NovelToon NovelToon

Identitas Tersembunyi (Mata Elang)

Bab 1: Bully-an

"Hahaha … dasar bodoh!"

Suara tawa bergema di udara ketika Jane berjalan melewati koridor kantor yang menjadi tempat kerja barunya selama hampir dua minggu terakhir ini.

"Hai, itu Jane? Karwayan baru itu bukan sih?" tanya Ella dengan maksud merendahkan, lalu menarik tangannya Jane dengan kasar kemudian di bawa ke kamar mandi.

"Eh, apa ini?" seru Jane terkejut.

"Tidak usah banyak cincong!" bentak Ella.

Ternyata, di dalam kamar mandi ini susah ada Lisna dan Rico. Mereka berdua sudah menunggu, tersenyum licik melihat ke arah Jane yang dipaksa Ella dengan diseret.

"Heh! Kau pikir kau itu pintar, ha? Yang bisa bekerja di kantor ini itu bukan orang biasa, sebab semua karyawan di sini juga bukan karyawan sembarangan. Semua calon karyawan baru harus takluk dengan kami, tidak ada alasan terkecuali. Dan kau juga akan bisa menghindar dari kejaran kami, tau!"

Ella bicara panjang lebar, memberikan penjelasan pada Jane yang memang belum sempat dia bully sejak menjadi karyawan baru. Tapi bukan Ella namanya, jika ia tidak mendapatkan informasi tentang semua karyawan baru yang akan ia "ekskusi" bersama dua sahabatnya itu.

"A-pa maksudnya?" tanya Jane dengan gugup.

"Hahaha … ini menyenangkan, ya gak?" Ella beralih pada dua temannya, Lisna dan Rico.

Bruukk!

"Ahhh …"

Blebeppp blebeppp …

"Hahaha … rasakan!" seru Ella merasa puas.

Dengan kasar, Ella dibantu dua sahabatnya tadi mendorong Jane ke dalam bak kamar mandi. Suara mereka yang tertawa dan berhasil mempermainkan Jane, terdengar di seluruh ruangan kamar mandi.

Kepala Jane ditenggelamkan ke dalam air dingin beberapa kali, hingga rambutnya yang tadinya terlihat rapi kini menjadi berantakan karena perbuatannya Ella dan kedua temannya itu.

Dan pakaian kerja Jane, tentu saja ikut basah.

"Ini hanya awalan untuk memberimu peringatan, bahwa di sini kamu bukanlah siapa-siapa. Jadi, tidak perlu belagu apalagi dengan tanpamu yang biasa aja!" ujar Lisna dengan tersenyum mengejek Jane yang kedinginan.

"Apakah sekarang kau jadi tahu, kalau kau sebenarnya bodoh dan tidak berguna? Apalagi ... dengan rambut panjang jelek ini!" ejek Rico dengan tampangnya yang menjijikkan.

Semua perbuatan mereka ini tentu saja melukai hati dan perasaan Jane, tapi ia tidak ingin terpancing emosi. Meskipun ia pura-pura menangis seperti yang seharusnya dilakukan oleh orang yang lemah, tapi pada kenyataannya Ella dan teman-temannya tidak peduli dengan penderitaan yang diperlihatkan olehnya.

Tapi yang tidak disadari oleh ketiga orang yang sedang membully Jane adalah, tatapan mata Jane yang tidak seperti orang ketakutan pada umumnya.

'Dasar para pecundang yang beraninya main keroyokan,' batin Jane memberikan penilaian.

Untungnya, waktu masuk kantor segera dimulai setelah jam istirahat. Hal ini membebaskan Jane dari penyiksaan Ella dan kedua temannya itu.

Bully-an ini sebenarnya tidak mempengaruhi apapun untuk Jane sendiri, tapi ia hanya ingin bermain peran agar orang-orang di sekitarnya percaya.

Apa yang terjadi padanya ini hanyalah satu ujian kecil dari penyamaran yang ia lakukan, untuk melaksanakan tugas dari agen yang memberikannya misi ini.

"Hem, hanya seperti ini."

Jane bergumam sendiri saat mencoba untuk merapikan rambut dan pakaiannya yang basah. Ia tidak ingin terlihat sangat kacau saat kembali bekerja sebagai karyawan di perusahaan Luminex Enterprises ini.

Setelah dirasa cukup, Jane melangkah keluar dari kamar mandi. Ia tetap terlihat segar seperti biasanya sehingga tidak ada tanda-tanda bekas siksaan yang dilakukan oleh Ella dan kedua temannya tadi.

Tapi sebelum ia memasuki ruangan tempatnya bekerja, Ella dan kedua temannya sudah menghadangnya di depan pintu.

"Ingat, Jane! Kau, harus tunduk pada kami!" bisik Lisna, melirik ke arah Ella dan Rico.

"Harus!" sahut Rico dengan senyum sinisnya.

Ella hanya mengangguk saja tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, sebab kedua temannya sudah mewakili dirinya.

"Eh, tapi itu hanya sekedar permainan fisik yang tidak seberapa." Jane balas berbisik, sehingga membuat ketiga orang di depannya saling lirik satu sama lain.

"What do you mean? Aren't you afraid of us?" Ella mengajukan pertanyaan.

Ella berpikir bahwa Jane tidak takut menghadapi dirinya, juga semua bullyan yang sudah dilakukannya.

"Ah, udah El! Dia hanya kebanyakan minum air WC, hahaha ..." Rico menenangkan Ella.

"Udah yuk, balik!" ajak Lisna, takut jika ketahuan atasan sedang mengeroyok Jane.

Ella akhirnya menurut dan tidak lagi bertanya pada Jane. Tapi sebelum pergi, ia Jane yang masih berdiri dengan tenang di depan pintu ruangannya.

Sementara Lisna dan Rico berjalan di sisi kanan kiri Ella, seperti sedang mengawal seorang Tuan Putri saja. Hal ini membuat Jane tersenyum tipis, karena merasa lucu dengan sikap rekan kerjanya tersebut.

"Hahhh ... ada saja yang seperti ini," gumam Jane menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali.

Tiba-tiba, ada satu teman kerja yang mendekat sebelum jin duduk di tempat duduknya. Orang itu sedari tadi memperhatikan interaksi antara Jane dan Ella, tapi memang tidak berani ikut campur.

"Jane, kau tak apa-apa?" tanya rekan kerjanya Jane tersebut.

"Tidak, aku tidak apa-apa. Memang ada apa?" Jane balik bertanya pura-pura tidak tahu.

"Em ... Itu tadi, si Ella ngapain?" tanya orang itu lagi.

Tapi Jane tidak ingin menyebarkan berita tentang situasi yang sedang ia hadapi dengan bullyan yang diterimanya, dan ini bukan karena ia takut dengan ancaman Ella dan kedua temannya tadi. Ia hanya ingin menciptakan suasana kerja yang tenang dan aman, tanpa harus saling menjatuhkan dan juga menciptakan situasi yang tidak nyaman.

Namun demikian, sepertinya jawaban Jane tidak memuaskan rekan kerjanya tadi. Atau bisa juga, kelakuan Ella ini memang seperti tradisi sehingga setiap ada karyawan baru dan didekati Ella, semua orang juga akan tahu apa yang sedang dihadapi oleh karyawan baru tersebut.

"Aku tidak apa-apa, tadi mbak Ella hanya ngajak kenalan kok," terang Jane, sambil tersenyum tipis.

"Oh, kamu hati-hati aja sama dia, ya Jane!" pesan rekan kerjanya tersebut.

"Ya, terima kasih perhatiannya."

Setelahnya, mereka kembali ke meja kerja masing-masing dan bekerja sesuai dengan apa yang memang harus mereka kerjakan.

Tapi Jane tidak sadar, jika ada seseorang yang yang tidak terjangkau dari tempatnya Jane berada.

"Itu bukannya Jane, Si Mata Elang? Ngapain dia di sini?" tanya orang tersebut, yang mengenali sosok Jane.

Tidak semua orang bisa mengenali Jane yang aslinya seperti apa, sebab saat ini dia memang sedang melakukan penyamaran untuk menyelesaikan misinya.

Tapi sepertinya orang yang mengenalinya ini adalah orang yang tahu banyak tentang dirinya, dengan pekerjaan aslinya sebagai seorang agen rahasia.

"Apa tujuannya di sini?" tanya orang itu lagi, dengan bergumam.

Bab 2: Identitas Rahasia "Mata Elang"

Sebulan yang lalu.

Jane mendapatkan panggilan dari atasannya, yang memiliki jabatan dengan sebutan Kepala Operasi. Tapi Jane memangilnya dengan menyebut "Mr" karena untuk namanya yang asli memang tidak pernah diketahui oleh siapapun, termasuk Jane sendiri.

Dengan langkah perlahan-lahan tapi lebar, Jane menuju ke kantor agen yang tersembunyi. Tidak banyak yang tahu, jika bangunan tak biasa itu, dengan bentuknya yang kecil tersebut digunakan untuk aktivitas keagenan yang cukup terkenal di mata orang-orang yang memiliki kepentingan.

Setiap langkah yang dilakukan oleh Jane, seperti terhitung jumlahnya dengan detik dan menit yang sangat berharga. Semua ini demi keberhasilan misi yang diembannya, sebagai seorang Agen Rahasia berjuluk "Mata Elang". Perhitungan waktu yang tepat, selalu menjadi pertimbangan untuk keberhasilan Jane.

"Apalagi misi kali ini? Semoga tidak ada kaitannya dengan preman jalanan," gumam Jane saat hampir tiba di kantornya.

Clek!

Pintu dibuka Jane dengan mudah, sebab pintu tersebut memang tidak pernah dikunci. Tapi meskipun demikian, tidak pernah ada orang-orang sembarangan yang masuk ke dalam kecuali orang-orang yang memiliki kepentingan di kantor ini.

Sebagai seorang agen rahasia, setiap misi dari pekerjaannya adalah temannya. Tidak peduli seberapa besar kesulitan yang dihadapi, Jane selalu mampu menghadapinya karena ia tidak mengenal rasa takut.

Saat memasuki ruangan yang lebih besar, seorang pria paruh baya sudah menunggunya di balik meja. Dia adalah Kepala Operasi, yang memanggil Jane untuk datang ke kantor.

"Selamat datang, Mata Elang." Kepala Operasi menyambut dan menyapa Jane yang kini berdiri tegak di depannya.

"Selamat malam, Mr. Ada tugas baru untukku?" Jane langsung bertanya tanpa basa-basi.

"Hm, kau selalu to the poin, Jane. Apakah kau tidak ada keinginan untuk bertanya tentang kabarku?" jawab Kepala Operasi, tapi dengan tersenyum karena ia hanya bermaksud memberikan candaan ringan.

Kepala Operasi sangat paham betul bagaimana watak dan karakter anak asuhnya tersebut. Jane memang tidak suka berbasa-basi jika menghadapi tugasnya, karena dia tidak mau membuang-buang waktu hanya untuk sesuatu yang tidak berguna bagi penyelesaian misi yang akan dilaksanakan olehnya.

"Jane, aku tahu kau adalah agen rahasia terbaik kami. Tapi misi ini cukup sulit, dan yang pasti sangat penting. Jadi karena itulah, aku percayakan tugas ini padamu." Kepala Operasi akhirnya memulai pembicaraan yang lebih serius.

"Tugas yang sangat penting, tugas apakah itu, Mr?" tanya Jane seperti tak sabar saat mendapatkan "arena mainan" yang baru.

"Ada pesanan untuk bisa menguak konspirasi terbesar yang menyangkut perusahaan besar, dan kami kamu agar bisa menyusup ke sana, melakukan penyamaran."

Kepala Operasi mulai memberikan gambaran dan penjelasan tentang tugas yang harus dilakukan oleh Jane, untuk misinya kali ini.

Dengan penuh perhatian, Jane mendengarkan semua perkataan dan informasi terkait tugasnya. Ia tidak mau ada yang terlewat karena itu sangat mempengaruhi keberhasilan usahanya dalam penyelesaian misi tepat waktu.

Setelah dirasa cukup, Jane mengangguk paham dengan apa yang harus ia kerjakan dengan tugasnya kali ini.

"Saya siap untuk tugas ini, Mr." Jane mengangguk pasti.

"Ingat Jane, orang-orang di balik perusahaan itu bukanlah orang-orang biasa. Mereka juga punya pengaruh pada pemerintahan, jadi ... kau pasti paham dengan situasi yang akan kau hadapi." Kepala Operasi, kembali memperingatkan.

"Saya paham, Mr. Saya pasti akan melaksanakan tugas ini dan membawa hasil yang terbaik," tegas Jane yakin.

Kepala Operasi mengangguk, lalu menyerahkan beberapa berkas yang sudah dipersiapkan untuk dipelajari oleh anak buahnya , si Mata Elang tersebut.

Pria paruh baya itu juga mengatakan bahwa ia mempercayakan tugas ini pada Jane, sebab ia tahu kemampuan Jane yang sudah banyak terbukti bisa melakukan tugas dengan sangat baik dan tepat waktu.

"Aku percaya kau mampu, Jane. Jadi, jangan kecewakan kepercayaanku ini."

"Siap, Mr!" Jawa. Jane mengangguk pasti.

Setelah semua urusan mereka selesai, Jane pamit pergi. Ia akan mempelajari berkas-berkas tugasnya itu di apartemen, karena ia akan lebih leluasa untuk membuat rencana juga setelahnya.

***

Jane kembali berjalan dari lorong ke lorong untuk sampai di jalan raya, di mana mobilnya terparkir. Ia memang sengaja memarkirkan mobilnya jauh dari lokasi kantor, sebab tidak mau jika ada orang yang mengikutinya.

Bayangan pekat bergerak cepat seiring langkah Jane. Tidak ada yang tahu, apa yang ingin ia kejar, tapi Jane sendiri tahu betul apa yang ia lakukan kali ini.

Setelah masuk ke dalam mobil, Jane melaju menuju jalanan pusat kota. Ini bukan jalan ke arah apartemennya, sebab iya memang ingin melihat lokasi di mana ia akan bertugas setelah ini.

"Aku tidak asing dengan nama perusahaan Luminex Enterprises, tapi gedung perkantoran dan lokasinya aku belum tahu. Jadi, lebih baik aku ke sana untuk meninjau terlebih dahulu."

Jane melakukan semua ini untuk bekal rencana penyelidikan yang akan ia lakukan. Ia harus mengetahui bagaimana situasi dan keadaan perusahaan, yang paling utama adalah lokasinya perkantoran yang akan menjadi targetnya.

Dalam berbagai tugas yang pernah ia selesaikan, Jane sering kali mendapati hal-hal yang tidak terduga. Seperti pengkhianat, jebakan dan keduanya. Jadi ia juga harus berhati-hati dan selalu waspada dalam keadaan apapun.

"Hm, ternyata di sini." Jane tuba di lokasi perusahaan Luminex Enterprises.

"Aku akan coba bertanya pada security, siapa tahu ada lowongan. Jadi, aku akan segera bergerak."

Sebelum turun dari mobil, Jane menghela nafas dalam-dalam terlebih dahulu. Ia berusaha senang mungkin karena akan mencoba bertanya pada security seakan-akan dia adalah seorang pencari kerja, meskipun ini waktunya sudah malam.

Tapi sebelum ia benar-benar keluar dari dalam mobil, terdengar suara keras yang mengejutkan.

Bruaakk!

"Ha?" Jane menoleh cepat ke arah sumber suara.

"Apa yang terjadi?" tanya orang yang berlari-lari ke tempat kejadian.

Ada beberapa orang yang kebetulan ada di tempat tersebut, ikut berlari mencari tahu apa yang terjadi dengan suara keras tadi.

Ternyata, Jane melihat bayangan seseorang yang sedangkan sesuatu yang terdengar keras tadi adalah tong sampah, yang isinya kini berserakan dimana-mana.

"Siapa orang itu?" Jane melihat dengan memicing, menembus kegelapan.

Sayangnya, malam tak mendukung sehingga ia kehilangan jejak bayangan tersebut. Tapi Jane juga tidak ingin ikut campur terlebih dahulu, jadi Ia memutuskan untuk segera pergi dari tempat kejadian menuju ke apartemennya.

Bab 3: Membalas Pembully

Pria setengah baya itu duduk di ruangan yang dipenuhi dengan banyak buku tebal, juga berkas-berkas dan arsip. Sementara itu, layar monitor juga menyala.

Jane, wajahnya tampak sedikit tegang melihat dengan sopan penuh penghormatan - siap memberikan laporan dengan detail. Sebab laporan ini yang diperlukan oleh atasannya, pria setengah baya itu.

"Saya minta maaf, jika Mr merasa terganggu." Jane, mengucapkan permintaan maafnya sebelum memberikan laporan.

"Tidak apa-apa, Jane. Aku memang sudah menunggu laporanmu, sebab itu akan memperjelas misimu."

"Baik, Mr. Ini berkenaan dengan misi di perusahaan 'Luminex Enterprises'..."

Pria itu mengangguk, memberi isyarat agar Jane melanjutkan kalimatnya yang tidak selesai karena terlihat ragu.

"Saya memperoleh informasi yang cukup penting, terkait kegiatan Luminex Enterprises yang terlibat karena perusahaan melakukan aktivitas ilegal. Ini ada beberapa kegiatan, mulai dari pencucian uang hingga penganan isu lingkungan yang sedang ramai dibicarakan oleh para aktivis. Tapi untuk bukti konkretnya, saya belum mendapatkannya."

"Lalu, Luminex Enterprises sendiri bagaimana?" sahut Pria itu, memberikan pertanyaan pada Jane.

"Mereka sangat tertutup dan ini adalah rahasia perusahaan, Mr. Semua informasi tentunya dijaga dengan ketat. Saya butuh waktu untuk menemukan celah tanpa menarik perhatian orang," terang Jane memberikan alasan.

Pria itu menyimak dengan serius mengenai laporan Jane. Ia matanya menatap Jane, seolah-olah sedang membaca setiap pergerakan bibir bawahnya tersebut.

"Bagaimana dengan rekan-rekan kerjamu di sana? Apakah kamu mendapat kesulitan?" tanyanya kemudian.

Jane tersenyum tipis lalu menarik nafas dalam-dalam. Ia merasa tidak perlu memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut, sebab ia bisa mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi.

Semua yang terjadi di kantor, tempatnya melakukan penyelidikan dengan menyamar, memang tidak "sehat" karena ia mendapatkan tekanan dan bullyan.

Beberapa dari mereka, rekan kerjanya, merasa menjadi seorang senior yang harus dipatuhi dan dihormati. Tapi Jane tidak pernah ambil pusing, sebab ia hanya berkonsentrasi dengan misinya.

"Belum ada yang curiga, Mr. Tapi, beberapa dari mereka ada yang memberikan tekanan pada saya," terangnya kemudian.

"Identitas aslimu adalah prioritas utama, Jane. Jadi kau harus tetap waspada, dalam bertindak. Informasikan setiap ada perkembangan dan waspadalah terhadap adanya tanda-tanda ancaman." Pria itu memberikan nasehat.

"Saya akan menjaga rahasia identitas diri daya yang sebenarnya, Mr. Misi ini pasti akan saya selesaikan."

Jane yakin dengan kemampuan dirinya sendiri, sebab ia bukanlah seorang wanita yang lemah. Berbagai latihan dan latihan - baik fisik maupun mental yang dilakukannya, tentu bisa membuatnya lebih kuat apalagi hanya melewati bully-an dari beberapa orang saja.

"Semoga berhasil, Jane. Aku percaya dengan kemampuanmu, jadi aku hanya berpesan agar kau tetap berhati-hati."

Pria itu mengangguk samar, begitu selesai menasehati Jane.

Pembicaraan mereka ini sedikit berbeda karena ada kesan yang lebih tegang dan rasa tanggung jawab masing-masing dalam posisinya, menggarisbawahi pentingnya tantangan dan risiko yang dihadapi Jane dalam menjalankan misi rahasia ini.

"Tapi, bolehkah saya sedikit 'bermain-main' dengan mereka yang sudah mempermainkan saya?" tanya Jane meminta izin.

"Tentu, tapi itu diluar tanggung jawabku. Kau, yang bertanggung jawab penuh atas tindakanmu itu. Jadi, berhati-hatilah!"

"Tentu, Mr. Terima kasih."

***

Ella, Lisna, dan Rico berkumpul di ruang kantor, berbicang dengan suara yang kadang kala rendah tapi penuh tekanan. Hal ini menciptakan suasana tegang dengan tatapan sinis dan cemoohan mereka.

Jane, kali ini, tampak lebih tegar ketika dia berjalan melewati mereka menuju meja kerjanya.

"Oh, lihat, si paling keren datang lagi. Apa yang kamu cari, huh?" tanya Ella dengan nada mengejek.

"Kamu tidak berhak ada di sini, pecundang!" bentak Lisna dengan senyum miring.

Jane berhenti sebentar di depan meja kerjanya, matanya menatap tajam ke arah mereka.

Tadinya, Jane tidak ingin menggubris apapun pernyataan mereka. Tapi ia ingat dengan izin yang diberikan oleh atasannya, membuatnya mendapatkan ide yang brilian untuk melawan mereka.

"Mungkin sekarang saatnya kita berbicara dengan jujur. Saya tidak akan membiarkan perlakuan kalian mengganggu pekerjaan saya," jawab Jane setelah terdiam sejenak.

"Ah, kau bisa bicara besar sekarang, ya? Aku pikir, kau itu bisu. Hahaha ... " Rico, tertawa terbahak-bahak.

"Saya tidak mencari masalah. Tapi saya tidak akan membiarkan perilaku tidak profesional seperti ini menghambat kesuksesan saya di sini." Jane, berkata pelan penuh penegasan.

"Eh, lo pikir, lo bisa mengancam kita-kita?" ejek Ella dengan sinis.

"Ini bukan ancaman. Ini adalah peringatan. Mulai sekarang, saya akan mengambil langkah yang diperlukan, jadi jangan pernah mengganggu saya lagi!" tegas Jane.

Jane masih berusaha untuk memilih kata-kata dengan hati-hati, tidak langsung menunjukkan bahwa ia seberani yang sesungguhnya. Dia hanya memberikan peringatan, agar mereka tidak lagi berbuat seenaknya.

Jika ia terus diam membiarkan pembully-an mereka merusak kenyamanannya atau menahan kesuksesannya dalam menjalankan misi rahasia, ia sendiri yang akan kesulitan.

Jane ingin menunjukkan bahwa meskipun dia tetap menjaga rahasia identitasnya, bukan berarti dia lemah. Namun, sebagai agen rahasia, tujuannya adalah melindungi identitasnya sambil menjalankan misi.

Jane akan memperlihatkan bahwa bully-an tidak membuatnya patah semangat. Dia akan menjaga ketenangan dan tidak menunjukkan reaksi yang mudah diintimidasi di depan para pembully. Apalagi ia telah berhasil mencari informasi yang dikumpulkannya untuk menyusun rencana, yang membuat reputasi para pembully tercoreng. Ini bisa melalui strategi untuk mengekspos kesalahan-kesalahan mereka atau membuka sisi buruk mereka di mata karyawan lain.

Jane tetap mengambil langkah-langkah hati-hati dalam membalas pembully. Tujuannya bukan untuk membalas dendam, tetapi untuk menunjukkan bahwa dia tidak akan menjadi sasaran yang mudah mereka injak-injak seenaknya.

***

Di kafe sepulang kerja, Ella sedang berkumpul bersama Lisna dan Rico. Para pembully itu tengah duduk bersama, membicarakan keluh kesah akan situasi yang semakin tidak nyaman akhir-akhir ini.

"Aku merasa seperti semua orang menghindari kita akhir-akhir ini. Apa yang terjadi?" Ella, bertanya dengan wajah yang terlihat tidak suka.

"Aku juga merasa begitu. Seperti kita dianggap sebagai pihak yang bersalah, padahal kita tidak melakukan apa-apa yang buruk." Lisna, setuju dengan pendapat Ella.

"Ada yang aneh. Aku juga merasa seperti reputasiku tercoreng karena beberapa pekerjaan yang aku tangani tampak tidak sempurna." Rico ikut menyahuti.

"Mungkin kita harus lebih berhati-hati dalam berinteraksi dengan orang lain," gumam Ella, seakan untuk dirinya sendiri.

Di kafe ini, pembicaraan mereka semakin menunjukkan bahwa mereka mulai merasakan tekanan setelah mereka masing-masing mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan.

"Aku merasa semakin terasingkan, tidak seperti dulu. Atau, semua orang tahu tentang apa yang kita lakukan?" tanya Ella curiga.

Lisna dan Rico menggeleng. Mereka berdua tidak tahu apa yang terjadi pada mereka, yang seakan-akan mendapatkan tekanan tanpa diketahui dari mana penyebab dan arahnya.

Tanpa mereka sadari, apa yang mereka rasakan kali ini adalah dampak dari apa yang mereka lakukan pada Jane. Dan tanpa mereka tahu, Jane telah bergerak untuk melakukan rencananya, memberikan tekanan demi tekanan untuk balas dendam tanpa mereka sadari.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!