NovelToon NovelToon

Dia, Istriku

#1

#1

...SEBELUM MEMBACA PLEASE SEMATKAN BINTANG 5 NYA DULU GAES 🤗...

...AH IYA, OTHOR SARANKAN BACA DULU ISTRI RAHASIA SANG AKTOR, SEBELUM MEMBACA CERITA INI...

...***...

Keluarga … didalamnya sana ada kasih

Ada cinta tulus

Kadang tak terkatakan

Namun nyata terasa

Menyeruak ke dalam jiwa, dan…

Menetap disana sampai kapanpun

Sejatinya sebuah keluarga dimulai ketika sebuah ikatan suci pernikahan terucap dari lisan seorang pria yang akan mengambil alih sang wanita dari tangan ayah kandungnya

Maka sejak saat itu

Baik dan buruknya istri

Saat sakit dan sehatnya istri

Saat istri sedih dan bahagia

Semua diambil alih oleh pria yang bernama SUAMI. 

Di ruang perawatan Aya, ketiga orang itu masih sibuk bercakap cakap, bahkan senda gurau belum juga mereka hentikan. Karena kini mereka bukan sekedar kawan biasa, mengingat pagi tadi Daniel dan Luna baru mengetahui bahwa kini Aya adalah saudara ipar mereka.

“Kapan kamu masak batagor Ay …?” tanya Daniel setelah mereka bertiga kehabisan bahan obrolan.

Aya tersenyum, ia melipat salah satu kakinya ke sofa, “Dengar, aku sedang dalam tahap persiapan meluncurkan beberapa menu baru di Pete Cafe, salah satunya batagor,”

Wajah Daniel seketika berbinar, “Oh iya …? Jadi kapanpun aku bisa ke sana dan makan batagor buatanmu?” tanya Daniel, yang diangguki oleh Aya. 

“Mulai deh … Jangan Ay … bahaya, bisa-bisa batagor malang itu habis dimakan Daniel sebelum sempat kamu jual, bahkan Cafe mu bisa bangkrut mendadak, kalau Daniel datang.” cibir Luna pada kakak kembarnya. 

Daniel melempar bantal sofa ke wajah Luna, “Sembarangan kalo ngomong, tapi mungkin bener sih … hahaha …” seloroh Daniel, di susul kemudian tawa berderai dari ketiganya. 

Entah kenapa ketiganya belum merasakan kantuk, seperti enggan memejamkan mata, bahkan Daniel beberapa kali menatap pintu, berharap Darren segera datang, karena sudah lebih dari 3 jam Darren pergi. jika hanya pulang ke apartemen dan mandi, tak akan selama ini waktu yang ia butuhkan.

Tanpa Daniel sadari Luna dan Aya pun merasakan keresahan yang sama, tapi keduanya sama sama berusaha menyembunyikannya.                

Ponsel Daniel yang sejak tadi menganggur di meja tiba tiba berbunyi, melihat nama yang tak biasa, Daniel segera mengangkatnya.

Daniel seketika berdiri dari duduk nyamannya di sofa. “PAMAN!!! Aku suka paman yang biasanya, jangan pernah bercanda,” Air mata Daniel mengalir begitu saja, sementara mulutnya terus memuntahkan amarah, baru saja Hans mengabarkan padanya bahwa sang adik kini dalam kondisi tidak sadarkan diri, setelah dada kanan nya di tembus dua buah peluru. 

“Katakan jika paman sedang berbohong!!! Aku tak suka kebohongan paman!!!” Wajah Daniel memerah menahan amarah. 

“Aku tidak bohong, jangan lupa bawa Aya bersamamu.” 

Panggilan itu terputus begitu saja, Hans menghubunginya ketika ia sedang dalam perjalanan bersama Ambulance yang membawa Darren ke William Medical Center. 

“Padahal tadi aku memberimu pistol, kenapa tak menggunakannya??” Sesal Hans, kala melihat wajah pucat Darren. 

“Berapa lama lagi kita tiba di rumah sakit?” Tanya Hans pada petugas yang berada di kursi  kemudi. 

“5 menit lagi tuan… semoga bisa dipercepat,”

Sementara itu Mama Gadisya masih menangis pilu di pelukan suaminya, mereka pun sedang dalam perjalananan ke rumah sakit setelah menerima berita dari Hans, “Darren akan selamat kan?” Bisik Mama Gadisya. 

“Iya… aku yakin dia akan selamat, sebaiknya kita berdoa dan meminta yang baik-baik saja, dan jangan berprasangka buruk.” Jawab Kevin seraya mengusap punggung sang istri yang kini terisak di pelukannya. 

Sementara pasangan suami istri lain yang ada di barisan depan pun tak mampu berkata apa-apa, benar apa yang Papa Kevin katakan, mereka cukup berprasangka baik, dan berharap yang baik saja. 

Mereka tiba di rumah sakit sesaat sebelum Darren dibawa ke ruang operasi, beberapa menit yang lalu Darren menerima pertolongan pertama, akibat luka yang ia alami. 

“Emira…” Sapa papa Kevin. 

“Oh… kalian sudah tiba,” Balas Emira seraya mengusap air mata nya. 

Wajah Ibu 2 anak ini pun memerah, begitu pula dengan kedua matanya yang saat ini masih berkaca kaca. 

“Kakak ipar yang sabar yah… Darren anak yang kuat, aku yakin dia bisa berjuang melewati ini semua.”

Adik dan Kakak ipar ini saling berpelukan dan menumpahkan tangis, sementara Bella pun tak kuasa menahan tangisan, beberapa tahun yang lalu, ia pun merasakan perasaan ini ketika Danesh menderita luka tembak. Satu lagi fakta tentang para laki-laki di keluarga Geraldy, keberanian mereka tak perlu lagi dipertanyakan, tanpa pikir panjang mereka akan bertaruh dengan keselamatan mereka sendiri demi sebuah kebenaran. 

.

Daniel, Luna dan Aya tiba satu jam kemudian, karena mereka tak bisa meninggalkan Aya begitu saja, maka Daniel mengambil keputusan Aya di bawa pulang paksa, karena Dokter yang menangani Aya pun tak menyarankan rawat inap. 

Lagipula nanti di William Medical Center, ada Mama Gadisya, yang pastinya akan lebih perhatian pada menantunya.

Aya menatap dua saudara kembar yang kini berjalan cepat di hadapannya, dirinya pun cemas, tapi Aya tahu dua bersaudara itu lebih cemas lagi, mereka seperti kehilangan separuh nyawa, padahal dirinya sendiri pun istri Darren, walau belum tahu perasaan seperti apa yang bisa ia berikan pada sang suami, karena cinta sama sekali belum ia rasakan untuk pria yang menikahinya 5 tahun silam tersebut. 

Aya menatap dari jarak aman, bagaimana Daniel menangis di pelukan sang papa dan Luna menangis di pelukan sang mama, keluarga kecil itu saling berpelukan, dan saling memberi dukungan, lagi-lagi Aya merasa iri melihat betapa harmonis keluarga suaminya, Aya yakin di dunia ini tak ada ikatan kuat melebihi kuatnya ikatan keluarga. 

Tanpa sadar air mata Aya menetes, tak ada lagi keluarga dalam hidupnya, setelah sang ibu meninggal, bahkan kakak kandungnya tak pernah bersikap hangat seperti layak nya pengayom keluarga. 

Tapi Aya tak menyadari, jika kini ia pun memiliki keluarga baru, Aya suka atau tidak, suaminya adalah keluarga barunya, bahkan Aya masih memiliki Papa dan Mama mertua baik, Opa dan Oma, bahkan Paman dan Bibi yang sudah menganggapnya anak kandung. 

Tiba-tiba pandangan semua orang tertuju pada Aya yang masih mematung seorang diri di ujung lorong, tapi wanita baik itu berjalan mendekatinya, wajah ayunya tampak sembab karena air mata itu tak henti mengalir. 

Mama Gadisya memeluk sang menantu dengan erat, rasa bersalah yang sekian lama terpendam, kini menemukan muaranya, “Terima Kasih karena kamu mau kembali nak … Maafkan mama dan papa karena telah gagal mendidik Darren, maaf untuk semua yang Darren lakukan padamu.”

“Iya tante … aku sudah memaafkannya …” Jawab Aya lirih.

Mendengar jawaban Aya, Mama Gadisya melepaskan pelukannya, “kenapa masih panggil tante?” tanya nya.

Wajah Aya mendadak kikuk, serba salah, “heh …?”

“Panggil mama Ay …” Celetuk Luna dari arah belakang sang Mama.

Aya menggaruk kepala nya yang tak gatal, kikuk, gugup, serba salah sudah pasti, karena tiba-tiba harus menyematkan panggilan Mama untuk seseorang yang semula ia panggil tante, tapi Mama Gadisya tersenyum senang di tengah tangis sedihnya. “Terima Kasih sudah datang ke keluarga kami menantuku.” 

Deg… 

.

.

Jagat pemberitaan tanah air benar benar heboh, mengingat Baldi adalah cucu dari aktor senior Rocky Morgan, dan sepupu dari Clara Larissa sang model kenamaan. Lalu Darren tak perlu diragukan lagi ketenarannya. 

Malam itu juga berita penangkapan Baldi beserta kawanannya yang tengah melakukan transaksi, serta ada Darren yang tanpa sengaja tertembak, menjadi tranding topik pembicaraan. William Medical Center pun tak luput dari pemberitaan media, puluhan bahkan ratusan wartawan kini memadati pelataran parkir serta lobi  rumah sakit, demi mendapatkan informasi terkini mengenai kondisi sang aktor pasca menjalani operasi pengangkatan peluru yang bersarang di Tendon (otot penghubung antara bahu ke tulang). Secara otomatis para petugas keamanan yang bersiaga di rumah sakit pun kewalahan, hingga anak buah Hans disiagakan agar para pasien yang datang untuk berobat tetap merasa nyaman walau suasana rumah sakit sedang sangat ramai. 

Dan kini suka atau tidak, Black Shadow pun terseret pemberitaan membuat sang pemimpin Black Shadow geram bukan kepalang, transaksi gagal, barang disita pihak berwenang, kini keberadaan kelompok mereka pun sedang dalam penyelidikan. 

“Martin… siapkan Helikopter kita kembali ke pulau sekarang juga.” Perintah sang pemimpin pada salah seorang tangan kanannya. 

Pria bernama Martin itu mengangguk, paham dengan perintah sang atasan. 

Pagi Hari yang tenang, karena masa kritis Darren pasca menjalani operasi sudah berlalu, namun Darren belum sadarkan diri dengan alat-alat penopang hidup yang masih menempel di tubuhnya, tak ada yang lebih merasa sakit selain sang Mama, bahkan sejak keluar dari ruang operasi, Mama Disya tak bisa jauh dari pintu ruang intensif, padahal ia meminta suami, anak-anak, serta menantunya untuk beristirahat. 

Entah sudah berapa ratus kali Mama Disya mengusap linangan air matanya, rindunya selama bertahun-tahun kini harus dihadapkan pada kenyataan bahwa salah satu puteranya kini dalam kondisi belum sadar dari pingsannya. 

“Istirahat Ma …” sura dan pelukan di pundaknya membuat Mama Disya tersadar dari lamunannya. 

Mama Disya menoleh ke sisi kirinya, beradu pandang dengan netra biru sang suami, “Papa sudah mandi yah?” Tanya Mama Disya sambil meletakkan telapak tangannya ke pipi Papa Kevin.

Pria yang tak lagi muda itu mengangguk dan tersenyum kearah sang istri,”Ayo ke ruangan Papa, Mama juga perlu istirahat.” bujuk Papa Kevin, karena sungguh kasihan melihat guratan rasa lelah di wajah sang istri.

“Nanti Pa … Mama nunggu Darren sadar.” Tolak Mama Disya.

“Ada Anak-anak yang menjaga Darren, bahkan kini ada menantu kita, dan yang lebih penting kami semua sudah istirahat, kalau Mama tak beristirahat, yang ada Mama yang akan tumbang.” 

Kedua mata indah itu berkaca-kaca penuh haru, “Baiklah … Ayo.” Akhirnya Mama Disya menyerah dengan bujukan sang suami.

Beberapa langkah menuju pintu, tiba-tiba pintu ruang intensif terbuka, Dokter Raka yang berjaga di ruangan tersebut keluar. “Dok … Pasien sudah sadar.” Seru Dokter Raka dengan wajah berbinar, Karena itu berarti tugasnya berjaga sudah usai.

Sepasang suami istri itu bergegas mendatangi ruang perawatan putera mereka.

Wajah pucat Darren tersenyum lemah menatap kedatangan kedua orang tuanya, dua sosok yang sangat ia rindukan, namun keadaan membuatnya tak bisa datang dan melepas rasa rindunya pada mereka.

#2

#2

SEBAGIAN NASKAH ADA DI EPS 1 YAH... MOHON BUKA DULU EPS 1

MAAF... SEDIKIT TAK NYAMAN, TAPI DEMI LOLOS REVIEW

TERMASUK ADA PERUBAHAN NAMA SALAH SATU TOKOH

Wajah pucat Darren tersenyum lemah menatap kedatangan kedua orang tuanya, dua sosok yang sangat ia rindukan, namun keadaan membuatnya tak bisa datang dan melepas rasa rindunya pada mereka.

“Ma … ma …” Sapa Darren lemah, karena tenaganya belum 100 % sempurna.

Suasana yang seharusnya membahagiakan kembali diselimuti air mata haru, Dokter Harun yang semalam mengoperasi Darren pun nampak bernafas lega, karena pasien spesialnya kembali sadar, Dibawah tatapan rekan sejawatnya, Dokter Harun dibantu Dokter Raka melepas semua alat-alat penopang hidup, yang semula menempel di tubuh Darren.

“Aku kangen mama …” Lanjut Darren seraya mengulurkan tangan kirinya yang tak terpasang infus anestesi. 

sepasang orang tua dan anak itu saling ber genggaman tangan dalam tangis haru bercampur bahagia, “Gak kangen papa?” cibir Papa Kevin tak terima, karena hanya sang istri yang dirindukan puteranya.

“Kangen Papa juga …” Jawab Darren lirih, “Tapi maaf gak bisa peluk Papa dan Mama.” 

“Mama aja yang peluk,”

Tak bisa ditahan Lagi, Mama Disya memeluk sebisanya, tak lupa menciumi seluruh wajah Darren, “Maaf kan Darren ma … karena pernah menyakiti Mama.” ucap Darren usai sang Mama puas mencium wajahnya.

“Dengan Syarat …”

“Aya?”

Mama Disya menggeleng.

“Aaaahhh … apa lagi Ma … “ Rengek Darren manja, senang rasanya bisa kembali merengek di depan sang Mama.

“Segera bawa menantu mama tinggal di rumah kita.” Jawab Mama Disya.

Darren … tersenyum namun ingin rasanya ia meringis. “Ma … kami pengantin baru …”

“Baru apanya?” cibir Papa Kevin.

“Baru akan memulai dari awal, tolonglah Mama dan Papa mengerti bahwa kami tak ingin ada gangguan dulu.” lagi-lagi Darren merengek, seperti anak kecil yang menginginkan mainan baru.

“Hmmm … kayaknya kita bakal jadi penghuni kontrakan Ma …” Celetuk Papa Kevin.

“Lagian mau Mama apakan Aya, jangan jadi ibu mertua jahat ya Mah …” tuduh Darren.

Plak 

“Aaaa … sakit Ma …” Darren mengadu, ketika Mama Disya memukul pelan Perutnya.

“Bocah tak tau di untung … Belum apa apa, kamu sudah menjatuhkan vonis pada mama.” Jawab Mama Disya dengan senyum tertahan.

“Ingat yah … Mama Gak boleh jadi Ibu mertua jahat, Mama boleh jahat padaku, tapi tidak pada menantu Mama, karena aku mendapatkannya kembali dengan susah payah,” muntah Darren dengan penuh semangat, sembari membayangkan hari-hari indahnya kelak, membuntuti Aya kemanapun sang istri pergi. “Mama sekarang punya saingan berat.” Darren menjulurkan lidah pada kedua orang tuanya. 

Mama Disya pun beranjak dari duduknya, “Ayo Pa … kita pergi, bawa Aya sekalian, sebelum Darren memonopoli menantu kita.” 

“Mamaaaaaa …” Rengek Darren, namun ia tak bisa berbuat apa-apa, karena tak bisa leluasa bergerak dari posisi baringnya saat ini.

.

.

Beberapa jam Kemudian Darren dipindahkan ke ruang perawatan VVIP, seperti biasa selalu ada cerita di ruangan VVIP tersebut, cerita yang gak perlu othor sebutkan satu persatu yah, karena kalian pasti sudah hafal 😁.

Dan Darren harus menelan kecewa karena hanya ada Daniel di ruangan tersebut, padahal Darren mencari-cari keberadaan Aya, berharap melihat sorot mata penuh kekhawatiran dari kedua mata istrinya, dengan demikian Darren baru yakin bahwa dirinya sudah menempati ruangan di hati Aya.

“Mana Aya?” Tanya Darren ketus.

“Istirahat, istrimu masih sakit.”

“Jadi, kalian meninggalkannya sendirian di sana?” Tuduh Darren tak terima.

“Kenapa? bukannya kamu yang ingin dia di rawat inap?” 

“Ya tapi siapa yang menemaninya, kalau kalian semua di sini?”

“Ish… Aya udah gede kaliii … dan yang terpenting dia gak manja kaya kamu … ” bukannya memberikan jawaban, Daniel justru meledek adik kembarnya tersebut. 

“Gak mau tau … pokoknya nya jemput Aya sekarang, nanti yang nemenin aku di sini siapa??” Rengek Darren nyaris putus asa, dia ingin mendapat perhatian dari istrinya, yang terpenting misinya bisa gagal total kalau Aya tak ada di dekatnya. 

“Tenang aja … ada aku,” Jawab Daniel santai, “aku akan pastikan menjagamu dengan baik, selama istrimu tak ada, aku akan menggantikan tugasnya selama ia tak ada, mau apa? Mau disuapin? atau mau yang lain?”

Bukannya senang mendengar penawaran sang kakak, Darren justru bergidik ngeri.

“Bagaimana? Ideku tidak buruk kan?”

“Hiiiihhh… menjauh sana, kamu membuatku geli … ” Darren mendorong wajah Daniel agar menjauh. 

“Kalian sedang apa?” 

Sepasang saudara kembar itu menoleh ke asal suara, seketika sang pasien tersenyum lebar, karena yang ia tunggu-tunggu akhirnya datang juga. 

"Ini dia yang di tunggu-tunggu..." seru Daniel.

"Apa? siapa? aku?" Tanya Luna dengan wajah membeo.

"Gak usah merasa sok penting ... tuh pasien sedang rindu istrinya." seloroh Daniel.

Darren tersenyum simpul, mendapati rona-rona gugup bercampur senyum penuh keterpaksaan terpancar dari wajah Aya. Sebaik itulah sang istri, walau masih menyimpan amarah, ia tak pernah tega berbuat kejam.

"Dah ... sana ... yang Darren cari cuma kamu Ay..." Luna mendorong pelan tubuh Aya, namun Aya masih kikuk... terlalu bingung dengan situasinya.

Aya berjalan pelan ketika tangan Darren terulur kearahnya, "Dekat sini Ay ..." Seru Darren, ketika Aya masih juga ragu untuk mendekat ke arahnya.

Melihat sang adik ipar masih ragu untuk mendekat, Daniel berinisiatif membawa Aya mendekat, bahkan menyatukan tangan sepasang pasutri muda tersebut, "Jika memang belum cinta, maka bicara saja, saling sapa, dan saling mengenal lagi, aku yakin lama kelamaan akan ada rasa di hati kalian." tutur Daniel sebelum melepaskan rangkuman tangannya, seperti seorang ayah yang menyerahkan anak gadisnya ke tangan pria yang menjadi suaminya.

"Thanks bang, tumben waras."

Memang tak ramai rasanya jika kedua bersaudara itu damai, ada saja kelakuan dan celetukan keduanya yang membuat ketegangan diantara mereka seketika mencair.

"Sejak dulu aku waras wooiii," elah Daniel, "Ay ... kamu percaya padaku kan??"

Aya tersenyum sembari mengangguk, namun hal itu membuat Darren tak terima, "Ay ... kamu istriku loh, jangan membela dia di depanku."

Bukannya mengangguk atau merasa serba salah, Aya justru merasa aneh dengan sikap Darren yang tiba tiba manja kepadanya.

"Jangan heran Ay... Darren kalo lagi sakit, manjanya melebihi Kenzo ... "

Namun Darren hanya menjulurkan lidah nya, sesaat kemudian ia kembali menatap Aya dengan tatapan teduh dan wajah di buat sedikit memelas, modus menaklukkan hati istri dimulai. "Kamu udah makan Ay?"

"Udah."

"Kamu gak tanya keadaan aku?"

"Heh...?"

"Padahal aku belum Ay ..."

"Oh ya sudah makanlah." jawab Aya pelan, tapi masih dingin-dingin menggemaskan di mata Darren.

"Tapi tangan kananku masih sulit di gerakan," keluh Darren, tak peduli dengan kedua saudara kembarnya yang sudah mual dan muntah udara, melihat ulahnya.

"Lalu??"

"Ya suapin laaahh ... kan aku gak mungkin panggil Mama, sementara sekarang aku punya istri."

😅

#3

#3

Dengan telaten Aya membereskan seluruh perlengkapan makan yang kini sudah kosong, karena Darren memakan semuanya, tandas tak bersisa. 

“Thanks Ay… yank…” Walau sedikit ragu, akhirnya terucap juga kata itu. 

“Jangan ngelunjak…” Jawab Aya. 

“Kenapa? Boleh kan aku memanggilmu begitu?”

“Tapi aku tak nyaman,” Jawab Aya datar. 

Darren menangkap tangan Aya yang sedang sibuk di hadapannya, “Mulai sekarang biasakanlah, seperti aku yang akan mulai membiasakan diri dengan kehadiranmu lagi, menata hatiku, agar hanya ada cinta untukmu.”

“Gombal…” Aya menarik tangannya, walau tak kasar, tapi membuat genggaman Darren terlepas. 

“Aku serius Ay…” 

“Aku Akan buktikan,” Sambung Darren, yang langsung mendapat perhatian Aya, “izinkan aku ada di dekatmu,” Pintanya sungguh sungguh. 

“Lihat saja nanti.” jawab Aya ketus, walau tak meledak amarahnya. 

Darren kembali memupuk kesabaran, ini memang tak akan mudah, tapi setiap prosesnya teramat berharga. 

‘Aku gak akan menyerah Ay… aku yakin suatu saat pintu  hatimu pasti terbuka untukku’, monolog Darren. 

Keduanya bebas bicara dari hati ke hati, karena Daniel dan Luna sengaja menulikan telinga, tak mau ikut campur.

“WHAT!!! Adhis?? Serius kalian ketemu Adhis??” Tanya Daniel tak percaya. 

“Iya…” jawab Luna. “Kebetulan Adhis sedang di Jakarta, mengunjungi Om dan Tante nya, sekaligus calon suaminya.”

“Oh… My… God… “ Ucap Daniel tak percaya, jika gadis kecil mantan kekasih sekaligus tunangan tak jadinya Dean, kini sedang berada di Jakarta. 

“Dan kamu tahu apa lagi kejutannya?” Sambung Luna dengan senyum smirk. “Tunangannya adalah Dokter muda yang semalam menjaga Darren di ruang intensif.”

Mendengar penuturan Luna, seringai Jahil tiba tiba menghiasi wajahnya, Daniel mencari-cari ponselnya, “Adhis ada rencana main kemari?”

“Sepertinya begitu, memang kamu mau apa?” 

“Menghubungi Dean,” jawab Daniel santai. 

“Memang Dean ada di Jakarta?” celetuk Darren. 

“Iya, 2 hari lalu, sedang libur musim panas.”

“Sepertinya bakal seru nih.”

“Apa yang seru?” Aya mulai kepo, karena ia tak paham dengan pembicaraan suami dan saudara kembarnya tersebut. 

“Adhis itu… mantan kekasih Dean,” Jawab Darren lembut. 

“Hampir bertunangan Ay… tapi Dean menolak bahkan mengakhiri hubungan mereka.” Sambung Luna. 

“Hei dimana kamu?” 

“Kenapa? Merindukanku?” Tanya Dean balik, ketika Daniel menanyakan keberadaannya. 

“Ke rumah sakit dong, masa di rumah terus.”

“Iya… ini sudah di tempat parkir…” 

“Nah gitu dong, masa pak Dokter diam di rumah?”

Daniel pun mengakhiri panggilan, “seneng amat ngerjain orang.” Celetuk Aya. 

Tapi kali ini tiga bersaudara tersebut kompak mengulum senyuman, “bukan hanya aku Ay, tuh kamu lihat sendiri, Darren dan Luna  juga menantikan hal ini, kapan lagi bisa ngeprank si Casanudin.” 

Aya tak peduli dengan keisengan 3 bersaudara tersebut, ia mengulik ponselnya, untuk memastikan jadwal syuting Super Chef berikutnya. “Eh… mau kemana?” Darren kembali menarik lengan Aya yang hendak mengambil jarak darinya. 

“Mau duduk di sofa.”

Daren menatap cemberut, “aku sendirian dong.”

“Ya gimana, Pegel tau duduk di sini.” Protes Aya. 

“Kamu baring di sebelah ku juga gak papa Ay…” 

Semburat kemerahan pun nampak di wajah Aya, Darren terlalu vul gar menampakkan maksudnya. 

“Eheeemmm… kami masih di sini loh.” Sindir Daniel. 

Tok 

Tok 

Tok 

Suara ketukan pintu disusul kemudian seorang gadis muda masuk ke ruangan VVIP tersebut. 

“Sorry… aku ganggu?” Ujarnya dengan senyum dan laku lemah lembutnya. 

“Woilaa … Adhisti … surprise banget ketemu kamu di sini.” Sapa Daniel. 

“Apa kabar kak?” Adhis menjawab sapaan Daniel. 

“Et dah… berasa kaya anggota DPR aja, pake di tanya-tanya kabar segala.” seloroh Daniel. 

“Ya kan udah lama gak ketemu.” Balas Adhis. 

“Iya … makin cantik aja Dhis? Bahkan Luna bilang kamu udah punya tunangan,” 

Mahasiswi semester 3 tersebut hanya tersipu mendengar pujian Daniel, kemudian ia mendekat ke bed pasien. 

“Apa kabar kak? Kapan nikahnya, kok aku gak pernah dapat undangan?” 

“Coming soon…” Jawab Darren yakin, membuat Aya melotot tajam, tapi Darren abaikan, ia bahkan sengaja menyentil hidung Aya, “Iya kan Ay?” 

“Tau ah…” Jawab Aya memanyunkan bibirnya dengan omelan tak jelas. 

“Aku serius Ay… mumpung Adhis lagi di Jakarta, sekalian titip undangan untuk Om Bima.”

Aya diam … malas menjawab keabsurd an tingkah Darren. 

Tok

Tok

Tok

Lagi-lagi suara ketukan pintu kembali terdengar, menampilkan wajah tampan berbalut pakaian casual lengkap dengan kacamata hitam dan topi yang belum ia lepas. Penampilan Dean memang selalu modis, pun seandainya ia hanya memakai karung goni. Sebuah kemampuan alami yang ia warisi langsung dari sang Daddy.

“Pada kangen aku gak??” Tanya nya penuh percaya diri, ia belum menyadari bahwa mantan kekasihnya berada di ruangan tersebut. 

“Pe De banget jadi manusia, aku mau minta kamu gantiin aku jaga Darren.” Daniel menjawab sapaan Dean. 

“Ish… gak asik, lagian kan sekarang ada kakak ipar… iya kan … Dare… ?” Kalimat nya tiba-tiba terjeda, ketika ia berbalik melihat gadis cantik yang entah sejak kapan berdiri di belakang nya. Dean menelan ludahnya dengan susah payah, dadanya bergemuruh tak jelas, terlebih sang mantan terlihat semakin cantik di usianya saat ini. Melihat seringai di wajah ketiga sepupunya, Dean hanya mampu mengumpat kasar dalam hati, karena ketiga saudara sepupunya telah sukses membuat dirinya terjebak situasi dengan seseorang yang pernah bersengketa hati dengannya beberapa tahun yang lalu. 

“Apa kabar kak?” Sapa Adhis, jangan ditanya bagaimana perasaan Dean, kacau balau, bahkan wajah tampannya mendadak pucat pasi. 

😜 bagaimana kisah Dean selanjutnya, nanti di buku Dean sendiri. 

“Selamat sore,” Sapa Kevin pada para perawat yang bersiaga di bangsal VVIP, karena sejak pag ia dan sang istri sibuk, maka tugas menjaga Darren mereka limpahkan pada menantu sekaligus kedua anak mereka yang lain.

“Sore Dok … “ jawab kelima perawat tersebut dengan senyum hangat di wajah mereka.

“Apa istriku ada di dalam?”

“Iya dok, baru beberapa saat yang lalu Dokter Disya datang.”

Kevin mengangguk, kemudian bergegas menyusul sang istri ke ruang perawatan Darren.

Sepeninggal Kevin kelima perawat tersebut meringis, “Kenapa tidak sejak dulu saja aku tahu kalau Darren adalah putera Dokter Kevin?” Keluh salah seorang dari perawat tersebut.

“Padahal Wajah Darren sangat mirip dengan Dokter Kevin.”

“Memang kalau kalian tahu, mau apa?”

“Ya … gak papa sih, cuma gimana yah?”

“Eh … eh … tapi ada yang aneh,”

“Apa yang aneh?”

“Ku perhatikan ada Chef Chaca di ruangan Darren.”

“Ah … iya aku baru ingat, Chef Chaca Juri baru Super Chef, yang katanya teman sekelas Darren.”

“Lihat … ekspresi mereka ketika berhadapan? seperti ada sesuatu diantara mereka.” pandangan mereka tertuju pada lama Instagram yang memperlihatkan wajah Darren dan Aya ketika acara Super Chef berlangsung.

“Tapi kenapa di sini terus yah?…”

“Jangan jangan? mantan yang Darren maksudkan adalah ???”

“Oh my God …”

Kelima perawat tersebut, saling tatap dengan beragam praduga di kepala masing masing, yang jelas berita yang baru saja mereka simpulkan akan segera viral beredar dalam laman percakapan grup chat rumah sakit.

.

.

“Sudah bisa menggerakkan lengan?” tanya Papa Kevin sesaat setelah tiba di ruangan Darren.

“Sudah Pa … tapi belum leluasa, masih nyeri sedikit, untung sekarang ada yang suapin makan.” jawab Darren seraya menggerakkan lengan dan bahunya perlahan, 

“Alasan aja dia pah … padahal aku juga bisa kalau cuma menyuapi makan, dasar manja !!”

Darren menjulurkan lidah ke arah saudara sulungnya tersebut, “Digerakkan pelan-pelan, kalau lengan kamu terlalu dimanja, malah semakin lama sembuhnya.”

“Iya pa …”

“Kondisi kamu gimana Ay … apa masih pusing dan lemas?” Tak lupa Kevin menanyakan keadaan menantunya tersebut.

“Sudah lebih baik Om … eh Pa … pa … barusan konsultasi langsung sama mama,” jawab Aya kikuk, karena belum terbiasa dengan panggilan baru tersebut.

“Syukurlah … papa senang mendengarnya, kalau memang masih pusing jangan di paksakan, Darren sudah besar, dia bukan bayi lagi yang harus di jaga 24 jam.”

“Tadi Mama juga bilang begitu Pa,” Celetuk Mama Disya, yang kini mengambil alih sendok dari tangan Aya, kemudian menggantikan sang menantu menyuapi Darren. 

Darren meringis, karena tak bisa menyembunyikan apapun dari kedua orang tuanya.

“Ay … jangan merasa terbebani, kamu bisa kembali memenuhi jadwal kerjamu seperti biasa, dengan catatan kondisimu sudah membaik.”

“Paa …” Darren mulai mengajukan protes, yang langsung  lirikan tajam Papa Kevin.

“Kamu sendiri bekerja di bidang yang sama, hanya beda jalur saja, Aya tetap harus menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak kerja yang ia tandatangani, jangan mentang mentang jadi suami, lalu kamu menghalangi apa yang menjadi tanggung Jawab Aya, lagi pula papa yakin jadwal kerja Aya tak sepadat jadwal kerja mu kan?” 

Darren mengangguk dengan wajah ditekuk, sendu membayangkan Aya akan pergi beberapa Jam ketika melakukan kewajiban syutingnya. 

“Jadi kapan jadwal syuting mu berikutnya?” Tanya Mama Disya, sementara tangan kirinya mengusap punggung Aya perlahan.

“Besok Ma …”

“Perhatikan kondisimu, perhatikan asupan makananmu juga,” pesan Mama Disya pada menantunya tersebut.

“Daniel … Luna?”

“Iya pa?” Jawab keduanya.

“Belilah makanan dan bagi bagikan pada para perawat dan Staf lainnya.”

Dua bersaudara itu mengangguk, cukup paham jika mereka memang diperintahkan kedua orang tuanya untuk keluar ruangan, karena mungkin ada pembicaraan yang tak boleh mereka dengar.

Setelah Daniel dan Luna meninggalkan ruangan, Papa kevin kembali menatap menantunya.

“Aya … ada yang ingin Papa dan Mama bicarakan denganmu.”

.

.

Sepi

Canggung

Sunyi

Sepasang mantan kekasih itu tengah berdiri bersisihan di koridor rumah sakit, "Adhis ... Aku ingin minta maaf padamu."

"Untuk?"

"Semua tentang kita di masa lalu."

Adhis tersenyum, ia menatap lalu lalang pejalan kaki yang melewati mereka.

"Tenang saja kak, aku sudah menutup buku kita di masa lalu, aku harap kaka juga begitu, berbahagialah dengan dirimu yang sekarang dan bahagiakan wanita yang saat ini mendampingimu."

"Kamu tahu?"

"Apa?"

"Kalau aku memiliki kekasih?"

Adhis tersenyum tanpa menatap Wajah Dean. "Tidak ... Aku hanya menduga saja, lagipula memang sepert itu kan kebiasaanmu sejak dulu, setiap minggu ..."

"Aku bukan yang dulu lagi." Protes Dean. "Aku sudah lama tak berganti kekasih, mungkin sudah 4 tahun ini." Aku Dean sembari membayang kan wajah sang kekasih yang saat ini juga tengah berlibur di negaranya.

"Syukurlah ... aku senang mendengarnya, aku harap kita bisa tetap berteman kak."

Dean mengangguk.

Akhirnya keduanya kembali bertatapan dalam jarak aman, tatapan mereka terputus ketika ponsel Adhis berdering.

"Aku pamit kak, sepertinya Mas Raka sudah menyelesaikan shift jaga nya."

"Mas Raka?" tanya Dean kepo.

"Tunanganku kak... Kebetulan dia jadi Dokter Residen di rumah sakit ini." Jawab Adhis dengan senyuman yang menampakkan kedua lesung pipi nya, senyum yang dulu memikat Dean, hingga berlanjut menjadikan mereka sepasang kekasih.

Tapi Dean harus sadar diri, apa yang sudah ia tinggalkan tak mungkin ia raih kembali, lagi pula kini ia punya seseorang yang menetap di hatinya.

.

.

1600 kata plus banyak tokoh pembantu di novel ini, hanya sekilas, sekaligus numpang promo untuk novel Dean dan Adhis.

.

Udah pada tahu kan, Ada di mana novel masa pacaran Dean dan Adhis?

.

Next kita ketemu Cyrus yang mengunjungi Rival di rumah sakit 😁

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!