Baim, seorang mahasiswa sastra yang bercita-cita menjadi penulis novel hebat, berlari tergesa-gesa menuju kampus di pagi hari.
Dia terlambat bangun karena semalam begadang menyelesaikan tugas sastra. Dia Tidak mau ketinggalan materi kuliah yang penting, apalagi dosennya adalah salah satu penulis favoritnya.
Dia berharap bisa belajar banyak dari dosen itu dan menjadi penulis novel yang sukses seperti dia.
Baim memasuki gerbang kampus dan melihat jam tangannya.
Dia masih punya sepuluh menit sebelum kuliah dimulai. Dia mulai bernapas lega dan melanjutkan larinya. Dia berpikir, mungkin hari ini akan menjadi hari yang baik.
Mungkin dia akan bertemu dengan cinta sejatinya di kampus, seperti yang sering dia baca di novel-novel romantis. Dia selalu bermimpi menemukan gadis yang cantik, pintar, dan baik hati, yang bisa mengerti dan mendukung cita-citanya.
Dia tersenyum membayangkan wajah gadis impiannya, sampai dia nggak sadar ada seseorang yang berjalan di depannya.
Baim menabrak orang itu dengan keras dan keduanya terjatuh.
Baim merasakan sakit di kepalanya dan dadanya. Saat ia membuka matanya dan melihat wajah orang yang ditabraknya. Dia terkejut. Dia mengenal orang itu.
Dia adalah Nadya, anak dari rektor di kampusnya. Dia terkenal sebagai cewek galak yang nggak pernah tersenyum. Banyak mahasiswa yang takut padanya, termasuk Baim.
Baim ingin meminta maaf, tetapi sebelum dia bisa bicara, Nadya sudah berteriak padanya.
"Lo ini siapa? Apa-apaan loh kenapa loh menabrak gw? Gila ya? Gak tahu siapa gw?
Gw ini anak rektor, tau! Apa mau diusir dari kampus ini?"
Baim kaget mendengar ocehan Nadya.
Dia Tidak tahu harus bagaimana. Dia merasa bersalah, tetapi dia juga merasa kesal.
Dia nggak sengaja menabrak Nadya, tetapi Nadya malah marah-marah dan mengancamnya. Dia merasa ini nggak adil.
"Iya gw minta maaf, nggak sengaja.
Gw terlambat ke kelas, jadi buru-buru. Gw nggak lihat lo. Gw juga sakit, tau. Lo bisa lihat, kepala gw berdarah," Baim menjelaskan sambil menunjuk luka di dahinya. Dia berharap Nadya bisa mengerti dan menerima permintaan maafnya.
Nadya melihat luka di kepala Baim, tapi dia cuek aja. Dia malah menatap Baim dengan tatapan sinis.
"Oh, katanya terlambat ke kelas? Alasan klasik. Pasti lo mahasiswa abal-abal yang malas dan bodoh. Lo kira gw percaya? Lo kira gw kasihan? Salah besar! Gw nggak akan membiarkan lo lolos begitu aja.
Lo harus bertanggung jawab atas perbuatan lo. Harus ganti baju gw yang kotor dan rusak gara-gara lo.
Dan juga harus bayar biaya perawatan gw yang pasti mahal.
Lo tau nggak, gw tuh sangat peduli sama penampilan. Gw nggak mau kelihatan jelek gara-gara lo," Nadya ngomel sambil nunjukin baju dan rambutnya yang berantakan.
Baim nggak percaya dengan apa yang dia dengar.
Dia merasa Nadya itu sangat sombong dan egois.
Dia tidak peduli sama perasaan orang lain, cuma peduli sama dirinya sendiri.
Dia nggak mau tau kalo Baim juga terluka dan menderita. Hanya mau menuntut dan nyalahin Baim. Dia merasa Nadya itu cewek terburuk yang pernah dia temuin.
"Gw nggak akan bayar apa-apa. Loh yang salah, loh yang harus minta maaf. Loh yang harus ganti baju dan perawatan gw.
Lo yang harus bertanggung jawab atas perbuatan lo. Lo yang gila, lo yang sombong, loh yang egois. Lo yang galak, loh yang jelek, loh yang nggak punya hati," Baim melawan sambil bangkit dari tanah.
Nadya kaget mendengar ucapan Baim. Dia nggak pernah diperlakukan seperti itu sebelumnya.
Biasanya dia selalu dihormati dan ditakuti sama semua orang. Nggak pernah ada yang berani menentang atau ngomong jelek tentang dia. Dia merasa marah dan malu. Dia nggak mau kalah dari Baim.
"Hello, lo siapa berani banget ngomong gitu sama gw.
Lo nggak tau siapa gw. Lo nggak tau apa yang bisa gw lakuin.
Lo bakal nyesel udah nyakitin gw. Lo bakal rasain akibatnya. Dan bakal jadi musuh gw. Gw bakal bikin hidup loh sengsara.
Gw bakal bikin loh nangis dan mohon ampun. Gw bakal bikin lo nyesel sudah lahir di dunia ini," Nadya mengancam sambil ngejar Baim yang lagi lari menjauh dari dia.
Baim nggak peduli sama ancaman Nadya. Dia cuma pengen pergi dari situ. Dia nggak mau ada urusan sama Nadya lagi.
Dia merasa Nadya itu cewek gila yang harus dihindari. Dia berharap nggak pernah ketemu sama Nadya lagi. Dia berharap Nadya nggak beneran bakal ngelakuin ancamannya. Dia berharap Nadya nggak bakal hancurin hidupnya.
Tapi, harapan Baim tidak bakal terwujud. Karena, tabrakan pertama yang fatal itu adalah awal dari kisah lucu dan romantis mereka. Kisah yang bakal bikin mereka saling benci, saling di sakiti, saling ngerti, dan akhirnya saling mencintai. Kisah yang bakal bikin mereka tersenyum dan bahagia. Kisah yang bakal bikin mereka nemuin cinta sejatinya.
Baim berharap dia tidak bertemu dengan Nadya lagi. Dia berharap Nadya tidak benar-benar akan merealisasikan ancamannya.
Dia berharap Nadya tidak akan menghancurkan hidupnya. Tetapi, harapan Baim tidak terwujud. Karena, keesokan harinya, dia mendapat kejutan yang tidak menyenangkan.
Baim masuk ke kelasnya dengan wajah yang pucat dan lelah.
Dia tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan Nadya. Dia khawatir Nadya akan muncul di depan pintu kamarnya dan menyerangnya.
Dia khawatir Nadya akan mengadu ke rektor dan membuatnya diusir dari kampus. Dia khawatir Nadya akan menyebarkan gosip buruk tentangnya dan membuatnya dijauhi oleh semua orang.
Dia duduk di bangku paling belakang, berusaha tidak menarik perhatian. Dia berdoa agar hari ini berlalu dengan cepat dan damai.
Dia berdoa agar Nadya tidak ada di kelas ini. Dia berdoa agar Nadya tidak ada di kampus ini. Dia berdoa agar Nadya tidak ada di dunia ini.
Tetapi, doa Baim tidak terkabul. Beberapa menit kemudian, Nadya masuk ke kelas dengan wajah yang marah dan sombong.
Dia melihat Baim yang sedang menunduk, dan tersenyum sinis.
Ia berjalan ke arah Baim, dan duduk di sebelahnya. Dia menatap Baim dengan tatapan yang menakutkan, dan berbisik di telinganya.
Nadya: "Halo, Baim. Gimana kabarnya? Gw kangen banget sama lo. Gw seneng banget bisa ketemu lo lagi.
Gw punya banyak hal yang pengen gw omongin sama lo. Gw punya banyak hal yang pengen lo lakuin sama lo."
Baim merinding mendengar suara Nadya. Dia tidak bisa percaya Nadya ada di kelas ini.
Dia tidak bisa percaya Nadya duduk di sebelahnya. Dia tidak bisa percaya Nadya berbicara dengan nada yang manis, tetapi penuh dengan ancaman. Dia tidak bisa percaya Nadya masih mengincarnya.
Baim ingin berteriak dan lari dari situ. Tetapi, dia tidak bisa. Dia terjebak di bangku yang sempit, diapit oleh Nadya dan tembok. Dia tidak bisa bergerak, tidak bisa berbicara, tidak bisa bernapas. Dia merasa seperti seekor tikus yang terperangkap di dalam kandang, di depan seekor ular yang siap menelannya.
Baim dalam hati : "Tolong, tolong, ada yang bantu gw. Ada yang selamatkan gw. Ada yang bunuh gw."
Tetapi, harapan Baim tidak terwujud. Tidak ada yang peduli dengan nasibnya. Tidak ada yang menyadari keberadaan Nadya. Tidak ada yang mendengar bisikan Nadya.
Tidak ada yang melihat tatapan Nadya. Tidak ada yang merasakan teror Nadya.
Semua orang di kelas sibuk dengan urusan mereka sendiri. Sibuk mengobrol, bercanda, ada yang main ponsel.
Mereka tidak mau tahu, dan tidak peduli dengan apa yang terjadi di belakang kelas. Mereka tidak tahu, tidak mau tahu, dan tidak peduli dengan apa yang terjadi pada Baim.
Salah satu teman Baim yang perempuan, Mawar: "Eh, Baim, lo kenapa? Kok diam aja? Sakit ya?"
Baim: "Nggak, nggak. Gw baik-baik aja."
Nadya: "Jangan ganggu dia, dong. Dia lagi sibuk sama gw. Kan, Baim?"
Baim: "I-iya, iya."
Mawar: "Oh, gitu. Maaf ya, Baim. Gw kira lo lagi sedih. Ternyata lo lagi deket sama Nadya. Wah, selamat ya. Lo beruntung banget bisa dapet cewek cakep kayak Nadya."
Baim: "Makasih, makasih."
Nadya: "Iya, makasih ya. Lo juga beruntung banget bisa dapet cowok ganteng kayak Baim. Lo jangan cemburu ya, kita cuma teman biasa kok."
Mawar: "Haha, iya, iya. Gw nggak cemburu kok. Gw senang aja lihat kalian berdua. Semoga langgeng ya."
Baim: "Langgeng? Langgeng apa? Ini bukan pacaran. Ini penyiksaan."
Nadya: "Langgeng? Langgeng dong. Ini baru awal. Ini baru permulaan."
Baim merasa sendirian, tak berdaya, dan putus asa. Dia merasa tidak ada harapan, tidak ada jalan keluar, dan tidak ada akhir. Dia merasa ini adalah hari terburuk dalam hidupnya. Dia merasa ini adalah awal dari neraka yang tidak akan pernah berakhir.
Baim tidak tahu, dan tidak mau tahu, tidak peduli dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia hanya ingin menutup matanya, dan berharap semuanya adalah mimpi buruk. Dia hanya ingin menutup telinganya, dan berharap semuanya adalah halusinasi. Dia hanya ingin menutup hatinya, dan berharap semuanya adalah ilusi.
Baim makin gak tenang pas tau kalo Nadya gak cuma satu kelas sama dia, tapi dia juga jadi sekretaris bareng Rafi, temen sekelasnya.
Baim dan Rafi harus dateng lebih pagi buat absen mahasiswa dan mahasiswi yang gak hadir. Padahal sebenernya Baim itu mahasiswa yang rajin banget dateng pagi ke kampus sebelum yang lain.
Hari pertama jadi sekretaris, Baim dateng lebih awal dari biasanya. Dia duduk di meja depan kelas, siapin daftar absensi dengan muka yang campur aduk antara khawatir dan gak nyaman. Sementara itu, Nadya masuk kelas dengan santai dan senyum misterius.
Setiap pagi, Baim duduk di meja depan kelas dengan daftar absensi di tangan, catet kehadiran dan ketidakhadiran mahasiswa. Saat itu, Nadya cuma duduk di bangku kayak mahasiswi biasa, gak nunjukin minat buat bantu Baim.
Nadya: "Baim, kayaknya lo cukup sibuk ya jadi sekretaris. Gw cuma bakal duduk-duduk di sini dan nikmatin pemandangan."
Baim: "Yaudah, nikmatin aja pemandangan absensi pagi ini."
Nadya: "Baim. Gimana rasanya jadi sekretaris? Pasti gak seburuk yang lo bayangin, kan?"
Baim: "Ini gak lucu, Nadya. Gw aja belom mulai, tapi udah merasa kayak lagi ada masalah besar."
Nadya senyum sinis, bikin Baim makin gugup. Pas mahasiswa mulai masuk kelas, Baim langsung coba absen mereka, tapi tentu aja dengan ketidaknyamanan yang terus mehantuinya.
Tiba-tiba, Nadya kasih catatan kecil ke Baim.
Nadya: "Ini, Baim. Gw udah siapin catatan kecil dengan daftar nama yang sering gak masuk. Lo cuma perlu cocok kin sama absensi. Gampang, kan?"
Baim: "Kenapa gw merasa ini kayak jebakan yang lo atur?"
Nadya: "Tenang aja, Baim. Gw cuma pengen bantu."
Baim geleng-geleng kepala sambil merasa kalo Nadya pasti nyembunyiin sesuatu di balik sikap ramahnya.
Tapi, suatu pagi, Baim dapet kejutan yang gak diduga. Pas lagi absen, Baim sadar kalo Nadya gak hadir.
Baim dalam hati : "Gimana ini bisa terjadi? Nadya, cewek galak yang selalu hadir pagi ini tiba-tiba gak muncul. Apa yang terjadi?"
Besoknya, Nadya lagi-lagi gak hadir. Baim makin penasaran dan khawatir.
Dia putusin buat nanya langsung ke Nadya.
Baim: "Nadya, kenapa lo gak hadir dua hari ini? Ada masalah apa?"
Nadya: "Oh, itu. Gw cuma gak mood dateng pagi-pagi. Gak apa-apa, kan? Lo bisa ngurusin absensi tanpa gw kan."
Baim: Gak mood dateng pagi? Ini Nadya yang selalu bersikap galak dan tegas? Ada yang gak beres."
Tapi, kejadian ini buka ruang buat Baim dan Nadya buat ngobrol lebih banyak lagi. Baim coba hibur Nadya dengan lelucon-lelucon pagi, dan Nadya kaget tau kalo Baim sebenernya cukup humoris.
Beberapa hari berlalu, Nadya balik lagi ke kelas dan liat Baim yang lagi sibuk absen. Tanpa diketahui Baim, Nadya tiba-tiba menyelinap dan tempel stiker lucu di buku catatan absensinya.
Nadya: "Biar lo gak terlalu serius, Baim. Kita juga bisa have fun dalam tugas ini."
Baim senyum liat stiker itu dan merasa kalo mungkin jadi sekretaris gak seserem yang dia bayangin.
Pas Baim lagi fokus catet absensi, Nadya tiba-tiba nyanyi lagu tentang cinta dengan suara kenceng di depan kelas, tarik perhatian semua orang.
Nadya: "Baim, lagu ini khusus buat lo sambil bercanda. Biar semua tau kita sahabat sejati."
Baim merasa malu setengah mati dalam hati, "Sahabat sejak kapan kita jadi sahabat, lagu cinta tapi buat sahabat, aneh," sementara temen-temen sekelasnya ketawa-ketawa. Tapi, sedikit demi sedikit, Baim mulai sadar kalo di balik sifat galak Nadya, ada kekonyolan dan kehangatan yang bikin dia menarik.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!