Lewat tengah malam, waktu yang terlalu larut untuk seorang wanita pulang dari tempatnya bekerja, tetapi hal seperti ini sudah menjadi hal biasa bagiku.
Setelah keluar dari dalam taksi yang telah mengantarku pulang, aku terdiam menatap rumahku yang telah ditinggalkan selama satu minggu penuh. Perasaanku begitu cemas saat memikirkan berbagai hal yang tidak terurus selama aku meninggalkan rumah.
Aku berjalan menuju kebun belakang sambil memikirkan apa saja yang telah terjadi selama satu minggu berakhir. Seorang karyawan di kantor telah dipromosikan menjadi manajer. Demi memberikan kesan yang baik pada atasan, manajer baru itu pun menambah pekerjaan yang begitu banyak pada bawahannya, termasuk aku sendiri.
Saat itu, entah kenapa pekerjaan yang diberikan padaku lebih banyak dari karyawan lainnya. "Mungkin hanya perasaanku." Bahkan karena terlalu banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan, membuatku terpaksa tidak pulang selama tujuh hari penuh.
Manajer baru itu terus memarahiku saat melihat ada berkas di atas meja kerjaku yang belum diselesaikan. Dia selalu mengatakan hal-hal aneh hampir berjam-jam saat aku bekerja, meskipun aku sama sekali tidak menghiraukan apa yang dia katakan dan memfokuskan diri pada pekerjaan yang sedang aku lakukan.
Bahkan saat manajer menjadikanku sebagai ikon karyawan terburuk di perusahaan, aku tidak peduli dan terus bekerja. Aku berhenti hanya saat pergi ke toilet dan ketika aku menatap dunia luar lewat jendela, berharap turunnya hujan.
***
Kakiku terhenti saat akhirnya sampai di kebun belakang. Aku diam seribu bahasa saat menatap seluruh tanaman di kebun itu layu hingga kering, layaknya dedaunan di musim gugur.
Sangat mudah diprediksi. Apa yang bisa diharapkan pada tanaman yang tidak mendapatkan asupan air selama satu minggu penuh di musim kemarau panjang? Tidak lain hanya akan ada kematian bagi tanaman-tanaman itu.
"Lagi-lagi berakhir seperti ini."
Dengan perasaan hampa, aku masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa yang telah berdebu karena tidak ada yang membersihkannya selama aku bekerja.
Selama satu minggu terakhir, aku kekurangan tidur karena tidak ada kasur empuk yang bisa digunakan saat lembur di kantor. Yang ada hanya meja kerja penuh dokumen dan kaleng minuman energi yang berserakan.
Ketika akhirnya bisa pulang, seharusnya aku langsung tidur karena begitu lelah. Namun entah kenapa aku sama sekali tidak merasa kantuk sedikitpun. Pikiranku dipenuhi oleh penyesalan karena semua tanaman di kebun belakang telah mati.
"Maafkan Ningsih, Bu. Ningsih tidak bisa menjaga taman bunga yang ibu percayakan padaku." Tanpa sadar, aku mulai menangis, kelelahan yang telah aku tahan akhirnya tidak bisa lagi aku lawan, hingga akhirnya aku tertidur di sofa hingga pagi.
***
Suara dari ponsel yang berdering terdengar mengganggu, hingga aku terbangun dari tidurku.
Semalam, aku tertidur setelah menangisi kematian semua tanaman di kebun belakang. Aku tertidur begitu lelap, bermimpi saat-saat indah bersama ibuku yang mungkin akan segera aku lupakan.
Setiap bunga dan tumbuhan yang tumbuh di kebun belakang memiliki banyak kenangan yang membuatku bisa mengingat kembali sosok ibuku.
Semua itu adalah harta karun yang sangat berharga bagiku, namun kini semuanya telah mati, membuatku didera oleh kecemasan. Aku takut jika nantinya tidak bisa lagi mengingat tentang ibuku.
“Meskipun dalam mimpi ibu mengatakan jika dia tidak marah tentang apa yang terjadi pada tanaman di halaman belakang, namun aku masih tetap harus memperbaikinya.”
Ingatan tentang mimpi semalam mulai pudar, yang masih jelas dalam ingatanku hanya sebuah bunga yang ibu berikan.
“Aku tidak tahu apa arti dari bunga itu.”
Ponsel masih berdering, tetapi aku tidak memperdulikannya, meskipun yang menghubungi aku adalah Manajer sekalipun. Tidak ada alasan lain kenapa dia menelfon ku selain memintaku untuk segera berangkat bekerja. Dia pasti akan segera berteriak dan memaki-maki jika ponsel itu aku angkat.
Aku hanya diam, tidak tahu apa yang akan aku lakukan selanjutnya. Suara dering ponsel yang begitu mengganggu aku biarkan begitu saja, hingga akhirnya suara perut yang mulai kelaparan terdengar cukup keras.
Setelah berpikir sejenak, aku menyadari sulit mengingat kapan terakhir kali aku makan. Mungkin itu dua hari lalu saat aku tengah sendiri di ruang kantor yang telah sepi, karena karyawan lainnya sedang menghadiri pesta ulang tahun Manajer.
Besoknya, aku mendengar bahwa pesta itu sangat meriah dengan berbagai minuman dan makanan mewah. Membayangkannya saja, aku sudah mengira bahwa pesta itu sangat menyenangkan, terlebih saat mereka tidak perlu memikirkan pekerjaan yang telah diserahkan padaku.
Tapi, itu bukan masalah besar.
Sungguh, itu bukan masalah besar bagiku.
Setidaknya, seorang karyawan masih memiliki hati dengan memberiku satu cup mie instan dan sebotol air mineral sebagai ucapan terima kasih karena pekerjaannya yang telah aku selesaikan. Itulah makanan terakhir yang aku makan, sejauh yang aku ingat.
Suara dari ponsel akhirnya berhenti membuat keadaan di dalam rumah menjadi begitu sepi. Meskipun aku menyukai hidup sendirian, tetapi aku tidak begitu menyukai keadaan yang terlalu sunyi. Karena itulah aku menyalakan televisi agar suaranya menjadi latar belakang saat aku memasak di dapur.
Bahan makanan di dalam lemari pendingin sebagian besar telah melewati masa kadaluarsa, mungkin akan menimbulkan masalah jika dikonsumsi oleh manusia, tetapi tidak akan ada masalah untukku.
{Ini sungguh pencapaian yang tidak terduga....}
Televisi menampilkan seorang pembawa acara yang begitu bersemangat.
{....Rekor pengguna online terbanyak yang sebelumnya dipegang oleh Game Braves Enchanters online selama 4 tahun akhirnya terpecahkan!}
Pisau yang aku gunakan untuk memotong sayuran busuk berhenti saat mendengar pembawa acara menyebutkan nama game yang terdengar tidak asing.
“BEOL (Braves Enchanters Online)?”
{Itu benar! Ini adalah sebuah rekor yang tidak ada seorangpun di dunia ini akan terpikir bisa terpecahkan. Terutama pemecah rekor itu adalah game yang baru saja keluar lima bulan lalu yang tidak lain adalah Mega Ultimate Legend Saga, atau disingkat sebagai....}
“MULeS?”
{.... Benar! MULeS.... Eh maaf maksud saya adalah Metal Saga!}
"...."
Empat tahun yang lalu, game BEOL sangat populer hingga banyak orang, termasuk aku, yang memainkannya. Kabarnya, rekor tertinggi pemain aktif yang dimiliki oleh game tersebut mencapai 150 juta pemain dari seluruh dunia.
Sulit dipercaya bahwa ada game yang bisa memecahkan rekor tersebut. Mungkin keadaan ini juga disebabkan oleh tutupnya server game BEOL yang secara tiba-tiba empat tahun yang lalu dan hingga kini tidak ada game yang mampu menggantikannya.
Melihat bahwa pengembang game Metal Saga adalah perusahaan yang sama yang membuat BEOL, membuat para gamer di seluruh dunia berpikir bahwa Metal Saga dibuat sebagai penyempurna pendahulunya.
Melihat jumlah pemain yang begitu besar, sepertinya memang benar bahwa Metal Saga ini lebih baik dari game empat tahun yang lalu.
"Aku agak tertarik untuk memainkan game itu. Tetapi..." tatapanku tertuju pada ponsel yang telah berhenti bergetar, lalu beralih pada halaman belakang.
"Terlalu banyak pekerjaan yang harus aku lakukan."
Aku duduk di depan televisi sambil memakan makanan yang baru aku masak. Jujur rasanya sangat berantakan, bukannya aku tidak pandai memasak, tetapi bahan makanan yang telah melewati batas expired mengakibatkan terciptanya rasa aneh dan menjijikan. Tetapi aku tidak peduli dan tetap memakannya.
Siaran TV masih menampilkan tentang game Metal Saga, tepatnya sebuah iklan promosi.
{Di game ini, kau bisa menjadi apapun yang kau inginkan. Seorang kesatria? Apa itu terlalu pasaran? Baiklah, bagaimana dengan menjadi kesatria naga? Hah! Kurang menarik kalau begitu, jadilah naga itu sendiri!}
Iklan promosi itu terdengar begitu bombastis, seolah-olah pemain bisa menjadi seekor naga di dalam game ini. Saat aku mencari tahu lebih lanjut, ternyata pemain hanya bisa menjadi Naga jika mendapatkan ras tersebut dari gacha saat pembuatan karakter.
Naga termasuk dalam ras yang sangat langka, jadi aku pikir hanya pemain yang sangat beruntung atau para pemain yang memiliki banyak uang yang bisa mendapatkan ras tersebut melalui gacha.
Setelah aku selesai makan, aku berniat mematikan televisi. Tetapi aku berhenti saat...
{Sungguh, bunga yang sangat cantik...}
Pembawa acara menampilkan bunga yang ditemukan oleh seorang pemain.
{Benar, melihat keindahan bunga ini membuatku ingin menjadi seorang Botanis.}
{Ahaha, anda pasti bercanda, bukan?}
{Tentu saja, mana mungkin aku mau mengubah pekerjaanku sebagai Paladin menjadi pekerjaan Undertier seperti Botanis.}
Tanpa sadar, aku tersenyum. Pada akhirnya, aku terus menonton acara tersebut hingga selesai.
Kemarin aku menghabiskan waktu sepanjang hari untuk membersihkan rumahku yang terlihat begitu berantakan setelah aku meninggalkannya selama satu pekan.
Tumpukan pakaian kotor, piring kotor yang berserakan di dapur, dan debu yang menumpuk di setiap sudut ruangan. Rasanya seperti tantangan besar untuk menghadapi kekacauan ini.
Keesokan harinya, aku kembali ke kantor menggunakan sepeda dengan penampilan yang jauh dari biasanya.
Tanpa pakaian formal, aku hanya mengenakan jaket olahraga yang biasa aku gunakan saat bersantai. Tentu saja, hal ini membuat para karyawan dan petugas keamanan melirikku dengan rasa heran. Mereka mungkin bertanya-tanya, "Kenapa dia berpakaian seperti itu?" Namun, rasa keheranan mereka segera memudar begitu mereka melihatku lebih dekat.
Namun, saat aku memasuki kantor Manajer, suasana berubah drastis. Wajahnya dipenuhi dengan amarah dan kekesalan. Dia langsung melemparkan kata-kata kasar yang menggambarkan hidupku sebagai sesuatu yang tidak berguna. Dia bahkan tidak ragu untuk mengingatkanku tentang absensiku kemarin, dengan mengatakan bahwa aku harus bersyukur masih memiliki pekerjaan setelah melakukan itu.
Tapi ada sesuatu yang aneh. Manajer ini sangat berbeda dari orang yang aku kenal. Di masa lalu, saat aku masih menjadi seorang karyawan magang, dia selalu meminta bantuanku dengan penuh keramahan. Namun, sekarang, seakan-akan dia berubah menjadi seseorang yang tidak dapat diakui. Apakah semua itu hanya topeng belaka?
"Dengan sanksi karena membolos kemarin, gajimu akan dipotong," ucapnya dengan sinis, wajahnya penuh dengan ekspresi jijik.
Dia berpikir aku akan segera menyerah dan melakukan pekerjaanku seperti yang dia perintahkan. Tapi kali ini, aku punya rencana yang berbeda. Aku menyerahkan surat pengunduran diri.
Manajer terdiam, matanya terbelalak saat membaca surat yang aku letakkan di mejanya. Aku berterima kasih atas perlakuannya yang tidak menyenangkan selama aku bekerja di sini dan memintanya untuk membayar semua waktu lembur dan pekerjaan ekstra yang telah aku lakukan tanpa kompensasi yang pantas.
Aku meninggalkan Manajer yang masih terdiam di dalam ruangannya. Saat aku melewati meja kerjaku, pandanganku tertuju pada tumpukan dokumen yang menumpuk di sana. Rasanya seperti para karyawan berharap aku akan kembali mengambil alih tugas-tugas mereka lagi. Tapi kali ini, mereka harus menyelesaikan tugas mereka sendiri. Aku tidak akan lagi menjadi tempat sampah untuk menumpahkan pekerjaan mereka.
***
Aku tidak merasa senang maupun menyesal setelah meninggalkan tempatku bekerja selama tiga tahun.
Tidak ada kenangan indah atau menyakitkan yang perlu aku kenang, selama tiga tahun menjalani kehidupan sebagai karyawan kantoran merasa semuanya begitu hambar. Aku tidak banyak berbicara dengan karyawan lain, layar monitor dan keyboard adalah teman-teman ku selama tiga tahun terakhir.
"Keluar dari pekerjaan, Cek!" Aku mencoret salah satu list dari daftar yang akan aku lakukan hari ini.
"Selanjutnya adalah membeli benih dan peralatan gaming." Bertolak dari gedung perusahaan, aku segera menuju pasar swalayan.
"Di sini kah?" Aku berdiri di depan sebuah toko bunga yang aku dapatkan lokasinya lewat internet. Bunyi suara lonceng terdengar begitu aku membuka pintu, kemudian seorang gadis seusiaku dengan berambut keemasan menyambut kedatangan pengunjung tokonya.
"Selamat datang...." Gadis itu terdiam saat melihatku. "Oh, Ningsih, rupanya." Dia langsung mengetahui namaku.
"Apa dia mengenalku?" Aku segera bersikap waspada terhadap gadis dari toko bunga itu, namun kewaspadaanku justru dibalas dengan gelak tawa.
"Ahahaha, ini benar-benar seperti melihat rekaman video yang diulang." Gadis itu tertawa lepas hingga sedikit air mata keluar dari matanya. Mencoba memahami perkataan gadis tersebut, aku kembali diingatkan dengan kelemahan yang aku miliki.
"Apa aku pernah datang kemari sebelumnya?" tanyaku dengan penasaran.
"Ya, tentu saja. Kau selalu datang dua hingga tiga kali setiap bulan ke toko ini," balasnya dengan senyum lebar. Tetapi aku tentu saja tidak langsung mempercayainya.
"Benarkah sesering itu aku datang ke toko bunga?"
"Itu benar, dulu kau sering datang bersama ibumu," balasnya dengan nada yang meyakinkan. "Tetapi semenjak kepergian ibumu, kau hanya pernah datang kemari sebanyak dua kali," lanjutnya.
Sebenarnya aku tidak memiliki alasan untuk tidak percaya padanya, tetapi masih ada sesuatu yang membuatku merasa aneh sehingga aku tidak menurunkan kewaspadaanku. Entah apa yang membuatku seperti itu, yang jelas untuk saat ini aku memilih fokus pada tujuanku datang ke toko bunga.
"Benih Kasturi dan anggrek merah?" dia langsung menawarkan benih yang ingin aku beli. Sungguhan, sebaik apa pemahamannya tentang diriku.
"Mungkin perkataannya yang sebelumnya memang benar."
Selain dua benih yang dia tawarkan, aku juga menginginkan lebih banyak jenis benih. Perkataanku membuat gadis itu terkejut, dia langsung memahami jika kerusakan di kebun belakang rumahku begitu parah.
"Mungkinkah bunga yang ibumu buat juga..."
"Ya,"
"Oh, itu sungguh... sangat disayangkan."
Aku merasa tidak nyaman berada lama di dalam tokoh sehingga membuatku bersikap dingin terhadap gadis itu. Insting yang aku miliki seakan menyuruhku untuk meninggalkan toko bunga secepatnya, sehingga saat seluruh benih yang aku butuhkan telah didapatkan, aku segera meninggalkan toko itu.
"Jika kau penasaran tentang aku, lihat saja album foto sekolahmu," katanya saat aku hendak keluar dari toko.
Perasaan yang tidak nyaman membuatku begitu gugup, hingga aku tidak sempat bertanya namanya. "Sungguh tidak sopan," batinku mengutuk diriku sendiri. Sangat jarang bagiku merasa begitu ketakutan seperti yang baru saja aku alami.
Sebagai perbandingan, aku tidak merasakan apapun saat berhadapan dengan tukang begal ketika aku pulang dari kantor. Itu membuktikan jika perasaanku menganggap gadis di dalam toko bunga itu lebih menakutkan dibandingkan sekolompok pria dewasa dengan perawakan menyeramkan membawa senjata tajam.
"Mungkin aku bisa tahu siapa dia jika melihat album foto yang dia sarankan."
Setelah berbelanja benih, giliran membeli perangkat gaming yang akan aku gunakan untuk bermain Mental Saga. Masih di pasar yang sama, aku mendatangi sebuah toko game yang terbesar di area penjualan perangkat elektronik.
Toko bernama Toge Store itu dijaga oleh beberapa security khusus dan terlihat banyak pegawai yang bekerja di dalamnya. Itu adalah toko yang besar, apa penjualan peralatan gaming memang sebagus itu sampai-sampai toko ini menjadi begitu makmur.
Security terlihat begitu terkejut dengan kedatanganku. Sebuah reaksi yang wajar ditunjukkan semua orang saat pertama kali melihatku. Namun yang membuatku heran adalah ketika mereka segera merubah sikap keterkejutan menjadi sikap hormat, seolah-olah mereka sedang menyambut bos di tempat ini.
Aku berpikir sikap yang mereka tunjukkan hanya sebagai formalitas pekerjaan. Sungguh para profesional, andai saja semua security dan pegawai di tempat lain memiliki sikap seperti mereka. Karena aku sudah sering diusir berkali-kali saat ingin mengunjungi sebuah toko maupun restoran.
Seorang pria tampan segera mendatangiku begitu aku memasuki toko. Penampilannya terlihat begitu rapi dan terkesan mewah, daripada sebagai seorang karyawan, dia lebih terlihat seperti pemilik toko ini.
"Tidak mungkin bukan pemilik toko sendiri yang melayaniku," batinku.
"Apakah nona mencari perangkat yang dapat memainkan game Metal Saga?" tanya pria tersebut.
Sekali lagi aku dibuat terkejut, seperti gadis dari toko bunga tadi. Karyawan toko ini juga segera mengetahui apa yang sedang aku cari.
"Eee... apakah aku sering datang ke sini sebelumnya?"
"Ahahaha, aku yakin nona terakhir datang kemari lima tahun lalu. Saat itu nona membeli game BEOL beserta perangkatnya."
Mataku melebar seakan baru mengingat sesuatu, meskipun sebenarnya aku sama sekali tidak mengingat apapun.
Pria itu pun mulai mempromosikan perangkat dan game Metal Saga. Awalnya aku berniat membeli perangkat yang biasa, namun pemuda itu begitu pandai melakukan promosi sehingga aku berakhir dengan membeli perangkat termahal.
"Sepertinya aku mengingat sesuatu..." gumamku. Seketika keadaan toko menjadi sunyi sejenak, tetapi mungkin itu hanya perasaanku.
***
Toko bunga.
Gadis itu menatap Ningsih yang terlihat terburu-buru meninggalkan tokonya. Senyum kecil tergores di bibirnya hingga suara serak terdengar dari dalam toko.
{Sangat buruk, sangat menyedihkan. Bagaimana dia bisa lupa untuk menyiram bunga yang menjadi satu-satunya hal tersisa dari ibunya?}
Senyum gadis itu seketika sirna mendengar perkataan tersebut. Tatapannya begitu tajam melihat pintu bertuliskan 'Staf only' yang sedikit terbuka memperlihatkan kegelapan pekat. Beberapa titik merah berkedip dari dalam kegelapan, seperti mata yang sedang mengintip.
“Dia hanya gadis biasa dengan masalah di kepalanya. Kita pun sudah melihatnya berulang kali melakukan kesalahan yang sama”
{Tapi hingga membuat bunga itu mati, ini adalah yang pertama kali}
“Itu membuktikan jika penyakit lupanya semakin parah.”
{Jika terus dibiarkan, dia akan berakhir dengan melupakan dirinya sendiri}
Gadis itu mengambil penyemprot untuk menyirami tanaman, titik merah yang berkedip terus memperhatikan kemanapun gadis itu bergerak.
“Itu akan sangat disayangkan, namun aku pikir dia akan lebih baik seperti itu.”
{Apa kau sungguh berpikir demikian?}
“Ya...” jawab tegas gadis itu sembari memunggungi pintu. “...lagipula si peramal telah mengatakan padaku, jika sampai kapanpun ingatannya tidak akan benar-benar bisa meninggalkannya.”
{Tetapi kalau tidak pernah percaya dengan ramalan}
Suara gemericik air dari semprotan semakin deras.
“...Itu hanya pemikiran lama.”
Meskipun hanya punggung yang terlihat, tetapi pengintip yang masih berada di balik pintu dapat merasakan perasaan dari gadis itu.
“Lebih baik kita tetap diam dan terus mengawasi. Tidak baik mengusik iblis yang terti...”
Tanpa sengaja gadis itu menggigit lidahnya, sesuatu membuatnya terkejut hingga memaksanya untuk diam selama beberapa detik. Bukan hanya gadis itu, si pengintip dan bahkan seluruh manusia di pasar terdiam disaat bersamaan.
Semua orang kebingungan setelah, namun tidak ada yang menghiraukan, mereka kembali beraktivitas seperti biasa. Tetapi berbeda dengan gadi di dalam toko bunga, keringat dingin mengalir deras dari punggungnya, kakinya lemas hingga membuatnya terjatuh.
{Kau tidak apa-apa?}
“A-aku baik-baik saja, tetap berada di dalam.”
Suara geraman terdengar dari dalam ruangan gelap, seperti suara hewan buas yang marah.
{Hanya apa yang barusan terjadi?}
Gadis itu hanya menggelengkan kepalanya.
***
Di dalam gudang, aku mencari album foto karena penasaran dengan gadis yang aku temui di toko bunga.
Setelah mencari cukup lama karena aku lupa meletakkan album tersebut, akhirnya aku menemukannya di dalam sebuah kardus bertuliskan "Sekolah dan Teman". Selain album foto, di dalam kotak tersebut juga terdapat banyak benda.
Perasaanku tidak enak saat berada di dalam gudang sehingga aku tidak bisa berada lama di tempat ini. Membuka album yang dipenuhi oleh foto keluargaku, aku menemukan sebuah foto yang menampilkan puluhan anak berseragam sekolah berfoto bersama.
Aku melihat bahwa salah satu anak di dalam foto tersebut adalah diriku yang berdampingan dengan gadis dari toko bunga. "Apakah ini adalah foto kelulusan saat aku di sekolah dasar?" tanyaku.
"Jadi namanya adalah Mino Singroza," melihat kedekatanku dengan gadis itu, membuatku berpikir bahwa mungkin saja dulu dia adalah temanku. Karena perasaan tidak nyaman yang semakin kuat, dengan tergesa-gesa aku segera mengembalikan album foto tersebut lalu bergegas keluar dari gudang.
Setelah memuaskan rasa penasaran, aku mulai mengerjakan rencanaku untuk memulihkan kembali taman bunga di halaman belakang.
Aku mengumpulkan tanaman yang telah mati ke dalam wadah besar, nantinya aku berniat menjadikannya pupuk kompos. Setelah seluruh pot telah dikosongkan, aku mengisinya kembali dengan tanah dan pupuk beserta benih bunga.
Pekerjaan di halaman belakang berlangsung dari siang hingga sore. Dari awalnya hanya berniat menanam tanaman dalam pot, aku justru berakhir membersihkan seluruh halaman belakang dari tanaman liar.
"Andai saja semua bunga memiliki ketahanan seperti rumput liar," ucapku saat beristirahat sembari menikmati sirup dingin. Melihat pemandangan matahari tenggelam setelah lelah bekerja terasa sangat luar biasa.
Ini mengingatkan aku pada ayahku yang sering melakukan hal yang sama saat dia pulang bekerja. Aku diam sejenak memikirkan ayahku, hingga akhirnya ketidakberdayaan dari tubuh yang berkeringat memaksaku untuk segera mandi.
Benih bunga dan peralatan game bukanlah semua barang yang aku beli saat di pasar swalayan. Aku juga membeli persediaan makanan sehingga mulai hari ini aku bisa menikmati sesuatu yang lezat.
“Tentang game, mari lakukan setelah makan malam.”
Setelah makan malam, aku duduk di sofa depan televisi, memainkan ponselku untuk mencari informasi yang mungkin bisa berguna dalam permainan.
"Aku pikir sudah cukup." Setelah merasa telah mendapatkan banyak informasi, aku akhirnya memulai permainan.
Memasang VR Box di kepalaku, kemudian mulai rebahan, mencari posisi simetris yang terasa nyaman hingga aku pun bersiap untuk memulai permainan.
“Sial, aku lupa kata sandinya... ya terserahlah, gunakan saja kata sandi universal.”
“Memulai permainan”
Kesadaran ku seketika seakan tertarik memasuki jurang yang begitu dalam dan begitu gelap. Perasaan yang begitu nostalgia, sama seperti yang aku rasakan ketika bermain Brave Enchanters online.
***
[Selamat datang player]
Suara seorang wanita menyambutku, aku perlahan membuka mata dan mendapati diri tengah berada di atas pulang berukuran kecil yang mengapung di udara.
Menurut informasi yang aku dapatkan, pulau terapung tersebut disebut dinamakan sebagai Enterenc atau pintu masuk yang akan dikunjungi semua player baru, dan pulau ini hanya bisa dikunjungi satu kali.
Saat berada di Enterenc, player akan menjalankan berbagai tutorial sebelum memulai permainan. Namun mengikuti tutorial bukanlah sebuah kewajiban, player bisa bebas melewati tutorial lalu langsung beralih ke tahap pembuatan karakter.
Dan itulah yang aku lakukan.
[Apa anda yakin ingin melewati tahap tutorial?]
“Ya!” jawabku tegas.
[Apa pilihan anda susah buat?]
Sistem kembali bertanya. Biasanya pada titik ini player baru akan bimbingan apakah dia akan tetap pada keputusannya untuk melewati tahap tutorial, atau merubah pikiran kemudian mulai menjalani tahap pelatihan yang bisa memakan waktu hingga dua jam.
“Aku dengan sadar dan tegas memilih untuk melewati tahap pelatihan!”
[......]
Tidak ada balasan untuk beberapa saat, sepertinya perkataanku yang sangat tegas mempengaruhi sistem. Biasanya sistem akan memberikan pertanyaan yang sama hingga sepuluh kali. Para player menganggap itu sebagai naskah tertulis yang harus dilewati jika ingin menghindar dari pelatihan.
[Pilihan player dikonfirmasi]
Namun aku hanya butuh dua kali penolakan untuk membuatku lolos.
[Tahap selanjutnya pembuatan karakter]
Sebuah cermin besar muncul di hadapanku, memperlihatkan diriku yang mengenakan baju serba putih seperti kain Ihram. Dari pantulan cermin aku bisa melihat seorang gadis dengan raut wajah datar beserta dua tanduk yang terlihat mengganggu di kepalanya.
“Jadi seperti ini wajahku” gumamku. Sudah lama aku tidak berkaca karena tanduk yang aku miliki membuatku merasa tidak nyaman saat melihatnya.
Karena tanduk itu membuat orang-orang menatapku dengan hina. Bisakah aku membuat karakter di dunia game yang terlihat normal sehingga orang akan menatapku dengan cara yang berbeda?.
“Sepertinya menarik.” aku sempat merasakan harapan tinggi akan perubahan perspektif orang lain terhadapku. Namun pada akhirnya aku dibuat kecewa seperti yang selalu ku alami.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!