Seorang wanita muda kini tengah duduk didepan sebuah cermin besar yang dikelilingi cahaya lampu yang memperlihatkan wajah cantiknya yang begitu memukau dengan balutan gaun pengantin yang begitu pas di badannya
Wanita cantik itu menampilkan wajah datar, tak ada senyum terpancar dari bibir mungilnya padahal ini adalah hari pernikahannya yang harusnya jadi hari paling membahagiakan untuknya
wanita itu tampak begitu cantik dengan balutan gaun berwarna pink salem dengan segala hiasan dan pernak-pernik di tubuhnya yang membuat ia makin mempesona walaupun hiasan yang wanita itu pakai terbilang sederhana namun begitu terlihat mewah setelah di pakai wanita itu
“Anda cantik sekali nona” puji seseorang yang kini sedang merias wanita itu sambil melihat hasil kerja kerasnya dalam merias wanita yang ada di depan cermin
pandangan kagum tak hentinya terpancar dari wanita yang berprofesi sebagai perias wajah dan kebetulan sedang bekerja merias wanita yang ternyata akan menikah hari ini
Wanita yang di katakan cantik oleh perias wajahnya hanya tersenyum simpul tanpa menanggapi lebih pujian sang perias
“Adara sudah siapkan, mempelainya prianya sudah datang” seru seorang wanita paruh baya bernama Marisa Harun, ibu dari mempelai wanita yang datang untuk menanyakan kesiapan putrinya
wanita cantik dengan balutan gaun pengantin yang tak lain dan tak bukan adalah Adara Evelyn berbalik menatap arah sumber suara yang mengajaknya bicara “sudah siap kok bu” Adara mengangguk pelan menjawab pertanyaan ibunya tentang kesiapannya berias untuk acara pernikahannya
Marisa berjalan ke arah anak perempuannya “ayo sayang” Marisa menggandeng tangan putrinya menuju altar yang sudah di siapkan di depan rumah sederhananya
“sampai di sini ibu antar kamu ya nak” Marisa menghentikan langkahnya di depan pintu, membiarkan Adara berjalan seorang diri untuk ke posisi selanjutnya yang nantinya ayahnya lah yang akan mengantar pada calon suaminya
Adara berjalan menuju ke arah altar pernikahan dengan wajah datarnya “maafkan aku mas, Maafkan aku yang tak bisa menjaga pernikahan kita mas” batin adara sendu mengingat kenangan pernikahannya dulu yang harus terpisahkan karena takdir yang tidak bisa ia elak walaupun ia tidak ingin
Di depan karpet merah sederhana itu ayah Adara sudah menunggu sambil mempersilahkan lengannya untuk di gandeng oleh Adara putri bungsunya
Adara menyambut tangan ayahnya untuk mengantarnya ke pelataran pernikahan di mana sang calon suami serta pendeta yang akan memandu ikrar suci pernikahannya sudah menunggu di atas panggung sederhana yang di buat oleh keluarga dan juga tetangga sekitar yang ikut membantu acara pernikahan Adara
Ayah Adara yang bernama Sofyan Barata menepuk pelan lengan putrinya “mungkin hari ini kamu kecewa sekali dengan ayah karena sudah memaksamu menikah kembali padahal kalian berpisah belum lah lama tapi pada saatnya nanti, pasti akan tiba waktunya kamu berterima kasih pada ayah karena sudah menyarankan mu untuk kembali menikah dengannya ” ucap ayah Adara yang tak ditanggapi oleh Adara sama sekali
Sesampainya di altar pernikahan Sofyan menyerahkan tangan Adara pada pria di hadapannya "aku serahkan putriku untuk kau jaga dan sayangi seumur hidupmu, cintailah dia dan selalu kamu bahagiakan lah dia" ucap Sofyan saat menyerahkan tangan putrinya pada pria yang sebentar lagi akan jadi suami sang putri
Pria tersebut menyambut tangan Adara dengan senyum meneduhkan di wajahnya "saya akan menjaganya dan membahagiakan dia seumur hidup saya yah" balas pria tersebut dengan lembut
Proses janji suci mereka pun dimulai dengan serangkaian acara yang sudah ditetapkan sampai tiba pada pertanyaan terpenting dalam proses ikrar Suci pernikahan
“saudara Jery Zhou Yang apakah kamu bersedia menjadikan Adara Evelyn sebagai istrimu, mencintainya, mengasihinya dan selalu ada bersamanya seumur hidup baik dalam suka maupun duka” Tanya seorang pendeta pada mempelai pria bernama Jery Zhou Yang yang akan jadi suami Adara
“saya bersedia” jawab Jery dengan lantang
sang pendeta beralih ke Adara “dan kau saudari Adara Evelyn, apa kamu bersedia menjadikan Jery Zhou Yang sebagai suamimu, mengasihinya dan mencintainya seumur hidup, menemaninya baik suka maupun duka” Tanya pendeta pada Adara
Adara menghela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan pendeta “saya bersedia” balas Adara
setelah serangkaian proses ikrar suci, Adara dan Jery kini dinyatakan sah sebagai pasangan suami istri, baik secara agama maupun di mata hukum
"Mempelai pria di persilahkan mencium mempelai wanita" seru pendeta mengarahkan rangkaian proses yang harus di laksanakan
Jery mendekat ke arah Adara dan mulai mendekatkan wajahnya untuk melaksanakan proses akhir acara pernikahannya
Saat prosesi mencium pasangan itu, Adara memejamkan mata membayangkan kilatan masa lalunya yang hanya bagai sebuah mimpi singkat tapi sayangnya itu sebuah kenyataan yang mau tak mau harus Adara jalani
Pernikahan Adara kali ini bukanlah pernikahan pertamanya tapi merupakan pernikahan keduanya.
Adara menikah untuk kedua kalinya diusia yang masih menginjak 24 tahun, usia yang masih terbilang sangat muda bagi wanita yang menikah untuk kedua kalinya
Adara menikah untuk kedua kalinya bukan karena sebuah kegagalannya dalam membina biduk rumah tangga tapi karena takdir yang harus memaksanya untuk berpisah dengan pria yang sangat ia cintai
biarpun rasa cinta itu masihlah begitu kuat tapi apalah daya jika tuhan memaksa perpisahannya dengan mengambil sang suami tercinta untuk kembali ke sisi-Nya
Adrian susanto adalah nama suami Adara Evelyn yang meninggal karena kecelakan tunggal yang Adrian alami saat Adara masih mengandung 7 bulan
Usia pernikahan mereka saja bahkan belum genap menginjak satu tahun dan kisah pernikahan mereka masihlah manis-manisnya karena terbilang masih pengantin baru apalagi mereka sedang menanti kehadiran anak pertama mereka
Adara dan Adrian memutuskan menikah setelah menjalani masa pacaran selama kurang lebih lima tahun yang mereka jalani semenjak di bangku SMA
Setelah Adara menyelesaikan pendidikannya dan mulai bekerja, ia langsung memutuskan menikah dengan Adrian sebab Adrian juga ingin segera melegalkan Adara sebagai istri sahnya, karena Adrian ingin menjaga kehormatan Adara sebab mereka terbilang cukup mesra sedari pacaran walau tidak sampai menjurus ke arah di luar batas
Tapi apalah daya pernikahan Adara hanya bertahan seumur jagung, singkat sekali rasanya walau mereka sudah pacaran bertahun-tahun tapi tetap saja menikah selama 9 bulan itu terlalu cepat bagi Adara
Adara masih ingat betul kebahagiaannya saat pertama kali menikah dengan Adrian kala itu dan kini berbanding terbalik dengan perasaannya saat ini yang begitu hampa saat menikah dengan pria di hadapannya
Kabar kematian Adrian dulu langsung meluluh lantahkan kebahagiaan Adara yang akan menyambut kehadiran buah cintanya bersama Andrian saat itu
Siapa yang mau jika harus kehilangan suami yang amat di cintainya, jika bertanya pada setiap orang yang lewat di pinggir jalan pun jawabannya pasti tidak ada yang mau
tapi apalah daya jika Tuhan menggariskan takdir hidup itu untuk Adara, yang harus kehilangan suami dan di paksa untuk menikah kembali dengan pria yang tidak ia kenal sebelumnya dengan dalih sang anak butuh sosok seorang ayah
ingin menentang dunia dan mengatakan 'aku bukan wanita lemah, dan bisa membesarkan seorang anak walau tanpa ada pria menemani' tapi apalah daya jika dunia terutama keluarga seolah tak percaya dengan apa yang ada dalam niatannya
ingin terus menentang tapi apalah daya dia bukan anak yang bisa terus membantah orang tua yang ingin segala terbaik untuknya dan pada akhirnya dia kalah untuk menerima pernikahan yang sama sekali tidak ia inginkan
Flash Back on
Terdengar sebuah lagu khas panggilan masuk di ponsel Adara “ halo” sapa Adara saat mengangkat panggilan dari nomor yang tak dikenalnya
“apa anda kenal dengan tuan Adrian Susanto?” Tanya seorang perempuan dari balik ponsel Adara membuat dahi Adara mengernyit
Ada perasaan tak enak di hati Adara kala mendengar suara orang yang menelponnya malah menanyakan perihal suaminya, apakah terjadi sesuatu dengan suaminya... semoga saja tidak
bukan karena mencurigai suaminya tapi entahlah ia juga belum tahu hal apa yang membuatnya tiba-tiba tak nyaman “ dia suami saya, Ada apa ya” balas Adara masih berusaha tenang walaupun jantungnya mulai berpacu dengan tidak beraturan
“saya perawat dari rumah sakit Medika Healt, saya mewakili pihak rumah sakit mau mengabarkan perihal kecelakaan suami anda yang berujung pada tidak tertolong nya nyawa suami anda. Anda diharapkan segera datang untuk mengurus jenazah beliau” balas perawat langsung mengatakan maksud dirinya menelpon Adara tanpa embel-embel terlebih dahulu membuat Adara mematung seketika
“DEG” jantung Adara seakan berhenti berdetak kala mendengar kabar meninggal sang suami dengan begitu tiba-tiba tanpa aba-aba sama sekali membuat dunianya runtuh begitu saja
Adara jatuh lemas setelah mendengar hal itu, Adara menjatuhkan ponselnya yang masih tersambung saking tak kuatnya menahan kabar kematian suaminya yang begitu tiba-tiba
Bagaimana bisa suami yang belum genap setahun menjadi suaminya di tambah kondisinya saat ini sedang menantikan kelahiran buah cinta mereka, meninggal begitu saja “hiks hiks hiks” Adara yang tak kuat menahan sesak di dadanya mulai meraung dan menangis dengan histeris saat mendengar kabar kematian suaminya yang begitu tiba-tiba padahal pagi tadi ia masih bercanda gurau dengan sang suami ketika sarapan bersama
Semua orang di dekat Adara memandang heran lalu menghampiri Adara yang terduduk dilantai untuk menanyakan keadaan Adara tapi Adara tak hentinya menangis dengan keras membuat mereka bingung sendiri harus melakukan apa
salah satu teman kerja Adara berinisiatif untuk mengambil ponsel Adara untuk mencari tahu kenapa Adara sampai menangis dengan begitu histeris dan tak kunjung berhenti walaupun mereka sudah bertanya apa yang terjadi namun tak kunjung mendapat jawaban dari Adara
“maaf bisa tanya ini dengan siapa, teman saya kok menangis histeris setelah berbicara dengan anda. Ada apa ya” Tanya salah satu teman sekantor Adara pada orang di balik ponsel Adara
“saya perawat dari rumah sakit Medika Healt, barusan saya mengabari saudari Adara perihal tuan Adrian susanto, suami dari nona Adara telah meninggal akibat kecelakaan dan kini sedang menunggu nona Adara untuk mengurus kepulangan jenazahnya” balas perawat itu kembali mengulang apa yang sudah ia sampaikan pada Adara
“ya tuhan” teman Adara refleks menutup mulutnya dan memandangi Adara yang tengah menangis histeris apalagi sekarang kondisi Adara sedang hamil besar tapi malah tuhan memanggil suaminya di saat anak mereka belum lahir ke dunia
“baiklah kami akan segera ke sana untuk mengurus jenazahnya, terima kasih atas pemberitahuannya” langsung saja teman Adara itu mengakhiri panggilan dan segera memeluk Adara yang sedang meraung
“tenang Adara, yang kuat ya” teman adara itu terus menepuk punggung Adara mencoba menenangkan Adara walaupun mungkin akan sangat sulit jika seperti ini
“aku gak bisa tanpa mas Adrian, tadi pagi mas Adrian masih bercanda sama aku sebelum berangkat kerja dan kita juga sedang bicara tentang dekorasi kamar anak kita akan seperti apa tapi kenapa siang ini aku dapat kabar seperti ini” keluh Adara terisak dengan gemuruh di dadanya saat masih cinta-cintanya tapi ia malah harus kehilangan suaminya karena Tuhan jauh lebih mencintai suaminya
“aku tahu kamu terpukul Adara, tapi kamu harus kuat demi anak kamu, dia masih membutuhkan ibunya” ucap teman Adara membuat Adara makin menangis histeris kala mengingat anak yang belum dilahirkan haruslah menjadi anak yatim karena kehilangan sang ayah yang sudah kembali kepangkuan-Nya
Adara mengusap perut besarnya dengan suara sesenggukan “brugh” tiba-tiba saja Adara jatuh pingsan dan itu membuat semua orang begitu panik akan keadaan Adara
“Adara” teriak panik para rekan kerja Adara saat melihat Adara jatuh pingsan
Buru-buru para rekan kerja pria Adara mengangkat tubuh Adara untuk di bawa ke rumah sakit, tidak lupa pihak teman kerja Adara menghubungi pihak keluarga untuk mengabari keadaan Adara yang tiba-tiba jatuh pingsan setelah mendengar kabar kematian Adrian dan mengurus jenazah Adrian di rumah sakit
***
Adara mulai mengerjapkan matanya, kepala Adara sungguh terasa sakit dan berdenyut kuat “eeeughhhh” Adara melenguh memegangi kepalanya yang terasa begitu sakit
“apa yang kamu rasakan nak” Tanya wanita paruh baya yang duduk di tepi ranjang kala melihat Adara yang sudah siuman dari pingsannya
Adara mengedarkan pandangannya ke sekitar ruangan yang bernuansa putih lalu beralih menatap sang ibu yang ada disampingnya dan tak jauh dari tempat sang ibu, ada kakak perempuan serta ayahnya menatap dirinya dengan pandangan yang sulit ia artikan
Adara membenarkan posisinya dan mencoba untuk duduk menghadap ibunya “ bu, mas Adrian mana ya, Tadi Adara mimpi buruk bu” Adara menatap manik mata ibunya yang bernama Marisa Harun dengan wajah terkejut seusai bermimpi buruk
Seketika Adara tertawa renyah karena merasa mimpinya begitu lucu “masa tadi aku mimpi kalau mas Adrian ninggalin aku dan anak kita" Adara mengusap perut besarnya " dia ninggalin aku dan anakku untuk selama-lamanya bu, lucu kan ya” cicit Adara merasa kematian suaminya adalah sebuah mimpi buruk dan mencoba mengalihkan ketakutannya dengan tertawa
Melihat keadaan putrinya tentu Marisa tak kuasa lagi menahan laju air matanya dan langsung memeluk Adara tanpa bisa berucap lebih walaupun mulut ingin bicara sejak tadi
Adara mengerutkan keningnya kala melihat ibunya menangis dengan memeluknya erat “ ibu kenapa jadi nangis kan Adara cuma mau nanya mas Adrian mana, kenapa ibu malah jadi nangis kaya gini, Adara cuma mau cerita ke mas Adrian kalau tadi Adara mimpi aneh. Mimpi kalau mas Adrian meninggal, kan gak mungkin ya bu mas Adrian ninggalin aku orang tadi pagi kami juga masih ketawa bareng” kekeh Adara
Marisa makin mempererat pelukannya “ kamu gak mimpi nak, suami kamu memang sudah meninggal beberapa jam lalu” ucap Marisa dengan isak tangis meratapi kemalangan putrinya yang harus kehilangan suami di usia yang masih sangat muda
23 tahun usia Adara saat ini tapi ia sudah harus menyandang status janda karena tuhan yang berkehendak untuk menjadikan Adara menyandang status itu
Adara diam sejenak ketika mendengar ibunya bicara, Adara menolak percaya kalau pria yang sangat ia cintai tega pergi meninggalkannya begitu saja
"Kamu harus kuat Adara" ucap Marisa dengan suara lirih
Adara terkekeh "ibu jangan bercanda ah, ini tuh gak lucu tahu bu" pinta Adara dengan kekehan
Marisa mengurai pelukannya dan menatap lekat wajah Adara putrinya "ibu gak sedang bercanda nak, keluarga suamimu sudah di kabarin dan sudah datang ke rumah sakit, dan memang benar suami kamu sudah meninggal" jelas Marisa akan kabar kematian Adrian yang memang benar terjadi
Adara kembali menangis walaupun tidak sekeras saat pertama kali tapi tetap saja terdengar begitu memilukan, karena Adara harus merasakan kehilangan suami di usia pernikahan yang bahkan belum genap satu tahun
Setelah acara pemakaman selesai, Adara bersama keluarga besarnya datang ke rumah yang selama ini di tinggali Adara dan Adrian
Rumah yang terbilang sederhana memang, tapi cukup nyaman untuk di tinggali bagi Adrian dan Adara yang masih pengantin baru, tidak terlalu kecil tapi tidak terlalu besar pula
Adara memandangi rumah yang di bangun Adrian dengan jerih payahnya setelah bekerja sejak ia kuliah sampai sebelum mereka menikah. Masih teringat jelas dalam ingatannya bagaimana Adria bekerja keras untuk membangun rumah itu dan juga membantu biaya sekolah kedua adiknya
“silahkan masuk semuanya” seru Adara mempersilahkan keluarga suaminya dan juga keluarganya untuk masuk ke rumahnya yang sederhana
“iya Adara” Sandi duduk bersama sang istri dan kedua anaknya berhadapan dengan kedua orang tua Adara dan kakak dari Adara
"Adara buatkan minum dulu ya" tawar adara berniat ke arah dapurnya
"biar Safira saja nak yang buat minum, kamu istirahat saja" seru Laila, ibu mertua Adara
"iya mba, biar aku saja" Safira langsung bergegas menuju dapur agar Adara tidak kerepotan
melihat Safira yang sudah berjalan ke arah dapur Adara segera berdiri kembali "Adara ke kamar bentar ya semua" pamit Adara yang di angguki semua orang di sana
Adara menuju kamarnya dan membuka lemari miliknya untuk mengambil berkas yang ada dalam lemari membaca dan memeriksanya terlebih dahulu "sepertinya semuanya sudah lngkap" gumam Adara merasa semua berkas yang ia ambil sudah cukup lengkap
Adara bergegas kembali dengan tumpukan map tersebut dan menghampiri ayah mertuanya beserta keluarganya yang masih menunggunya di ruang tamu
Adara duduk kembali di posisinya semula dan menyodorkan berkas-berkas penting itu pada ayah mertuanya “ini aku berikan pada ayah” seru Adara pada ayah mertuanya
Sandi membuka berkas yang di berikan Adara padanya “apa ini Adara" Tanya Sandi
“itu sertifikat rumah ini dan 2 bidang tanah milik mas Adrian, ada juga surat mobil milik mas Adrian, Adara berikan pada ayah semuanya” ucap Adara menyerahkan harta peninggalan
suaminya untuk keluarga suaminya
Sandi mengembalikan lagi pada Adara “ tidak nak, itu untukmu dan anakmu. Ini sudah jadi hakmu, Sandi mempersiapkan ini untuk masa depan kalian” tolak Sandi yang tidak ingin mengambil hak menantu dan calon cucunya
“ayah dan keluarga lebih membutuhkannya dibanding Adara, Adara masih sehat dan Adara juga masih punya tabungan tapi ayah sudah tidak bekerja apa lagi Fikri masih berkuliah dan Safira juga sebentar lagi akan lulus SMA, tentu mereka jauh lebih membutuhkan banyak biaya ketimbang Adara yang sudah bekerja, mas Adrian sudah tak ada untuk membantu ayah yang hanya seorang pensiunan guru, dulu kan mas Adrian yang menopang kebutuhan kalian saat mas Adrian masih ada jadi kalian tidak ada tempat bergantung lagi, kasihan Fikri juga kalau mau berhenti kuliah karena sudah separuh jalan” jelas Adara akan pilihannya menyerahkan semua harta peninggalan Adrian
“tapi nak, ini ada hak anak kamu di sini bagaimana ayah mengambil semuanya, paling tidak sisakan untukmu dan anak kamu jangan di berikan pada kami semua ” Sandi merasa tak enak hati pada menantunya yang malah memberikan harta peninggalan anaknya padanya
tapi memang benar yang dikatakan Adara kalau mereka lebih membutuhkan uang dari pada Adara yang punya pekerjaan mapan dan juga masih memiliki keluarga yang bisa membantunya walaupun mungkin tak banyak tapi tidak seperti keluarganya yang hanya bisa mengandalkan gajinya sebagai pensiunan guru
"Adara masih ada tabungan yang di siapkan mas Adrian untuk sekolah anak kami nanti, dan itu sudah cukup buat Adara, biar sisanya Adara yang akan mencarinya nanti. Ayah jauh lebih membutuhkannya ketimbang Adara yang tidak punya tanggungan dan hanya ada anak Adara yang belum lahir sedangkan ayah punya tiga tanggungan" balas Adara
keluarga besannya tidak kaya memang tapi keluarga Adara jauh lebih baik dari keluarganya, karena kakak Adara, Dania sudah bekerja dan ayah Adara, Sofyan masih bekerja dan punya penghasilan tidak seperti dirinya yang selama ini bergantung hidup dari Adrian karena setelah pensiun, Sandi hanya menggarap sebidang tanah yang berada tidak jauh dari rumahnya untuk kegiatannya setelah pensiun dan tambahan untuk membuat dapurnya tetap mengebul
"tapi tetap saja anak kamu butuh banyak biaya nanti, Adrian punya tanggung jawab untuk memberikan masa depan yang baik untuk anak kalian" Sandi masih tak sanggup mengambil harta peninggalan anaknya dari Adara
“jangan khawatir ayah, Adara kan masih bisa tetap bekerja menghidupi anak Adara nanti” Adara meyakinkan Sandi kalau dirinya bisa menghidupi anaknya walau tanpa uang peninggalan Adrian yang sudah susah payah di kumpulkan oleh Adrian untuk masa depan Adara dan anaknya nanti
Adara tahu seberapa keras usaha Adrian mengumpulkan semua harta yang ia punya, jadi rasanya tidak etis mengambil itu semua dari keluarga Adrian yang jelas memiliki ekonomi di bawahnya, walaupun ia tahu dia berhak tapi rasanya 9 bulan pernikahan tidak menjadikannya berhak mengambil semua harta yang sudah susah payah Adrian kumpulkan semasa ia hidup
“lalu kamu akan tinggal di mana kalau sertifikat ini di berikan pada kami” Tanya Sandi melirik ke arah sertifikat rumah yang di tinggali Adara padanya
“Adara masih punya kami San, jadi Adara akan tinggal bersama kami, lagian sepertinya untuk saat ini di membutuhkan kami keluarganya, ketimbang dia tinggal di sini seorang diri, rumah yang penuh kenangan antara dirinya dan Adrian" sahut Sofyan menenangkan besannya itu
walaupun ada sedikit rasa kecewa kenapa anaknya malah memberikan semua harta peninggalan suaminya pada keluarga suaminya dan bukannya mengambil sebagian untuk masa depan anak yang ada dalam kandungan Adara nanti tapi Sofyan menghormati keputusan putrinya yang pasti sudah memikirkan secara matang akan hal itu
dan itu tandanya, ia tidak salah dalam mendidik Adara untuk menjadi anak yang pengasih dan tidak serakah pada suatu hal
setelah mendengar penjelasan Adara, akhirnya Sandi menerima apa yang di berikan Adara “baiklah kalau begitu, ayah akan mengambil semua yang sudah kamu berikan ke ayah, sekali lagi terima kasih Adara” ucap Sandi merasa begitu bersyukur memiliki menantu yang begitu baik seperti Adara bahkan sedari awal Adara menikah, Adara tidak pernah protes pada Adrian saat Adrian memberikan bagian lebih besar dari gajinya untuk keluarga ketimbang untuk dirinya dan keperluan rumah
“iya ayah” balas Adara dengan senyum yang di paksakan
“ayah berdoa kamu akan mendapatkan jodoh yang jauh lebih baik dan bisa mencintaimu lebih dari Adrian nak” ucap Sandi penuh dengan harap bahwa Adara akan mendapatkan pengganti yang lebih baik dari puteranya
“aku tak mau ber muluk-muluk ayah, yang aku inginkan hanyalah kebahagiaan anakku nanti” balas Adara
“kamu selamanya akan jadi anak kami dan bagian keluarga kami Adara” ucap Sandi dengan tulus
Adara hanya menanggapi dengan senyum tipisnya tanpa berkata lebih
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!