapan Joana, kenyataan bahwa Joana tak pernah tahu dimana ayahnya.

"Aku lupa karena masalah kemarin." Ya, harusnya Joana mengatakannya, tapi karena masalahnya dengan Kevin jadi Joana melupakan hari ini.

"Ehmm, bagaimana kalau Om Daniel cuti saja dan menemani kamu?" Alana mengangguk antusias namun tidak dengan Joana, bocah itu menggeleng lemah.

"Ini hari ayah bukan hari paman," keluhnya lagi, "Jadi boleh tidak aku tidak sekolah saja."

"Ana-" ucapan Alana terhenti saat Daniel menggeleng mengisyaratkan agar Alana tidak bicara "Baiklah, hanya hari ini." Joana tersenyum senang lalu bersorak.

Alana hanya mampu menggelengkan kepalanya lalu tersenyum melihat Joana kembali ke kamarnya untuk menyimpan tas sekolahnya.

"Kakak lihat, meski Ana tidak pernah bicara tapi dalam hatinya dia tetap menginginkan seorang ayah."

"Ana baik- baik saja." Daniel menggeleng pelan melihat Alana yang terus bersikap keras kepala, Joana memang tak pernah lagi menanyakan keberadaan sang ayah setelah hari itu, hari dimana Joana bertanya tentang sang ayah, dan karena pertanyaan itu Alana menangis semalaman, dan Joana tak ingin lagi melihat Alana menangis hanya karena pertanyaannya.

"Kenapa mama menangis om? Apa karena aku?" pertanyaan yang tentu saja sulit Daniel jawab, jadilah setelah hari itu Joana tak pernah lagi bertanya dimana ayahnya, dan Daniel tahu betapa inginnya Joana bisa memiliki sosok ayah itu.

"Aku berangkat dulu," ucapnya sembari berdiri dari kursi makan.

"Ya, hati- hati."

Bab 3: Pesta (1)

Ada yang ingin tahu dimana Alana bekerja, mari kita ikuti kemana Alana pergi hari ini.

Alana memasukan perbekalan kedalam tas kerjanya termasuk camilan untuk Joana yang akan ikut ke kantornya hari ini, dikarenakan meliburkan diri dari sekolah.

Bocah enam tahun itu terlihat sudah siap dengan dress berwarna merah dan rambut yang diikat dua hasil karya mamanya tercinta "Ayo ma." Joana melompat girang saat Alana sudah siap dan membawa tas kerjanya.

"Jangan lompat- lompat sayang!" peringatan Alana sama sekali tidak di gubris oleh bocah imut itu, entah dari mana sikap pembangkangnya, apakah dari ayahnya. Alana menggeleng saat lagi- lagi dia mengingat mantan suaminya.

"Pakai sabuk pengaman!" Alana memasangkan sabuk pengaman untuk Joana lalu mulai mengendarai mobilnya.

Alana mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang menyusuri jalanan yang mulai dipenuhi lalu lalang kendaraan hingga dalam tiga puluh menit kemudian Alana memarkirkan mobilnya di sebuah butik bernama ANA FASHION Ana untuk Joana, dan Ana untuk Alana. Ya, butik ini milik Alana.

Setelah bercerai dari Gabriel Alana mengejar pendidikannya lewat jalur paket C, dan saat setelah melahirkan Joana, Alana mulai kuliah untuk kembali memperdalam ilmunya di bidang yang dia cita- citakan, hingga Alana berhasil membangun butik yang selama ini menopang hidupnya dengan Joana. Lalu dari mana semua biayanya? tentu saja dari aset yang diberikan Gabriel, Alana merasa dia berhak memakainya karena itu setelah memutuskan untuk melanjutkan pendidikan yang sedikit terlambat Alana menjual semua aset pemberian Gabriel dan menggunakannya untuk kehidupannya.

Apakah Alana terlihat seperti menjual cintanya, terserah! Alana hanya mencoba realistis, lagipula setelah pengorbanan hidup yang dia jalani Alana rasa Alana berhak atas semua itu. Jadi tanpa memikirkan lagi egonya Alana mulai semuanya hingga kini dia bisa memiliki butiknya sendiri.

"Selamat pagi Bu Lana, pagi princess," sapa sekertaris Alana yang menyapa Alana dan Joana.

"Pagi Nita," jawab Alana, namun Joana malah mencebik.

"Namaku Joana, tante Nita, Jo-ana." Joana menekankan kata- katanya sebab dia tak suka di panggil princes, ingat dia sudah besar, dia tidak suka disanjung seperti anak kecil.

Nita terkekeh "Baiklah, Joana." Joana tersenyum. "Pagi juga tante Nita." Alana menggelengkan kepalanya melihat tingkah Joana lalu memasuki ruangan.

"Hari ini ada janji temu sama Nona Sera, membicarakan beberapa detail gaun yang mau dia ubah," ucap Nita mengingatkan jadwal kerja Alana.

"Oh, okey, suruh langsung masuk saja kalau dia sudah datang, ya!"

"Baik Bu." setelah mengangguk Nita segera keluar ruangan, sementara Alana mulai menyibukkan diri dengan pekerjaannya.

Disela pekerjaannya Alana menoleh sesekali pada Joana yang fokus dengan buku pelajarannya, bocah itu cukup rajin belajar meski kadang bersikap nakal, tapi guru- guru di sekolah mengakui prestasinya, itu alasan Joana di beri kesempatan satu kali lagi.

Selang beberapa lama terdengar ketukan pintu dan Nita kembali muncul dengan seorang wanita di belakangnya. "Bu, Nona Sera sudah datang," ucap Nita sembari mempersilahkan wanita bernama Sera itu masuk.

Alana tersenyum lalu mempersilahkan Sera untuk duduk. "Jadi kamu ngin merubah di bagian mana saja?" tanya Alana sambil menunjukan gaun yang sudah Sera pesan.

"Aku hanya merasa perutku sedikit membesar, jadi bisakah kamu menyamarkannya dengan aksen bunga di bagian itu." Alana mengangguk "Aku hanya merasa malu melihat bagian ini," tunjuknya pada bagian perut yang entah mengapa terasa membesar.

Alana mengerutkan keningnya melihat bagian perut Sera yang tak rata seperti satu bulan lalu saat wanita itu memesan gaunnya, namun jika tidak di perhatikan lebih detail itu tidak terlihat, namun, meski begitu Alana tidak mungkin mengabaikan permintaan pelanggannya.

"Baiklah." Alana berdehem lalu dengan takut- takut Alana melihat kembali perut Sera "Apa kau tidak merasakan mual atau muntah?" Sera mengerutkan keningnya lalu menggeleng.

"Oh, maaf tapi aku melihat perutmu seperti melihat saat aku pertama kali mengetahui jika aku mengandung Joana," ucap Alana di sertai ringisan.

Sera menghela nafasnya "Tidak mungkin, satu bulan lalu aku melakukan tes namun hasilnya negatif." Alana tersenyum tak enak hati.

"Mungkin Tuhan belum memberiku kepercayaan," ucap Sera lagi, sudah sejak menikah Sera menunggu datangnya buah hati, namun saat itu belum juga tiba, bahkan saat beberapa hari lagi Sera akan merayakan anniversary pernikahannya yang ketiga Sera hanya bisa terus bersabar menanti hari itu tiba.

Alana tersenyum lalu menyentuh perut Sera "Mau bertaruh?" Sera mengeryitkan keningnya "Aku rasa kali ini kamu benar- benar hamil." Sera tertawa.

"Apa kamu berubah jadi dokter kandungan sekarang."

Alana mengedikkan bahu, "Hanya firasat."

Sera mencebik "Aku tak mau berharap lebih."

"Kenapa tidak mencoba saja, bukankah sudah satu bulan."

"Bagaimana jika tidak?"

Alana nampak berpikir "Aku akan memberikan gaun ini geratis untukmu."

"Sungguh?" Sera terkekeh "Kamu akan rugi."

Alana mengedikkan bahu "Tidak masalah hanya satu gaun untuk pelanggan setia." dan Sera tertawa, dia memang sudah berlangganan sejak Alana pertama kali membuka butik ini, dan dia selalu kagum dengan hasil karya Alana yang memukau, maka setiap ada acara Sera selalu memesan gaunnya dari butik Alana seperti satu bulan lalu Sera memesan untuk anniversary pernikahannya yang ke tiga yang akan di adakan beberapa hari lagi.

"Baiklah, untuk gaun gratisku- " ucapan Sera terhenti saat Alana bicara.

"Tapi jika kamu benar- benar hamil, kamu harus membayar gaun ini dua kali lipat," ucap Alana tanpa rasa bersalah.

Sera mengatupkan bibirnya lalu mengeluh "Astaga, kamu memang pintar."

...

Alana mematut dirinya di cermin dengan gaun merah maroon yang melekat di tubuhnya, gaun rancangannya sendiri. Tentu saja ini juga dia lakukan untuk mempromosikan hasil karyanya , gaun yang tidak seksii namun elegan, dan mampu menarik semua mata untuk memperhatikannya. Setelah selesai dengan gaunnya Alana mengenakan sepatu high hells setinggi empat senti berwarna hitam lalu membawa dompet yang berwarna senada dengan sepatunya tersebut.

Keluar dari kamar Alana sudah nampak cantik, dengan rambut yang sengaja dia gerai dan di beri aksen curly di bagian bawah hingga menampakan keanggunan seperti putri dari kerajaan.

"Kakak sudah siap?" tanya Daniel.

Alana mengangguk "Kamu gak repot kan jaga Joana?"

"Gak lah, enam tahun aku jaga dia masa sekarang mau ngeluh." Alana terkekeh, Daniel memang sangat membantu dalam menjaga Joana, apalagi saat Alana harus pergi kuliah, mereka kerap kali bergantian menjaga Joana.

"Jadi kakak nikmati saja pestanya, lebih bagus kalau pulang bawa pacar," ucap Daniel dan mendapat tatapan tajam dari Alana.

Alana memang akan menghadiri pesta anniversary pernikahan Sera malam ini, tapi Alana tak berharap seperti yang Daniel harapkan, tentu saja sudah dia bilang pernikahan tidak ada dalam daftar hidupnya.

Jika tidak terpaksa Alana juga enggan untuk pergi ke pesta, namun Alana menyadari jika dia yang berkecimpung di dunia Fashion memang diwajibkan selalu mengikuti pesta- pesta seperti hari ini, dan harus Alana akui jika dengan menghadiri pesta pelanggan butiknya semakin bertambah, bukankah itu bagus untuk usahanya.

....

Coba di absen siapa yang sudah hadir?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!