-Kata Ibu, Kehidupan kita tidak pernah berjalan sesuai dengan apa yang kita mau, dan kita perlu berjuang untuk mendapatkan apa yang kita mau. Sebab saat kita berjuang, terdapat proses didalamnya, yang mana memaksa kita mau tidak mau harus belajar memahami dan mengerti, atau kita bisa saja memilih hanya belajar mengikutinya tanpa memahami dan mengerti tentang hidup- Zenaya
Miltenberg Jerman, Burgstadt disebut kota anggur.
"Happy birthday Zain, Happy birthday Zein, Happy birthday, happy birthday, happy birthday my Kids"
Zena mencium pucuk kepala kedua anaknya sesudah Ia meletakan kue ulang tahun di depan anak-anaknya
"Wow, kuenya cantik.... ada warna biru untuk Zain, purple untuk Zein" Gadis kecil itu bertepuk tangan
"Ayo sekarang, Zain dan Zein ucapin permohonan lalu tiup lilinnya"
Zain dan Zein menutup kedua mata mereka
"Zain berharap, Kita semua selalu sehat, Mommy, Ibu, Zain, Zein, Paman kecil, dan Onty Qyu dan semua Paman-paman serta Bibi-bibi di Agress Wine Group" ucap Zain lalu menyenggol sang adik
Zein membuka satu matanya kala Zain menyenggol dirinya "Oh iya" ucapnya mengerti "Kalau Zein berharap Daddy Zein dan Zain cepat pulang dan bisa bermain dan pergi sekolah nanti bersama -sama" Zein dan Zain membuka mata mereka lalu meniupnya
Zena yang sempat terdiam mendengar ucapan Zein, kini tersenyum kala lilin di atas kue itu sudah mati, Ia pun memotong kuenya dan meletakkannya di piring Zain dan Zein
"Selamat ulang tahun anak-anak Mom" Ucap Zena
"Thank you Mom"
Kedua bocah itu mulai menyantap kue mereka, Zein melahapnya dengan habis dan menyisakan krim ungu dan putih pada sekitar mulutnya, merasa belepotan Zein berdiri hendak mengambil tissue, namun kalah cepat dengan Zain.
"Mom lihat apa yang di lakukan Zain" Bocah perempuan itu cemberut sembari menunjuk pada sang kakak yang menatapnya dengan bingung.
"Ada apa denganku, aku hanya membantumu untuk mengambil tissue" balas bocah laki-laki itu tidak terima jika Ia di salahkan.
"Iya terimakasih, tapi aku ingin mengambilnya sendiri, aku sudah tinggi, aku sudah berumur lima" kesalnya
"Meski kau tinggi, kau tetap adik, jadi aku harus menjagamu, bagaimana jika kau jatuh ketika mengambil tissue" bocah laki-laki itu kini turun dari kursi tempat Ia berpijak, sedang Zein dengan kuncir dua didepannya, memajukan bibirnya, wajahnya yang cemberut terlihat sangat lucu dan menggemaskan, membuat Zena yang mirip dengannya namun dengan versi dewasa itu tertawa geli melihat tingkahnya.
"Zein, Kakakmu hanya terlalu menyayangi mu" Ucap wanita yang di panggil Mom itu mendekat dan mengusap lembut pundak mungil di sebelahnya.
"I can do it by my self mom" kini gadis kecil itu bersedekap tangannya di dada.
Melihat itu membuat Zain menggelengkan kepalanya, Ia pun meletakan serbet ditangannya "Aku akan kembali ke kamar Mom" ujarnya dan di balas anggukan oleh sang Ibu
"Mom, apakah hari ini Ibu Angkat akan datang?" Tanya gadis kecil itu
Zena mengangguk sembari mengambil ponselnya yang ada disisi kirinya "Hm, tadi sih kata Ibu Aza, dia udah di bandara dan sudah mau naik taksi" Zena membuka chat-nya dengan Aza "Sepertinya sebentar lagi sampai"
"Yeeaay, Zein sudah gak sabar, kemarin Ibu bilang mau bawa hadiah" Seru Zein
"Mom apa nanti Zein boleh berikan kue ulang tahunnya pada Ibu?"
"Tentu saja sayang" Zena mengusap sayang surai sang anak
Bunyi ketukan pintu
"Biar aku yang membukanya Mom" Gadis kecil itu melompat dari kursi dan bergegas berlari menuju pintu di ikuti oleh sang Ibu
"Pelan-pelan Zei"
Zein membuka pintunya "Ibu Aza" Zein langsung memeluk Azalia (Visual ada di story chat, bab 71)
"Selamat ulang tahun anak Ibu" Aza mengecup pipi gembul Zein lalu memberikan sebuah kado kepadanya.
"Waaah" Zein kesenangan dan membawa hadiah itu ke ruang tamu
"Kau seharusnya tidak perlu repot-repot Az" Zenaya memeluk Aza
"Tidak repot"
Keduanya kini duduk di sisi Zein yang tengah sibuk membuka hadiahnya "Dimana Zain" tanya Aza
"Aku disini Ibu Angkat" Jawab Zain yang turun dari anak tangga, Ia menghampiri Ibu angkatnya lalu menyalami dan mencium tangannya "Apa Ibu baru balik dari tanah suci?"
Aza mengangguk, Ia lalu hendak melepas jilbab syar'i nya "Tunggu Ibu, aku akan mengunci pintu dan menutup tirai lebih dulu" Ujar Zain
Aza mengangguk kecil lalu menoleh kepada Zenaya yang tersenyum "Anakmu terlalu menggemaskan Ze" Ucapnya
"Sudah Ibu, Ibu boleh membukanya" Tutur Zain yang kini duduk di karpet di sebelah Zein, Ia juga mendapat hadiah yang dibungkus menjadi satu oleh Aza
"Apa kau lelah" tanya Zenaya "Aku akan membuatkanmu minuman" Zenaya hendak beranjak namun di tahan oleh Aza
"Tidak perlu Ze, aku ingin disini bersama anak-anak saja" Ucap Aza menatap Zein dan Zain
Zenaya mengangguk mengerti, lalu mereka membantu Zein dan Zain untuk membuka hadiah keduanya, Aza memberikan buku cerita pengetahuan umum pada anak-anak sesuai dengan umur Zein dan Zain yang hari ini berusia lima tahun. Ada juga terdapat dua boneka barbie kecil untuk Zein.
"Ibu terimakasih" Zain dan Zein memeluk Aza
Zenaya hanya tersenyum melihatnya, sebenarnya Ia tahu jika saat ini Aza seakan menyimpan sesuatu, Zena bisa melihat Aza yang kelelahan namun bukan karena fisiknya namun karena hal lainnya.
Akan tetapi Zena tetap diam, Ia tak ingin mendahului Aza, biar Aza yang lebih dulu cerita.
Bagi Zenaya, Azalia adalah teman sekaligus saudarinya meski keduanya menganut kepercayaan yang berbeda namun Zenaya melihat jika Azalia sangat tulus kepadanya dan juga anak-anaknya.
Pertemuan mereka lima tahun lalu di parkiran rumah sakit membuat keduanya kini menjadi sahabat karib.
Thanks to Queenbila yang sudah mempertemukan mereka berdua.
Azalia selalu berada disisi Zenaya, dari pertama mereka bertemu, Aza yang membantu merawat dan Azalia juga yang menolong Zena untuk bisa keluar dari Boston tanpa di ketahui oleh keluarga Osborn, tentu nya dengan bantuan dari Julian, tunangan dari Aza.
Zenaya yang hampir kehilangan dua anaknya itu sangat bersyukur ketika sebuah keajaiban datang dan membuat Ia bisa melahirkan kedua anaknya pada waktu yang seharusnya, selama 6 bulan, Aza dan juga Queen selalu datang ke tempatnya untuk membantu Zenaya pada masa-masa kehamilannya.
Dan bahkan rumah yang sekarang dan pekerjaan yang dia geluti saat ini tak lepas dari bantuan ketiga orang yang baru saja Ia temui di hari dimana Ia kabur.
Zena menutup diri dari dunia luar, Ia sama sekali tak ingin mendengar apapun lagi, bahkan Ia tidak menghubungi Ibu panti tempat Ia di besarkan.
Saat ini Ia menjalani kehidupan yang bahagia. Julian mempercayakan kepadanya untuk bekerja pada perkebunan anggur milik keluarga Julian di Burgstadt, yang sering di sebut dengan kota Anggur, sepanjang kiri dan kanan perkebunan anggur luas membentang.
Zenaya sendiri jadi semakin belajar banyak tentang anggur-anggur yang ada di dunia, tidak hanya buah-buahannya namun juga produksi anggur di seluruh dunia.
Zenaya merasa sangat cukup dengan kehidupan yang sesederhana ini, anak-anak juga sangat gembira.
Pikirnya, hingga sebuah pertanyaan Zein sebelum tidur mengusiknya.
"Mommy, where is our Daddy?"
Zenaya menaiki anak tangga, lalu memasuki kamar tidurnya, Zein dan Zain sudah berada di atas kasur bersiap-siap akan tidur, malam ini mereka akan mendengar kisah tentang Aley si dragon kesepian.
"Lagi???" Zain menatap Zein, Ia yakin jika ini pasti permintaan dari Zein sang adik yang sangat suka dengan Aley si dragon.
"Ayolah Zai, cerita ini sangat seru" Tutur Zein dengan tatapan memohon.
Zain menatap Zena yang mengangkat kedua alisnya dengan senyum padanya.
"Apa Zain ingin mendengarkan kisah dongeng lainnya?" Tanya Zena
Zain menatap sang Ibu lalu menoleh pada Zein yang menatap penuh harap padanya.
"Fine, tapi ini terakhir kalinya" Ucap Zain yang kini menarik selimutnya
"Yaaasss" sorak Zein sedang Zenaya tersenyum menatap putra dan putrinya itu.
Malam ini kedua bocah itu tidur bersama dengan Zenaya, sebab Azalia menginap, karena kamar hanya ada dua, sehingga Azalia tidur di kamar Zain dan Zein sedang bocah dua itu tidur bersama Zena.
"Permisi, apa Ibu boleh bergabung" tanya Azalia dengan suara lembutnya.
"Boleh Ibuku yang cantik" Zein menepuk kasur di sebelahnya meminta Azalia duduk disisinya
"Kau sudah selesai menelepon" Zena berpindah duduknya sedikit ketengah
"Ya, aku naik pesawat pagi" Jawab Aza
"Masyallah, anak-anak Ibu sangat tampan dan cantik begini" Ucapnya mengecup pipi Zein
"Ibu juga cantik" balas Zain.
"Baiklah, apa kalian sudah siap?" Tanya Zena dan ketiganya mengangguk
Zenaya pun mulai bercerita tentang Aley si dragon kesepian, yang hidup sendirian di hutan belantara, kisahnya mencari keluarganya agar bisa kembali bersama-sama menjadi keluarga yang utuh, memiliki Ibu dan Ayah.
Namun perjalanannya dalam mencari keluarganya yang utuh bukanlah sekedar perjalanan biasa, tetapi perjalanan yang penuh petualangan yang berisi tantangan, hingga akhirnya ketika Ia akan menyerah, Ia tiba di sebuah gunung yang sangat tinggi yang sebagiannya tertutup oleh awan dan disana Ia berjumpa dengan seekor naga kecil dan membawanya ke desa naga.
"Aley tidak hanya bisa menemukan Ibu dan Ayahnya tetapi Ia menemukan rumah para dragon, Aley sangat senang dan Ia hidup bahagia bersama keluarganya dan seluruh naga di desa naga, tamat" Zena melihat Zain dan Zein yang hampir menutup matanya karena sangat ngantuk
"Selamat malam my little dragons" Zena mengecup Zain lalu Zein
"Zein juga mau seperti Aley Mom" Ucap Zein yang semakin hilang suaranya dan tertidur lelap.
Aza mengusap wajah Zein yang sudah terlelap "Mereka semakin besar Zen, apa kau sudah siap" Aza menoleh memandang Zena yang menghela nafasnya
"Aku juga tidak tahu Az" Zena menarik selimut kedua anaknya lalu memberi kode pada Aza untuk berbicara di luar
"Zein bertanya tentang ayahnya" Aza meletakan kopi yang ada di tangannya kemeja
Zena lagi-lagi menghela nafasnya "Beberapa minggu lalu Ia menanyakan dimana ayahnya"
"Lalu"
"Aku mengatakan jika Daddynya sedang bekerja di tempat yang jauh, dan akan segera pulang" jawab Zena
"Kau memakai alasan yang sama lagi" Aza menyeruput kopinya "Apa kau tak ingin memberitahukan ayah anak-anak tentang daddynya, bagaimanapun mereka berhak tahu ayahnya demikian juga ayahnya Ze" Jelas Aza
Zena hanya diam, saat ini kepalanya sangat pusing seakan ingin meledak.
Zenaya di liputi perasaan yang sangat rumit, di satu sisi Ia merasa lega bisa lepas dari gangguan Bella dan managernya akan tetapi Ia merasa sangat bersalah pada Daniella dan Mark Osborn, Zena sudah menganggap keduanya seperti orang tuanya, Zena yakin saat ini keduanya pasti sangat kecewa dengan dirinya.
Dan yang paling Zena takutkan adalah Zack.
Ya, Zena takut jika Zack tahu dan akan memisahkannya dengan anaknya, apalagi yang Zena tahu Zack memiliki sifat pendendam. Zena tidak tahu apakah Zack sudah menikah dengan Zena atau tidak.
Zena benar-benar kabur dan meninggalkan semuanya, Ia memutuskan semua komunikasi dimasa lalunya.
.
.
.
Boston, 08:00 p.m
"Selamat malam Tuan" Sapa kepala pelayan
"Malam Igo" Zack membalasnya lalu membawa langkahnya menuju ruang makan di susul dengan Nevis, di sana Daniella dan Mark sudah duduk dan sedang menyantap makan malam mereka
"Selamat malam Mom" Zack mencium pipi sang Ibu "Dad" sapanya seadanya lalu duduk.
"Selamat malam Tante-Om" sapa Nevis yang ikut juga duduk dan mereka mulai makan
"Dad dengar kau bekerja sama dengan pengusaha yang berasal dari turki" Mark yang memulai pembicaraan
"Ya, aku membeli sebuah perusahaan anggur dan bekerja sama dengan orang yang memiliki perkebunan anggur terbaik" Jawab Zack
Mark mengangguk kecil, selama beberapa tahun belakangan ini, Zack benar-benar fokus pada perusahaannya, namun Ia juga tetap mencari Zenaya dan kedua anak mereka.
Ya, Zack tak pernah menyerah, baru-baru ini Mark mengetahui jika Zack baru saja kembali dari Italia, sebab mendengar jika Zenaya berada disana, namum sayang wanita yang Zack jumpa di italia bukanlah Zenaya.
"Apa perkebunan anggur kita di Meksiko kurang bagus Zack?" Tanya Daniella dengan sangat lembut, wanita itu sangat berbeda dengan dulu, Ia sekarang sedikit kurus dan tidak sanggup berjalan lama-lama.
"Sangay bagus Mom, aku hanya meng-expand-nya saja, Anggur yang ini berasal dari perkebunan yang di rawat sungguh-sungguh oleh para pekerjanya" Jawab Zack mengusap sang Ibu.
"Bagaimana denganmu Nevis, ku dengar ibumu sudah memintamu agar segera kembali ke Shanghai untuk melanjutkan bisnis keluarga kalian" Tanya Daniella menoleh pada Nevis
"Iya Tante, hanya saja aku merasa masih kurang pantas, aku masih ingin belajar di Osborn group lebih dulu" Tutur Nevis yang mendapat anggukan dari Mark dan Daniella
Zack sibuk dengan ponselnya, ia tampak mengirim sesuatu kepada seseorang dari ponselnya.
(Aso : Send picture)
Zack menarik ujung bibirnya "Found them" gumamnya kecil
Acara makan malam biasa yang sering mereka lakukan pun berakhir dengan Zack mengantarkan sang Ibu ke kamarnya
"Mom, boleh Zack tanya sesuatu" Daniella mengangguk menatap putranya dengan senyuman.
"Apa Mom, masih merindukan Zena dan cucu Mom" Daniella membelak mendengar pertanyaan Zack, lalu dengan antusias Ia mengangguk dan matanya mulai berkaca-kaca kembali.
"Apa kau sudah berhasil menemukan mereka?" Tanya Daniella
"Yes Mom, maka dari itu Mom harus sembuh, aku berjanji akan membawa mereka" Ucap Zack menggenggam tangan sang Ibu sembari berjongkok didepan Daniella yang duduk di kursi roda.
Daniella berdecak kesal, Ia melempar tangan Zack yang menggenggam tangannya "Kau pasti berbohong agar aku mengikuti pengobatan bukan, cih basi" Kesal Daniella yang mana membuat Zack terkekeh tipis
"Tapi janji Moma masih berlaku kan" Zack menatap mata sang wanita yang melahirkannya itu "Mok akan sembuh ketika Aku membawa Zena dan anak-anak kembali"
Daniella mengangguk kecil "Ya Nak"
Zack pun memberi kecup pada kening ibunya dan keluar dari kamar sang Ibu menuju ruang tamu dimana Nevis dan ayahnya yang tengah berbincang.
"Ayo Nevis" Ucap Zack
"Kalian melakukan perjalanan bisnis" tanya Mark menoleh pada sang putra lalu beralih ke Nevis yang menggeleng.
"Untuk hari ini pekerjaan sudah selesai Om"
"Lalu..." Mark menoleh pada Zack
Zack tersenyum tipis "Aku akan menjemput Ibu dari anak-anakku dan juga anak-anaknya" Jawab Zack
"APA" Mark dan Nevis sama-sama terkejut.
/ l l l
Guys, jangan lupa hari ini atau besok ada CS baru ya... Matursuwun 🙏
Pesawat pribadi milik keluarga Osborn tiba di bandara Frankfurt am Main, Jerman FRA
"Kau yakin Zena ada di Miltenberg Zack" tanya Nevis sembari turun dari tangga dan belum menginjak ke tanah, Zack melempar i-pad padanya
"Sh-it putramu mirip sekali denganmu Zack" Nevis buru-buru turun dari tangga menghampiri Zack yang sudah masuk kedalam mobil
"Selamat malam pagi Tuan" sapa Max "Apa Tuan langsung ingin ke Burgstädt?"
"Hem"
"Baik Tuan" Max langsung menjalankan mobilnya dan berlalu dari landasan menuju Burgstädt
"Zack...." Mendapat tatapan membunuh dari Zack "Ehem maksudku, Tuan apa anda akan langsung begitu saja bertemu dengan Zena tanpa membawa apa-apa"
"Apa kau sudah menghubungi Tuan Martin sebelum berangkat"
"Sudah"
"Hem bagus, periksa file satunya di situ terdapat bahan rapat yang akan di bahas pagi ini, bangun kan aku ketika sudah tiba" Zack langsung menutup matanya
Nevis memeriksa isi file yang berada di iPad tersebut dan benar seperi apa yang di katakan oleh Zack, Nevis pun mengerti rencana Zack, baru saja Ia akan berbicara namun diurungkannya kala mendengar dengkuran halus dari Zack.
"Kau pasti lelah Zack, selama lima tahun mencari mereka" Nevis pun duduk dengan diam dan mempelajari bahan untuk di bahas ketika tiba disana, Zack bukan hanya sekedar menjemput keluarga kecilnya tetapi juga benar-benar akan menjalankan bisnis.
Sementara itu...
"Bibi Zhuo terimakasih banyak, dan maaf aku merepotkan mu pagi-pagi begini" Zena melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya yang masih menunjukan pukul lima pagi namum dia sudah bangun dan akan mengantar Aza menuju stasiun kereta api
"Aku sudah katakan padamu aku bisa mencari taksi saja" tutur Aza
"Kau pikir ini kota" Balas Zena
"Sudah-sudah nanti kalian terlambat, Aza berhati-hati lah, kabari kami jika kau sudah tiba dengan selamat" Bibi Zhuo memeluk Aza
"Pasti Bibi, aku akan mengabarimu dan juga Zena"
"Zena, menyetir lah pelan-pelan jangan terlalu terburu-buru, anak-anak akan aman dengan ku" seru Bibi Zhuo
Zena mengangguk lalu keduanya masuk kedalam mobil dimana Zena yang mengendarainya dan keduanya pun bergegas menuju stasiun kereta api, sebab Aza ada keperluan di ibu kota.
"Kau tau jika Julian kemarin menghubungi ku untuk menawari mu pekerjaan sebagai manager pemasaran di perusahaannya" Aza memperbaiki jilbab bagian atasnya yang tidak lurus lalu mengikat kembali cadar yang menutup wajahnya
"Ya, Julian juga kemarin menghubungi ku, tapi aku masih beta disini, Bibi Zhuo dan Paman Martin sangat baik dan juga sepertinya aku sudah jatuh cinta dengan perkebunan ini" Jawab Zena
Aza mengangguk "Kalau itu keputusan mu aku akan mendukungmu, namun aku tetap minta kau mempertimbangkannya lagi, ini kesempatan yang bagus untukmu terlebih untuk pendidikan anak-anak kedepannya" Aza mengeluarkan ponselnya dan mengotak atiknya sebentar.
"Aku akan mempertimbangkannya" Zena menghentikan mobilnya tepat didepan halaman pintu masuk stasiun, karena masih pagi, suasana stasiun masih sepi tidak tamai seperti biasanya, para penjual kedai-kedai di sekelilingnya juga baru satu demi satu buka.
"Baiklah kita sudah tiba" Tutur Zena sebab Aza masih sibuk mengotak atik ponselnya "Apa kau menghubungi rekanmu?"
"Ya, kami berjanji akan bertemu di depan stasiun ini" Aza selesai mengotak-atik benda pipih itu lalu Ia memberikannya pada Zena "Bacalah"
{Pengusaha Muda Zacky Osborn memberi pengumuman pembatalan pernikahannya dengan Model cantik dan ternama Bellaetrix James}
{Model cantik hilang bagai di telan bumi}
{Pihak Agensi mengatakan kerugian besar atas hilangnya model cantik Bellaetrix James}
{Model cantik Bellaetrix menghilang}
"I-ini" Zena menoleh ke Aza
"Dunia saat ini" Aza menaik-turunkan kedua alisnya dan tersenyum tipis, meski Zena tidak dapat melihat senyum itu di balik cadar hitam Aza namun Zena yakin jika saat ini Aza sedikit menggodanya.
"Pergilah, nanti kau akan terlambat"
"Astaghfirullah, kau mengusirku setelah aku memberikan kabar baik ini" Aza menggelengkan kepalanya sedang Zena hanya terkekeh kecil
"Jangan lupa untuk Shalat dan bacaan untuk menemani perjalananmu" Zena mengingat kan
Aza tersenyum kecil "Wah sepertinya ada yang mau login nih" goda Aza yang di balas gelengan kepala serta kekehan oleh Zena.
"Ini hadiah kecil untukmu jika kau tidak ingin memakainya berikan ini pada Zain dan Zein untuk menunjang belajar mereka" Aza menyerahkan sebuah kotak persegi nan berat kepada Zena lalu Ia keluar dari mobilnya kala melihat rekan sesama dokternya pun sudah tiba di stasiun.
Zena membukanya dan di sana terdapat Macbook keluaran terbaru, Zena menghela nafasnya.
Sejak Ia pindah ke Burgstädt, Ia memang tidak pernah memakai internet jika pun Ia memakainya, Ia akan memakai komputer yang ada di kantor dekat dengan perkebunan anggur, dan itu pun untuk pekerjaan, bahkan Zena menggunakan ponsel hanya untuk mengirim email, nomot ponselnya hanya Aza, Julian, Queen dan beberapa pengerja di kebun yang tahu. Sebab itu Ia tidak tahu berita apa-apa yang terjadi di luar sana, baik itu berita buruk atau baik.
Zena meletakan itu di kursi tempat Aza duduk tadi "Apa yang harus aku lakukan ya Tuhan" Zena terdiam sesaat menenangkan pikirannya lalu setelah merasa tenang Ia pun berlalu dari tempat itu dan kembali pulang.
Jam menunjukan pukul delapan pagi kala Zena tiba didepan rumahnya bersamaan itu Ia melihat sebuah mobil hitam terparkir didepan rumah yang berseberangan dengannya.
"Apa ada orang baru yang tinggal di sana" tanya Zena pada Bibi Zhuo sembari mengeluarkan barang belanjaan yang Ia beli tadi.
"Mereka adalah tamu Pamanmu, mereka kesini untuk melihat perkebunan anggur" jelas Bibi Zhuo dan Zena hanya membalas dengan ber-o ria.
Keduanya pun masuk kedalam rumah.
Dirumah seberang, Zack sedang menahan kakinya agar tidak berlari menuju Zena.
"Kau yakin ini akan berhasil Tuan" tanya Nevis lagi
"Aku hanya mengikuti kata hatiku Nev, baiklah mari bersiap, hubungi pria bernama Martin itu" Ucap Zack yang terus memperhatikan rumah Zena dari balik jendela.
"Mommy, dimana Ibu" Zein menangis di sofa dengan memegang hadiah dari Aza
"Sayang, Ibu sudah berangkat pagi-pagi sekali, Ibu Aza ada pekerjaan sayang" Jelas Zena memeluk anak gadisnya itu
"Kenapa Mom tidak membangunkan ku, aku ingin memeluk Ibu dulu" Zein makin menangis
"Apa ada pasien darurat, Mom" tanya Zain
"Tidak sayang, Ibu harus ke kota karena ada seminar yang harus Ibu hadiri, oh iya Ibu meninggalkan hadiah lainnya buat Zain dan Zein" Zena melepas pelukannya lalu meraih kotak berisi Macbook itu dan membukanya.
"I-ini apa Mom" tanya Zain
Zena tersenyum melihat kedua anaknya yang antusias bahkan Zein berhenti menangis dan menyeka air matanya dengan tangan gembul-mungil miliknya.
Zena membuka MacBook tersebut lalu menyalakannya.
"Ini sama dengan milik, Granpa Martin" Zain sangat senang melihatnya "Mom bolehkah aku mencobanya" tanya Zain
"Aaah, Zein juga mau.... Zein juga mau main" Gadis kecil itu beringsut turun dari sofa dengan menggunakan perutnya.
"Zain dan Zein boleh memakainya dan bermain bersama" Zena mengusap sayang kedua anaknya "Zei, biar Zain membantu Zein ya" Ucapnya
"Hem, oke Mom" Balas Zein patuh
"Kau ingin ke perkebunan sekarang nak" tanya Bibi Zhuo yang sedang memakai celemek "Sebaiknya kau sarapan terlebih dahulu jangan sampai maaghmu kambuh dan Julian akan marah-marah nantinya"
Zena tertawa dan bangkit dari duduknya yang sebelumnya di karpet bersama Zein dan Zain "Baiklah Bi, aku akan menghubungi Paman Martin dulu mengatakan jika aku sedikit terlambat, karena tidak bisa menolak makananmu yang lezat itu"
Kedua wanita beda usia itu pun tertawa bersama, Zena menyantap sarapan roti isi yang dibuat oleh Bibi Zhuo sembari mengobrol dengan Bibi Zhuo yang menyiapkan bahan-bahan untuk makan siang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!