Seorang gadis memakai helm, lalu menghidupkan mesin motor sportnya. Motor itu dibawanya dengan kecepatan tinggi melintasi arena lintasan balapan. Dalam satu putaran dia bisa melewatinya dengan mudah.
" Anindya.. Astaga! Deru motornya bikin stop jantungku." ucap Rania, teman dekat Anindya.
Motor sport itu berhenti, sang gadis bernama Anindya masih belum beranjak dari motornya. Anindya mengancungkan ibu jarinya kepada Rania yang berjalan menghampirinya.
" Gila! Kecepatan mu semakin tinggi saja." ucap Rania melihat sahabatnya itu membawa motor sportnya dengan kecepatan tinggi.
" Benarkah! Aku terkesan mendengarnya." Anindya sangat senang ketika dia sudah bisa mencapai kecepatan yang dia mau.
" Ayo kita pulang." ajak Rania yang tak mau berlama-lama di arena balap tersebut.
" Jangan dulu dong, aku baru saja melintas satu putaran. Aku sudah sewa dengan mahal arena ini. Masa hanya satu putaran saja. Itu tidak sebanding dengan uang sewanya, tuan putri."
" Kamu memanggil ku tuan putri? Justru kamu sendiri yang tuan puteri, berani membawa motor sport seharga 200 juta ini dia arena ini, pake sewa pula." ujar Rania.
" Aku kesini hanya untuk mencari ketenangan, healing. Menghilangkan stres." ucap Anindya.
" Menghilangkan stres? Lalu untuk apa kamu membawaku bersamamu."
" Aku membawa mu bersamaku, untuk mengenang kembali kenangan kita semasa di California."
" Kenangan? Itu di California. Cuaca disini berbeda dengan disana."
" Tapi aku lebih suka berada disini, Indonesia." ucap Anindya.
" Lebih suka disini atau memang ingin bersama dengan tunanganmu, Arkatama." goda Raina.
" Lalu bagaimana denganmu? Kamu mengajak ku pulang karena kamu takut jika pemilik tempat ini tahu kalau kamu membolos kuliah dan datang kesini."
" Itupun kamu tahu, Rakhatama akan memarahiku."
" Rakhatama tidak sejahat Arkatama tentunya." ucap Anindya tersenyum membayangkan tunangannya.
" Justru itu, sebaiknya kita pulang."
" Jangan dulu, biarkan aku menikmati arena ini dulu. sebelum besok aku akan menjadi perempuan yang lemah lembut di depan Arkatama." ujar Anindya tersenyum.
Anindya Maheswari Basutara, nama lengkap gadis yang menyukai motor sport ini. Dia merupakan anak seorang bangsawan, memiliki darah keturunan kerajaan tersohor di negeri ini. Sebagai seorang putri bangsawan, Anindya sudah dijodohkan dengan seorang pengusaha terkenal berasal dari Singapura yang menetap di Indonesia bernama Arkatama Mahendra.
Anindya sangat mencintai Arkatama, bahkan dia menyembunyikan sikap aslinya hanya demi menjadi perempuan yang dicintai oleh sang tunangan. Anindya melakukan hal itu, karena tidak ingin Arkatama tahu jika Anindya adalah perempuan yang berbeda tidak seperti perempuan keturunan kerjaan lainnya yang bergaya layaknya seorang putri yang selalu memakai gaun dan bersikap lemah lembut.
Anindya bukanlah perempuan semacam itu, dia sangat berbeda. Dia sangat menyukai hal yang berbau otomotif, bahkan dia juga suka bernyanyi dan bermain alat musik. Untuk mengasah bakatnya, dia sering tampil setiap minggu di sebuah bar. Entah sebagai penyanyi atau sebagai DJ di bar malam langganannya. Untuk menyembunyikan hal itu, dia memakai identitas yang berbeda, dia menamai dirinya sebagai Queen.
Mobil melaju memasuki area gerbang perusahaan. Mobil tersebut berhenti di depan pintu masuk gedung perusahaan. Sang sopir keluar duluan, lalu membuka pintu untuk bosnya. Arkatama Mahendra keluar dengan penampilan rapi dan raut wajahnya tegas tanpa senyuman. Berjalan memasuki kantornya menuju ruangan rapat.
Hari ini perusahaan mengadakan rapat untuk persiapan untuk mempromosikan produk terbaru mereka. Arkatama sang CEO yang terkenal tegas itu duduk mendengarkan karyawan memberikan gagasan ide iklan untuk promosi produk mereka. Namun gagasan tersebut di tolak, dengan tegasnya dia mengatakan jika karyawan masih kurang becus dalam membuat ide.
" Bilang pada staff di bar AtBoy jika aku tiba disana di jam 09.50." ujar Arkatama kepada sekretarisnya sekaligus sopirnya bernama Bagas.
" Baik pak."
Arkatama Mahendra, sosok yang tegas merupakan CEO dari sebuah perusahaan besar dan ternama di Indonesia. Dia dikenal karena sukses dalam memimpin perusahaan. Sikapnya yang cuek dan tegas dalam bertindak ini membuat semua karyawan khususnya perempuan sangat mengaguminya.
Alunan musik DJ menggema, dengan pakaian kantornya yang rapi Arkatama berjalan memasuki bar. Dia menuju tempat yang sudah disediakan dimana disana sudah ada kakaknya Rakhatama yang tengah menunggu sambil menikmati segelas wine.
" Katanya datang jam 9.50, ini sudah jam berapa." ucap sang kakak Rakhatama karena sudah menunggu adiknya.
" Aku sengaja memberitahumu. Karena aku tahu kakak selalu telat untuk datang."
" Bagas, bagaimana dengan pengunjung hari ini?" tanya Arkatama ingin tahu pengunjung bar milik kakaknya.
" Lumayan banyak." jawab Bagas.
" Bagaimana dengan bar pesaing?"
" Bar pesaing?" tanya Rakhatama.
" Bar Libra, bar disebelah."
" Jadi kamu berpikir itu adalah bar pesaing kita?"
" Ini hari Sabtu, Queen akan tampil jam 11 malam nanti. Tentu akan banyak pengunjung disana." ujar Bagas melaporkan.
" Queen? Siapa itu?" tanya Rakhatama.
" Aku juga penasaran siapa itu Queen."
Alunan DJ mengalun, banyak pengunjung yang menikmati banyak pula yang meneriaki nama Queen. Tampilan Queen kali cukup memukau para penontonnya. Anindya yang berpesan sebagai Queen tersenyum melihat para pengunjung begitu menikmati alunan musik yang dimainkannya.
" Gila! kamu keren banget Queen." puji Jacob selaku manager di bar libra tersebut.
" Makasih." ucap Anindya yang kini berperan sebagai queen.
" Anin, ayo kita pulang." ajak Rania, kemana Anindya pergi Rania selalu ikut bersamanya.
" Tunggu sebentar dong, aku baru saja selesai perform." ujar Anindya.
" Tapi tuan putri, kita harus pulang karena aku takut Rakhatama, kakak iparmu itu memarahi ku. Dia akan mengecek, jika aku belum pulang ke rumah." ujar Rania selalu pacaran dari Rakhatama.
" Baiklah, aku akan pulang."
" Tapi tunggu dulu, malam ini kamu sudah membuat minuman di bar ku laku keras. Aku harap besok malam minggu kamu bisa datang perform kembali." pinta Jacob, dia ingin mengambil keuntungan akan kehadiran Anindya di barnya.
" Untuk hari tentu dia tidak bisa." ucap Rania.
" Emangnya kenapa?"
" tuan putri ini khusus hari minggu, dia akan berperan menjadi perempuan yang sangat feminim dan lemah lembut di depan tunangan. Hari minggu adalah hari khusus untuk kencannya dengan Arkatama. Bahkan dia juga berani menunda mata kuliahnya jika ada kuliah di hari minggu." ujar Rania yang sangat tahu tentang Anindya.
" Tentu saja, aku tidak bisa untuk perform malam itu." ucap Anindya.
" Kalau begitu ajak saja dia kesini untuk melihat perfomance mu." usul Jacob.
" Tidak boleh!"
" Emangnya kenapa?"
" Aku tidak ingin dia tahu jika aku seorang penyanyi dan DJ, dan aku tidak ingin dia tahu jika aku adalah queen."
" Kenapa?"
" Karena dia tahu jika aku adalah perempuan yang berperilaku baik, aku tidak ingin dia tahu tentang ku yang sebenarnya. Aku ingin menjadi orang yang dicintai." jawab Anindya.
Mungkin akan terasa sulit bagi Anindya untuk menjadi pribadi yang bukan dirinya. Namun, semua itu Anindya lakukan untuk menjadi perempuan yang baik untuk tunangannya. Dia tidak menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya kepada tunangannya itu. Tak ingin membuat sang tunangan kecewa melihat watak asli Anindya. Makanya Anindya sengaja mengubah namanya ketika tampil di atas panggung bar.
Anindya tidak hanya menyembunyikan indentitasnya sebagai Queen, namun dia juga sudah berbohong kepada kekasihnya tentang jurusan yang diambilnya. Dia berbohong kepada tunangannya dan juga keluarga jika dia mengambil jurusan sistem komputer, padahal jurusan yang sebenarnya dia ambil adalah jurusan teknik mesin. Semua itu dia lakukan agar keluarga tidak mengetahui jika dirinya adalah perempuan yang suka dengan otomotif karena itu sangat bertentangan dengan identitas dia sebagai seorang putri bangsawan. Dan juga dia berbohong kepada tunangannya, demi menjadi perempuan yang dicintai tunangannya.
Seperti yang diungkapkan Rania di bab berikutnya, jika hari minggu merupakan hari kencan untuk Anindya dan tunangannya, Arkatama. Namun dengan terpaksa kencannya ditunda malam hari karena Anindya harus mengikuti ujian praktek. Kali ini dosen meminta mereka untuk mengatik mobil.
Dosen meminta mahasiswa untuk bisa membuat kembali mesin mobil yang mati, menjadi menyala dalam kurun waktu beberapa detik. Giliran Anindya, waktu terus berjalan namun mesin yang dibuat belum bisa menyala. Teman-teman satu kelompok dengan terus menyemangati Anindya. Hingga di menit-menit terakhir Anindya berhasil menyelesaikan ujian tersebut.
" Makan malam yuk!" ajak Vania selalu teman dekat Anindya di kampus.
" Iya nih, kita sudah lama tidak makan malam bersama." ucap Denis.
" Sayangnya aku tidak bisa, kalian pasti tahulah." ucap Anindya.
" Aku lupa, hari ini hari kencanmu bersama tunanganmu itu, kan. Kalau begitu pergilah." ucap Bintang.
Anindya segera pergi bersama dengan mobil jemputannya, namun sebelum pergi dia harus pulang ke rumahnya, membersihkan diri serta menganti pakaiannya dengan gaun yang cantik. Dia melihat jam tangannya, waktu yang dijanjikan masih lama jadi masih ada waktu sedikit untuk perjalanan menuju rumah tunangannya.
Arkatama seorang yang selalu membuat janji dengan waktu yang tepat. Jika hadir telat sedikit saja dia akan marah, baginya waktu itu adalah uang. Maka dari itu, Anindya tidak ingin telat jika sampai di apartemen tunangannya itu, karena titik pertemuan mereka adalah di apartemen Arkatama.
Anindya sangat senang, karena malam ini dia akan bertemu dengan tunangannya. Sudah seminggu mereka tidak bertemu karena kesibukan tunangannya itu. Anindya sudah memaklumi, setiap ketemu Arkatama selalu membuat jadwal tersendiri. Makanya setiap hari minggu, menjadi hari kencan bagi mereka berdua.
" Pak arka, nona Anindya sudah menunggu anda di luar." ucap Bagas memberikan laporan akan kedatangan Anindya.
" Suruh dia masuk." ucap Arkatama yang sedang berada di ruangannya kerja sedang sibuk mengurus pekerjaannya.
" Baik pak." Bagas segera keluar meminta Anindya untuk masuk menemui Arkatama.
Anindya masuk ke ruangan kerja Arkatama dengan senyuman manis yang dia tujukan untuk tunangannya itu. " Selamat malam, Arka." ucapnya.
Arka melihat jam tangannya sambil berucap, " jam 7 lewat 11 menit."
" Maaf, tadi aku ada ujian praktek dan dosen tidak mengizinkan untuk pulang duluan. Jadi, aku terpaksa sampai jam waktu pulang." ujar Anindya.
Waktu yang dijanjikan untuk bertemu tepat pukul tujuh namun Anindya terlambat sepuluh menit sampai ke rumah Arkatama.
" Oh, aku tidak masalah. Tetapi sebaiknya kamu mengabari agar aku tidak khawatir, takutnya terjadi sesuatu dijalan." ujar Arkatama.
Anindya ngedumel dalam hati karena dia hanya terlambat sepuluh menit saja, untuk apa harus mengabari.
" Ayo kita pergi, aku sudah pesankan tempat di restoran korea, makanan kesukaanmu." ujar Arkatama berdiri meletakkan dokumen yang dia kerjakan.
Lagi-lagi Anindya ngedumel dalam hati, padahal tidak pernah mengatakan jika dia menyukai makanan korea. Dia hanya menuruti Arkatama karena selama berkencan Arkatama selalu mengajak makan makanan korea. Namun belum sempat pergi, Bagas tiba-tiba masuk dengan mengatakan jika ada malah di perusahaan. Terpaksa makan malam mereka harus tertunda sementara karena Arkatama harus mengerjakan pekerjaan itu sampai selesai.
" Kamu bisa menunggu sebentar. Aku harus menyelesaikan ini dulu." ucap Arkatama.
Anindya mengangguk dan tersenyum, dia harus tetap tersenyum di mata calon suaminya itu. Anindya duduk di sofa sementara Arkatama masih sibuk mengerjakan pekerjaan yang harus diselesaikan malam itu juga. Anindya merasa bosan, diam-diam dia mengambil earphone di tas kecilnya serta ponselnya. Memasang earphone di telinga sambil sesekali melirik Arkatama yang sedang bekerja. Anindya mulai memutar musik favorit, saking enaknya dia sampai menggoyangkan kepala serta kakinya menikmati alunan musik.
Tanpa Anindya sadari Arkatama terus memandanginya sedari tadi. Tidak senyuman yang ditunjukkan oleh laki-laki itu ketika melihat calon istrinya yang tengah menikmati lagu. Seketika itu pula, Anindya terkejut melihat Arkatama yang menatapnya. Anindya kembali menata cara duduknya dengan baik dan lagi-lagi tersenyum manis dihadapan tunangannya itu.
" Ini lagi yang sangat bagus, apa kamu ingin mendengarkannya?" tanya Anindya dengan penuh kecanggungan, hampir saja dia ketahuan oleh Arkatama.
Arkatama berdiri berjalan menghampiri Anindya yang duduk di sofa.
" Maafkan aku." ucap Anindya merasa bersalah karena sudah membuat keributan saat Arkatama tengah bekerja.
" Apa kamu merasa bosan?" tanya Arkatama.
Dalam hati Anindya ingin berteriak jika dirinya memang merasa sangat bosan, namun demi Arkatama, dia tersenyum lalu menjawab, "Tidak, aku masih bisa menunggu."
" Maafkan aku. Tapi pekerjaan ini harus aku selesaikan."
" Tidak apa-apa. Aku sudah terbiasa menunggu. Bukankah selama ini aku sudah menunggu mu seumur hidupku. Itu karena aku mencintaimu." ujar Anindya sambil tersenyum berdiri dihadapan tunangannya.
Arkatama tidak menjawab, justru berjalan keluar tanpa memperdulikan Anindya yang berjalan mengikuti dari belakang. Anindya menatap punggung tunangannya itu, " Apakah aku mengatakan hal yang salah?"
Anindya berjalan menghampiri Arkatama yang sedang membaca sebuah dokumen. " arka." ucapnya.
" Ada apa? kamu ingin pulang?"
" Belum, aku menghampiri mu karena ingin tahu apa yang kamu lakukan."
" Aku sedang membaca dokumen. Jika kamu bosan lebih baik kamu pulang, aku akan meminta Bagas mengantarkan mu pulang."
" Tidak perlu, aku masih belum ingin pulang ke rumah. Aku akan tetap menunggu."
" Tapi pekerjaan ku ini masih belum selesai. Aku tidak yakin kita bisa akan keluar malam ini."
" Tidak apa-apa. Aku masih bisa menunggu untuk mengantarkan ku pulang."
" Apa kamu lapar? Kalau begitu aku akan memesan makanan."
" Tidak perlu. Aku tidak ingin menganggu mu, biarkan aku tetap disini menunggu."
" Terserah kamu saja kalau begitu." ucap Arkatama dengan nada kesal karena Anindya selalu saja berkata ingin menunggunya.
" Arka, apa aku mengatakan hal yang salah? Apa aku terlalu berisik atau mungkin kamu tidak suka aku berada disini?"
" Kenapa kamu bertanya seperti itu?"
" Kamu terlihat sangat kesal denganku. Apa kamu mengatakan hal yang salah?"
" Aku tidak merasa kesal sama sekali."
" Kamu tidak perlu berbohong. Setiap kali aku mengatakan kalimat itu kamu terlihat tidak menyukai."
" Apa maksudmu? Kalimat apa yang kamu maksud?"
" Setiap aku bilang aku mencintaimu, kamu tidak pernah mengatakan hal sebaliknya padaku. Apa kamu tidak mencintaiku?" tanya Anindya, karena selama ini setiap dia mengatakan cinta kepada Arkatama, Artama tidak pernah membalas malah justru pergi dan tidak memperdulikan Anindya.
Kali ini Anindya ingin mempertanyakan perasaan Arkatama padanya, karena selama ini hanya dirinya terlihat begitu mencintai Arkatama.
" Apa kamu tidak mencintai ku?" tanya Anindya di hadapan Arkatama, tunangannya.
" Apa alasan mu menerima pertunangan ini? Apa karena kamu ingin.."
" Alasanku menerima pertunangan kita, itu karena kakekmu." jawab Arkatama.
Saat itu Arkatama masih berusia 4 tahun, dimana keluarganya mulai menetap dalam menjalankan bisnis di Indonesia. Saat itu orang tua Arkatama mulai menjalin kerja sama dengan kakek Anindya. Mereka bekerja sama dalam sebuah bisnis. Sebagai rekan kerja tentu keluarga Arkatama sangat dekat dengan keluarga Anindya.
Di usia Arkatama menginjak 4 tahun, Anindya baru lahir di dunia. Saat itu Anindya masih sangat bayi. Namun sang kakek langsung memberikan wasiat kepada Arkatama untuk menjaga Anindya.
Hingga tahun terus berganti, Anindya kecil sering bermain bersama dengan Arkatama. Bahkan kemanapun Arkatama pergi, Anindya selalu ikut. Hingga diusia mereka yang menginjak remaja, kakek Anindya meminta mereka untuk bertunangan. Ditambah Anindya selalu mengatakan kepada keluarganya jika dia sangat mencintai Arkatama.
Sedangkan Arkatama yang masih berusia belasan itu dengan polosnya mau bertunangan dengan Anindya. Sosok kakek Anindya yang dermawan membuat keluarga Arkatama tidak bisa menolak permintaan sang kakek. Mereka akhirnya menerima jika Arkatama harus bertunangan dengan Anindya ketika usia mereka berdua masih belasan tahun.
" Itu karena kakekmu. Sosok kakek yang dermawan membuat aku dan keluarga ku tidak bisa menolak pertunangan ini. Tugasku hanya ingin memenuhi janjiku kepada kakekmu." ujar Arkatama.
" Jadi hanya itu? aku pikir kamu..."
" Kita sudah dekat sejak kecil, ditambah kamu anak tunggal yang tidak punya saudara. Itu membuatmu sangat bergantung padaku. Aku bahkan sudah mengenalimu sejak lahir, jadi mungkin kamu berpikir bahwa kamu.." arkatama tidak mau melanjutkan omongannya. Dia memilih pergi berjalan masuk keruangan kerjanya.
" Arka.." panggil Anindya, dia tidak terima obrolan tersebut belum diselesaikan.
" Arka." Anindya mengikuti langkah kaki Arkatama menuju ruangan kerjanya.
" Arka, tapi kita saling mencintai, kan?" tanya Anindya lagi.
"Sepertinya kamu salah memahami."
" Apa maksudmu, bukankah kita sudah dijodohkan dan kamu akan melamar ku?"
" Tentu, aku akan melakukannya.Tetapi bagiku menikah tidak harus saling mencintai."
" Jika kita tidak saling mencintai, lebih baik kita batalkan saja perjodohan ini!" ucap Anindya sambil menangis.
" Kenapa kamu berkata seperti itu? Aku tidak akan membatalkan pertunangan kita. pertunangan kita harus tetap berlanjut, meskipun nanti kita menikah kita tidak akan tinggal bersama." ujar Arkatama menolak.
" Jadi kamu menolak? Kamu pikir hanya kamu yang bisa mengambil keputusan? Pertunangan ini bukan hanya kamu, tapi juga aku, aku berhak memberikan keputusan."
" Jangan memancing emosiku. Lebih baik kamu pulang, aku akan meminta Bagas untuk mengantarkan mu pulang."
" Jadi selama ini aku sudah menganggu hidupmu. Pantasan saja aku pernah berpikir setiap apa yang aku lakukan tidak pernah membuat mu merasa senang. Aku terlalu banyak mengeluarkan waktu ku bersama denganmu."
" Anindya! Apa kamu marah karena kita tidak jadi berkencan, hah!"
" Terserah kamu berpikir seperti apa. Apa aku pernah mengatakan padamu jika aku sedang marah! Aku sudah tidak tahan lagi!"
" Tidak tahan? Kamu seolah berpikir jika kamu.."
Seketika perdebatan itu terpotong oleh kedatangan Rakhatama yang tiba-tiba masuk keruangan kerja Arkatama.
" Arka, apa perusahaan ada masalah!" teriak Rakhatama.
" Masalah perusahaan tidak terlalu besar dengan masalah Anindya." jawab Arkatama menatap tajam ke arah Anindya yang berdiri dihadapannya.
" Anindya, ada masalah apa?"
Anindya menatap benci kepada Arkatama. " Sekarang kamu boleh berpikir alasan yang bagus kenapa aku ingin membatalkan pertunangan kita."
" Aku tidak perlu berpikir, aku akan menjawab dengan sangat jujur. Bahwa aku ingin menikah dengan manusia bukan boneka." ujar Arkatama.
" Jadi selama ini kamu menganggap ku seperti boneka!" Anindya tidak terima dengan penghinaan tersebut.
" Tentu saja. Kamu seperti boneka Annabelle." ucap Arkatama menunjukkan smirknya.
Anindya menangis, tidak tega dengan penghinaan yang dia terima. Dia pamit pulang kepada Rakhatama yang masih berada disitu. Dia pergi begitu saja, ada perasaan marah ketika Arkatama mengatai dirinya seperti boneka Annabelle.
" Seseorang diluar tolong antarkan dia pulang. Tentu saja orang yang tidak takut dengan hantu." teriak Arkatama dari dalam ruangan kerjanya.
Anindya yang mendengar itu merasa kesal dan marah. Sungguh begitu tega calon suaminya itu yang sangat dia cintai berani menghina dirinya.
Sepanjang perjalanan pulang, Anindya hanya bisa menangis. Kalimat terakhir dari Arkatama masih teringat dipikirnya membuatnya menangis semakin kencang. Bahkan Bagas yang mengantarkannya pulang hanya bisa diam dan memandangi Anindya melalui kaca mobil.
Tiba-tiba saja Bagas berhenti mendadak membuat Anindya berteriak, " Dasar bajingan!"
Bagas terkejut mendengar kata makian keluar dari mulut Anindya yang merupakan seorang putri bangsawan.
" Maafkan aku, tadi ada seekor anjing yang tiba-tiba saja melintas." ucap Bagas meski dalam hati dia ingin tertawa.
Anindya diantar sampai ke rumah, namun bukannya masuk ke dalam rumah, Anindya malah mengirim pesan kepada Rania untuk bertemu di rumah rahasia.
Selama ini Anindya memiliki rumahnya sendiri, dia membeli rumah tersebut untuk dia tinggali tanpa keluarga ataupun Arkatama tahu. Rumah itu dijadikan tempat singgahannya ketika dia ingin menjadi dirinya sendiri.
Anindya diantar oleh supir pribadinya ke rumah rahasianya itu. Didepan rumah sudah ada Rania yang senantiasa menunggu kedatangannya. Melihat sahabatnya, Anindya kembali menangis.
" Ada apa?" tanya Rania yang khawatir melihat sahabatnya itu tiba-tiba menangis dihadapannya.
" Arka... Dia bilang jika dia menerima pertunangan kita karena itu adalah tugasnya." ujar Anindya sambil menangis.
Rania merasa iba dengan sahabatnya, mencoba untuk menenangkan sahabatnya itu. " Kamu yang tenang. ceritakan itu dengan perlahan. Lebih baik kita masuk dulu, baru kamu ceritakan." ujar Rania.
" Apa kamu serius? Kamu seperti terlalu banyak menanggung beban, lebih baik kamu istirahat saja dulu." ujar Rakhatama yang mengkhawatirkan adiknya.
" Tidak, aku harus menyelesaikannya malam ini." ucap Arkatama.
" Maksudmu, masalah mu dengan Anindya?"
" Masalah pekerjaan." jawab Arkatama.
" Sebenarnya ada masalah apa diantara kalian berdua. Aku belum pernah melihatmu seperti tadi." ujar Rakhatama.
" Tiba-tiba saja... Anindya ingin membatalkan pertunangan kami." jawab Arkatama.
" Itu karena dia merasa diremehkan."
" Aku tahu."
" Lalu kamu ingin membatalkan pertunangan mu?"
" Aku tidak pernah membatalkan pertunangan ku dengan Anindya."
" Jangan bilang kamu serius dengan pertunangan yang sudah diatur oleh kakek Anindya serta keluarga kita. Asal kamu tahu pertunangan itu dilaksanakan karena terjalin kerjasama diantara keluarga kita dengan keluarga Anindya. Aku tidak mengerti dengan jalan pemikiran mu. Kamu sudah tahu pernikahan kalian itu dilaksanakan karena keterpaksaan dari keluarga saja. ini hanya masalah bisnis. Jika kalian mencintai bagiku itu tidak masalah untuk melanjutkan pertunangan itu sampai pernikahan." ujar Rakhatama.
" Kakak tidak mengerti. Bukan itu alasannya. Ada sesuatu yang lebih dari itu." ujar Arkatama.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!