"Jadilah adik maduku Lia!” Aku segera mendongakkan kepalaku melihat mata nya Alina dari seberang meja.
“Menikahlah dengan mas Raka!” Serunya sambil menggenggam tanganku. Sontak akupun melepaskan genggamannya.
“Gak lucu Alin!” Jawabku dengan mengernyitkan dahi yang menandakan keherananku akan sikapnya Alina.
“Aku memang sedang patah hati, dan aku butuh kamu untuk berbagi, tapi kamu malah mengolokku." Sungutku sambil menoleh keluar jendela.
“Aku serius Lia!" Alina pun kembali mengambil tanganku dengan lembut, lalu mengulang kalimat yang sama, “Menikahlah dengan mas Raka Lia!” Pintanya lagi.
Dengan jengah akupun ingin menarik lagi tanganku, namun Alina masih menahannya.
“Aku mohon Lia!” Alina menampilkan wajah memohonnya kepadaku, persis sama saat anak nya Aksa yang meminta dibelikan Es Krim kepadaku.
Akupun menoleh pada Alina dan memajukan badanku ke arahnya.
“Kamu kenapa sih Lin? Lagi marahan sama mas Raka?" Tanyaku kemudian.
“Enggak Li, kami gak ada masalah apa-apa, kami baik-baik saja Li." Alina menggeleng kan kepalanya.
“Trus kenapa kamu ngomongnya ngaur sih?” Aku sungguh heran dengan sikap Alina. Tidak biasanya dia seperti ini.
Alin yang ku kenal adalah wanita lembut yang sangat bijaksana dalam berkata. Makanya setiap ada masalah aku selalu mencurahkannya pada Alina. Aku merasa tenang saat berada di dekatnya. Berada di disisi nya merupakan kebahagiaan bagiku yang selalu butuh tempat untuk mengadu.
“Aku menyayangimu Li, seperti saudaraku sendiri dan kamu tahu itu. Aku akan senang sekali jika kamu tinggal bersama kami. Toh dari dulu kita juga sering berbagi, Aku gak mau kamu bersedih memikirkan Bara yang telah menyakitimu!” Jawab Alina dengan kata-kata manisnya.
“Hahaha..” Ntah kenapa penuturan Alina malah membuatku tertawa.
“Kamu ini ada-ada saja, masa karena aku baru patah hati jadi harus kau berikan aku suamimu sebagai pengganti?” Akupun mengelus lembut tangannya Alina.
Alina kemudian menarik ku agar lebih dekat kepadanya. Dia pun memegang ke dua tangan ku dengan ke dua tangannya.
“Tapi aku akan senang sekali jika kamulah yang menjadi adik maduku!” Jawabnya sambil tersenyum Manis.
Aku menepis tangan Alina. “Kamu udah Gila ya!” jawabku sekenanya.
“Wait, apa mas Bima ingin menikah lagi?” Tatapanku melebar sambil menganga.
“Dengan siapa? Kenapa? Kok bisa?” Aku tak percaya dengan apa yang ku katakan barusan.
“Gak Melia!” Alina menggeleng cepat.
“Gak mungkin kan, dia itu sangat mencintaimu, sangat Bucin juga malah sama kamu!” Akupun membenarkannya.
Mas Bima adalah kekasih pertama nya Alina sejak SMA. Hanya Mas Raka lah yang mampu menaklukkan hati seorang Alina Nur Azizah, dan hanya Mas Raka satu-satunya lelaki yang hinggap di hatinya Alina hingga saat ini, tentunya.
Lalu aku berbalik menatapnya, “Trus kamu kenapa dari tadi jadi aneh begini' ngomongnya?” Aku pun jadi ingin tahu.
“Aku hanya akan bahagia jika kamu mau menjadi adik maduku Lia!” dia berucap sambil mengembangkan senyumnya.
Aku berusaha menelisik mata Alina, mencari jawaban dari keanehannya. Namun aku tidak bisa membaca raut mukanya.
“Udah ah, kamu sangat aneh hari ini, aku capek! Mana harus balik kerja lagi!" Aku mengambil ponselku dari atas meja dan memasukkannya ke dalam tas tanganku.
Bukannya Aku tak peduli dengan Alina, hanya saja aku yang memang sedang banyak masalah tidak mampu untuk berpikir lebih jauh.
Aku lekas berdiri dan melihat Alina yang sedang menunduk, “Udah Alina, balik yuk, kamu aku antar sekalian," aku pun menarik tangannya.
“Aku masih ada perlu Li, mau belanja dulu ke Supermarket," sambil tersenyum Alina melepas tanganku.
“Yaudah duluan gih!” Alina mendorongku lembut.
"Beneran nih? Nanti kamu bisa pulang sendirian?" Aku pun sengaja menggoda Alina.
"Eamangnya aku anak kecil? Udah sana". Jawab Alina.
“Ok deh, thanks ya udah nemenin aku. Bye..” Akupun memeluk Alina dan berlalu dari Cafe tersebut.
Tanpa ku sadari ada sepasang mata menatapku sendu.
***
Saat berada di lampu merah diperjalanan menuju tempat kerjaku, aku sempat memikirkan Alina. Wajahnya tak bisa ku tebak, ‘Sebenarnya ada apa dengan Alina? Kenapa dia ngomongnya hari ini ngaur yah?’ batinku.
Sesaat aku memejamkan mata, dan bayangan Bara pun tiba-tiba ada disana. Ah aku pun refleks memukul kemudi.
Flashback sekitar dua jam yang lalu, aku menerima pesan masuk dari nomornya Bara.
[Dear Melia sayangku, aku bahagia selama Kita bersama. Kamu adalah cinta terindah untuk ku. Namun sepertinya Kita tak mungkin bersama untuk selamanya. Maafkan aku, pergilah cari kebahagiaanmu. Aku harus menempuh jalan lain untuk menjalani hidupku. Maafkan aku sayang!]
Aku terpaku, tak mengerti apa maksud dari pesan Bara. Awalnya ku kira pesan cinta, eh malah diakhiri dengan kata maaf. Aku pun lekas menghubunginya, namun nomornya sudah tidak aktif. Aku membalas chat dari Bara, menanyakan apa maksud dari pesannya, namun sayang pesan tersebut hanya sampai centang satu saja, sepertinya nomorku pun telah diblokirnya.
'Apa salahku Bar?' Aku hanya membatin tanpa tahu jawabannya. Ia seolah membiarkanku menggantung tak tentu arah.
Sebab inilah aku pun menangis Dan mencurahkan isi hatiku pada Alina, sahabat baikku. Namun sepertinya pertemuan kami hari ini bukanlah saat yang tepat untuk Alin.
Maafkan aku Lin, mungkin masalahmu lebih besar dari masalahku. 'Ah besok aku akan menemui Alina lagi!' pikirku.
"Oh come on Li, kamu pantas bahagia!" aku pun meyakinkan diri sendiri bahwa semuanya baik-baik saja. Berusaha menerima keadaan yang ada.
***
Saat pagi menyapa, aku kuatkan diri untuk berwudhu dan menjalankan kewajiban, sekalian aku masih ingin mengadu pada Tuhan.
'Ah Baraku,' lelaki yang selalu sabar menghadapiku dan sangat mencintaiku. Tak pernah sekalipun dia marah ataupun mengeluh. Membayangkan senyumnya yang tampan selalu menjadi canduku. Setiap pelukannya selalu menenangkanku. Saat ini entah mengapa aku makin merindukannya. 'Dimana kekasihku itu?' pikiranku hanya dipenuhi oleh sosoknya.
"Apa aku harus menemuinya? Tapi dia telah membuangku!" sergahku sambil menutup muka dengan telapak tanganku.
***
Hari ini aku memberanikan diri menemui Bara dikantornya. Aku yakin hari ini dia pasti ada dikantor. Bagaimanapun juga aku harus mengetahui kejelasan hubungan kami saat ini juga.
Sesampainya di perusahaan tempat Bara bekerja, aku langsung memarkir mobil dan bergegas kebagian resepsionis.
"Hi mbak Indah," sapaku pada mba Indah yang bekerja di meja resepsionis depan dimana Bara bekerja. Aku memang sudah hapal tempat ini begitupun mbak Indah yang sudah mengenalku.
"Eh ada mbak Melia," sambutnya sambil tersenyum padaku.
"Pak Bara nya ada di dalam mbak?" aku langsung menanyakan Bara pada mbak Indah.
"Lho mbak Lia nya gak tau, kan pak Bara nya lagi kerja di luar kota untuk sementara," sahut mbak Indah yang terlihat kaget dengan pertanyaanku. Dari ekspresinya, Aku tahu pasti mbak Indah bingung kenapa aku sebagai kekasih dari atasannya tidak mengetahui tentang kepergiannya itu.
Aku pun tersenyum kikuk pada wanita yang berponi itu sembari menyembunyikan rasa maluku, karena ketidaktahuan akan kepergian nya Bara ke kota yang lain.
"Oh gitu, makasih ya mbak." sahutku dan buru-buru pergi dari sana secepat mungkin dan meninggalkan mbak Indah untuk menghindari percakapan lebih lanjut.
Bugh..
...
Bersambung
Bugh..
Di depan pintu keluar tak sengaja aku menabrak Indra yang hendak masuk ke dalam.
"Eh Lia mau kemana?" tanyanya saat tahu yang menabrak dirinya adalah aku. Indra adalah teman Bara dari Fakultas yang sama saat mereka kuliah dahulu di Universitas Indonesia. Hingga kini merekapun bekerja di perusahaan yang sama.
Memang hampir semua temannya Indra dan temanku mengetahui hubungan kami. Bahkan keluarga nya pun tahu. Namun kenapa Bara tega memutuskan hubungan kami secara sepihak tanpa pertemuan terlebih dahulu. Padahal kami adalah pasangan yang sangat harmonis dari dulu. Banyak yang mengira jika kami akan sampai pada tahap pernikahan. Namun kenyataan yang kuhadapi saat ini sangatlah diluar prediksiku.
"Eh Ndra, gak apa-apa, aku lagi buru-buru. Maaf ya aku duluan!" jawabku sekenanya sambil berlalu dari Indra. Aku sedang tidak mau berbasa basi yang ujung-ujungnya malah membuka pembicaraan tentang Bara. Malu rasanya bahwa aku harus mengungkapkan masalahku.
Ah biarlah mereka membicarakanku dibelakang, karena aku yakin pasti mbak Indah akan bertanya perihalku pada Indra, walau aku kurang yakin apakah Indra tahu tentang status hubunganku saat ini dengan Bara ataupun tidak. Aku tidak peduli lagi!
Aku sedang tidak baik-baik saja saat ini. Kenapa Bara begitu tega padaku dan tidak memberitahukanku tentang kepergiaannya. Jika dia harus keluar kota kenapa harus memutuskan hubungan yang sudah ada? Dan kenapa dia harus menghindariku?
Sesampainya di parkiran tempat dimana aku memarkir mobil, aku bergegas masuk kedalam mobil. Dan yang kutahu saat ini aku mencari kontak seorang untuk menghubunginya.
Hingga ada suara di seberang sana mengangkat panggilanku.
"Alin aku butuh kamu!" tangisku seketika pecah saat mendengar suara Alina.
***
"Yang telah pergi tak usah ditangisi lagi Li, jika dia memutuskanmu itu berarti dia tak menginginkanmu! Hidupmu jauh lebih berharga dari pada menghabiskan air mata untuk orang yang telah membuangmu!"
Kata bijak Alina ada benarnya dan membuatku jauh lebih baik. Jika terus dipikirkan maka aku hanya akan membuat hidupku lebih rumit dengan pikiran negatif yang tak pernah ada jawabnya, dan berakhir dengan menyakiti diri sendiri. Mungkin aku harus mencoba menerima dan mengikhlaskan Bara. Tak mungkin aku berlarut dalam kesedihan, sementara DIA yang ku tangisi mungkin saja telah berbahagia.
'Aku pun harus mencari kebahagiaanku sendiri!'
***
Hari demi hari ku sibukkan diri ini dengan pekerjaan. Aku adalah seorang Editor di sebuah perusahaan buku yang ternama di kota ini. Begitu banyak karya buku best seller yang ada campur tanganku. Aku sangat suka bekerjasama dengan para penulis-penulis tersebut. Dari penulis terkenal hingga penulis baru yang masih sangat membutuhkanku. Diriku akan sangat senang sekali berbagi ilmu dan memberikan masukan-masukan yang bermanfaat. Aku dulunya juga seorang penulis dan telah banyak juga menerbitkan buku. Karya yang pernah aku terbitkan yaitu Novel dan Cerpen. Ada juga sebuah buku yang berhubungan dengan pekerjaan yang sedang aku lakoni saat ini. Ya seperti proses bekerja, halangan atau rintangan dalam pekerjaan ini beserta kiat sukses dalam berkarir tentunya.
Seperti saat ini, aku sedang menemukan banyak ide setelah hatiku terluka. Dan ya kini aku menuangkannya dalam karya. Aku ingin membuka sebuah galeri buku, dimana tidak hanya karyaku yang aku pamerkan, akan tetapi aku juga akan bekerja sama dengan para penulis yang aku kenal untuk menggaet kawula muda agar cinta buku dan juga cinta membaca. Aku ingin mendorong rasa gembira dan optimisme bagi siapa pun yang suka membaca, sehingga mereka dapat membuka jendela dunia.
Karena itulah yang kulakukan saat ini. Tujuanku adalah membuka jendela kehidupan, dimana ada chapter baru dalam kehidupanku dan perlahan melupakan masa lalu. Berharap bahwa semua orang yang menyukai buku selalu dapat memulai hal yang baru.
Saat ini aku sedang me review sebuah tulisan dalam komputerku. Aku merasa puas sekali dengan apa yang baru saja kubaca. Aku tersenyum melihatnya sembari bergumam, "Sepertinya buku ini covernya sangat cocok dengan siluet Alina!".
Aku pun mengambil ponsel pintarku dari saku baju dan langsung mencari nomor kontak Alina untuk menghubunginya.
Tut..tut..
"Assalamu'alaikum Li.." sahut Alin dari seberang sana.
"Walaikumsalam Ukhtiku, ketemuan yuk sebelum kamu jemput Aksa." Ajakku tanpa basa basi. Yah beginilah kebiasaan kami, saking tak ada jaraknya antara aku dan Alina.
"Ok, ketemu deket Cafe seberang sekolah nya Aksa aja ya biar deket jemputnya" Alinapun menyetujui pertemuan kami di sebuah Cafe yang direkomendasikannya.
***
Aku berjalan ke arah Alina yang sudah duluan datang dan duduk di sebuah meja yang ada dekat sudut cafe. Aku menyapa Alina dan duduk di kursi yang ada di seberang nya.
Tak lama datang pelayan yang membawa minuman kami yang telah lebih dahulu dipesan oleh Alina. Pelayan tersebut menyodorkan jus Alpukat ke arahku dan es jeruk untuk Alina.
"Terima kasih!" Seru kami bersamaan pada pelayan tersebut.
Aku pun langsung menyeruput minumanku untuk melepaskan dahaga. Karena memang cuaca diluar cukup panas oleh sinar matahari.
Alina hanya tersenyum melihat sikapku dan kamipun saling bertukar cerita tentang apa yang kami hadapi sambil menikmati minuman kami. Hingga sampai pada ceritaku tentang proyek yang ingin aku wujudkan. Dan akupun tentunya menyampaikan niatku pada Alina untuk menjadikannya model pada cover bukuku. Yah memang Alina dulunya pernah menjadi seorang model dan dia sangat cantik sekali menurutku. Apalagi buku ku ini berkisah tentang seorang wanita cantik.
"Lin dalam proyek aku ini, aku mau menerbitkan buku baru dan aku tuh mau kamu yang jadi model di covernya, gimana? mau yah.." godaku sambil memainkan alis mata dan tersenyum manis menampilkan sikap manjaku pada Alina.
Alina hanya tersenyum menaggapi dan meletakkan kedua tangannya keatas meja, "Kalau aku mau emangnya kamu mau kasih aku apa nih?" Alina pun membalas godaanku dengan ekspresi yang menurutku sangat bahagia mendengar sebuah penawaran dariku. Seperti anak kecil yang ditawarin mainan saja.
"Kamu mau minta apa aja aku kasih deh..!" Seruku tanpa pikir panjang. Aku sungguh mau Alin yang menjadi model cover sampul di bukuku. Alina minta apa aja mah gampang, itu urusan belakangan, hehe. Palingan juga minta jalan-jalan ke luar negri.
"Yakin?" Ia pun tak kalah menggodaku dan kali ini dia sangat antusias sekali. Pasti karna mendengar bahwa aku akan kasih segala yang dia mau! Dasar sahabatku ini. Pasti dia mau melorotiku! Habislah aku!
"Iya.. jadi mau nih ya?!" Aku menyimpulkan bahwa Alina sepakat. Aku sangat senang sekali mendengarnya, walau dia minta nya pasti banyak! Yasudahlah.
"Oke! Kalau gitu aku juga mau kamu jadi adik maduku!" Ucap Alina dengan tenang dan masih menampilkan senyum manis tidak bersalahnya.
....
Bersambung
"Oke! Kalau gitu aku juga mau kamu jadi adik maduku!" Ucap Alina dengan tenang dan masih menampilkan senyum manis tidak bersalahnya.
Berbanding terbaik denganku, seketika senyumku sirna karena aku cukup kaget mendengarnya. Apakah aku tidak salah dengar? Pasalnya sudah cukup lama Alina tidak membahas masalah ini, dan aku kira pernyataan Alin waktu itu hanyalah gurauan belaka. Lalu kenapa dia mulai lagi?
"Kamu ini kenapa sih, masih gak lucu tau Lin!" sewotku. Aku merasa Alina sedang merusak suasana hatiku saja. Padahal aku sudah lupa dengan keinginan absurd nya itu. Masa kini dia ungkit lagi sih!
"Aku udah bilang Li, aku itu gak lagi bercanda. Aku sungguh mau kamu menikah dengan mas Raka!" Kali ini air muka Alina memang tampak serius. 'Alina gak sedang mengerjaiku kan?' benakku seketika. 'Awas saja kalau dia mempermainkanku!' pikirku lagi.
"Tapi kenapa Lin? Why? Jelasin ke Aku sekarang juga, kamu ada masalah apa sama mas Raka?" Saat ini aku benar-benar penasaran dibuatnya. Apa mereka sedang ada masalah? Kalau iya pasti sangat besar sekali masalahnya.
"Tidak ada apa-apa, aku hanya akan bahagia jika kamu mau menikah dengan mas Raka dan menjadi adik maduku!" tegas Aisyah yang masih mempertahankan keinginannya itu.
"Ya pastinya ada alasan kan Lin? Gak mungkin kan tiba-tiba saja gitu kamu mau mencarikan istri baru buat mas Raka? Kalian sudah punya Aksa lalu untuk apa lagi kamu mencarikan madu untuk mas Raka? Kalian juga sangat bahagia, kurang apalagi sih?" Semua pertanyaan yang ada di benak ini aku keluarkan pada Alina. Tapi orang yang di tanya hanya diam saja.
"Lagian nih ya kamu emangnya siap untuk berbagi suami?" Aku mencecar lagi Alina dengan pertanyaan inti. Yang menurutku tak ada alasan sama sekali bagi Alina untuk mencari seorang adik madu. Buat apa coba? Emangnya lagi maen game apa!
Alina masih diam saja dan seketika menatapku lekat "Aku siap!" jawabnya tanpa ragu. Dia hanya menjawab pertanyaan terakhirku tanpa memberikan penjelasan yang logis kenapa dia siap untuk berbagi.
Aku tersentak, aku tidak menyangka bahwa Alina akan menjawabnya dengan tegas seperti itu. Ada apa dengan anak ini? Masa dia siap sih? Wanita mana yang siap di madu? Heran!
Lalu akupun menegakkan badanku dan menjawab dengan yakin, "tapi aku tidak siap Alina!". Aku juga tak kalah tegasnya menjawab bahwa aku tak siap, tak sama dengannya.
Alina membuang muka nya dan dapat ku dengar ia membuang nafas berat, seolah tak terima akan penolakanku. Permintaan Alina aneh sih.
"Lin Kamu itu cantik dan menurutku kamu wanita sempurna, ini bukan seperti kamu biasanya. Aku emang gak tau kamu punya masalah apa, aku harap kamu bisa terbuka padaku dan ayo kita cari solusinya sama-sama ya". Aku membujuk Alina agar ia juga bisa lepas dari masalahnya. Karena selama ini Alina selalu ada di setiap masalah yang kuhadapi jadi saat ini aku juga ingin membantunya.
Alina mengambil tanganku dan digenggamnya erat, ditatapnya tangan ini lalu ia mendongakkan wajahnya kepadaku.
"Tapi Lia, semuanya akan seperti sedia kala dan membuatku bahagia jika kamu mau menerima permintaan aku ini. Aku gak pernah meminta apa-apa dari kamu, cuma ini yang aku mau. Jadi tolonglah Li penuhi satu permintaanku, please! Menikahlah dengan mas Raka dan jadi adik maduku! Hanya itu!".
Aku kehabisan kata-kata menghadapi Alina. Ada apa sebenarnya dengan sahabatku ini. Aku tak mau menyakitinya tetapi bukan berarti aku mau menjadi adik madunya. Sekali lagi, wanita mana sih yang mau saja jadi adik madu sahabat nya sendiri? Perlu digaris bawahi, sahabat sendiri!
"Lin, tapi aku gak mau! Aku gak mau di poligami. Titik!" Hanya itu yang mampu terucap dari mulut ku. Capek rasanya menanggapi egonya Alina.
"Lia, poligami itu dibolehkan oleh agama. Kamu gak boleh menentangnya! Bahkan sudah jelas tertulis dalilnya di dalam Al-quran." Alina pun lalu melanjutkannya dengan membacakan potongan-potongan Ayat maupun Hadist tentang poligami.
"Gak ada yang menentang dalil tersebut Alina! Aku hanya menolak untuk diriku sendiri. Aku juga berhak mau atau tidak!" ucapku hampir saja meledak suara ini. Untung saja Cafe nya gak terlalu ramai. Kan berabe juga kalo pembicaraan kami di dengar banyak orang.
"Dan kamu juga harus ingat Lin, Ayat tadi juga ada syaratnya, ADIL!" aku menyanggah dengan jelas penjelasan Alina sebelumnya dan menekankan kata adil kepada Alina. Biar dia ingat.
"Jadi gak mudah hidup berbagi itu Lin, Poligami dengan adil itu gak semua orang mampu Lin! Banyak aturannya!" jelasku kemudian.
"Coba dulu deh Li, ini tuh balasannya surga, jalan cepat malah! Kamu gak mau masuk surga?" Alina masih saja pada pendiriannya. Betapa kekehnya anak ini gak mau ngalah. Sudah jadi emak-emak malah bertambah egonya, seperti waktu kami kecil dulu, Alina gak pernah mau mengalah.
"Siapa yang gak mau sih Lin? Tapi pintu surga itu tidak cuma satu Alina!" aku menekankan pendapatku padanya. Ada-ada saja Alina ini, bagaimana mungkin aku gak mau masuk surga?
Padahal sudah jelas pintu surga itu banyak dan bisa dimasuki dari mana saja tergantung amalan yang dikerjakan.
Perdebatan kami pun bertambah melebar kemana-mana akupun menyanggahnya dengan berbagai argumen. Sementara Alina juga memberi alasan yang tak masuk akal bagiku, dia masih bersikukuh pada kemauannya.
"Lagian kamu ini rumah tangga itu juga harus pakai hati! Mana mungkin suamimu itu mau denganku?" Alina hanya bergeming dengan tatapan kosong mendengar perkataanku.
"Masa cuma buat status nikah doang trus dijadikan pajangan gitu? Kamu anggap aku apa sih Lin?" aku terus saja mengejar Alina dengan banyak pertanyaan. Dan seperti biasa dia tak mampu menjawabnya. Biasanya Alina selalu logis jika berbicara, semua orang akan langsung mengerti dengan apa yang dimaksudnya. Berbeda untuk kali ini, dia selalu berbelit-belit dengan perkataannya.
***
Setelah pertemuan dua hari lalu, aku dan Alina masih sama-sama bungkam. Tidak ada yang mau mengalah untuk menghubungi duluan. Ini pertama kalinya kami cukup lama tak bertegur sapa. Biasanya dari dulu walau berantampun, kami hanya mampu mogok diam setengah hari saja.
Ingatanku kembali saat dulu kami pernah bertengkar gara-gara sebuah mangga. Pada potongan terakhir seharusnya untuk ku, akan tetapi Alina lekas memakannya. Akupun marah karena Alina yang mengambil bagianku padahal dia sudah mendapatkan bagian sebelumnya. Tapi Alina membantah. Ego kami saling membenarkan. Hingga sore harinya Alina datang dan tanpa berkata apa-apa memberikanku mangga yang baru. Aku tersenyum mengingat kejadian saat kami masih kecil dulu.
...
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!