Bugh...
Bugh...
Bugh...
"Enyah lah kau dari dunia ini..." Suara bariton Ayah menggema di ruang tengah..
Aku hanya bisa bersembunyi di balik tembok sembari menangis sesenggukan.
"Hiks... Hiks... Cukup mas.. s-sakit..." Suara Ibu terlihat memilukan bahkan luka lebam di sekujur tubuhnya. Ibu selalu di pukuli oleh Ayah setiap kali pulang kerja. Entah apa salah ibu sehingga ayah selalu memukulinya.?
"Ayah kenapa pukuli ibu.? Ibu nggak pernah ada salah sama ayah, kenapa ayah tega menyakiti ibu.?" Suara kakak ku sembari memeluk tubuh ibu agar tak terkena pukulan dari ayah.
"Pergi kau... Jangan ikut campur urusan orang tua.!" sungut Ayah dengan dada naik turun karena amarahnya yang sudah berada di puncak.
Aku lekas keluar dari persembunyian ku karena tak tega melihat ibu yang sudah melahirkan ku itu terluka. Hati ini terasa sakit seperti terkena ribuan panah. Sakit.? Tentu saja sakit.
Aku berlari dan memeluk ibu serta kakak ku. "Kau baj*ngan yang tak tau diri" ucap ku lantang.
PLAAKK....
Aku tertoleh ke samping ketika mendapatkan tamparan keras itu. Pipi ku terasa panas dan perih.
"Dasar anak nggak tau di untung.! Sudah untung aku masih memberi mu nafkah untuk makan bodoh, dari pada aku terlantarkan kau di jalanan seperti gembel" ucapnya sembari menunjuk ku
Aku menangis sesenggukan.
"Sudah cukup mas.! Jangan kau sakiti anak-anak lagi, cukup aku saja.! Jangan kamu lampiaskan amarah mu kepada anak-anak ku" ibu mendekap tubuh mungil ku serta kakak ku.
"Kalian ini hanya bisa merepotkan ku saja.! Lebih baik kau pergi dari dunia ini dari pada menjadi orang yang tidak berguna" Ayah melangkah ke arah dapur mengambil sesuatu entah apa.
Ketika sudah sampai di hadapan kami, ayah membawa pisau. "Aku sudah muak dengan kamu yang tak berguna.! Sudah jelek, dekil pula.! Lebih baik mati saja kamu" ayah mendekat ke arah ibu yang dengan erat memeluk tubuh ku dan kakak karena takut ayah menyakiti aku dan kakak.
Saat ayah hendak menusukkan pisau itu ke arah ibu, seketika aku menjerit.
"JANGAAANNN......" teriak ku histeris. Seketika aku terbangun dari tidur ku. Terduduk lemas dengan nafas yang memburu.
Hosh... Hosh... Hosh...
Ceklek.
Pintu kamar ku terbuka, nampak lah kakak ku yang datang dengan tergesa-gesa. "Kamu kenapa dek.?" tanya nya khawatir.
Aku hanya menggeleng lemas. "Aku nggak papa kok kak.! Cuma mimpi buruk aja"
Kak Dewa memeluk ku dan mengelus-elus pucuk kepala ku lembut. Setelah merasa tenang, kak Dewa mengambil air putih yang berada di atas nakas.
"Sekarang kamu tidur lagi ya, jangan lupa baca doa" ucapnya tersenyum lalu menyelimuti ku.
"Emm" aku hanya mengangguk lalu kembali tidur. Kak Dewa mengecup kening ku lembut. "Kasihan kamu dek, selalu teringat bayang-bayang masa lalu kita.! Andai waktu itu tidak terjadi, mungkin kita sudah bahagia bersama ibu" ucap kak Dewa lirih.
Aku membuka mata kembali setelah ku rasa kak Dewa sudah tidak berada di kamar ku. "Hiks... Hiks... I-ibu aku kangen ibu.. hiks..."
__________________
Sinar matahari menerpa wajah ku membuat ku membuka mata perlahan. Merenggangkan kedua tangan. "Hoooaaamm.... Jam berapa ini" ku raih ponsel yang berada di atas nakas untuk melihat sudah pukul berapa saat ini.
"Astaga... Udah jam 07.36, aku ada mata kuliah pagi ini" segera ku sibak selimut dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Setelah 20 menit aku sudah rapi dengan dress selutut berwarna biru muda tak lupa rambut yang ku biarkan tergerai begitu saja.
"Kakak kenapa nggak bangunin Sofi sih.? Kan Sofi ada mata kuliah pagi ini" ucap ku cemberut sembari menuruni anak tangga.
"Aish.... Udah jangan cemberut gitu, buruan makan setelah itu kakak antar ke kampus"
"Waaahhhh.... Nasi goreng seafood" ucap ku senang karena itu masakan ke sukaan ku.
"Sengaja tadi kakak suruh mbok yem buat nasi goreng seafood"
"Emm.... Kakak memang the best" aku memeluk kakak yang duduk tepat di sebelah ku.
"Udah buruan makan dan cepet habisin, setelah itu berangkat ke kampus"
"Siap komandan" ucap ku sembari hormat. Kak Dewa mengacak-acak rambut ku.
"Iihh... Kakak.! Nih jadi berantakan lagi kan jadinya" sungut ku kesal
Kak Dewa hanya terkekeh kecil. "habis kamu bikin gemes aja.! Udah buruan habisin makanannya"
Kami pun makan dalam keheningan hanya dentingan sendok yang terdengar.
"Belajar yang baik, jangan bikin kakak kecewa" ucap kak Dewa setelah aku turun dari mobil.
"Iyaa, iyaa... Bawell"
"Ehh... Ehh... Salim dulu, main mau pergi aja kamu" kak Dewa mengulurkan tangannya. Aku pun meraihnya dan mengecup sekilas.
"Udah sana pergi..." usir ku
"Hmmm"
Seketika mobil yang di kendarai kak Dewa pun melesat membelah jalanan. Aku gegas melangkah masuk ke kampus. Biasa, berabe nanti jika telat sedikit karena hari ini dosen ku ini benar-benar dingin kek kulkas, irit bicara. Seperti kulkas tujuh pintu aja.
Ehh kok aku jadi ngomongin si dosen kulkas itu sih. Hadueh...
Ehh kok aku jadi ngomongin si dosen kulkas itu sih. Hadueh...
Ku lanjutkan langkah demi langkah.
"Sofia" aku menoleh ke belakang saat mendengar seseorang memanggil nama ku. Ternyata itu Lili berjalan ke arah ku dan di sampingnya juga ada Tiana serta Nova.
"Kamu baru dateng.?" tanya Lili
"Hmm"
"Untung kamu nggak telat, kalo telat dikit aja udah kena hukuman pasti" sambung Nova
"Udah ayoo buruan masuk ke kelas, keburu dosen dingin itu masuk.! bisa berabe kita" ucap Tiana
Kami berempat pun berjalan menuju kelas. Setelah sampai kelas, kami pun duduk berdampingan.
"Selamat pagi semua" ucap dosen dingin itu ketika memasuki kelas pagi ini.
"Pagi Pak" ucap semua anak kuliah serempak.
"Ehh.. Sof.! Ada murid baru tuh ganteng banget" bisik Lili pada ku
Aku pun mendongak. Lalu kembali fokus pada buku pelajaran pagi ini. "Biasa aja" jawab ku sedikit berbisik.
"Ya ampun Sofia.! Mata kamu buram apa gimana.? Orang tampan seperti itu di anggap biasa aja... Lihat deh baik-baik, kayak oppa oppa Korea... Aaaaa kiyowo" ucap Lili
"Ho,oh.! Boleh nggak sih tuh cowok buat aku aja" ucap Nova
"Hehh... Kalian berdua.! Nggak usah lebay kayak gitu napa.! Dan kamu Nov, nggak usah ngehalu mulu" ucap Tiana
"Huussstt... Kalian ini brisik banget sih" ucap ku pada mereka kesal.
"Pagi ini kita kedatangan murid baru.! Silahkan perkenalkan nama kamu" ucap dosen dingin itu pada murid baru
"Perkenalkan nama saya Jovan Mahardhika, panggil saja saya Jovan" ucap Jovan
"Apakah ada yang ingin di tanyakan pada teman baru kalian.?"
"Ada pak" ucap Sintya si centil itu.
"Ya silahkan Sintya"
"Ekheemm... Jovan sudah punya pacar belum.? Kalo belum aku mau kok jadi pacar kamu" Sintya tersenyum manis, netranya menatap Jovan tanpa berkedip.
"Huuuuu..... Kalo cuma mau caper jangan di sini woyy... Sini tempat belajar bukan buat caper sama cogan" teriak cowok yang duduk di kursi lumayan dekat dengan Sintya
"Iyaa.... Jangan suka kecentilan jadi orang"
"Murahan banget jadi cewek"
"Cantik sih iyaa.. tapi kalo sasimo buat apa.? Mending cari sugar deddy aja sono"
"Suka suka aku lah.! Iri bilang bos" ucap Sintya sewot
Aku hanya memutar bola mata malas.
"Sudah sudah.. jangan ribut.! Jovan kamu silahkan duduk" ucap sang dosen
Jovan duduk di kursi tepat di belakang ku, karena cuma itu kursi yang kosong. Sebelum ia duduk, ia sempat menatap ku yang entah apa itu aku tidak tau arti tatapan itu.
Mending aku fokus aja mata pelajaran yang di berikan oleh dosen, dari pada harus menanggung hukuman.
~ Di Kantin ~
"Sumpah itu cowok ganteng banget.. aaaaa..." ucap Lili lebay ketika kami berempat duduk sembari memakan makanan yang telah di pesan tadi.
"Ho,oh... Siapa tadi namanya.? ahh iyaa Jovan, aaaaaa... Buat aku aja deh tuh cowok" ucap Nova
"Kalian berdua tuh yaa... Lihat yang bening dikit aja langsung di embat.! Tapi ya.. kenapa kalian berdua nggak laku-laku sampe' sekarang.? bahkan satu cowok pun nggak ada yang mau deket deket sama kalian berdua" ledek Tiana
"Yeee... Banyak kali yang ngejar ngejar aku... Cuma aku nya aja yang pilih-pilih.! Setidaknya yang seperti oppa oppa Korea kek tadi yang aku mau" ucap Lili tersenyum sumringah
"Kebanyakan halu nih jadi seperti ini nih... Makanya jadi orang jangan jomblo terus" ucap Nova
"Lahh... Situ sendiri juga jomblo.! Jomblo ngenes... Hahaha...." ledek Lili
"Suka amat ledekin aku" Nova mengerucutkan bibirnya.
"Ehh... Sof.! Kamu nggak tertarik apa sama si Jovan murid baru itu.?" tanya Tiana
Seketika aku menatapnya dingin. "Hehehe.... Sorry.!" Ucap Tiana cengengesan.
"Gue cukup punya kak Dewa.! Yang lain itu nggak butuh" ucap ku ketus lalu melanjutkan makan.
"Tapi mau sampai kapan, Sof.? Kita itu bentar lagi mau lulus, kamu nggak ada kepikiran mau cari pasangan gitu.?" tanya Nova yang membuat mood ku berubah.
"Aku saat ini nggak kepikiran sampai ke situ.! Aku hanya ingin bersama kak Dewa" ketus ku kemudian melangkah pergi meninggalkan mereka bertiga.
"Lo sih, Na.! Jadi ngambek kan tuh si Sofia" ucap Lili yang masih dapat ku dengar.
Aku berjalan melewati lorong-lorong kampus. Kesal karena ucapan Tiana tadi. Sebenarnya aku masih ingin sendiri, aku juga tidak tertarik tentang laki-laki. Bagi ku cukup kak Dewa lelaki yang paling baik untuk ku.
Aku sungguh benci laki-laki. Laki-laki mempunyai perisai yang sangat sulit di artikan. Tetapi kakak ku itu berbeda dari yang lain. Yaa walaupun ia sangat suka sekali jahil pada ku tetapi ia sebenarnya seseorang yang penyayang.
Aku tidak tertarik seorang laki-laki karena takut jika mendapatkan laki-laki yang salah. Seperti ayah ku sendiri yang tega membunuh ibu ku.
BRUUKKK....
"Aush.... aduuhhh..." rintih ku ketika seseorang menabrak ku hingga terjatuh.
"Maaf.! Aku nggak sengaja" ucapnya sembari mengulurkan tangan untuk membantu ku berdiri.
Ku tepis tangan itu sedikit kasar. "Nggak usah" ketus ku ketika aku tahu jika orang yang menabrak ku itu ternyata Jovan.
Ku tepis tangan itu sedikit kasar. "Nggak usah" ketus ku ketika aku tahu jika orang yang menabrak ku ternyata Jovan.
Aku berdiri dan membersihkan baju ku yang kotor terkena debu. Merasa di tatap olehnya aku pun mendongak menatapnya tajam.
Ku lihat Jovan mengangkat sebelah alisnya. "Apa.?" tanya ku ketus
"Nggak papa" ucapnya tenang lalu melangkah pergi sembari memasang earphone di telinganya.
Gaya rambutnya yang memang seperti ala oppa korea serta mata tajam bak elang. Memang tampan, tapi aku tidak tertarik sama sekali.
Segera ku melangkah pergi tanpa menoleh ke belakang. Sifatnya yang menurut ku juga dingin seperti dosen killer itu. Lebih dingin sifat si Jovan sih menurut ku.
_____________________
"Kakak....." Aku berlari kecil ketika melihat mobil kak Dewa berhenti tak jauh dari tempat ku duduk di bangku taman dekat kampus.
Kak Dewa menoleh, tersenyum pada ku dan ia merentangkan tangannya. Dengan sigap ia memeluk ku hangat penuh kasih sayang.
"Kakak sibuk nggak malam nanti.?" tanya ku setelah melepaskan pelukan.
"Emmm memangnya kenapa.?" tanyanya.
"Pengin deh kak nanti malam ke taman kota.! Di sana ada acara festival lohh" ucap ku dengan mata berbinar. Memang di negara C sering di adakan festival malam di balai kota terkadang juga di adakan di taman kota.
Sangat meriah, bahkan di sana banyak sekali berbagai macam pertunjukan bahkan juga ada wahana. Biasanya orang-orang yang datang ke sana bersama pasangan mereka masing-masing.
"Baiklah.! Sesuai keinginan Tuan Putri"
"Yeee.... Terimakasih kakak.! Kak Dewa yang terbaik" ucap ku senang lalu memeluknya.
"Kamu mau kakak antar pulang apa ikut kakak ke cafe.?"
"Emm.... Aku ikut kakak aja deh ke cafe, kan bisa bantu-bantu kakak di sana.! Kalo di rumah kesepian nggak ada temennya" ucap ku tersenyum menampakkan deretan gigi.
"Ya udah"
Kami pun masuk ke dalam mobil. Kak Dewa menjalankan mobilnya membelah jalanan dengan kecepatan sedang.
Saat berhenti di lampu lalu lintas, aku melihat seorang anak kecil yang sedang mengamen. Aku tak tega melihatnya ku panggil ia untuk mendekat.
"Dek... Sini...." Panggil ku
Dua anak kecil itu sekitar umur 8 tahunan dan 10 tahunan mendekat ke arah mobil yang ku tumpangi.
Ku sodorkan uang Rp.100.000 an ku berikan kepada mereka masing-masing satu. "Ini ambil, buat kalian beli makan"
"Terima kasih kak" ucapnya yang ku angguki dan ku balas senyuman.
Kak Dewa mengelus pucuk kepala ku. Aku tersenyum ke arahnya. "Nanti kalo uang aku habis minta kakak lagi ya.?" Ucap ku cengengesan.
"Iyaa..." ucap kak Dewa sembari tersenyum.
Mobil pun kembali melaju membelah jalanan.
~ di Cafe ~
"Hai Sofia" sapa Dea
"Hmm" balas ku cuek
Sedangkan kak Dewa sudah lebih dulu masuk melangkah ke ruangannya.
Kak Dewa memiliki cafe yang ia rintis dari nol. Semenjak kejadian 15 tahun yang lalu, aku dan kak Dewa pergi meninggalkan rumah secara diam-diam setelah pemakaman ibu. Aku takut setelah kejadian ayah membunuh ibu. Aku sempat depresi karena tak ada semangat hidup setelah ibu ku meninggal. Akhirnya kak Dewa membawa ku pergi dari rumah secara diam-diam.
Ia bekerja keras banting tulang untuk ku makan dan kesembuhan ku. Saat itulah perjuangan kak Dewa untuk ku. Ia berusaha keras mencari uang untuk biaya kesembuhan ku. Aku sering di bawanya ke dokter, juga ke tempat psikiater.
Seiring berjalannya waktu, aku mulai kembali normal seperti sedia kala. Dan kak Dewa menyekolahkan ku hingga saat ini.
Aku bersyukur memiliki kakak yang begitu sangat sayang pada ku. Ia bahkan rela putus sekolah hanya demi kesembuhan ku dan bekerja keras banting tulang sana sini untuk membiayai kehidupan ku.
Hingga lah saat ini kak Dewa mempunyai cafe yang tidak terlalu besar namun sudah memiliki 2 cabang di negara C.
"Gimana kuliahnya hari ini Sof.?" tanya Dea lagi
"Hmmm" sengaja ku balas cuek, karena ia memiliki rasa terhadap kak Dewa. Untunglah kak Dewa tipe orang yang pemilih dalam mencari cewek, sehingga cewek ini nggak semudah itu mendapatkan kak Dewa.
"Kok cuek sih Sof" bibirnya manyun seperti ingin ku kuncir aja tuh bibir.
Aku melengos pergi meninggalkan Dea yang masih manyun. Mungkin kesal dengan sikap ku.
"Kakak kenapa sih nggak di pecat aja tuh si Dea.? Muak aku lihat wajahnya yang kek ulet bulu itu" ucap ku sebal
"Hust... Nggak boleh gitu Sof.! Dia juga butuh uang, butuh kerja di sini. Kasian dia hidup sebagai tulang punggung sedangkan ibunya sudah tua sering sakit-sakitan" kak Dewa berusaha menjelaskan kepada ku
"Tapi kak....."
"Udaahh.... Sekarang mending kamu istirahat aja di kamar pribadi kakak.!"
Aku masih setia duduk di sofa yang tak jauh dari tempat kak Dewa duduk. Tidak mau beranjak.
Kak Dewa mengisyaratkan lewat tatapan mata untuk segera beranjak ke kamar pribadinya untuk istirahat.
Dengan kesal aku melangkah sembari menghentak hentakkan kaki ku karena kesal.
Ku hempaskan tubuh ini di atas kasur king size. "Iiiiihhhhh.... Sebel... Sebel... Sebel... Kenapa sih tuh orang nggak pindah kerja aja.? Sebel lihatnya yang sok-sokan mau akrab sama aku..." gerutu ku kesal sembari memukul-mukul kasur.
_______________________
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!