Kota Chrysanthemum, pagi hari yang cerah berawan.
Beberapa penjaga pria berjas hitam dan pelayan wanita bergegas berlari kesana kemari. Salah satu dari penjaga pria berjas hitam memberi instruksi kepada mereka untuk segera menemukan nona muda yang telah melarikan diri dari rumah.
"Temukan nona muda secepat mungkin! Ia belum jauh dari sini" teriak pria berjas hitam adalah ketua dari mereka semua. Orang yang bertanggung jawab penuh atas keamanan nona muda yang melarikan diri.
Mereka terus berusaha mencari dan menemukan nona muda hingga waktu terus berlalu mereka belum juga menemukan nona muda. Dengan keputusasaan, ketua keamanan pergi menemui nyonya dan tuan untuk melapor.
"Maaf nyonya dan tuan, kami belum berhasil menemukan nona muda yang melarikan diri. Kami telah mencari dengan sekuat tenaga namun belum menemukan jejaknya. Saya sungguh minta maaf, ini adalah kelalaian saya. Mohon ampun, tuan dan nyonya. Lain kali saya akan menjaga nona muda dengan sangat baik" ucap pria itu menundukan kepala dengan penuh penyesalan karena tidak bisa melakukan tugasnya dengan baik.
Tuan dan nyonya melihat ke arah pria itu sebentar, lalu mereka saling tatap satu sama lain.
"Hah! Ini salahku, tidak seharusnya aku terlalu memaksa putriku untuk mengikuti kemauan kita" ucap nyonya.
"Mungkin ini adalah saatnya untuk membiarkan nona muda menentukan jalannya sendiri," tambah tuan dengan penyesalan di matanya.
"Kita harus memberinya kebebasan untuk menjalani hidupnya sendiri, tanpa mengatur-aturnya. Aku sungguh menyesal! Putriku yang malang"ucap tuan dengan suara yang penuh penyesalan dan kepahitan.
"Astaga! Kamu berlebihan sekali, sayang. Putri kita itu sudah kita didik dengan baik. Ia akan baik-baik saja dan bisa menjalani hidupnya dengan bijak" ucap nyonya mencoba menenangkan suaminya.
"Bagaimana aku bisa tenang? Ia bahkan belum sempat melihat dengan siapa dirinya dijodohkan! Seharusnya ia merasa bersyukur dengan apa yang kita pilihkan untuknya" ucap Tuan dengan rasa kecewa.
Spontan nyonya tertawa kecil, "Hahaha....lucu sekali! Kamu egois sekali, sayang! Tetapi aku yakin putri kita akan menyukai pria seperti itu. Ia tidak akan mengalami kesulitan setelah kita tiada nanti.”
Keegoisan itu berdiri tegak menjulang ke langit dan tidak pernah condong ke bawah sedikitpun meski nona muda tidak lagi ada di rumah ini. Tidak ada raut wajah kesedihan setelah kepergian nona muda dari rumah. Hanya ada raut wajah ketidakpuasan terhadap tindakan nona muda yang melarikan diri.
“Jika aku bertemu kembali dengan nona muda, aku akan memaksanya pulang! Aku akan memberinya hukuman agar ia tidak lagi melarikan diri dari rumah” ucap Nyonya dengan kekesalan dan berjanji akan memberikan hukuman kepada nona muda yang melarikan diri.
Ketua penjaga nona muda merasakan penyesalan terhadap dirinya sendiri yang tidak becus dalam menjaga nona muda. Ketua penjaga nona muda juga berat hati setelah mendengar ucapan nyonya yang memberikan hukuman kepada nona muda jika nona muda ditemukan. Entah bagaimana ketua penjaga nona muda merasa iba dan berbelas kasihan kepada nona muda, perasaan hati yang sangat sakit dan kecewa memiliki orang tua yang egois.
“Nyonya, maafkan saya jika berbicara lancang! Tolong jangan memberikan hukuman yang berat kepada nona muda. Nona muda melakukan ini pasti dengan sangat terpaksa. Ya, mungkin saja nona muda ingin memberikan tes kepada calon suami lebih dulu karena itu nona muda melarikan diri dari rumah ini. Karena ini mungkin saja rencana nona muda agar bisa mendapatkan calon suami yang baik” ucap ketua penjaga nona muda berkata dengan hati-hati.
Tuan dan nyonya segera melihat kearah ketua penjaga nona muda. Mereka berpikir sejenak apa yang telah dikatakan oleh penjaga nona muda.
“Ah, begitu! Ya itu ada benarnya. Tetapi bukankah ia sudah dijodohkan dengan orang lain yang kami pilihkan. Seharusnya nona muda tidak perlu terlalu khawatirkan?” ucap Nyonya muda dengan ragu.
"Apakah putriku sudah jatuh cinta dengan pria lain? Siapa? Berani sekali mendekati putriku! Katakan padaku, siapa yang disukai nona muda?" ucap tuan dengan nada cemas. Tuan menatap tajam kearah ketua penjaga nona muda.
Wajah ketua penjaga nona muda menjadi pucat karena ketakutan dengan tatapan tajam tuan. Dengan suara pelan dan terbata-bata ketua penjaga nona muda berucap, “Ma-maafkan aku, tuan dan nyonya! Saya tidak bermaksud membuat tuan dan nyonya marah. Saya hanya berpikir nona muda mencoba menguji calon suami, maksudnya…..ca-calon suami….yang dijodohkan dengan nona muda.”
Ketua penjaga nona muda menghadapi tuan dan nyonya dalam perbincangan yang cukup lama. Ia harus bertahan dari keegoisan tuan dan nyonya. Ia sendiri telah memahami bagaimana tuan dan nyonya memperlakukan nona muda. Ia harus membuat nona muda tidak berada dalam masalah saat kembali ke rumah ini.
Kehidupan orang kaya tidak semudah yang dibayangkan. Anak-anak yang terlahir dengan tuntutan orang tua yang egois. Tetapi bagaimanapun setiap orangtua pasti menginginkan yang terbaik untuk anak mereka. Setiap orang tua pasti memiliki sisi baik. Kehidupan yang membosankan kadang datang menghampiri anak-anak orang kaya di samping banyaknya tuntutan orang tua yang harus dipenuhi. Tetapi banyak orang akan mengatakan mereka ( anak orang kaya) tidak tahu bersyukur. Sebenarnya dari segi ukur apa yang menentukan pemikiran serupa? Anak-anak orang kaya itu tidaklah kaya dan memiliki harta yang melimpah, yang memiliki harta adalah orang tua mereka. Sementara anak-anak itu tidak memiliki apapun, mereka hanya dituntut oleh orang tua mereka untuk memuaskan rasa keegoisan. Sebagai timbal balik anak-anak itu mendapatkan fasilitas hidup yang baik.
Kesialan atau keberuntungan adalah dua hal yang saling beradu tidak pernah selesai. Jika ingin bertahan dalam rumah yang nyaman tentu harus melakukan sesuatu yang disukai oleh tuan rumah. Tetapi jika kamu tidak suka melakukan apa yang diperintahkan oleh tuan rumah, maka silahkan pergi angkat kaki dari rumah. Begitulah kehidupan ini, kadang menyenangkan dan kadang menyedihkan. Begitulah yang dilakukan oleh gadis cantik nan manis ini. Rambutnya yang hitam panjang dan berkilau mengalir seperti sutra, dan matanya yang hitam pekat seperti malam. Dia berjalan dengan anggun di keramaian kota sore hari. Kota Malvado di hari yang cerah berawan sore hari.
Memasuki area pemungkiman, orang-orang disekitar diam-diam telah memperhatikan setiap langkahnya. Hingga gadis itu berhenti di sebuah toko bunga yang terhubung dengan bangunan rumah.
Kedatangannya di toko bunga itu membuat pemilik toko segera menghampiri. Seorang wanita paruh baya adalah pemilik toko ini.
“Selamat sore, apa benar ini toko bunga Malvado?” ucap gadis itu dengan suara lembut.
Pemilik toko menghampiri dengan senyuman ramah di wajahnya, ia berucap “Ya benar sekali, nona. Ini adalah toko bunga Malvado. Saya adalah pemilik toko bunga ini. Kamu bisa memanggil saya dengan Bibi Brown. Ada yang bisa saya bantu untukmu?.”
Gadis itu tersenyum lembut dengan perasaan lega dan ketakutan telah sirna sekarang. Ia telah tiba di tempat tujuannya, tempat tinggal sementara telah ditemukan dengan baik.
“Ya, saya memerlukan tempat tinggal sementara. Bisakah saya menyewa tempat ini?” ucap gadis itu dengan sorot mata melihat ke arah bunga diatas meja. Bunga-bunga yang dijual tampak segar dan terawat dengan baik.
Bibi Brown menarik nafas panjang, tatapan penuh penyesalan terlihat jelas di wajahnya. “Maafkan saya! Tempat ini sudah disewa oleh seorang gadis. Hanya ada satu ruang kamar yang aku sewakan, jadi aku sungguh minta maaf dan menyesal untukmu. Tidak ada kamar kosong yang tersisa.”
“Apakah gadis yang menyewa itu berasal dari Kota Chrysanthemum? Gadis itu bernama Olivia Brown Montgomery?” tanya gadis itu mengatakan apa yang diketahui olehnya.
“Benar sekali. Bagaimana kamu mengetahuinya? Ah! Apakah itu adalah kamu?” tanya Bibi Brown menduga sambal menunjuk ke arah gadis itu dengan pandangan yang curiga.
Gadis itu menganggukkan kepala dan memberi senyuman kecil kepada Bibi Brown sebagai tanda pengakuan. “Ya, saya-lah yang kamu maksud. Ini saya membawa bukti pembayaran untuk tempat tinggal sementara disini,” jawab gadis itu dengan sopan lalu memberikan bukti pembayaran tempat tinggal sementara kepada Bibi Brown.
Bibi Brown mengambil bukti pembayaran dan memandang gadis itu dengan heran. “Ah, astaga! Kamu sungguh berbeda dari yang saya lihat sebelumnya. Ini memang benar adalah bukti pembayaran yang tertuju pada rekening bank milikku. Saat video call saya sangat ingat dengan wajahmu, ternyata kamu lebih cantik dari yang saya duga. Mari silahkan masuk?! Saya sudah menyiapkan ruang kamar untukmu seperti yang telah saya janjikan. Biarkan saya membawa kopermu?!.”
“Terima kasih, Bibi Brown. Maaf mulai sekarang aku sepertinya akan banyak merepotkanmu, Bibi” ucap Olivia berjalan mengiringi Bibi Brown menuju ruang kamar yang disewakan.
“Jangan khawatir, sayang. Aku akan selalu siap membantu dan merawatmu dengan senang hati. Seperti yang telah kita janjian sebelumnya. Aku pilih-pilih dalam mengambil keputusan dan membiarkan orang menyewa satu kamar di rumah ini. Aku pikir kamu tidak akan seperti dugaan burukku. Jadi aku akan memperlakukanmu dengan baik” balas Bibi Brown dengan penuh kehangatan.
Bibi Brown membuka pintu yang disewakan. Terlihatlah ruangan yang bersih dan rapi dengan dekorasi minimalis. Ruangan ini benar-benar mencerminkan gaya hidup modern yang simple dan elegan. Dinding-dinding putih bersih memberi kesan cerah dan luas pada ruangan, sementara perabotan minimalis menambahkan sentuhan keindahan tanpa mengganggu kenyamanan.
POV. Olivia.
“Ini adalah ruangan yang aku sewakan untukmu. Bagaimana?” tanya Bibi Brown mencoba meminta pendapat tentang ruang kamar ini.
“Kamar ini bagus, bersih dan rapi. Ini saja sudah cukup untukku. Setidaknya aku tidak tidur di luar” jawabku dengan rasa lega.
“Baiklah, saya pergi. Saya harap kamu betah disini. Anggap saja rumah sendiri. Saya harus menjaga bunga-bunga tetap indah didepan” ucap Bibi Brown segera pergi meninggalkanku. Ia pergi ke halaman depan menuju toko bunga miliknya.
Aku segera menata barang-barangku ke dalam lemari. Aku sangat beruntung memiliki tempat tinggal sementara atau tempat kos sebaik ini. Aku telah memperkenalkan diri kepada Bibi Brown tentang namaku. Namaku adalah Olivia Brown Montgomery, dipanggil Olivia.
Semua barang milikku telah tertata rapi di lemari dan meja. Aku merasa senang melihat tempat ini rapi dan bersih.
“Ah, leganya! Aku sudah menyelesaikan beres-beres hari ini. Bibi Brown juga sangat baik. Aku pikir ia akan kesal atas kedatanganku. Ternyata apa yang dipilihkan oleh ketua penjaga memang sangat bagus” ucapku tersenyum manis memuji ruangan dan ketua penjaga yang sekarang entah apa yang dilakukannya.
Aku bergegas pergi ke halaman depan, di samping pintu utama toko bunga berdiri. Bibi Brown membangun usaha rumahan dengan menjual bunga hias. Sangat beruntung memiliki rumah dekat dengan jalan raya yang ramai.
Aku lihat Bibi Brown sedang sibuk melayani pembeli. Pembeli yang dilayani oleh Bibi Brown saat ini seorang wanita paruh baya yang mungkin seumuran dengan Bibi Brown. Wanita paruh baya itu melihat ke arahku sejenak, entah apa yang ia pikirkan.
“Siapa gadis itu, Bibi Brown?” tanya wanita paruh baya sambil menunjuk ke arahku.
Bibi Brown tersenyum, ia mengemas bunga yang dibeli wanita paruh baya seraya berucap, “Benar! Ia adalah keponakan. Ia akan tinggal sementara di rumahku.”
“Wah, kamu sangat beruntung sekali mendapat keponakan secantik itu. Ia seperti malaikat yang turun dari surga dengan kecantikan yang melebihi manusia pada umumnya,” ucap wanita paruh baya memuji kecantikan keponakan Bibi Brown. Wanita paruh baya mengagumi kecantikan yang luar biasa dari keponakan Bibi Brown.
Bibi Brown tersenyum penuh kebanggaan mendengar pujian itu. Kebanggan memancar dari wajah Bibi Brown ketika ia mendengar pujian tulus dari wanita paruh baya tersebut. Ia merasa beruntung memiliki keponakan yang begitu cantik dan suci seperti itu. Bibi Brown memandang keponakannya dengan penuh kekaguman. Tetapi Bibi Brown juga menyadari bahwa ia telah berbohong tentang gadis ini. Olivia bukanlah keponakan Bibi Brown.
Bibi Brown memberikan bunga yang dibeli dan wanita paruh baya menyelesaikan transaksi ini dengan membayar menggunakan uang tunai.
“Terima kasih atas kerjasamanya,” ucap wanita itu sambil menerima bunga dan tukarannya.
Wanita paruh baya itu menerima bunga dari Bibi Brown dengan senyuman lebar di wajahnya. Dia tampak sangat senang dengan pembelian tersebut. Bibi Brown dengan sopan berterima kasih atas pembeliannya dan berharap bunga-bunga itu akan memberikan keindahan dan keceriaan di rumahnya.
Setelah transaksi tersebut, Bibi Brown melanjutkan dengan merapikan kembali toko bunganya. Wajah yang tampak lelah tetapi senyuman di wajahnya tidak pernah luntur sekalipun, Bibi Brown tetap tersenyum meski badannya dipenuhi oleh rasa lelah dan letih. Menjaga toko bunga ini tidak segampang dan semudah yang dilihat. Bibi Brown duduk di bangku tangannya melambai mengarah padaku.
“Kemarilah!” pinta Bibi Brown kepadaku.
Tanpa ragu-ragu aku segera mendekati Bibi Brown.
“Duduklah, ada banyak hal yang harus kita bicarakan. Bukankah begitu, Olivia?” ucap Bibi Brown menambahkan.
Aku mengangguk dan tersenyum lalu duduk di kursi yang tersedia, siap untuk mendengarkan apa yang ingin Bibi Brown bicarakan. Wajahnya terlihat serius, membuatku penasaran tentang apa yang akan dia katakan.
“Sudah lama aku ingin membicarakan sesuatu denganmu, Olivia,” ucap Bibi Brown dengan nada penuh kekhawatiran. “Ada kabar penting yang harus kamu dengar. Ini tentang aturan dirimu disini dan keluargamu.”
Jantungku berdegup kencang. Tidak bisa aku menahan rasa penasaran dan kecemasan.
“Apa yang terjadi pada ayah dan ibuku? Mereka baik-baik saja kan?” tanyaku penuh kekhawatiran dan perasaan cemas.
“Ya mereka baik-baik saja. Ketua penjaga mengatakan kalau tuan dan nyonya mulai mengkhawatirkan Olivia. Tapi mereka bersikukuh pada seperti yang kamu ketahui. Ketua penjaga menduga kalau mereka mengulur waktu perjodohan hingga kamu kembali” jawab Bibi Brown menyampaikan kabar yang didapat dari ketua penjaga.
Wajahku mulai menjadi pucat karena ketakutan mendengar apa yang dikatakan oleh Bibi Brown. Ayah dan ibuku tidak pernah merubah keputusan mereka meski aku sudah melarikan diri dari rumah. Itu sungguh kesialan yang tidak bisa dihindari.
“A-pa ketua penjaga mengatakan yang lain? Misalnya mereka akan datang kemari menjemputku?” tanyaku terbata-bata karena ketakutan.
“Tidak ada, ketua penjaga hanya menyampaikan hal itu. Saya pikir tuan dan nyonya memang sengaja tidak menjemputmu. Bukankah itu sesuatu yang sangat baik dan beruntung? Kamu bisa memulai sesuatu yang kamu sukai” ucap Bibi Brown dengan bijak. Ia tersenyum kepadaku seolah-olah hal ini bukanlah masalah besar dengan maksud mencoba menenangkan kecemasanku. Tetapi dalam hatiku, hal ini seperti tidak wajar dan aku merasa akan ada sesuatu yang akan terjadi karena ini bukan sikap biasa ayah dan ibuku.
“Begitu. Baiklah, aku rasa tidak perlu dicemaskan berlebihan” kataku tersenyum pada Bibi Brown dengan sedikit kelegaan.
“Olivia, makanan apa yang kamu suka? Biar aku memasak makanan kesukaanmu,” ucap Bibi Brown dengan ramah.
“Anda tidak perlu khawatir, Bibi Brown. Saya akan mengatur makanan yang cocok untuk saya sendiri. Terima kasih, saya sangat menghargai perhatian dari Bibi Brown” jawabku dengan rasa tulus.
“Lalu apa yang akan kamu lakukan setelah disini? Apa rencanamu, Olivia? Mungkin Bibi Brown yang tua ini bisa membantumu,” tanya Bibi Brown dengan penuh perhatian.
“Selamat perjalanan menuju kemari, aku memikirkan untuk masuk akademi. Apakah Bibi Brown mengetahui akademi yang terbaik di kota ini? Aku ingin Bibi Brown menjadi waliku juga. Itu tidak masalah kan jika aku pernah Independent study?” ucapku meminta dan memohon kepada Bibi Brown.
Bibi Brown berpikir sejenak, ia mencoba mengingat akademi yang populer dan terbaik di kota Malvado ini. Ekspresi wajah seriusnya berubah saat ia mengingat sebuah nama yang selalu muncul dalam percakapannya dengan beberapa orang yang datang membeli bunga di toko ini.
“Itu dia! Akademi Malvado!” seru Bibi Brown. Bibi Brown merasakan gelombang kegembiraan saat mengingat nama akademi ternama tersebut.
“Akademi Malvado,” gumamnya pelan, merasakan kepastian atas pilihannya.
“Akademi Malvado?” tanyaku memastikan apa yang kudengar.
Kegembiraan terlihat jelas di wajah Bibi Brown, ia berbicara dengan nada senang. “Ya benar, Akademi Malvado. Itu akan menjadi pilihan terbaik. Akademi Malvado adalah akademi nomor satu di kota ini, kota Malvado. Saya pernah mendengar beberapa hal tentang Akademi Malvado. Malvado Academy, atau MAC. Ada beberapa jurusan disana. Kudengar juga akademi itu memiliki pelajar berprestasi. Oh kalau tidak salah, scholar! Tempat belajar yang luas, gedung sekolah yang bagus. Kudengar juga banyak anak orang kaya yang belajar disana. Tapi sayangnya biaya masuk ke MAC itu tinggi. Orang tua sepertiku tidak akan mampu membayar biaya pendidikan di sana,” kata Bibi Brown dengan sedih.
“Itu sangat mengesankan! Aku akan mendaftar disana. Bisakah Bibi Brown menjadi waliku? Aku yang akan membayar semua biaya pendidikanku sendiri” ucapku meminta Bibi Brown dengan penuh antusiasme.
Bibi Brown tersenyum dengan penuh harapan, “Tentu saja, sayang. Tetapi kita harus mencari tahu informasi lebih lanjut tentang persyaratan masuk dan biaya pendidikan di Akademi Malvado. Mungkin kamu bisa mencari informasi tentang Akademi Malvado melalui website mereka atau menghubungi pihak sekolah langsung untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap. Maaf, Bibi Brown tidak bisa membantumu mencari informasi” ucap Bibi Brown menyarankan dengan antusias.
“Itu suatu ide yang bagus! Aku akan segera mencari informasi lebih lanjut tentang Akademi Malvado dan persyaratan masuknya. Terima kasih, Bibi Brown” ucapku segera beranjak dari tempat duduk.
“Ya, tidak masalah. Senang membantumu, Olivia” jawab Bibi Brown tersenyum.
Aku segera beranjak dari tempat duduk dan pergi menuju ruang kamarku. Aku segera membuka laptop kecilku untuk mencari informasi lebih lanjut tentang persyaratan masuk dan biaya pendidikan di Akademi Malvado.
Terdengar suara papan ketik laptop diiringi dengan klik-klik tombol mouse yang membawa kesan keseriusan. Mesin pencari tertulis Akademi Malvado dan segera menekan tombol enter. Hasil pencarian segera muncul di layar monitor laptop, menampilkan berbagai artikel dan sumber daya yang relevan dengan topik yang dicari. Dengan rasa antusias, aku memilih website yang menuliskan artikel Akademi Malvado resmi.
Aku mulai membaca artikel yang kutuju, mendapatkan banyak informasi. Secara kebetulan aku menemukan formulir pendaftaran online untuk murid baru. Aku segera mengisinya dengan cermat dan cepat. Setelah itu aku dituntun pada biaya pendaftaran dan biaya pendidikan lainnya.
“Oh, astaga! Ini mahal sekali. Apa uang simpananku akan cukup membayar semua ini? Setidaknya sampai beberapa bulan agar aku bisa merasakan belajar seperti yang lainnya” ucapku dengan wajah lesu setelah melihat biaya yang harus aku bayar. Aku pun segera melakukan pembayaran secara digital.
Aku beranjak dari tempat duduk dan menggerakan seluruh tubuhku menghilangkan rasa penat. Aku tersadar bahwa lupa untuk melakukan aktivitas lain. Hari telah menjelang malam. Bintang dan bulan tampak bersinar terang diluar, lampu-lampu di gedung-gedung tinggi, rumah-rumah dan jalanan telah menyala mengusir kegelapan.
“Hah, akhirnya! Aku telah selesai. Eh! Harinya sudah gelap? Ah, astaga! Aku terlalu lupa waktu” ucapku terkejut dan penyesalan.
Tiba-tiba terdengar suara panggilan Bibi Brown dari luar ruang kamar ini. “Olivia, waktunya makan malam?!” ucap Bibi Brown dengan suara lantang.
Dengan bersemangat, aku segera menjawab, “Ya, aku akan segera kesana!.” Aku pun segera keluar kamar dan menuju ruang makan. Kulihat ada beberapa menu hidangan yang telah terjadi diatas meja makan. Bibi Brown pun telah duduk di kursinya.
“Duduklah! Kita makan malam bersama, anggap saja di rumah sendiri. Maaf ya, makan malam kali ini hanya menu biasa saja. Aku tidak begitu tahu apa yang dimakan oleh anak orang kaya!” ucap Bibi Brown sambil tersenyum.
Aku segera duduk di kursi, dan menatap menu hidangan yang telah disediakan oleh Bibi Brown. Meskipun aku tidak begitu tahu apa yang dimaksud dengan menu biasa, tetapi aku merasa senang karena hidangan ini pertama kali dilihat olehku. Menu hidangan makan malam yang terasa unik bagiku.
Bibi Brown mengambilkan sayur dan ikan untukku dan meletakan di piringku. “Makanlah yang banyak, Olivia. Aku harap kamu menyukai menu hidangan makan malam ini” ucap Bibi Brown tersenyum.
“Ya, terima kasih banyak Bibi Brown” Jawabku tersenyum dan mulai berdoa. Aku mulai makan, masukan nasi dan sayur bersamaan ke dalam mulut. Mengunyah lembut dan menikmati rasanya. Aku kagum sekali pada Bibi Brown, ia dapat memasak makanan yang seenak ini. Setelah beberapa suap, aku segera menghentikan makanku sejenak dan berkata kepada Bibi Brown, “Terima kasih atas makananya, ini sangat enak. Masakan Bibi Brown sangat lezat. Aku belum pernah makan makanan seenak ini.”
Bibi Brown menjawab dengan tulus, “Tidak usah berterima kasih. Aku hanya melakukan tugasku, kamu sudah membayarku dengan uang.”
Aku tersenyum, “Kalau begitu selamat malam, Bibi Brown. Aku akan kembali ke kamar.”
“Ya, selamat malam, Olivia” jawab Bibi Brown tersenyum.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!