Sinar mentari bersinar cerah, secerah hati Jasmine karna semalam dia telah sepakat menjalin hubungan dengan lelaki pujaan hatinya. Gadis berdarah Indonesia dan Inggris itu sanggup bertahan di tengah-tengah sikap Juna yang kaku dan tidak mudah di dekati. Bisa dibilang Jasmine adalah gadis pertama yang mampu meluluhkan hati Juna, meski harus berjuang selama 2 tahun lamanya. Namun Jasmine tak pernah mempersalahkan waktu yang telah dia habiskan untuk berjuang. Sebab itu percaya bahwa usaha tak akan mengkhianati hasil. Sekarang dia mampu membuktikan dengan bisa bersanding di samping Juna sebagai kekasih.
Sudah 4 bulan sejak keduanya resmi menjadi pasangan kekasih. Keduanya semakin intens bertemu. Apalagi jarak kampus Jasmine dengan kantor Juna cukup dekat. Kapanpun Jasmine bisa singgah untuk sekedar menemui Juna dan membawakan makanan.
Walaupun baru 4 bulan menjalin hubungan, tapi sudah ada obrolan tentang pernikahan setiap kali ada acara keluarga. Karna sejak awal mereka memang sudah di jodohkan oleh keluarga kedua belah pihak.
...****...
Duduk di depan meja rias, Jasmine baru saja selesai memoles make up tipis di wajahnya. Rambut panjangnya di biarkan tergerai. Kali ini dia memakai dress selutut bermotif bunga kecil-kecil. Dress itu sangat mendeskripsikan suasana hati Jasmine pagi ini. Penuh bunga, seperti hatinya.
Selesai memastikan penampilannya rapi, Jasmine meraih ponsel di atas meja rias dan mengirimkan pesan pada Juna. Dia memberi tahu Juna jika dia sudah selesai bersiap.
Juna sering mengomel jika disuruh menunggu. Itu sebabnya Jasmine akan menghubungi Juna kalau dia sudah siap. Jadi Juna tidak akan menunggu.
Jasmine keluar kamar dan masuk ke dalam lift untuk turun ke lantai bawah. Gadis itu menghampiri Mamanya yang sedang merangkai bunga segar ke dalam vas untuk di pajang di beberapa sudut ruang tamu dan ruang keluarga.
"Mamah,," Jasmine menunduk dan memeluk Mamanya dari belakang sofa. Kinanti menoleh kebelakang dengan seulas senyum lebar. Kebahagiaan yang dirasakan oleh putrinya seolah menular padanya. Sejak putrinya menjalani hubungan dengan Juna, Kinanti sering melihat wajah putrinya berseri-seri dan tampak lebih semangat menjalani hari-harinya.
"Mau pergi kemana sayang.?"
"Aku minta jalan-jalan ke pantai. Minggu kemarin Kak Juna sangat sibuk dan tidak punya waktu untukku. Semalam aku sedikit memaksa, tapi Kak Juna tidak keberatan pergi pagi ini." Jasmine menyengir kuda setelah menjelaskan semuanya pada sang Mama.
"Sini, duduk di sebelah Mama." Kinanti menepuk sisi kosong di sampingnya. Jasmine segera pindah dan duduk di sebelah sang Mama.
"Jasmine, apa Juna sering mengeluh setiap kali kamu memaksa atau merengek padanya.?" Kinanti berkata dengan intonasi yang pelan dan lembut.
Putrinya baru 19 tahun, walaupun sudah bukan remaja lagi, namun Kinanti tau betul seperti apa sifat putrinya. Sejak dulu ia dan sang suaminya sangat memanjakan Jasmine. Jadi di usia Jasmine saat ini, putrinya itu belum bisa bersikap dewasa dalam menyikapi beberapa hal. Termasuk dalam menjalani hubungan dengan Juna. Sering kali Jasmine merengek pada Juna, layaknya merengek pada orang tuanya sendiri. Kinanti khawatir Juna merasa risih jika terus-terusan menghadapi sifat kekanakan Jasmine.
Jasmine mengangguk.
"Kadang-kadang. Tapi dari dulu Kak Juna memang seperti itu, dia hanya bercanda saja." Jasmine bisa bicara sesantai itu karna setiap keluhan atau cibiran Juna tak pernah ia ambil hati. Bagi Jasmine, Juna tidak benar-benar serius mengatakannya. Sebab di balik perkataan Juna, pria itu masih tetap menuruti keinginannya.
"Sayang, tapi kita tidak pernah tau isi hati seseorang. Alangkah baiknya kamu belajar dewasa mulai dari sekarang. Ke depan saat kamu dan Juna memutuskan untuk menikah, tidak semua hal bisa disikapi dengan cara merengek. Apalagi hanya di anggap bercanda." Kinanti menasehati putrinya selembut mungkin agar bisa di pahami oleh Jasmine. Sebagai Ibu, dia khawatir putrinya akan kesulitan beradaptasi ketika sudah menikah nanti.
"Iya Mah, Jasmine mengerti. Sebenarnya Jasmine bisa saja bersikap dewasa di depan Kak Juna, tapi kalau tidak merengek dan kekanakan seperti ini, Kak Juna semakin pendiam." Keluhnya.
Sekarang Kinanti tau kenapa putrinya selalu bersikap kekanakan di depan Juna. Jasmine hanya berusaha menarik perhatian Juna yang memang terlalu kaku.
"Mama senang kalau memang kamu bisa bersikap lebih dewasa. Kalau begitu jangan terlalu sering merengek, sesekali kamu harus menunjukkan sisi dewasa agar Juna semakin yakin untuk menjadikan kamu sebagai istrinya. Karna laki-laki juga butuh wanita yang bisa berfikir dewasa."
"Baik Mah, Jasmine mengerti." Jasmine memeluk Kinanti dari samping. Nasehat Mamanya bisa diterima dengan baik tanpa bantahan. Karna 0ada dasarnya Jasmine memang tipikal orang yang penurut dam mudah di arahkan.
...******...
Pandangan Juna lurus ke jalanan. Alih-alih mengajak Jasmine mengobrol, Juna lebih suka fokus menyetir. Terkadang malah menegur Jasmine jika gadis itu sudah terlalu banyak bicara dan membuat telinganya sakit.
Kali ini Jasmine juga tidak banyak bicara. Dia mengunci mulutnya rapat-rapat setelah menanyakan kabar Mama Dewi, lalu menanyakan kesibukan Juna minggu kemarin.
Setelah di nasehati Mamanya beberapa waktu lalu, Jasmine jadi bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Apa mungkin selama ini Juna tidak suka pada sikapnya.? Jihan sampai menatap lekat-lekat wajah Juna dari samping. Bukannya bertanya langsung, Jasmine malah memendamnya sendiri.
Juna yang merasa di perhatikan oleh Jasmine, langsung menoleh sekilas dengan sebelah alis terangkat.
"Kenapa.?" Tanyanya.
"Sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan." Jasmine berucap ragu.
"Aku tidak pernah melarang kamu bertanya." Juna menjawab datar.
"Ya, aku tau. Nanti saja kalau sudah sampai di tujuan."
...******...
"Apa sifatku selama ini membuat Kak Juna tidak nyaman.?"
Di tepi pantai, keduanya duduk bawah pepohonan rindang. Menatap hamparan air laut yang terlihat berwarna biru jernih.
Juna menghentikan ketikan di layar ponselnya. Pria itu selalu sibuk setiap kali pergi berdua dengan Jasmine. Ada saja sesuatu yang dikerjakan oleh Juna. Terkadang menerima telfon, mengecek email dan sebagainya.
"Sifat kamu yang mana.? Yang manja.? Suka merengek.? cerewet dan banyak maunya.?" Terang Juna meng absen satu persatu sifat Jasmine.
Jasmine mendadak bungkam dan sibuk bergulat dengan pikirannya sendiri. Benarkah dia seperti itu.? Semua yang disebutkan Juna tidak ada baiknya.
"Seburuk itu ya.?" Lirihnya setelah cukup lama terdiam.
"Aku tidak bilang buruk." Sanggah Juna ketika melihat mata jernih Jasmine mulai berkaca-kaca.
"Sama saja. Yang Kak Juna sebutkan tidak ada baik-baiknya." Jasmin menunduk sendu. Mungkin dia memang harus berubah. Tidak perlu melakukan semua itu untuk mendapatkan perhatian Juna. Apalagi Juna memang kaku dan cuek sejak awal.
"Aku belum sarapan, kita cari makan dulu." Juna berdiri dari duduknya, dia mengibaskan pantatnya untuk menyingkirkan pasir yang menempel di celana. Pria itu lantas mengulurkan tangan pada Jasmine untuk membantunya berdiri.
Sebenarnya hubungan mereka terlihat tidak hangat, tapi Jasmine bersikeras ingin hidup bersama Juna.
Tepat di hari anniversary mereka yang ke 2 tahun menjadi sepasang kekasih, keduanya memutuskan mengakhiri masa lajang dengan melangsungkan pernikahan yang di gelar tertutup. Acara pernikahan mereka hanya di hadiri keluarga besar dan teman dekat, namun tak mengurangi suasana khidmat dan sakral ketika Juna melafazkan ijab kabul untuk mempersunting Jasmine sebagai istrinya.
Menikah di usia yang terbilang sangat muda, Jasmine baru berumur 21 tahun dan masih berstatus mahasiswi. Sebenarnya dia sudah sepakat menikah tahun depan setelah wisuda, namun takdir punya rencana lain. Jasmine harus mempercepat pernikahannya karna sang Papa sakit jantung dan menginginkan putri terakhirnya segera menikah agar ada seseorang yang bisa menjaga dan melindungi putrinya.
"Selamat sayang, semoga kebahagiaan selalu menyertai kamu dan Juna." Mama Kinanti memeluk Jasmine dengan perasaan haru dan bercampur aduk. Kini tugas dan tanggungjawabnya sebagai orang tua, akan di gantikan oleh Juna. Pria baik-baik pilihan putrinya sendiri. Sebagai Ibu yang melahirkan dan membesarkan Jasmine, Kinanti hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kebahagiaan putri dan menantunya.
Jasmine menangis bahagia di pelukan sang Mama. Dia telah menunggu hari bahagia ini sejak lama. Sebab menjadi istri dari seorang Juna adalah salah satu impiannya. Tidak peduli meski Jasmine merasa perasaan Juna terhadapnya biasa-biasa saja. Yang terpenting Juna tidak menyakitinya secara fisik dan tidak pernah berhubungan dengan wanita lain selama menjadi kekasihnya. Dari situ Jasmine beranggapan bahwa Juna memang pria yang tepat untuknya.
"Selamat bergabung di keluarga kami adik ipar yang cantik. Juna sangat beruntung mendapatkan kamu." Kakak perempuan Juna tampak bahagia menyambut Jasmine sebagai anggota baru di keluarganya.
"Terimakasih Kak Jihan. Justru aku yang beruntung menjadi bagian dari keluarga Kak Jihan. Kalian semua sangat baik padaku." Jasmine kembali menitikkan air matanya. Hatinya terlalu sensitif, dia mudah terharu dan menangis. Kata orang-orang, Jasmine memiliki hati yang tulus.
Di samping Jasmine, ada Juna yang tampak sedang serius mendengarkan nasehat dari Mamanya. Jasmine tidak berani ikut bergabung dalam obrolan Ibu dan anak itu. Mungkin keduannya perlu bicara serius.
Acara yang berlangsung sekitar 3 jam itu, kini telah berakhir. Sebagian orang sudah meninggalkan tempat acara yang kebetulan di gelar di salah satu villa mewah milik suami Jihan.
Beberapa keluarga inti masih tetap tinggal di area villa karna akan menghabiskan waktu untuk berlibur selama dua hari. Begitu juga dengan pasangan pengantin baru. Mereka akan menempati bangunan villa yang terpisah dari anggota keluarga agar bisa menikmati bulan madu.
...******...
Jasmine mengekori Juna memasuki bangunan villa 2 lantai yang akan menjadi tempat tinggal mereka selama 5 hari bulan madu. Bangunan villa itu terpisah dengan dinding pembatas dari bangunan villa yang lain. Meski tidak terlalu besar, tapi memiliki kolam renang pribadi di halaman samping.
"Lima hari terlalu lama untuk menginap disini, kita ikut pulang saja setelah mereka pulang. Tapi jangan sampai mereka tau."
Bukan perkataan menyenangkan yang Jasmine dengar dari mulut suaminya. Namun perkataan yang membuat Jasmine merasa sedih sekaligus heran. Jika di luar sana pasangan pengantin baru sangat bersemangat untuk bulan madu, sepertinya Juna malah kebalikannya. Pria itu malah ingin buru-buru pulang.
"Tapi sayang,, kita hanya lima hari disini, itu tidak lama."
Jasmine tampak ingin bernegosiasi, dia sangat berharap bisa memiliki waktu berdua dengan Juna setelah sah menjadi suami istri. Dia dan Juna butuh pendekatan yang intens, sebab selama 2 tahun menjalin hubungan, tidak pernah terlibat kontak fisik yang lebih dari sekedar berciuman. Sampai-sampai Jasmine pernah meragukan jatidiri Juna dan beranggapan bahwa kekasihnya itu tidak menyukai lawan jenis.
"Aku sibuk, banyak pekerjaan yang harus diselesaikan minggu ini. Lain kali saja kita bulan madunya."
Jasmine tidak mendebat lagi. Dia lebih memilih untuk memahami keadaan suaminya karna ingin menjadi istri yang pengertian. Walaupun dalam hati harus menelan sedikit kekecewaan.
Jasmine terlihat antusias ketika masuk ke kamar utama. Dia tidak menyangka jika kamar itu akan di hias sangat indah dan tampak romantis untuk kemarin pengantinnya.
Dia berbalik badan, lalu memeluk Juna yang baru saja menutup pintu kamar.
"Dekorasinya bagus, aku suka. Terimakasih sayang." Ucap Jasmine tanpa bertanya lebih dulu siapa yang menyulap kamar itu. menjadi kamar pengantin.
"Hemm. Ini ide Kak Jihan." Jawaban Juna meruntuhkan secuil kebahagiaan Jasmine, namun pemilik wajah ayu itu masih memamerkan senyum manisnya pada sang suami.
"Aku lupa kalau suamiku bukan tipe yang romantis." Jasmine berkata sambil terkekeh kecil. Reaksi Juna hanya tersenyum tipis dan melepaskan pelukan Jasmine.
"Aku ganti baju dulu." Juna hendak pergi membuka koper di sudut kamar, namun Jasmine segera menahannya. Untuk apa juga Juna harus ganti baju. Bukannya ritual buka-bukaan sangat di tunggu semua pengantin baru.
"Untuk apa Mas Juna ganti baju.? Justru aku ingin lepas baju." Jasmine mengalungkan kedua tangannya di leher Juna dan sedikit berjinjit.
Juna mengetuk kening Jasmine menggunakan jari telunjuknya.
"Sejak kapan kamu jadi mesum begini."
"Aku lelah, kita istirahat saja ya. Masih ada waktu nanti malam." Juna menolak halus seraya mengusap kepala Jasmine. Kalau Juna sudah berkata seperti itu, Jasmine bisa apa selain patuh dan menahan diri untuk tidak buru-buru melakukan hubungan suami istri.
...******...
Acara makan malam bersama dan barbeque di adakan di villa sebelah. Jasmine dan Juna sudah meninggalkan villa mereka sejak pukul 6 untuk ikut membantu menyiapkan keperluan. Sebenarnya pasangan pengantin baru itu di minta datang pukul 7 malam, jika makanan susah siap. Tapi Juna mendesak Jasmine agar segera bergabung dengan anggota keluarga yang lain. Kini kedatangan mereka di sambut dengan tatapan aneh dan senyum penuh arti. Jelas semua orang berfikir yang tidak-tidak pada pasangan pengantin baru itu. Terlebih rambut Jasmine masih tampak basah. Mereka mengira pasangan pengantin itu baru saja mencicil malam pertama. Atau mungkin baru melakukan pemanasan untuk persiapan nanti malam.
"Ya ampun pengantin baru sudah kelaparan ya.? Sini duduk dulu, kalian pasti capek." Celotehan Jihan membuat wajah Jasmine merona karna malu. Berbeda dengan Juna yang tampak acuh, seolah tidak mendengar celotehan Kakaknya sedang menggodanya.
"Kamu itu kalau bicara jangan sembarangan, Jasmine terlihat tidak nyaman." Tegur Shaka pelan. Juna mendengarnya, tapi hanya melewati mereka begitu saja dan bergabung dengan anggota yang lain. Ada David yang juga datang dari Jepang membawa anak-anak dan istrinya.
"Jasmine, sini." Istri David memanggil Jasmine dengan antusias. Padahal mereka baru beberapa kali bertemu dan bahasa mereka juga berbeda, tapi keduanya cukup akrab dan sering bertukar kabar lewat pesan ataupun telfon.
"Hum,," Jasmine buru-buru duduk di samping istri David yang sedang dikerubungi anak-anak.
Jasmine memunggungi Juna ketika ajakannya untuk melakukan malam pertama di tolak secara halus oleh Juna. Sebagai seorang wanita, Jasmine merasa sangat rendah di depan suaminya sendiri karna di tolak berhubungan. Mereka sudah sah sebagai suami istri, seharusnya tidak ada larangan atupun pantangan untuk menundanya. Hanya karna tidak mau membuat Jasmine hamil di usia muda, Juna sampai tidak mau melakukannya. Padahal ada banyak cara untuk mencegah kehamilan kalau memang ingin menunda sampai usia Jasmine memungkinkan menjadi seorang ibu.
"Kamu marah.?" Lirih Juna. Jasmine merasakan tangan besar Juna menyentuh pundaknya. Sepertinya Juna berusaha untuk membujuknya, namun Jasmine sudah terlanjur malu dan kecewa pada Juna.
Sempat terbesit penyesalan dalam benaknya karna tetap melanjutkan hubungan meski sadar bahwa sikap Juna sangat dingin padanya. Namun Jasmine mencoba menepis rasa sesal itu. Dia yang telah memilih dan menentukan sendiri masa depannya dengan menikah bersama Juna. Jika pada akhirnya pernikahan ini tak sesuai harapan, Jasmine bisa apa selain pasrah menerima kenyataan.
"Aku hanya perlu membiasakan diri untuk tidak berfikir lebih jauh. Mas Juna jangan khawatir, aku tidak marah." Di balik nada bicaranya yang tenang, ada sayatan kecil dalam hatinya yang terasa perih. Jasmine menarik selimut tebal miliknya sampai sebatas leher. Otomatis Juna menyingkirkan tangannya dari pundak Jasmine.
"Jangan salah paham Jasmine. Kamu baru 21 tahun dan masih terlalu muda untuk memiliki anak."
Jasmine menarik nafas dalam-dalan sebelum berbalik badan untuk menatap Juna.
"Mas, aku bahkan tidak bilang ingin punya anak sekarang. Aku hanya,, sudahlah, aku mengantuk." Jasmine kembali memunggungi Juna. Tadinya Jasmine ingin menjelaskan tujuannya hanya untuk memberikan haknya, bukan untuk mendapatkan anak dalam waktu dekat. Tapi rasanya percuma saja, sebab Juna bersikeras menolak dengan alasan seperti itu.
"Aku minta maaf kalau membuat mu tersinggung. Malam ini kita tunda dulu sampai aku medapatkan pengaman ya." Bujuknya seraya mengusap lembut punggung Jasmine. Bukannya membuat Jasmine tenang, perkataan Juna malah semakin memperkeruh suasana hati Jasmine.
"Sudah lupakan saja Mas, aku tidak akan memintanya lagi." Jawab Jasmine dan memilih memejamkan mata untuk pura-pura tidur. Dia tidak merespon lagi ketika Juna masih mengajaknya bicara. Wanita jika hatinya sudah kecewa, dia akan memilih untuk diam.
"Jasmine, bukan begitu maksudku. Tolong jangan salah paham." Juna menyentuh pundak Jasmine, namun tidak mendapat respon sama sekali.
Malam ini adalah malam pertama mereka sebagai suami istri. Cuaca di Villa sangat dingin dan sunyi, sangat cocok untuk menghabiskan malam yang panjang bagi pasangan suami-istri itu. Namun apa yang diharapkan Jasmine tak sesuai kenyataan. Dia justru melewatkan malam pengantin dengan jantung yang berdesir nyeri akibat penolakan Juna. Tak hanya itu, penolakan Juna bahkan membuat Jasmine merasa bahwa Juna tidak menginginkan pernikahan ini.
...******...
Juna terbangun ketika sinar mentari menembus tirai jendela yang transparan dari arah balkon kamar. Pemandangan yang pertama kali Juna lihat ketika membuka mata adalah siluet wanita berambut panjang yang berdiri di balkon kamar.
Sempat terkejut karna baru kali ini melihat pemandangan yang asing ketika bangun tidur, Juna seketika ingat kalau dia baru saja menikah kemarin dan saat ini berada di villa. Penasaran dengan apa yang di lakukan Jasmine di balkon kamar, Juna lantas turun dari ranjang untuk menghampiri istrinya.
Suara tawa Jasmine terdengar menggelitik di telinga ketika Juna baru membuka pintu balkon. Keberadaan Juna bahkan tidak di sadari oleh Jasmine. Wanita itu terlalu fokus pada sesuatu yang membuatnya terus tertawa. Juna jadi penasaran, ingin tau apa yang menarik perhatian Jasmine sampai mengundang gelak tawa.
Dari tempatnya berdiri, Juna mengikuti arah tatapan Jasmine. Rupanya wanita itu sedang melihat ke arah kolam renang yang terletak di villa sebelah. Di sana ada anak-anak Jihan, dan anak-anak Tasya yang tengah asik berenang sambil bercanda. Tentunya dengan di dampingi orang tua masing-masing.
"Kenapa tidak ikut berenang dengan mereka.?" Lirih Juna sembari memeluk tubuh Jasmine dari belakang.
Jasmine sempat melonjak kaget karna suara dan gerakan Juna yang tiba-tiba. Terlebih, Jasmine tidak melihat saat Juna menghampirinya.
"Mas, kamu bikin aku kaget." Protesnya.
Juna membalik tubuh Jasmine dan melepaskan pelukannya.
"Mau berenang juga.?" Tawarnya.
Jasmine menggeleng.
"Ayo sarapan, aku sudah membuat sarapan sejak tadi. Mungkin sekarang sudah dingin, biar aku panaskan lagi." Jasmine beranjak, dia buru-buru pergi dari hadapan Juna.
Penolakan tadi malam sepertinya masih membekas di hati Jasmine. Sebab terlihat jelas Jasmine menghindari interaksi terlalu dekat dengan Juna, bahkan tidak berani menatap matanya.
...******...
Hanya terdengar suara sendok dan garpu yang beradu dengan piring selama keduanya sarapan bersama. Jasmine menjadi sangat pendiam dan selalu menghindari tatapan Juna. Setiap kali Juna mengajak bicara, Jasmine hanya menjawab singkat, tidak seperti biasanya. Sampai akhirnya keheningan terjadi hingga keduanya selesai sarapan.
Jasmine membereskan piring bekas makan mereka dan membawanya ke wastafel. Semua peralatan makan sudah dia bawa, termasuk piring bekas makan Juna.
"Biar aku bantu." Juna sudah berdiri di samping Jasmine dan menawarkan bantuan untuk mencuci piring bersama.
"Tidak usah, Mas Juna mandi saja."
"Masih marah soal tadi malam.?" Tanya Juna pelan.
Jasmine menghentikan gerakan tangannya, lalu menoleh pada Juna di sampingnya.
"Bukan marah, lebih tepatnya kecewa dan malu karna di tolak suami sendiri di malam pertama." Jasmine memaksakan senyum yang mengandung lara.
"Maaf untuk tadi malam, tolong jangan salah paham ya." Juna menangkup sebelah pipi Jasmine seraya mengusapnya pelan. "Aku mandi dulu, setelah itu kita beli pengaman."
Jasmine menolak dengan menggelengkan kepala. "Nanti saja kalau sudah kembali ke Jakarta. Mas Juna jangan khawatir, aku tidak akan minta lagi selama disini." Jasmine melepaskan tangan Juna yang masih menangkup pipinya. Dia kemudian menyibukkan diri dengan mencuci piring dan mengabaikan keberadaan Juna yang masih berdiri di sampingnya dengan pikiran yang berkecambuk.
...*******...
1 jam setelah keluarga besar meninggalkan Villa, Juna dan Jasmine juga ikut bertolak ke Jakarta tanpa sepengetahuan mereka. Jasmine juga tidak membantah, apalagi menuntut penjelasan lebih dari Juna. Dia mencoba patuh dengan semua keputusan Juna.
Perjalanan dari villa menghabiskan waktu 2 jam untuk sampai ke apartemen pribadi milik Juna. Juna sengaja pulang ke apartemen agar semua orang tidak tau kalau dia dan Jasmine kembali ke Jakarta.
"Kamar ku dimana Mas.?" Tanya Jasmine ketika masuk ke apartemen Juna.
Juna mematung mendengar pertanyaan Jasmine. Butuh waktu beberapa detik untuk mencerna ucapannya.
"Kita tidur satu kamar, Jasmine." Kata Juna seraya menyeret koper menuju kamar utama.
Jasmine tidak menjawab, dia sempat menghela nafas berat sebelum mengikuti langkah Juna ke kamar.
...***...
BOLEH MINTA TOLONG KASIH BINTANG 5 KE NOVE INI.? dan jangan lupa like dan komen di setiap babnya ya. boleh komen apa saja☺. Terimakasih banyak🙏🏻
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!