“Jadi, gimana mbak? Masa sama sekali tidak ada harapan saya untuk kembali ke perusahaan?” Tanya Lena kepada seorang wanita yang berstatus menjadi mandornya, mbak Jun namanya.
“Aduh, maaf ya Lena. Aku juga bingung dengan keputusan perusahaan yang tiba-tiba begini” Jawab mbak Jun.
Sejak beberapa bulan yang lalu, perusahaan tempat Lena bekerja sudah meliburkan seluruh karyawannya degan alasan permintaan produksi yang menurun drastis di awal tahun, belum lagi dengan biaya cukai yang juga ikut naik, menyebabkan kemerosotan untuk pabrik itu sendiri.
Awalnya para karyawan hanya diliburkan kurang lebih dua minggu tapi, ketika sudah memasuki waktu masuk kerja, supervisornya tiba-tiba mengatakan melalui pesan via grup perusahaan, “Untuk ibu-ibu dan mbak-mbak sekalian, kami mohon maaf karena libur akan diperpanjang sampai waktu yang tidak bisa kami tentukan”. Dengan iming-iming, “Jika nanti kami membutuhkan karyawan lagi, kalian adalah yang kami prioritaskan”. Nyatanya, hingga beberapa bulan berlalu, perusahaan sama sekali tidak mengeluarkan pengumuman apapun.
Lena yang hanya lulusan SMK, tidak bisa banyak berbuat apa-apa. Sudah melamar kesana kemari tapi, tetap kalah dengan mereka-mereka yang memiliki gelar di pendidikannya.
“Yasudah kalau begitu, terimakasih ya mbak” Ucap Lena.
“Iya, sekali lagi maaf ya Lena. Nanti kalau memang ada informasi lebih lanjut, aku akan segera mengabari kamu” Ucap mbak Jun sebelum akhirnya mereka mengakhiri sambungan ponsel mereka.
...***...
Lena montang-manting sendiri mencari jalan keluar agar mendapat pekerjaan di perusahaan lain, menjadi reseller dari salah satu online shop saja tidak akan mampu menutupi kebutuhan hidupnya. Dia tinggal bersama dengan mama juga kedua adiknya di sebuah kota industri tapi, sayangnya, perusahaan-perusahaan di kotanya memiliki standar yang cukup tinggi dalam memilih karyawan.
“Kamu ini tingginya kurang, disini minimal wanita itu tingginya harus 155cm, lah ini? Cuma 150cm. Maaf ya, lebih baik kamu pulang” Ucap ibu satpam itu kepada Lena. Nada bicaranya sangat ketus, Lena mana tau dengan peraturan perusahaan yang seperti itu, mengingat dia hanya berkeliling dari satu perusahaan ke perusahaan lain, jika memang perusahaan itu mau menerima surat lamaran pekerjaannya ya sebuah keberuntungan untuknya.
“Keluar sana, disini kami membutuhkan karyawan dengan pendidikan yang tinggi, lulusan SMK saja tidak membuatmu memiliki banyak pengalaman kerja seperti kami” Ucap salah satu satpam di perusahaan yang lain.
Begitulah caranya mencari pekerjaan selama ini. 21 tahun, menjadikannya gadis yang tangguh.
Lena menepikan motornya, mampir dulu ke warung untuk melepaskan dahaga juga rasa laparnya.
Drrrt
Drrrt
Drrrt
Terlihat nama mbak Jun di layar ponselnya, Lena segera mengangkat panggilan itu, siapa tau ada kabar baik untuknya.
“Halo?” Ucap mbak Jun dari seberang sana.
“Iya, halo. Ada apa ya mbak?” Tanya Lena antusias.
“Lena, aku ada koneksi di salah satu perusahaan, mungkin agak jauh dari tempatmu tinggal. Tapi, perusahaan menyediakan kendaraan untuk pulang pergi. Itu adalah perusahaan yang bergerak di bidang yang sama dengan kita dulu. Bagaimana? Kamu berminat tidak?”
Lena langsung menganggukkan kepalanya, meskipun tidak bisa dilihat oleh mbak Jun, “Mau mbak, mau. Kira-kira kapan aku bisa mulai bekerja? Apa saja yang perlu aku persiapkan?” Tanya Lena.
“Siapkan berkas lamaran pekerjaan saja, nanti di sana kamu bisa langsung bekerja setelah bertemu dengan supervisornya, karena memang di sana sedang membutuhkan banyak karyawan. Kalau bisa, besok langsung datang ya” Ucap mbak Jun.
Lagi-lagi Lena langsung mengangguk semangat, akhirnya setelah sekian lama menunggu, dirinya mendapatkan pekerjaan lagi.
“Terimakasih ya mbak”
Lena melangkahkan kakinya memasuki gerbang perusahaan. Gadis itu sudah bisa beradaptasi dengan orang-orang baru disana.
“Selamat pagi” Sapa Lena kepada teman-temannya.
“Pagii” Jawab mereka.
“Tumben Lena datengnya agak telat?” Tanya seorang ibu-ibu yang kita katakan saja dia bernama, bu Nur.
“Iya buk, Malang macet banget hari ini” Jawab Lena santai sembari mempersiapkan kebutuhan kerjanya.
“Udah sarapan belum? Ini ibuk bawa sarapan agak banyakan” Tanya bu Nur lagi.
Jadi, loker karyawan diletakkan berdampingan dengan meja kantin. Lena sedang berada di lokernya sedangkan bu Nur tengah menyantap makanannya di meja dekat loker.
“Tidak, bu. Lena jarang makan pagi, takut nanti malah mules, gak biasa soalnya. Makasih ya” Jawab Lena sopan.
Mereka akhirnya berbincang sebentar sebelum jam masuk berbunyi.
Perusahaan yang sedang di tekuni oleh Lena ini adalah salah satu pabrik rokok yang berdiri sejak tahun 1958 silam, memang tidak sebesar perusahaan sejenis yang akrab di telinga kita tapi, jika dilihat dari segi pemasarannya, perusahaan ini memiliki jangkauan pasar yang cukup luas sesuai dengan karakteristik rokok itu sendiri.
Tidak ada masalah bagi Lena meskipun dia harus bekerja sebagai pelinting Sigaret Kretek Tangan (SKT) bersama dengan ibu-ibu. Mungkin tidak seperti teman-temannya yang bisa bekerja di perusahaan-perusahaan besar yang lain tapi, entah kenapa seperti ada daya tarik tersendiri bagi Lena ketika melinting rokok.
Entah itu karena dia dilahirkan dari keluarga yang rata-rata leluhurnya adalah pelinting rokok? Atau memang ada daya tarik tersendiri dari rokok itu?
Nyatanya, ibunda juga alm. nenek Lena juga pelinting rokok di perusahaan yang berbeda. Tidak heran bukan jika Lena memiliki ketertarikan di dunia rokok?
“Mas, ini aku pasok” Ucap Lena, memberikan nampannya yang sudah berisi kurang lebih 500 batang rokok kepada mas mandor.
Sudah seminggu tapi, Lena belum hafal dengan 4 mandor yang saat ini ada di hadapannya. No, bukan belim hafal tapi, dia memang belum kenalan dengan mereka.
“Edwyn, tolong itu” Ucap salah seorang mandor tampan, tinggi, mancung, berkulit kuning langsat.
“Eh, ini udah harus ganti bon garapan ya? Siapa namanya?” Tanya mas mandor yang diketahui tadi bernama Edwyn. Lelaki itu cukup manis di mata Lena, suaranya halus, lembut, tatap matanya juga dalam. Tapi, fokus Lena adalah dia yang selalu tersenyum.
Segera gadis itu tersadar sebelum akhirnya menjawab, “Lena mas” Jawabnya singkat.
Gadis itu, Lena. Sama sekali tida menunjukkan perangai sebagai gadis petakilan di awal-awal masa kerjanya disana, namanya juga anak baru. Padahal bagi siapapun yang sudah cukup mengenalnya,…
“Lena. Ya ampun, kamu ada di kelompok mana? Baru ya? Kok baru keliatan sih?” Sapa seseorang disana.
“Loh mbak, astagaaa. Aku duduk di belakang sana,…” Lena menunjukkan tempat dimana meja kerjanya berada, “Kamu duduk dimana? Ih gak nyangka banget bisa ketemu disini” lanjut Lena dengan sumringah. Tidak menyangka jika dia akan bertemu dengan teman lamanya di perusahaan sebelumnya.
Katakan saja namanya adalah Devi. Seseorang yang dulu sempat menjadi teman kerja Lena di satu kelompok yang sama.
“Ya udah, nanti kita ngobrol lagi ya. Aku bakal ke tempatmu nanti” Sahut Devi sebelum akhirnya pergi karena dia sudah selesai dengan pasokan-nya.
Tanpa Lena sadari, Edwyn diam-diam sedang memperhatikan interaksinya dengan Devi. Entah apa yang sedang dipikirkan, terlihat dari mata lelaki itu memncarkan sesuatu yang berbeda.
Noted:
Garapan \= hasil pekerjaan
Pasok \= Setok
Gledwyn Kurniawan. Seperti yang sudah dijelaskan oleh Lena bahwa lelaki ini memiliki pesona yang berbeda.
“Aku selalu gugup jika sedang bertatap mata dengannya, entah apa yang membuatku jatuh dengan karismanya padahal, jelas tidak ada sesuatu yang istimewa jika dilihat lebih seksama” Gumam Lena.
Gadis itu sedang berbicara dengan dirinya sendiri di cermin. Sudah satu minggu dia tidak masuk bekerja karena sakit. Demam tiba-tiba saja melanda tubuhnya satu minggu yang lalu, menyebabkan dia harus di opname selama beberapa hari di rumah sakit terdekat.
“Lena, kok tidak keluar-keluar. Ini sudah siang, cepat berangkat” Ucap ibu Lena dari luar kamarnya.
“Iya bu” Jawab Lena, mengambil tasnya lalu keluar kamar.
Seperti biasa, ibunya sudah menyiapkan bekal untuk Lena. Bahkan sarapan energen hangat sudah siap di meja makan. Kurang enak apa lagi?
Ini bukan karena Lena yang manja atau sok ke-kota an. Masa sarapannya harus energen terus sih?
“Lena kan tidak biasa sarapan nasi atau sesuatu yang berat, takut mules” Jawab Lena ketika dirinya ditanya oleh beberapa orang, persis seperti jawabannya kapan hari saat bu Nur menanyainya di loker.
“Kamu ini, tetep aja. Tempat kerjamu itu jauh, nduk. Jangan dibiasakan gak sarapan. Emang awalnya enak, gimana nanti-nantinya?” Sahut ibunya, kita sebut saja namanya bu Sri.
“Ya mau gimana lagi bu” Jawab Lena santai.
“Terus ini bekal di makan pas kapan?” Tanya bu Sri lagi.
“Ya kalau udah selesai garapannya, baru keluar, makan. Kadang juga makan di mobil” Sahut Lena.
Jadi, Lena ada sebuah angkutan rombongan dari daerahnya tinggal untuk mengantar jemput karyawan di perusahaan tersebut.
“Jangan dibiasakan seperti itu terus loh ya. Lambung loh Lena taruhannya, kamu ini gimana. Kita itu cari kerja untuk makan, gimana ceritanya kalo kita kerja tapi kamu gak mau makan?” Omel ibu Sri. Sebenarnya, itu hanya seperti sebuah nasehat seorang ibu yang khawatir dengan anaknya.
“Iya bu iya, Lena berangkat dulu ya” Lena menyalami tangan ibunya lalu berangkat menggunakan motor miliknya, yang nantinya motor itu akan di parkir di dekat jalan raya tempat biasa Lena menunggu angkutan langganannya.
“Hati-hati, gangsar rejekine” Ucap bu Sri.
...***...
Kali ini, Lena kembali di hadapkan dengan tembakau juga tumpukan ambri di mejanya. Tidak ada yang lebih menyenangkan dibandingkan dengan melinting rokok.
“Kamu masih muda. Kenapa gak cari kerjaan yang lain aja?” Tanya bu Nur.
“Melinting rokok itu menurut Lena sebuah kesenangan buk. Kenapa? Karena disini kita itu ya cuma duduk, kerja, pulang. Aku suka jam istirahat yang bisa kita atur sendiri jadi, tidak banyak ngerumpi dengan orang-orang” Jawab Lena, realistis sekali.
Setelah itu, Lena pergi untuk menyetorkan rokoknya ke depan. Mencari letak bon garapannya lalu menuju mas mandor, Edwyn.
“Ini mas” Ucap Lena.
Edwyn memandang Lena dan bon-nya bergantian.
“Kenapa mas?” Tanya Lena bingung.
“Aku kok jarang liat kamu ya, masih baru?” Tanya Edwyn.
Buset, ternyata Edwyn lupa dengan Lena. Padahal, baru seminggu dia tidak masuk.
“Iya mas. Baru masuk 1 minggu tapi, habis itu opname beberapa hari kemarin jadi, harus ijin gak masuk” Sahut Lena.
Edwyn menganggukkan kepalanya, “Umur berapa Lena?” Tanyanya.
“21 tahun mas”
“Oh masih muda ya. Ini kamu mau dikasih garapan berapa?” Tanya Edwyn.
Jadi, sistem kerja di perusahaan tersebut adalah borongan, dimana semakin tinggi hasil kerja kamu ya jelas gajinya akan semakin tinggi.
“2000 aja deh mas, masih belum fit banget soalnya” Jawab Lena.
Tanpa banyak ina ini itu, Edwyn segera menulis dan memberikan ambri-nya pada Lena, “Tembakaunya langsung ambil lunas ya, Len” ucapnya.
“Siap” Sahut Lena.
Noted :
Genduk/nduk \= Panggilan sayang untuk anak perempuan di Jawa
Ambri \= Kertas pembungkus rokok
gangsar rejekine \= lancar rezekinya
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!