NovelToon NovelToon

Mr. Accountant: To Protect My Lil Wife _Melindungi Istri Kecilku_

PROLOG

Suara statis bunyi alat pemantau organ tubuh vital menjadi bunyi-bunyian khas di ruangan dingin ini.

Dia tidak bisa melihat isi ruangan. Semua terlihat gelap baginya. Perasaan aneh itu datang lagi menghampiri. Menggelenyar di dalam dada sebelah kanan lalu bergerak mengalir ke dada sebelah kiri.

Seperti ada tangan yang tak terlihat meraba isi paru-paru kanan hingga jantung. Menyentuh dengan lembut.

Bahkan sentuhan terlembut pada organ yang sangat sensitif, meninggalkan perasaan yang tidak nyaman.

Dia bisa mendengar seseorang berteriak. Suara perempuan. Itu suara adiknya!

“Mas.. Tolong! Itu alarm monitornya dari tadi berbunyi kencang!”

“Disti... Biarkan mereka bekerja dengan tenang. Kita keluar dulu dari sini. Gak ada yang bisa kita lakukan di sini,” suara suami adiknya.

“Tapi Kakak....!”

“Percaya pada Abang. Kakak itu tangguh. Dia tidak akan mudah menyerah. Adinda sama cemasnya dengan Disti...”

Adinda!

Mendengar nama yang memenuhi hatinya disebut, sekuat tenaga ia berusaha untuk sadar.

Kemudian seperti terhisap ke belakang, suasana di sekelilingnya berubah menjadi biru berpendar. Biru dengan latar belakang hitam menutupi .

Sudah lama ia terjebak dalam tempat sunyi. Saat terduduk di atas tanah yang berwarna biru berpendar, pundaknya serasa ada yang menepuk.

Dia menoleh. Sesosok pria yang ia kenal dari foto saat bertakziah di rumah yang baru ia kunjungi seumur hidupnya. Wajah pria itu sama dengan wajah yang ada pada foto di depan jenazah yang sudah rapi dalam balutan kafan. Foto bertuliskan Bapak Adang Rahmat. Di hari pertama ia bertemu Adinda.

Dia terkejut. Membalikkan tubuh sambil berdiri.

Pria itu tampak jauh lebih muda daripada dalam foto. Tapi ia yakin, keduanya adalah orang yang sama.

Wajah wanita di samping pria itu juga membuatnya terkejut. Rambut gelombang besar coklat. Sewarna dengan warna iris matanya. Senyumnya itu! Alis, hidung dan dagunya. Sama dengan Adinda.

Hanya dahi dan bentuk rahangnya yang berbeda. Wajahnya... Wajah Adinda versi dewasa.

“Assalamu’alaikum...” Pria dihadapannya mengucap salam.

“Wa’alaikumussalam...”

Pria dan wanita itu tersenyum melihat wajah bingungnya.

“Agung Aksara Gumilar?” Pria itu mengulurkan tangannya.

“Ya...” Dia menerima uluran tangan pria itu.

“Saya Adang Rahmat. Papanya Adinda. Dan ini, Hartini, Mamanya Adinda. Terima kasih sudah beberapa kali menolong anak kami, Puput.”

“Puput?” Agung mengernyit.

“Ah.. ma’af. Kami selalu menyebut Adinda dengan Puput. Nama pemberian kami padanya sebelum diganti menjadi Adinda.”

“Kami percayakan Puput pada Nak Agung. Kami percaya, Nak Agung Aksara Gumilar Bin Gumilar akan mampu menjaga dan membimbing Puput, satu-satunya anak kami, dunia akhirat.”

“Saya? Tapi bagaimana bila Adinda menolaknya?”

Pak Adang dan Ibu Hartini saling berpandangan lalu tertawa, “Kami tahu perasaan anak kami. Kalau dia masih belum jinak, taklukan hatinya.”

“Tapi...”

“Berjanjilah pada kami,” sorot mata Pak Adang terlihat serius.

Juga dengan Ibu Hartini. Tidak ada lagi tatapan bergurau seperti tadi.

“Jagalah Adinda. Dia tidak punya siapa-siapa lagi di dunia. Kami mempercayai Nak Agung.”

Entah kenapa pada saat itu, Agung merasa hatinya ringan tanpa beban. Dia mengangguk.

“Insyaa Allah. Saya akan menjaganya.”

“Alhamdulillah. Kami tenang sekarang. Assalamu’alaikum...” Pak Adang menyodorkan lengannya kepada istrinya, "Yuk, Ma. Kita kembali lagi.”

“Wa’alaikumussalam... Tapi, Bapak dan Ibu mau kemana? Saya boleh ikut?”

Pak Adang dan Bu Hartini berhenti berjalan. Kabut putih semakin menebal seperti gumpalan awan dari arah kaki mereka.

Keduanya tersenyum pada Agung. Lalu menggeleng.

"Nak Agung belum saatnya berada di tempat kami. Pulanglah. Ikuti cahaya putih."

Tubuh keduanya lenyap ditelan gumpalan awan. Awan menyusut, kembali lagi menipis seperti kabut. Hingga ruangan berangsur-angsur berwarna biru kembali.

Cahaya? Cahaya apa? Tidak ada apapun di ruangan ini. Hanya biru berpendar. Sejauh mata memandang, semuanya tampak biru. Dan sunyi.

Lamat-lamat, Agung mendengar suara perempuan yang sedang mengaji. Itu suara adiknya. Agung berdiri dan memandang sekelilingnya, mencari sumber suara.

“Kakak Ipar... bangun Kakak Ipar. Gak kasihan ke Adinda yang sedang menangis cemas di balik kaca jendela ruang ICU ini?”

Itu suara Bramasta, suami adiknya.

“Atau saya cium Adisti di depan Kakak Ipar supaya Kakak Ipar bangun?”

[Dih! Punya adik ipar kok gitu amat. Memang boleh sebebas itu? Memang boleh sevulgar itu? Memang boleh??] Agung mendengarkan dengan sebal suara adik iparnya.

Saat itulah, dia melihat sebuah bola cahaya berwarna putih yang menyejukkan mata. Mendekatinya perlahan.

Pergerakan bola cahaya putih itu berhenti di depannya. Ragu, Agung mengitari cahaya itu. Menerka-nerka cahaya apa itu.

Suara adiknya yang sedang mengaji kian terdengar saat ia mendekati cahaya itu. Tangannya bergetar saat mengulurkannya ke arah bola cahaya.

Terasa hangat. Dan bola cahaya itu tidak pecah saat ia menyentuhnya.

Tiba-tiba lengannya terasa disedot dengan tenaga yang luar biasa besar dari dalam bola cahaya tu. Menyedot tubuhnya untuk masuk ke dalam bola cahaya putih yang ukurannya tidak seberapa besar.

Aneh! Bola cahaya putih sebesar bola basket mampu memuat tubuh jangkung 185 cm. Dan aneka kelebatan peristiwa terlihat seperti menonton adegan potongan film yang dipercepat.

*

Dirinya melawan sekelompok anak muda berandalan yang tengah membully remaja berhoodie kuning. Dan saat hoodie itu melorot dan remaja itu mendongak padanya, Agung terkejut. Remaja korban bully berhoodie kuning ia sangka adalah remaja lelaki yang bertubuh kecil ternyata adalah Adinda.

Menatapnya dengan mata gemetar dan tubuh juga gemetaran karena takut.

“Terima kasih, Om...”

*

Adegan di dalam gerai donat. Apple pie hangat yang terasa pas manisnya di lidah.

Saat Adinda mengiris donat topping keju menjadi dua. Saat Adinda memegang cangkir tebal gerai donat dengan kedua tangannya.

Saat Adinda tersenyum dan tertawa, yang memunculkan dekik kecil di bawah matanya. Rambut cokelat Adinda. Mata cokelat Adinda.

Hatinya meleleh dan menghangat. Matanya mendadak melihat dunia menjadi lebih berwarna.

*

“Saya boleh peluk Om Agung sebagai ucapan terima kasih?”

“Why?”

“Om sudah sering menolong saya. Kita bertemu setiap saya berasa dalam situasi yang sulit. Boleh ya? ”

“Nggak.”

“Kan biar seperti di drakor-drakor, Om..”

“Memangnya kamu mau menikah dengan saya?”

*

“Kenapa kamu memanggil saya Om? Sedangkan memanggil yang lainnya dengan sebutan Abang?”

“Karena pertemuan pertama kita, saya sudah memanggil Om Agung dengan sebutan Om.”

“Kenapa kamu panggil saya Om?”

“Karena Om Agung galak saat pertemuan pertama kita di perempatan Jalan Pahlawan.”

*

“Panggil saya A Agung. Karena kamu calon istri saya.”

“Gak bisa Om?”

“Kenapa?”

“Takut khilaf, Om.”

*

Petang pasca dari gerai donat. Donat yang terbungkus di kotaknya dalam kantung kresek bertuliskan nama gerai donat. Kopi dan coklat panas dalam gelas kertas cap gerai donat.

Tergantung rapi di stang motor. Motor hadiah dari adiknya, hasil penjualan lukisan-lukisannya.

Gedung The Ritz. Mobil Avanza tempat anak buah Anton menyadap The Ritz lewat kamera mikro teknologi Jepang.

Suara mendesing. Sensasi panas yang tiba-tiba menyerang punggung kiri hingga dada kanan Agung. Aroma mesiu dan aroma besi yang terasa hangat mengalir, bercampur menjadi satu di udara yang terhidu oleh Agung.

Dia masih bisa merasakan tubuhnya terbanting di aspal sementara motornya masih melaju. Lalu suara benturan logam yang terseret di atas aspal.

Ia masih bisa membuka matanya walau semua serasa berputar. Udara basah bercampur aroma kopi dan cokelat panas dari gerai donat yang tumpah di atas aspal. Hal terakhir yang ia lihat sebelum gelap dan kesunyian melanda adalah butiran air yang turun dari langit, awal hujan malam itu.

“Bangun Kakak Ipar! Gue cium Disti di depan Lu, ya!”

[No way! ]

Agung membuka matanya.

.

~bersambung~

Bramasta memang terkadang bar-bar dan tengil.

Jangan lupa like dan minta update.

Subscribe dan beri penilaian bintang lima ya Readers 🌷

Utamakan baca Qur'an.

🌷 ❤🖤🤍💚 🌷

BAB 1 - INTUISI

(Supaya lebih ngeh bacanya, biar gak lupa jalinan cerita sebelumnya, baca 2 bab terakhir dulu CEO RESCUE ME! ya...🙏🏼)

“DINDA!” Agung terbangun sambil menyibak selimutnya. Tubuhnya terasa panas dan basah. Nafasnya tersengal.

Lengannya terasa pegal. Saat melirik ke arah lengannya, jarum infus masih tertancap di sana.

Dia masih berada di atas bed pasien. Menyibak sedikit tirai pembatas di sampingnya. Raditya menoleh ke arahnya.

“Kamu kenapa, Gung?”

“Mimpi buruk, Bang. Abang kenapa bangun?”

“Entahlah. Tiba-tiba terbangun karena perasaan yang tidak enak. Intuisi, mungkin.”

“Tentang?”

“Setelah mendengar pembicaraan kalian semalam tentang Adinda dan bullying yang diterimanya di sekolah, perasaan saya jadi gak enak, Gung.”

“Saya juga, Bang.”

Keduanya terdiam. Ajudan Raditya, Pak Ibnu, dibebastugaskan untuk berjaga di ruang rawat inap karena sudah ada Anton yang menemani mereka.

“Cegah Adinda untuk ke sekolah hari ini, Gung.”

“Dengan alasan intuisi kita?” Agung menggeleng, “Seminggu ini saya sudah berbuat hal yang jahat ada Adinda. Saya sudah banyak melakukan kesalahan pada Adinda. Saya juga sudah dipukul Adisti semalam tadi karena saya bikin Adinda sedih.”

Agung menunjukkan lengan kanannya pada Raditya. Memar ungu bercampur biru tua kehijauan.

Raditya tertawa.

“Adik kamu itu ya... memang istimewa banget. Pantas saja Tuan Bramasta sebucin itu pada istrinya.”

“Terus, ini bagaimana?”

“Nanti saya koordinasi dengan polsek setempat untuk mengawasi sekolah Adinda. Minta petugas wanita untuk menyusup ke dalam sekolah, khusus untuk menjaga Adinda."

Agung mengangguk setuju.

Raditya, seorang perwira tinggi kepolisian yang baru saja dilantik secara luar biasa atas desakan masyarakat dan anggota dewan untuk menduduki jabatan penting yang sangat berpengaruh di tubuh institusi tersebut.

Dirawat di rumah sakit ini sudah seminggu karena ditembak oleh sesama perwira yang berpihak kepada pejabat di institusi tersebut yang menjadi aktor intelektual beberapa kasus besar. Di tembak dari depan podium usai pelantikannya, tepat di dada kiri Raditya.

Untung saja, peluru tertahan oleh rompi kevlar yang disediakan oleh AMANSecure milik Hans, perusahaan keamanan yang masih d bawah bendera Sanjaya Group.

“Apa perlu berkoordinasi dengan pihak sekolah?” Agung menurunkan handrail bednya untuk menurukan kakinya.

“Gak usah. Nanti malah ada kehebohan.”

“Nanti siang, saya ke sekolahan Dinda...” Agung turun dari bed-nya.

Raditya menoleh cepat, wajahnya menyiratkan ketidaksetujuannya.

“Kamu masih sakit, Gung.”

“Ini cuma flue biasa. Karena kehujanan tempo hari.”

“Tuan Hans pasti tidak akan menyetujui ide kamu.”

Agung tidak menjawab. Dia berjalan sambil mendorong tiang infusnya.

“Bahkan buat jalan, kamu masih sempoyongan begitu. Bagaimana kamu bisa melindungi Adinda?”

Raditya turun dari bed-nya juga. Dia berjalan ke arah pantry.

Agung sudah keluar dari kamar mandi saat melihat Raditya tengah mengamati Anton yang sedang tidur dengan sebelah tangan memegang mug, sebelah tangannya berada di pinggangnya. Agung tertawa kecil.

“Kenapa Bang?”

“Ini bocah kenapa tidurnya aneh begitu?”

“Aneh bagaimana?”

“Tuh, tempat tidurnya disambung dengan sofa bed untuk kakinya.”

“Tempat tidurnya gak muat untuk ukuran tubuhnya. Kalau gak salah 197 cm. Panjang bed normal kan hanya 200 cm.”

“Berarti ukuran bed-nya harus custom ya?” Raditya tertawa diikuti Agung.

“Saya dan Abang mungkin sama ya, 185 cm. Sering repot juga kan? Saat bangun tidur, kaki ada di awang-awang atau sudah ada di lantai...” Agung tertawa.

Raditya mengangguk setuju,

“Kecuali kalau tidur miring dengan kaki ditekuk...”

“Saya mau tahajud dulu, Bang.”

*

“Memangnya siapa yang ditugasi kawal Adinda dari AMANSecure?” tanya Anton setelah mereka bertiga selesai sholat shubuh berjama’ah di mushola lantai 6.

“Entahlah...” Agung mengangkat kedua bahunya.

Anton memperhatikan Raditya yang beranjak dari sofa lalu berjalan ke arah bednya. Segera ia ambil remote TV, mengatur suaranya agar tidak terlalu keras.

“Minta Bang Hans tugaskan orang dari Shadow Team,” Anton berbisik keras.

“Kenapa?” Agung menoleh kembali ke arah TV.

“Intuisi kalian berdua gak bisa diangggap remeh. Apalagi Lu, Bang. Semenjak tersadar dari koma, intuisi Lu sering bikin kita semua merinding.”

“Siapa yang layak mengawal Dinda?”

“Orang kepercayaannya Bang Hans. Tangan kanannya.”

“Man?” Agung menoleh lagi ke arah Anton.

Anton mengangguk.

Dua minggu yang lalu, dirinya dan Man berhasil meringkus orang-orang suruhan perwira tinggi bintang dua yang diberi julukan oleh mereka sebagai Tuan Thakur. Target mereka adalah melenyapkan Raditya.

Ada 3 orang bersenjata api yang masuk ke dalam ruang rawat inap Raditya. Mereka berhasil melumpuhkan kamera CCTV lobby lantai 6 dan para sekuriti di pintu VIP dan VVIP. Mereka juga berhasil melumpuhkan seorang penjaga dari AMANSecure yang ditugaskan Hans.

Man, adalah salah satu petugas jaga yang disandera untuk masuk ke dalam ruang rawat inap tempat Raditya berada.

Agung selalu mendampingi Raditya karena dia dan yang para anggota Kuping Merah tidak percaya lagi dengan orang-orang dari institusi Raditya pasca penembakan.

Berdua bersama Man, mereka menaklukkan para penjahat dan aksi mereka menjadi tontonan di ruang meeting divisi akuntansi Sanjaya Group. Karena pada saat penyerangan, Agung tengah memimpin rapat lewat online

Infiltrasi Tuan Thakur terlalu dalam akarnya hingga menciptakan dirinya sebagai raja yang tak tersentuh dalam institusi tersebut.

Kuping Merah sendiri adalah gank yang terbentuk secara tidak sengaja pasca insiden di malam pengajian menjelang pernikahan Bramasta dan adiknya, Adisti.

Diberi nama Kuping Merah karena kuping para anggotanya merah semua setelah dijewer oleh Tuan Alwin Sanjaya, ayah dari Bramasta, akibat sifat tengil dan pecicilan mereka saat berkumpul.

Ada dirinya, Agung Aksara Gumilar – Akuntan Sanjaya Group, Bramasta Sanjaya - CEO B Group, Indra Kusumawardhani - Sekretaris B Group, Hans Alvaro Fernandez – Sekretaris Sanjaya Group, Anton Nicholas Akbar – Direktur Divisi Arsitektur dan Landscaping B Group dan terakhir adalah kakak iparnya Bramasta, Leon Iskandardinata - CEO Iskandardinata Group, Singapura.

Agung mengambil gawainya lalu menulis chat di WAG Kuping Merah.

Agung_Assalamu’alaikum. Semalam gue terbangun dengan perasaan gak enak tentang Adinda. Dan ternyata bukan hanya gue saja. Bang Radit juga_

Indra_Wa’alaikumussalam. Kok bisa kompakan begitu, Gung?_

Agung_Entahlah. Cuma, intuisi kami berkata akan ada hal yang buruk menimpa Adinda hari ini. Kemungkinan besar dari para pelaku bullying terhadap Adinda. Memakai ajang pengumuman kelulusan sebagai saat yang tepat untuk melancarkan aksi balas dendam mereka_

Bramasta_Bukannya kata orang-orang Shadow Team yang ditugasi mengawasi Ivan, dedengkot gank di sekolahan, Ivan sekarang jauh lebih kalem?_

Hans_Kita gak tahu sekalem apa dia, Bram. Lagipula perubahan pada Ivan terlalu mencolok. Khawatir hanya sebagai kamuflase saja_

Agung_Bang Radit sudah berkoordinasi dengan polsek setempat untuk mengawasi sekolahan Adinda_

Indra_Terlalu umum itu sih..._

Anton_Iya. Tadi gue juga mikirnya begitu sewaktu Bang Radit mengusulkannya_

Agung_Bang Radit meminta ada anggota wanita yang disusupkan ke dalam sekolah Adinda supaya bisa menjaga dan mengawasi Adinda_

Hans_Gue setuju dengan tindakan Pak Raditya_

Agung_Kalau gue minta Man yang mengawal Adinda hari ini bisa gak, Bang?_

Hans_OK. Nanti biar tugas Man hari ini diambil alih oleh yang lainnya_

Agung_Thanks Bang Hans_

Hans_Don’t mention it. Bagaimanapun, keselamatan Adinda sudah menjadi tanggung jawab kita semua. Dia sudah menjadi adik kita_

Indra_Lu tahu artinya, Gung?_

Agung_Apaan Bang?_

Indra_Lu kudu baik-baikin Dinda. Lu bikin Dinda menangis, Lu harus ingat, dia punya banyak abang yang akan membelanya. Abangnya galak-galak semua. Jagoan semua..._

Agung_Iya..iya.. gue tahu. Semalam Adek juga sudah bikin lengan gue memar gegara gue bikin Dinda sedih_

Bramasta_Wah... Kok Disti gak cerita ya, Kakak Ipar?_

Agung_Au ah!_

.

*bersambung*

Kira-kira bakal ada kejadian apa sih pagi ini di sekolah Adinda? Sampai seheboh itu Kuping Merah dan Raditya.

Jangan lupa like dan minta update.

Pencet ❤+ juga dan beri penilaian bintang 5 untuk novel ini ya.

Love you!

Utamakan baca Qur’an

🌷♥️🖤🤍💚🌷

BAB 2 – ANAK-ANAK NAKAL

RUANG RAWAT INAP VVIP

RUMAH SAKIT XX

Agung baru sja melakukan video call dengan Adinda. Anton masuk membawa roti yang masih hangat dari bakery di lantai dasar.

“Bang, mentega oleh-oleh Disti dan Bang Bram disimpan di mana?” Anton mencari di laci kulkas.

“Di kulkas. Pintunya.”

Semalam, Adisti dan Bramasta langsung ke rumah sakit setibanya dari New Zealand. Bahkan Bramasta bercerita, Adisti minta pulang saat itu juga saat mendengar Agung tengah sakit dan dirawat. Juga saat mendengar hubungan Agung dan Adinda memburuk.

“Sarapan belum datang ya. Bang Radit mau roti mentega gak? Mentega homemade nih. Wangi banget...”

“Mau...” Raditya turun dari bednya.

“Kita makan di taman saja yuk. Sekalian gerak badan juga,” usul Agung.

“Lah, Abang kan masih diinfus...” Anton menatap heran pada Agung.

“Udah dilepas tadi oleh suster sewaktu Lu turun beli roti.”

“Berasa piknik ya,” Raditya terkekeh.

“Terus, nanti kalau dokter datang bagaimana?” Anton menatap keduanya bergantian.

Raditya mengibaskan telapak tangannya.

“Gak.. dokter gak datang sepagi ini...”

“OK. Kejunya saya iris saja ya. Nanti... kemarin lihat ada nampan, Disti simpan dimana ya?”

“Tekonya dibawa aja ya. Pakai paper cup saja minumnya biar praktis,” Agung mengambil paper cup di laci.

“Yuk...” Anton berdiri sambil membawa nampan dengan roti yang sudah dioles mentega juga ada beberapa irisan tipis keju.

Agung membawa teko listrik yang sudah diisi teh celup juga 3 buah paper cup. Dia menyambar roti isi dari dalam kotak roti. Sesampainya di luar, menyerahkannya pada penjaga yang berada di dekat pintu.

“Pak, kami ke taman dulu ya. Sumpek di kamar terus,” Agung tersenyum lebar.

Petugas tersebut mengangguk dan membalas senyum Agung.

“Terima kasih Pak Agung.”

Beberapa perawat yang berpapasan dengan mereka menggelengkan kepalanya melihat mereka bertiga.

“Para pasien istimewa, mau piknik ya?”

“Iya dong... Suster mau ikut?” Anton yang berada paling depan membalas celotehan mereka.

“Pengen sih. Tapi tugas memandikan pasien nih..." seorang perawat yang bermata sipit terkekeh kecil.

“Kami sih gak perlu dimandikan, Suster. Kami pasien mandiri, Mandi sendiri..” Raditya terkekeh kecil.

“Iya nih.. Padahal kami ikhlas loh!”

Mereka tertawa bersama.

Pintu kaca menuju taman terbuka otomatis. Mereka bertiga melangkah keluar.

“Ton, belok kiri. DI bawah pergola bunga pink saja. Ada meja dan bangku tamannya. Tempat gue nembak Adinda dulu...” Agung mengarahkan Anton.

Anton dan Raditya tertawa.

Gawai Agung berbunyi. Adinda.

“Assalamu’alaikum, Calon Ma’mum. Ada apa?” Jeda.

“Jam berapa ke sekolahnya?” Jeda.

“OK. Saya dan lainnya di taman ya. Di tempat kita dulu,” Agung tersenyum lebar.

Anton dan Raditya sibuk berciyeee-ciyeee.

“Iya. Hati-hati... Wa’alaikumussalam.”

Anton menyengir lebar.

“Gayanya kalau di telepon... Assalamu’alaikum Calon Ma’mum...” Anton terbahak diikuti Raditya.

“Tapi kalau ketemuan mendadak dua-duanya jaim. Berubah jadi kanebo kering,” Raditya terbahak lagi.

“Mereka berdua: Assalamu’alaikum Calon Ma’mum...Assalamu’alikum Calon Imam... Lah kita?” Anton memandang Raditya dengan wajah tengil, “Assalamu’alaikum Calon Mayit!”

“Dih! Calon Mayit!” Agung meringis.

“Ya iyalah. Kita semua kan Calon Mayit,” Anton tertawa lagi.

“Iya.. bener..” Raditya mengangguk-angguk sambil tertawa.

“Tapi gak perlu disebut seperti itu atuhlah. Serem tahu...” Agung mencebik.

Anton dan Raditya tertawa lagi.

Matahari pagi itu masih malu-malu menampakkan diri. Udara di taman terasa segar dan teduh.

Agung menuang teh pada masing-masing gelas.

“Jarang-jarang ada gedung yang punya taman di atas seperti ini ya...” Raditya mengunyah rotinya, aroma mentega homemade peternakan dari New Zealand itu sungguh membuatnya menghidu berkali-kali. Rasa gurihnya bahkan bisa tercium dari aromanya.

“Taman ini memenangkan taman gantung terbaik di salah satu ajang perhelatan dunia arsitek internasional," Anton mengoles roti yang masih hangat, membuat mentega cepat lenyap dari pandangan mata dan menyebarkan aroma gurih mentega susu di udara pagi.

“Wah keren. Kita sarapan di taman terbaik versi para arsitek dunia...” Agung mengambil seiris keju.

Mengunyah bergantian antara roti dengan keju sambil mata memperhatikan kawanan burung-burung yang hinggap di dahan-dahan kecil pada pohon yang dipangkas bulat sempurna.

Kemudian menoleh pada Raditya.

“Sekarang Abang sudah kuat kakinya. Kemarin ke taman masih pakai kursi roda...”

“Eh iya. Bersama kalian, saya jadi merasa jauh lebih baik.”

“Mau latihan tubuh bagian atas, Bang? Saya ajari, mau?” Anton berdiri.

“Ciyus, Ton?” Agung ikut berdiri juga.

Anton mengangguk.

“Low impact exercise. Lebih difokuskan ke pernafasan. Ini sebenarnya latihan untuk para manula. Nainai yang mengajari. Orang awam menyebutnya: Senam Jantung.”

Raditya berdiri di belakang Anton, sejajar dengan Agung. Anton, yang rambutnya agak panjang, diikat sekedarnya dengan karet warna hitam.

Tanpa mereka sadari, Adinda yang sudah ada di sana, merekam sebagian kegiatan mereka. Lalu mengirimkannya kepada WAG Sendok Takar, WAG para wanitanya gank Kuping Merah dengan caption: Taichi Master.

*

07.15

SMU XXX

“Lu sudah siapin?” seorang remaja pria bercelana seragam abu-abu tapi atasannya mengenakan kaos oblong warna navy bertuliskan Sepultura.

“Sudah dong!” remaja pria lainnya yang jangkung memperlihatkan botol bekas air mineral yang berisi cairan dengan aroma menyengat, “Nih! Jirrr, baunya!”

Kaos Sepultura terbahak.

“Gue gak sabar ingin segera beraksi. Melihat Si Dinda disiram. Najis banget, sumpah! Gara-gara dia, gank kita jadi gak seperti dulu lagi!”

“Lu kan berhasil grepe-grepe to ketnya di gang belakang toko donat itu. Puas gak, Lu?” si Jangkung tertawa mengingat aksi mereka menggiring Adinda dari toko buku ke gang belakang gerai donat.

“Puas apanya? Grepe apaan? To ketnya dia tutupi terus pakai buku yang baru dibelinya. Bikin jengkel!”

“Iya sih. Gue yang pengen nyicipin bibirnya malah kena tampol tas belanjaannya. Bikin emosi!”

“Sebel gue dengan penolongnya. Siapa tuh? Agung? Puas banget lihat dia tertembak di depan The Ritz. Saat nonton tayangan rekaman CCTVnya, gue berucap, napa gak mati aja sih Lu??!”

Si Jangkung tertawa ngakak.

“Prince Zuko juga ikut campur. Kenapa sih anonymous bule ikut tayangin CCTV yang merekam kita ngerjain si Dinda? Sumpah gue gak tahu ada CCTV. Kalau tahu mah... udah gue ancurin dulu tuh kameranya!”

“Lu denger gosip gak? Katanya Agung kenal dengan si Prince Zuko ini. Makanya Prince Zuko awasi Agung terus...”

“Tapi untungnya wajah kita diblur ya. Aman kitanya!” kaos Sepultura terbahak keras.

Si Jangkung mengangguk.

“Siapa eksekutor cairan kuning keemasan itu?” telunjuknya menunjuk kresek hitam.

Kaos Sepultura menggeleng.

“Gue ogah!”

“Si Firman aja. Dia kan dendam banget dengan Si Agung. Gigi depannya ompong gegara dia.”

Kaos Sepultura mengangguk setuju.

“Heran, anak cewek blom ada yang muncul nih? Mereka mau kasih kejutan apa sih buat Dinda?”

“Gak tahu. Lagian juga si Dinda, semenjak ditolong si Agung itu, perubahannya terasa banget ya. Drastis! Anak yatim piatu mendadak jadi princess,” Si Jangkung berdiri untuk mengambil vape-nya dari saku celananya, “Biasa naik angkot, mendadak diantar jemput. Biasanya sih pakai Innova hitam tapi kadang pakai Vellfire putih...”

“Anak-anak cewek curiga, si Dinda ini Sugar Baby, piaraannya Sugar Daddy. Katanya sih konglomerat. Kaya banget!”

“Anjirrr! Mainnya sama om-om tua. Gak mau dia kalau main sama kita-kita? Memangnya dengan om-om tua bisa muasin dia?”

“Yang penting duit, Bro!” Kaos Sepultura menatap wajahnya di spion motornya, lalu memperbaiki rambutnya, “Main sama kita, dijamin puas, kita tahu tehnik dari tontonan bo kep, kita punya pengalaman karena sering praktek, durasi tentu menang di kita dong, secara stamina masih prima...”

Kaos Sepultura terkekeh bersama si Jangkung.

“Sayangnya, kita gak ada duitnya. Duit kita ngepas. Kalau lebih, cuma cukup buat beberapa kali hangout di luar. Duit memang bisa menutupi semuanya, Bro!”

“Eh, itu si Manda dan Anya datang...” Kaos Sepultura melambaikan tangannya ke arah mereka.

“Kalian bawa apa untuk Dinda?” Si Jangkung memandang penuh rasa ingin tahu pada tas mereka.

Manda dan Anya saling pandang. Lalu tertawa bersama.

“Lihat dong...” Si Jangkung menggoyang-goyangkan lengan Manda.

“Tuh... barang-barangnya di Anya, bukan di gue...”

Anya membuka tasnya sambil tertawa. Lalu membuka resleting tasnya, menyibak sedikit agar Si Jangkung dan Kaos Sepultura biasa mengintip isi tasnya.

Kedua remaja pria itu berseru kaget.

“Jirrrr!” Kaos Sepultura melebarkan matanya, “Kalian mau pesta or gy?!”

“Lu bawa berapa mainan dewasa, Nya?”

“Gak banyak, cuma 5..” Anya tertawa.

“Woiiy tutup tasnya. Gue jadi sa nge lihat yang kayak gituan..” Manda mengedipkan matanya pada Si Jangkung.

Si Jangkung menggeleng.

“Sori, Man. Gue lagi gak mood, gegara aroma kejutan buat Adinda...” Si Jangkung menunjuk kresek hitam yang tergantung di motornya.

Manda dan Anya terbahak.

“Sama gue aja, Man?” Kaos Sepultura tersenyum lebar sambil menaikturunkan alisnya.

Semenit kemudian, keduanya menghilang ke arah top floor gedung sekolah. Tempat yang bebas dari kamera CCTV, tempat anak-anak nakal hang out saat jam sekolah.

Di sana bebas: nobar bokep, mabar game online hingga judi online, merokok hingga nyi meng, bahkan esek-esek di bawah langit. Satu hal yang haram dilakukan di sana adalah berkelahi. Karena perkelahian akan memicu datangnya guru ke tempat itu.

.

*bersambung*

Anak jaman now gitu amat pergaulannya. Memang iya begitu?

Cek saja deh berita-berita tentang pergaulan anak jaman now.

Bahkan usia pelajar, ada yang sekabupaten ratusan siswinya mengajukan ijin khusus dari salah satu kementerian, karena statusnya yang sudah menikah dan dalam keadaan hamil.

Na’udzubillahi mindzaalik.

Author berusaha menyajikan konflik yang berbeda pada setiap novel. Supaya Readers gak bosan dan Author juga gak blenger 😁🤭

Jangan lupa like dan minta update.

Pencet ❤+ juga dan beri penilaian bintang 5 untuk novel ini ya.

🌹Utamakan baca Qur’an🌹

Love you!

🌷❤🖤🤍💚🌷

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!