“Aku berharap anak kita kelak akan menjadi manusia yang kuat ya mas” ucap Daryanti sembari mengelus perutnya yang sudah membesar. Kehamilannya tersebut adalah hadiah yang paling dirinya tunggu selama belasan tahun.
“Pasti Dar, aku yakin anak kita akan kuat. Sama seperti ibunya!” seru Adam menambahkan.
Tiba-tiba perut Daryanti sakit, mungkin sudah waktunya untuk melahirkan.”Mas, perut aku!”
“ayo, kita kerumah sakit sekarang” ajak Adam, lalu mereka menaiki mobil.
Selama perjalanan, mereka harus melewati hujan yang sangat deras. Begitu pun dengan angin yang ikut menambah susahnya perjalanan mereka.
“mas, ak-u udah gak kuat, ak- aku-“
Belum sempat melanjutkan kalimatnya, Daryanti sudah melahirkan dua anak di dalam mobil. Tangisan anak mereka seperti bersahutan dengan angin dan hujan. Tetapi Adam dan Daryanti tidak perduli, mereka hanya merasakan bahagia dengan kehadiran anak mereka yang ternyata bukan hanya satu, melainkan dua anak dan mereka kembar.
“mereka kembar Dar, mereka kembar!” seru Adam begitu bahagia.
Seketika melihat wajah Adam, anak perempuan mereka tersenyum dan hujan juga ikut berhenti.
“Aku akan namakan dia Airy Dermawan, artinya Air yang dermawan. Dan karena dia terlahir karena hujan turun. Dan anak kedua kita, yang laki laki akan ku namakan Arva Dermawan, yang berarti angin yang bertiup cepat secara dermawan.” Jelas Adam
Daryanti tersenyum,“aku setuju mas.”
Di lain tempat, sebuah rumah besar sedang terjadi keresahan. Ternyata sama halnya, seorang perempuan berumur tiga puluhan itu sedang persiapan untuk melahirkan anak kedua mereka, karena turunnya hujan dan angin yang bertiup cepat itu membuat keterlambatan bidan untuk datang.
“akh! Kenapa harus hujan angin sekarang sih! Sayang, aku mohon sabar ya, sebentar lagi bidan itu akan datang kerumah” lelaki itu yang merupakan suaminya mencoba menenangkan istrinya.
Hujan angin itu berhenti seketika, dan muncul lah banyak bunga yang bertebaran sekitar halaman rumah. Pohon mangga, apel dan strawberry yang ditanam di rumah itu semua berbuah.
Dan hal itu juga bersamaan dengan suara tangis dari bayi yang baru saja lahir.
“Sayang, kamu.. ini anak kita lahir sayang!”
“anak kita perempuan mas”
“iya, anak kita perempuan. Dia cantik seperti bunga yang bermekaran di sekitar rumah kita sayang, Zinnia, iya itu nama untuk anak kita.”
“cantik mas.”
“Kenapa hujan angin ini begitu kencang mas, apa ada sesuatu yang akan muncul?” tanya Dewi yang sedang menyusui anaknya di gendongan.
“aku tidak tau, tapi kejadian ini mengingatkan aku dengan kelahiran Jenggala. Sama persis, kamu ingat kan saat Jenggala lahir, tanah seketika bergoyang. Dan tepat saat Jenggala tersenyum, tanah yang semula bergoyang semula berhenti.” Jelas Setno mencoba mengingat kejadian satu tahun lalu.
“Iya mas, aku ingat. Berarti ini bukan fenomena biasa, lihat! tanaman dirumah kita berbunga seketika” seru Dewi yang takjub dengan apa yang barusan dirinya lihat.
Dan tepat itu, tangan Jenggala, anak dari Dewi dan Setno mengeluarkan cahaya dan saat cahaya itu pudar, muncul sebuah gelang yang menyerupai dengan bentuk bumi.
Cahaya dari arah pintu kamar mereka tiba tiba muncul, dan saat itu berdiri seorang wanita cantik yang berkilau dengan cahayanya.
“jagalah anakmu Jenggala, dia bukan anak biasa. Dia mampu mengendalikan tanah, dan bukan hanya Jenggala. Melainkan akan ada tiga anak yang sama seperti Jenggala, mereka mampu mengendalikan air, angin dan juga tanaman. Apa yang kalian pikirkan tadi itu nyata, aku percayakan Jenggala pada kalian. Gelang yang ada ditangannya akan ikut menjaga Jenggala” jelasnya, kemudian cahaya itu hilang bersama dengan perempuan tadi.
...Jenggala...
...Arva dan Airy...
...Zinnia...
Tujuh belas tahun sudah berlalu sejak kelahiran mereka, tentu saja mereka tumbuh dengan kasih sayang yang penuh dan juga diajarkan tentang menghormati, menghargai dan juga menolong sesama.
Gadis cantik yang sedang bercermin seperti kesusahan saat memilih aksesoris yang akan dia pakai untuk rambutnya, “menurut mba, aku cocok pake yang kupu kupu ini atau yang kumbang?” tanyanya pada asisten rumah itu.
“Dua duanya bagus non”
Seperti kecewa dengan jawaban yang dia dapat, “ah mba mah gak asik deh, yaudah mba keluar dulu ya, bilang sama ayah dan bunda nanti aku turun buat sarapan,”
“Baik non”
Perempuan itu melihat kearah asistennya yang dirasa sudah turun ke bawah, dirinya tersenyum.
“Gue mau kepang deh, kali kali kan gue dikepang, pasti tambah cantik. Pake kekuatan gue aja kalo gitu”
Perempuan itu seperti membaca pikiran para tanaman dirumahnya, dengan melihatnya saja tanaman itu seperti menurut dan mulai mengepang rambutnya.
Perempuan itu kembali tersenyum, “terima kasih tanaman tanaman ku”
“Zinnia, turun.. sarapan!” seru suara dari arah bawah
Perempuan itu menghela nafas pelan, “pasti itu bunda, oke let’s go Nia! Ingat, hari ini adalah hari pertama Lo di SMA”
“kebiasaan deh kamu tuh, ini nanti kamu telat loh” omel bundanya
“Bunda ku sayang, kenapa sih kok hari ini kayak sensi gitu?” tanya Zinnia sembari membujuk bundanya
“Biasalah itu, tanaman bunga bunda kamu tiba tiba layu di depan” sahut sang ayah yang baru saja bergabung
“Layu?” tanya Zinnia lagi untuk memastikan.
“iya, kamu liat sendiri aja coba”
“Ini pasti karena gue nangis semalem deh” ucap Zinnia dalam hati
“sebentar ya Nia liat dulu” Zinnia segera menghampiri tanaman yang dimaksud dan tiba tiba hujan turun mendadak, karena itu baju Zinnia jadi basah kuyup.
“ih! Kok hujan si! Baju gue, e-“ untung saja Zinnia ingat, jika dia menangis maka akan membuat tanaman bunga semakin layu
Akhirnya selang dalam sepuluh menit hujan berhenti, Zinnia segera melihat tanaman bunga milik bundanya itu.
“iya ih beneran layu, tanaman aku udah gak papa. Kamu mekar lagi ya, kasihan bunda tau dia keliatannya sedih” ujar Zinnia lalu tersenyum dan seketika tanaman itu kembali mekar
“Nia? Kamu basah karena hujan pasti ya?” tanya bundanya khawatir
“Sut, liat deh tanaman bunda udah mekar lagi dong”
Bundanya yang melihat itu tentu senang dan sangat berterima kasih kepada putri kesayangannya itu.
“eh, ayo cepat ganti baju dulu nanti baru sarapan!” seru bundanya, Zinnia segera melaksanakan perintah itu.
“hujan?” ucap seorang laki laki dari jendela rumahnya
“Gala, kamu sarapan dulu yuk!” Seru Dewi yang melihat putranya sedari tadi melihat ke arah luar
“Mi, apa dia sedang menangis?” tanya Jenggala sembari tetap memperhatikan ke arah luar
Dewi menghela nafas pelan, “Gala, tidak semua air hujan yang turun karena dia sedang menangis, mungkin ini kiriman tuhan untuk kita”
Jenggala menoleh kearah Maminya, lalu tersenyum. Dia hampiri meja makan yang sudah dipenuhi dengan makanan itu.
“Gala sayang Mami” ujar Jenggala, lalu memeluk Maminya
“ada acara apa ini kok peluk peluk begini?” tanya Setno
“gak papa dong kan ini Maminya Gala” ledek Jenggala sengaja
“haduh, Papi menciptakan saingan sendiri ternyata” ujar Setno dan berpura pura murung
“Sut, Gala kamu ini seneng banget buat Papi kamu jadi Pundungan gitu” Dewi mencoba membela Setno, lalu menghampiri Setno yang sedang memanyunkan bibirnya itu, “yakin nih Papi mau diemin Mami, hm?”
“ya gak dong, eh iya Mi, kok hujan ya?”
“mungkin dia lagi nangis Pi” sahut Jenggala
“Gala, baru tadi mami bilang kalo gak selamanya hujan turun itu karena anak itu nangis, bisa jadi tuhan loh yang kirim hujan ini” tegur Dewi
“Iya mami, kan tadi Gala juga bilang nya mungkin”
“oh iya sepatu gue masih ada di teras” ujarnya sembari berlari menuju teras, dan tiba tiba hujan turun deras,
“syukur aja gue langsung buru buru, eh bentar kan ini cerah ya, kok hujan si?” lanjutnya dan kembali berlari menuju suatu ruangan
Dan saat sudah menemukan ruangan itu, benar saja dugaannya. “Ry, Lo kenapa si? Lo tau gak, sepatu gue hampir aja basah gara gara Lo”
“Ihh, rese banget sih Lo! Lo lebih milih sepatu dibanding saudara Lo yang lagi sedih ini” seru Airy yang semakin menjadi tangisnya
“oke oke, maaf ya. Sekarang cerita sama gue, Lo kenapa?” dia itu mencoba menenangkan Airy sembari bertanya dengan lembut
“Jefry putusin gue, Va... “ jawab Airy
Arva mencoba menahan tawanya, “kok bisa?”
“Dia bilang kita itu udah beda sekolah, berarti beda perasaan” jelas Airy, kalimat itu membuat Arva ingin marah, namun tangannya langsung dicegah oleh Airy
“lo mau marah ya?”
“Iya tadinya, tapi udahlah Ry, ngapain si Lo tangisi Jeftak itu? Mending si Jefry Nicol ya, ganteng, lah dia botak begitu di tangisi” ujar Arva
“Eh iya ya ngapain juga gue nangisin dia? Va, tadi gue gak nangis Lo ya, gak nangis gue itu tadi, gak pokoknya” ujar Airy yang mencoba mengelak
“IYA GAK NANGIS, CUMAN BASAHI ASPAL DOANG!”
“Lo pernah nyangka gak si kalo kita bakal sekolah di sekolahan gede kek gini?” tanya Airy saat mereka tiba di sekolahan
Sekolah mereka memang terkenal dengan sekolah favorit, ada berbagai kalangan di sekolah itu. Seleksi pendaftarannya tentu tidak main main, hanya murid murid yang pintar dan cerdas yang dapat masuk kedalam sekolah itu. Berarti dengan kata lain, sekolah ini hanya untuk anak anak terpilih.
“Pernah, secara gue kan pinter” ujar Arva santai
Raut wajah Airy saat mendengar itu seketika berubah,“dih, iya deh siap si paling pintar”
“ck, udah ayo”
Saat beberapa langkah kaki mereka berjalan, tiba tiba cahaya muncul dari tangan mereka.
“Kenapa nih?” tanya Airy panik
“arah panahnya sebelah sana!” seru Arva lalu menarik tangan Airy untuk menuju tempat yang dimaksud.
“Gak biasanya gue deg deg an begini” gumam Jenggala dalam hati,
Sejak hujan tadi pagi, perasaan Jenggala memang seperti terkoneksi dengan sesuatu, namun dirinya tidak tahu apa yang mengganggunya itu.
“weh bro, kenapa gerangan si kawan? Dari tadi gue liat liat Lo bengong terus, nih ya mending Lo liat Adek kelas deh, gila cuy bening bening banget!” seru Aldo yang merupakan teman dekat Jenggala.
“eh iya Al, urusan OSIS buat MOS udah kan ya?” tanya Jenggala menghindari pertanyaan dari Aldo tadi
“Tenang aja Gal, semua udah beres” jawab Aldo
Jenggala membalas dengan anggukan, tiba tiba matanya terpusat pada satu perempuan berambut kepang. Jenggala juga menyadari setiap perempuan itu berjalan, tanaman bunga di halaman sekolah bermekaran indah seperti menyambut kehadirannya itu.
“Gue kebawah dulu ya Al”
“e-eh mau kemana?”
Jenggala berlari sekencang mungkin dan saat tepat dihadapannya seketika gelang bercahaya. Perempuan itu juga terjadi hal yang sama, Jenggala secara cepat menarik tangannya dan membawa ke tempat sepi agar tidak menjadi pusat perhatian
Dengan nafas terengah engah perempuan itu berseru, “heh! Lo gila ya, tangan gue sakit Lo tarik tarik tadi!”
“Maaf maaf, gue nanya sama Lo, Lo siapa? Kenapa Lo juga punya gelang ini?” beribu pertanyaan berputar dalam kepala Jenggala
“Loh, kok gak ada musibah apa apa?” tanya Airy bertanya yang baru saja datang bersama Arva
Jenggala menoleh ke arah Airy dan Arva, lagi lagi dirinya melihat gelang yang sama dengan dirinya pakai, “kalian?”
“Nih orang kayaknya stres deh, Lo berdua tau gak si, tangan gue di tarik tarik cuman karena mau tanya gelang gue doang” jelasnya
“gue gak stres, gue juga punya gelang yang sama kayak punya kalian bertiga!” seru Jenggala
Mereka bertiga yang dimaksud kemudian memperhatikan gelang yang mereka pakai masing masing, dan dalam satu kedipan mereka berada ditempat yang berbeda.
“Eh, dimana ini?” tanya Airy
Cahaya tujuh belas tahun itu kembali, tepat berada dihadapan mereka berempat.
“selamat datang anak anak” sapanya
“Kamu siapa?” tanya Arva
“aku hanya cahaya yang melindungi kalian, aku tidak akan menyangka kalian akan bertemu hari ini. Pasti banyak pertanyaan yang kalian ingin tanyakan, tapi hanya satu jawaban yang akan aku beri tahu kalian. Kalian adalah empat elemen yang terpilih, tujuan kalian untuk melindungi dan bukan menghakimi. Jagalah satu sama lain diantara kalian, jangan pernah berpisah. Karena kalian ditugaskan secara bersama. Aku rasa itu cukup, misi kalian akan dimulai dari hari ini”
Cahaya itu kemudian menghilang dan satu kedipan mata mereka telah kembali lagi.
“Maksud dari cahaya tadi apa si?” tanya Airy
“gue bakal jelasin, tapi kita perkenalkan diri kita, nama gue Jenggala”
“gue Airy dan ini kembaran gue Arva.”
“Gue Zinnia.”
...-Airy Dermawan & Arva Dermawan-...
...-Zinnia-...
...-Jenggala-...
Setelah perkenalan itu, Jenggala mengajak ketiga dari mereka untuk ketempat yang jarang dilalui oleh orang sekitar
“tunggu, Lo tau kita bakal ketemu?” tanya Arva kepada Jenggala
Jenggala mengangguk, “iya, tapi gue gak dikasih tau kapan bakal ketemunya”
“ya tapi gak usah segala narik tangan gue kali” ujar Zinnia sarkas
“maaf soal tadi, gue cuman kaget pas liat tanaman pada mekar seakan nyambut kedatangan Lo” jelas Jenggala
“hm, ya buat gue itu hal biasa aja”
“Gal, coba Lo jelasin. Kenapa kita bisa punya gelang yang sama? Terus apa coba misi yang bakal kita lakuin?” tanya Airy yang sangat penasaran
Jenggala mencoba menjelaskan semua, “tapi kalo soal misi gue gak tau Ry”
Semua terdiam, memikirkan apa yang baru mereka dengar dari Jenggala.
“hidup gue kayak di dongeng aja deh” ujar Zinnia
“Lo punya kekuatan aja udah ngerasa kayak di dongeng kan?” tanya Arva
“iya sih” sahut Zinnia
“eh, gue baru sadar. Gelang kita itu tanda elemen yang kita miliki gak si? Liat deh punya lo Ry, kayak simbol hewan laut dan yang berarti air, dan Lo Va, kayak bentuk sayap gitu. Dan Lo Jeng-“ujaran Zinnia dipotong oleh Jenggala,
(milik Zinnia)
(milik Arva)
(milik Airy)
“Jeng?”
“Nama Lo Jenggala kan, ya berarti gue bebas panggil Lo Jeng atau gak Gala”
Airy dan Arva terlihat sedang menawan tawa mereka, sedangkan Jenggala hanya menghela nafas berat. Baru pertama kalinya dia di panggil Jeng oleh seseorang.
“Eh tanda Lo itu kok tengkorak Jeng?” lanjut Zinnia bertanya sekaligus panik, Airy dan Arva pun menoleh ke arah lengan milik Jenggala,
“Hm, kalian kalo di kubur di mana?” tanya Jenggala balik
"tanah!" seru Airy, Arva dan Zinnia serempak
"nah, kalo udah ditanah, lama lama kalian akan terurai dan jadi tengkorak" jelas Jenggala, sebenarnya ketiga dari mereka masih belum paham, namun sepertinya perbincangan harus selesai,
“woy! MOS udah mau dimulai!” teriak dari arah jauh
Jenggala mengenali suara itu, “ingat ya, jangan sampe ada yang tahu soal kita, paham?”
“paham” jawab Airy, Arva dan Zinnia bersamaan.
Dengan ketentuan dari sekolah, MOS diadakan selama tiga hari untuk mengenalkan kepada murid baru tentang sekolah yang akan mereka tempati.
“lo dapet kelas apa Ry?” tanya Zinnia
“sepuluh IPA dua” jawab Airy
“Kita beda kelas?” sekarang giliran Arva yang bertanya
“ya mau gimana lagi Va?” sejujurnya Airy sedih harus berpisah dengan Arva, karena sejak dari sekolah dasar sampai sekolah menengah pertama mereka berdua selalu bersama. Tetapi, tidak mungkin juga jika Airy mengaku jika dia sedih, karena dari perempuan adalah gengsi adalah hal utama.
“tapi Lo satu kelas sama gue Va” ujar Zinnia ke Arva
“Iya, yaudah ayo ke kelas” ajak Arva kepada Zinnia, meninggalkan Airy yang masih berdiri di depan Mading.
Airy masih berdiri di posisi yang sama sampai Arva sudah tidak terlihat lagi, saat Airy menoleh tiba tiba matanya ber pas pas an dengan satu mata yang menggambarkan sebuah petir.
“Petir? Gue gak salah liat kan tadi?” tanya Airy kepada dirinya sendiri.
Lapangan dipenuhi dengan murid murid yang sedang menonton pertandingan basket antara kelas dua belas dan sebelas, kehebohan itu juga ditambah karena adanya Jenggala disana.
“Ternyata si Jeng itu cukup famous juga ya” ujar Zinnia sarkas
Sedangkan Airy masih terfikir akan mata petir yang tadi pagi dirinya lihat, Arva yang memang sudah terlahir kembar seperti merasakan kegelisahan dalam dirinya.
“lo kenapa Ry?”
“e-em gak papa” jawab Airy bohong
“gue itu kembaran Lo Ry, gue tau kalo Lo lagi bohong atau gak. Jawab gue, kenapa?” tanya Arva sekali lagi
Mata Airy menatap ke air yang sedang Jenggala hendak minum, tiba tiba Jenggala langsung berlari ke arah Airy, Arva dan Zinnia berada.
“apa yang mau Lo kasih tau?” tanya Jenggala
“heh! Lo bisa gak si jangan ngagetin” seru Zinnia
“Jangan di sini” ucap Airy, kemudian mereka menuju ke tempat yang lebih sepi
“tunggu, kok Lo tau Airy bakal kasih tau sesuatu?” tanya Zinnia penasaran
“lewat air yang tadi mau gue minum” jawab Jenggala
“Jadi, bisa dibilang telepati air?” tanya Arva bergantian
“Bisa dibilang begitu, Ry, cepet kasih tau kita kenapa?” sekarang mereka bertiga benar benar menunggu penjelasan dari Airy
“gue kayak tersangkut sama orang yang punya mata petir”
“mata petir?” ujar Arva,Zinnia dan Jenggala bersama
Airy mengangguk, “gue lihat tadi pagi pas di Mading, mata nya itu kayak bentuk petir gitu.”
“keren juga ya matanya bisa bentuk petir” ujar Zinnia
“keren Mulu pikiran Lo deh, ini itu bukan masalah kerennya Zia, tapi ini masalah dia itu temen atau musuh” jelas Arva
“wait, Lo panggil gue Zia? Cakep juga tuh”
“emang Lo biasa di panggil apa?” tanya Jenggala
“Nia, eh kok jadi bahas nama gue si. Gini deh kalo emang mau cari tau soal dia temen atau musuh si gampang lah, tinggal liat aja deh dia make gelang yang sama kayak kita atau gak. Yak gak si?”
“Tumben otak Lo encer” ujar Jenggala yang kini sarkas
Ingin sekali Zinnia membalasnya, tetapi itu akan percuma dan membuang buang waktu.
“Aneh banget si, padahal gue cuman tinggal liat dia pake gelang atau gak. Tapi gue deg deg an banget sial” gumam Airy dalam hati.
Orang yang dimaksud oleh Airy muncul, tatapan itu benar benar tajam. Wajahnya terlihat tegas, rambutnya hitam sekali. Hoodie yang dia pakai juga menambah auranya.
“D-dia gak pake gelang? Berarti dia musuh dong” gumam Airy dalam hati lagi
“lo kenapa?” tanyanya tiba tiba saat tepat dihadapan Airy, kini mata mereka berdua saling menatap
“e-eh gak, gak papa” Airy mencoba menghindar, kenapa dengan jantung yang tiba tiba sangat kencang berdetak ini.
“gue Tier, Lo?” lelaki itu menjulurkan telapak tangannya, Airy meneguk air yang ada tenggorokannya.
Airy mencoba untuk tetap biasa saja, “Airy”
“cantik”
“Ha?”
“nama Lo cantik”
Jujur saja kali ini wajah Airy berubah menjadi tomat, “wajah Lo merah”
“Ha?”
Tier hanya terkekeh dengan tingkah yang ditunjukkan oleh Airy, dari arah jendela ternyata Arva memperhatikan mereka berdua. Tentu saja Arva tidak sendiri, dia ditemani oleh Zinnia. Sedari tadi Zinnia memperhatikan wajah Arva yang jengkel.
“Cie, Lo cemburu ya kembaran lo udah punya pawang” ledek Zinnia
“Ngapain coba gue cemburu? Gak ada ya” ujar Arva mengelak
“Iya deh gak cemburu, tapi ya Va gue juga bisa Lo jadi pawang Lo” ucap Zinnia tiba tiba dengan senyum genitnya
“yang ada gawang kalo sama Lo mah” setelah mengucapkan itu Arva pergi
“ih, Arva Lo nyebelin!”
Sesampainya dirumah Jenggala segera mencari sang Mami yang entah berada dimana.
“Mi?!” teriaknya sembari tetap mencari
“Ada apa Gala? Kenapa teriak teriak si?” tanya Dewi
“Aku bertemu mereka Mi” kalimat itu membuat Dewi terkejut
“Kamu beneran, kamu gak lagi halu kan Gal?” Tanya Dwi mencoba memastikan lagi
“Bener kok, aku gak halu. Kalo mami gak percaya, besok aku bawa mereka ke sini deh” ujar Gala
“Iya Udah, mami percaya kok. Kamu sekarang ganti baju terus makan ya, Mami udah siapin”
“siap.”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!