Sebuah rumah megah dengan gerbang tinggi yang kini Agam datangi adalah rumah kediaman kedua orang tua serta dua adik perempuannya tinggal. Sedangkan dirinya sendiri, ia memilih mandiri dengan menghuni sebuah rumah minimalis yang berada tidak jauh dari kantor miliknya.
Ia membunyikan klakson, membuat Mang Ujang yang tengah minum kopi di pos satpam menjadi terlonjak kaget. Mang Ujang memperhatikan mobil tersebut dari layar monitor, ternyata itu adalah mobil dari Tuan mudanya. Tanpa menunggu lama, ia lantas memencet tombol yang tersedia, membuat gerbang terbuka dengan sendirinya
"Terima Kasih Mang" ucap Agam sembari menjalankan mobilnya masuk
"Sama sama Den" sahut Mang Ujang sembari menyeruput kopi dan melambaikan tangannya
Agam turun dari mobil dan langsung masuk kedalam kediaman orang tuanya. Begitu masuk, suara cempereng dari dua gadis terdengar saling bersahutan. Agam menghela napas sejenak, karena lagi lagi, sambutan kedatangannya adalah keributan kedua adik perempuannya
"Kak Via kembalikan diary-ku" pekik salah satu gadis itu
"Aku sudah bilang tidak berarti tidak. Aku ingin membacanya sebentar saja, kenapa kau pelit sekali" sahut yang lainnya
"Aku tidak mengizinkanmu membukanya. Kembalikan Kak..." tubuh gadis itu berhenti saat netranya menangkap seorang pemuda yang memasuki rumahnya. Ia berjalan perlahan, dan memegang pipi pemuda itu untuk meyakinkan penglihatannya "Kak Agam?" gadis itu tersadar jika apa yang ia lihat nyata "Mama... Mama ada Kak Agam, Kak Agam pulang" pekik gadis itu sembari berjalan menjauh mencari sang Mama
Lagi lagi Agam menghela napas dan memilih duduk di sofa ruang tengah. Gadis yang tadi mengambil buku diary adiknya ikut mendudukkan diri di samping Agam dengan tangan yang masih menggenggam buku kecil dalam genggamannya
"Tidak biasanya Kakak pulang, ada apa?" tanyanya
"Kakaknya pulang bukannya disambut malah dipertanyakan, dasar"
Tidak lama, terlihat Mama Diana yang keluar bersama anak gadisnya setelah tahu anak tertuanya telah pulang "Kak... kapan pulang, kenapa tidak mengabari Mama?"
Agam bangkit dari duduknya dan mencium punggung tangan sang Mama "Sengaja Ma, tadinya ingin membuat Mama terkejut. Tapi malah aku yang terkejut karena anak anak gadis Mama ribut"
"Tidak Ma, mana ada kami ribut, kami akur akur saja" sahut gadis yang masih memegang diary itu
"Mana ada akur, Kak Silvia selalu saja mengusikku Ma" adu gadis yang tadi memanggil Mamanya, lalu merampas buku diary miliknya dari tangan sang Kakak dan membawanya kembali ke kamar
"Lihatkan Ma, anak gadis Mama" adu Agam lagi
"Tidak, itu hanya bumbu keluarga saja. Lagipula kalau dalam keluarga ini tidak ada kami berdua, rumah ini pasti sudah hening seperti kuburan karena anak tertuanya tidak ada di rumah ini" sahut Silvia
"Silvia..." peringat Mama Diana
"Kakak yang duluan Ma"
"Sudahlah, jangan ganggu Sefti lagi, biar tidak ribut. Mama juga pusing mendengar kalian ribut terus"
"Mentang mentang anak tertuanya sudah pulang, aku dan Sefti yang dikucilkan" gerutu Silvia sembari berjalan masuk
Sepeninggal kedua putrinya, Mama Diana mengajak putranya untuk duduk kembali "Jadi ada apa, apa yang membawa putra Mama pulang?"
"Aku hanya rindu saja dengan Mama dan Papa"
"Yakin?"
"Tentu saja"
"Tidak ada maksud lain?" tanya Mama Diana
Ya, Mama Diana sedikit tidak yakin kalau putranya pulang hanya karena merindukan mereka. Karena selama beberapa bulan ini, Agam tidak pernah mengunjungi mereka karena laki laki itu tidak memiliki kepentingan di rumah ini. Tapi hari ini, secara mengejutkan putranya malah pulang, dan mengatakan rindu. Sepertinya ada yng tidak beres
"Assalamu'alaikum..." terdengar suara laki laki paruh baya dari pintu utama, membuat Mama Diana segera menyambutnya
"wa'alaikum Salam, Papa kenapa telat pulangnya?" tanya Mama Diana pada sang suami
"Ada urusan sedikit yang harus aku selesaikan" pandangan laki laki paruh baya itu lantas tertuju pada sofa, dimana putranya berada "Boy... tidak biasanya kau datang ke mari" Papa Lion ikut duduk bersama putranya sembari melepas jas yang ia kenakan
"Hanya rindu dengan Mama dan Papa"
"Really?"
"Yeah"
Mama dan Papa saling pandang. Tampaknya dua orang itu memiliki pikiran yang sama. Karena tidak biasanya putra mereka mengunjungi mereka hanya karena alasan rindu. Karena yang sudah sudah, pasti ada saja yang Agam inginkan jika ia sudah mengunjungi rumah utama ini
"Langsung saja ke intinya Boy, apa ada yang kau butuhkan?"
"Aku putus dengan Salsa Ma"
Untuk kedua kalinya Mama dan Papa saling pandang setelah mendengar ucapan putra mereka. Sejujurnya, ini adalah keinginan Mama Diana sejak lama, karena ia sama sekali tidak menyukai Salsa. Hanya saja, melihat wajah murung putranya membuatnya ikut merasa sedih
"Kenapa putus? Maksud Mama, siapa yang memutuskan?" tanya Mama Diana
"Salsa, dia pergi dengan laki laki lain, karena ternyata selama ini aku telah diselungkuhi. Hanya untuk menutupi perselingkuhannya, dia tega menggugurkan bayi dalam kandungannya. Tapi secara bersamaan, aku juga ada di apotek yang sama untuk membeli obat, dan aku mendengar pembicaraannya dengan kekasihnya yang berencana akan membeli obat penggugur kandungan" Agam menghela napas kasar "Aku dibohongi selama bertahun tahun olehnya Ma"
Mama Diana mengelus penggung tangan putranya "Mama dan Papa sudah tahu sejak lama Nak. Tapi Mama tidak berani mengatakan padamu, karena kau terlihat sangat mencintai Salsa. Mama takut kalau Mama akan menjadi sumber kehancuran kisah cintamu dengan Salsa"
"Kenapa Mama dan Papa tidak mengatakanya sejak awal. Kalau ternyata aku bertindak jauh dan menikahi Salsa, bagaimana? Untung saja aku sudah tahu kebusukannya"
"Mama memang tidak ingin jika kalian putus karena Mama. karena Mama tidak mau merusak kebahagiaan putra Mama. Tapi kalau sampai kau meminta izin untuk menikahinya, maka Mama lebih baik gantung diri dari pada merestui"
Ya, Mama Diana akan terlihat buruk jika meminta Salsa secara langsung untuk menjauhi putranya, atau meminta putranya untuk memutus hubungan dengan Salsa. Maka dari itu ia menunggu saat hingga putranya sadar dengan sendirinya bahwa wanita yang selama ini ia cintai itu bukanlah wanita baik baik
"Sudahlah Boy, Papa akan carikan calon yang baik untukmu" tutur Papa Lion
"Asal jangan anak dari teman bisnis Papa" sahut Agam
"Jadi, kau mau kalau Mama dan Papa yang mencarikan?" tanya Mama Diana heboh
"Aku rasa tidak masalah kalau menuruti keinginan orang tua untuk sekarang. Tapi, aku ingin wanita itu sesuai dengan kriteria-ku"
"Kriteriamu, berarti dia harus cantik dan seksi, begitu?"
"Kriteriaku sudah berubah Ma, sekarang aku menginkan gadis yang berkerudung panjang dengan tutur kata yang lembut dan hati yang baik"
Mama dan Papa menganga mendengar penuturan putra mereka. Bagaimana mungkin kriteria Agam jadi berbanding terbalik begini. Bukankah Salsa, sosok yang ia cintai kemarin adalah kriteria idamannya. Seorang gadis cantik dengan body yang seksi dan kekinian. Lalu kenapa sekarang putra mereka malah meminta yang seperti itu
"Sudahlah Boy, Papa tahu kau tidak akan setuju dengan pilihan kami. Papa dan Mama akan kembali membebaskanmu mencari pasangan, tapi dengan syarat, dia harus benar benar wanita yang baik. Bukan begitu Ma?" putus Papa Lion
"Mama setuju"
*
Agam telah menyelesaikan makan malam bersama keluarganya. Saat akan masuk ke kamar, ia melihat pintu kamar adik bungsunya yang tertutup rapat. Tadi, Sefti bahkan tidak ikut makan malam bersama. Sesuatu yang memang sering Sefti lewatkan. Agam lantas mengetuk pintu kamar adiknya
"Siapa?" tanya Sefti dari dalam
"Kakak... apakah Kakak boleh masuk?"
"Masuklah Kak"
Agam masuk kedalam kamar adiknya. Terlihat adiknya tengah sibuk menyimpan buku ke dalam laci, dan menyimpan laptopnya. Hal itu tentu saja membuat Agam sedikit penasaran dengan apa yang adiknya lakukan
"Sedang apa?" tanya Agam
"Main ponsel Kak" tunjuk Sefti pada ponsel dalam genggamannya
"Main ponsel sampai meninggalkan makan malam?"
"Mmm itu... aku belum lapar Kak"
"Kalau sudah waktunya makan, makan. Jangan ditunda meskipun tidak lapar. Nanti kalau kau sakit, Mama dan Papa akan sedih"
"Jadi Kakak tidak akan sedih kalau aku sakit?"
"Tentu saja ikut sedih. Makanya jangan abaikan kesehatanmu"
"Baik Kak"
"Ngomong-ngomong, kau sudah punya pacar?" tanya Agam
"Tidak, ada apa Kak?"
"Kalu begitu, Kakak boleh baca diary milikmu? Kakak juga ikut penasaran dengan apa yang kau tulis di buku itu"
"Itu buku harianku Kak, dan aku tidak mengizinkan siapapun membukanya" tunduk Sefti, takut jika Kakaknya akan curiga dan memaksa untuk membuka buku miliknya
Agam menghela napas "Baikah, tapi berjanjilan untuk tidak berbuat hal yang aneh aneh. Ingat, fokus pada ujian sekolahmu agar cepat lulus"
"Siap Kak, laksanakan"
"Baiklah, kalau begitu Kakak ke kamar dulu"
Sepeninggal Kakaknya, Sefti membuka laptop miliknya dan langsung menghapus histrory-nya. Setelah itu ia menyimpannya dan turun untuk makan malam "Untung sja tidak sampai ketahuan"
Agam memasuki kamarnya. Begitu masuk, sebuah lukisan besar yang tergantung di dinding kamar menjadi pemandangan pertama yang ia lihat. Sebuah lukisan bunga edelweis yang begitu indah. Itu adalah lukisan yang dibuat oleh seorang seniman berbakat yang merupakan adiknya sendiri, Silvia.
Ya, Silvia adalah seorang pelukis yang namanya cukup dikenal. Bahkan beberapa kali Silvia kerap mendapatkan award atas konten konten melukisnya. Sedangkan Sefti sendiri, entahlah, Agam tidak tahu apa kelebihan adiknya yang satu itu. Karena Sefti tidak pernah menunjukkan sesuatu yang menakjubkan apapun. Tapi Agam juga tidak begitu mempertanyakannya sebab ia tahu adiknya masih SMA, dan hal yang wajar kalau ia belum menemukan jati dirinya
*
Agam turun dari lantai atas menuju meja makan. Terlihat seluruh keluarganya sudah bersiap untuk memulai sarapan "Pagi semuanya..."
"Pagi Kak"
"Pagi Sayang. Ayo silahkan duduk, kita sarapan"
Agam duduk bersama yang lain, dan memulai sarapannya. Begitu selesai, ia berpamitan dengan kedua orang tuanya untuk langsung menuju kantor. Namun barusaja melangkah hendak keluar, suara Silvia menghentikannya
"Ada apa?" tanya Agam
"Kakak harus cepat-cepat tidak?" tanya Silvia balik
"Tidak juga"
"Cocok..." Silvia menjentikkan jarinya karena senang "Aku titip Sefti ya Kak, aku tidak bisa mengantarnya pagi ini karena aku terlanjur ada janji dengan seseorang"
"Janji temu sepagi ini?"
"Iya, orang yang akan aku temui ini adalah orang penting Kak. Setengah jam lagi dia akan terbang ke Singapore untuk urusan bisnisnya, dan aku hanya memiliki kesempatan pagi ini untuk bisa menemuinya. Boleh ya Kak, aku titip Sefti"
"Ya sudah ayo"
Sefti bersalaman kepada kedua orang tuanya, serta Kakak perempuannya. Setelah itu, ia mengikuti langkah Agam, dan langsung masuk ke mobil. Begitu keduanya siap, mobil langsung melaju menuju sekolahan Sefti. Tidak memakan waktu lama, akhirnya mobil 'pun tiba didepan gerbang sekolah. Seketika mata Agam terpaku pada satu sosok yang terlihat masuk kedalam gerbang sekolah dengan membawa beberapa buku pelajaran di tangannya. Seorang wanita cantik dengan balutan gamis syar'i berwarna hitam dan hijab menjuntai berwarna putih
"Kak, aku masuk ya" Sefti mengulurkan tangannya hendak bersalaman. Namun Kakaknya tidak menghiraukan sama sekali, membuatnya ikut memandang kearah tatapan sang Kakak
"Wanita tadi, siapa Sef?" tanya Agam
"Wanita yang mana Kak?"
"Yang barusaja masuk gerbang"
"Yang baru masuk gerbang?" Sefti melirik kearah gerbang, tapi ia sama sekali tidak melihat siapapun "Ciri-cirinya seperti apa Kak, mungkin aku bisa menebaknya"
"Sudahlah lupakan saja" Agam mengulurkan tangannya dan langsung disambut oleh Sefti "Ingat, fokus belajar dan jangan banyak main"
"Iya Kak, aku masuk dulu. Assalamu'alaikum"
"Wa'alaukum salam"
Agam memandang kepergian adiknya, berharap agar bisa melihat wanita yang tadi masuk kedalam sana. Namun tampaknya keberuntungan masih belum memihaknya. Karena takut terlambat ke kantor, akhirnya Agam kembali melajukan mobilnya dan pergi dari sana
Begitu mobil Agam menjauh, seorang wanita terlihat keluar dari gerbang sekolah dengan menunduk, tampaknya ia mencari sesuatu "Jatuh di mana ya?" monolognya
"Sedang mencari apa Buk?" tanya salah satu murid yang melintas
"Tidak, bukan apa apa. tadi pulpen ibu sepertinya jatuh di sini, tapi ternyata tidak ada. Sudah, langsung masuk kelas ya, pelajaran sebentar lagi akan dimulai" Wanita itu melirik sebentar kearah tengah jalan untuk mencari pulpennya, tapi sepertinya pulpennya memang tidak jatuh di sana. Ia lantas masuk kedalam gedung sekolah
Sedangkan di tempat lain, Agam telah tiba di kantor. Ia langsung masuk menuju ruangannya. Begitu tiba di lantai ruangan, ia langsung masuk dan memulai rutinitas hariannya untuk memeriksa berkas dan memeriksa email yang masuk
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!