NovelToon NovelToon

You Are My Destiny

Kerinduan

Ternyata perpisahannya dengan Gavin bukan akhir dari sebuah cerita begitu saja. Karina meninggalkan Gavin juga bukan tanpa alasan, Livy, mantan kekasih Gavin masih saja mengusik mereka selama mereka berpacaran. Dan yang lebih mengejutkan Karina adalah Livy membuat rencana lamaran dengan Gavin. Meskipun Karina sudah mengetahui jika itu adalah berita bohong yang sengaja dibuat Livy untuk menghancurkan hubungan mereka. Gavin pun terus memberikan penjelasan pada Karina jika hanya ada Karina dihatinya dan Gavin juga sudah tak peduli dengan perempuan pengusik itu. Tetap saja Karina ingin mengakhiri hubungan itu demi sebuah ketenangan di hidupnya.

Namun, bukanlah ketenangan yang ia dapat. Justru setelah berakhirnya hubungannya dengan Gavin ternyata Karina tengah mengandung buah hati mereka. Sempat terlintas dipikiran Karina untuk menggugurkan bayi itu tapi ia urungkan. Bagaimana bisa ia membunuh bayi kecil tak bersalah itu. Ditengah berbagai masalah ekonomi keluarga, ujian saat kuliahnya, hingga pekerjaan ia jalani dengan sabar dan lapang dada. Karina yakin saat ini badainya tengah bergemuruh, ia pasti yakin pelangi itu akan datang entah itu kapan.

Diperjuangkan oleh Karina dengan sepenuh hati bayi itu hingga lahir. Perlahan Karina menjalani kehidupannya dengan baik dan mencoba menerima semua yang terjadi di hidupnya meskipun berat dan tak semudah yang dibayangkan.

Gelar sarjana telah ia raih dan di wisudanya bayi kecil itu turut menemaninya. Bayi yang menjadi saksi perjalanan hidupnya hingga kini.

Karir Karina semakin cemerlang, pekerjaan model yang dulu sempat ia tinggalkan kini ia jalani kembali. Hampir setiap hari Karina syuting untuk iklan, model, bahkan project lainnya. Pernah juga ia bolak-balik keluar kota demi pekerjaan itu.

Semakin hari bayi itu tumbuh dewasa dan pintar. Arshaka Kalundra Atmajaya, nama yang Karina sematkan untuk putra kecilnya itu kini sudah masuk Kindergarten.

Bayi itu yang menemani Karina dari memulai merintis karir dari awal hingga kini nama Karina sudah naik dan dikenal publik. Bahkan wajahnya sudah tidak asing di media sosial bahkan periklanan.

"Shaka, ayo tidur sudah malam. Tomorrow first day school, and u must wake up in the morning," perintah Karina kala Shaka masih menonton film kartun kesayangannya di tv.

"Mommy, aku masih ingin melihat itu," tunjuknya pada kartun di tv itu.

"Iya, besok nonton lagi. Mommy besok harus kerja dan Shaka harus berangkat pagi," ujarnya lagi.

Dengan berat hati anak kecil itu mematikan tv nya dan segera beranjak dari sofa untuk pergi ke kamarnya. Karina yang mengetahui jika putranya sedang merajuk segera menyusul ke kamar dan membacakan cerita sebelum tidur.

Tak butuh waktu lama Shaka pun tertidur kala Karina masih membacakan dongeng untuknya. Karina pun menarik selimut Shaka dan beranjak meninggalkan kamar itu untuk tidur pula.

***

Keesokan harinya, Sasha, assisten pribadi sekaligus sahabat karib Karina sudah datang ke apartemennya. Sasha merupakan sahabat Karina sejak awal masuk kuliah.

Karina sudah memasak dan menghidangkannya di meja makan. "Onty Sashaa!" Teriak Shaka dari dalam kamar kala mendapati Sasha sudah ada disana. Memang Sasha sudah 2 minggu ini tidak menemaninya.

Shaka pun menghambur pelukannya ke Sasha. Sasha yang menemani Shaka kala Karina bekerja dan pergi keluar kota. Jadi Sasha lah yang sering menemani Shaka.

"Ayo, kita sarapan dulu. Shaka juga sini..." Karina menunjuk kursi tepat disampingnya untuk Shaka duduk.

Mereka pun makan bersama menikmati sarapan pagi ini dengan iringan canda dan gurauan.

Kini mereka bertiga, Karina, Sasha dan Shaka sedang dalam perjalanan mengantarkan Shaka ke sekolah. Selesai itu Sasha mengantar Karina untuk syuting sebelum Sasha pergi ke Florist milik Karina.

Meskipun hari-hari Karina terbilang padat dan sibuk, namun sebisa mungkin Karina tetap pulang dan quality time bersama putranya. Tak tega rasanya jika ia meninggalkan sendiri walaupun ada Sasha yang menjaganya.

Siang itu Karina mengabari Sasha untuk menjemput Shaka dari sekolahnya, kemungkinan Karina pulang agak malam hari ini karena pekerjaannya belum usai.

"Sha, jemput Shaka, ya. Gue kayanya masih ada meeting hari ini pulang agak malam," sambungan telepon itu sudah terhubung ke Sasha.

"Iya, tenang aja. Take care, Rin," jawab Sasha.

"Thanks, Sha." Dan sambungan telepon itu pun selesai.

Sasha segera menyelesaikan satu rangkaian buket yang ia buat hari ini, sedikit lagi akan selesai. Hari ini banyak pesanan yang masuk dan ia membantu menghandle satu persatu pesanan customer.

"Ci, aku mau jemput Shaka dulu. Rangkaian buket yang aku buat tadi aku taruh sana," tunjuk Sasha di tempat dekat rak bunga pada Cici, karyawan Florist disana.

"Oke, makasih udah bantuin anak-anak juga," sambung Cici.

"Tenang aja," Sasha menepuk pelan bahu Cici lalu ia keluar dari Florist dan segera menjemput Shaka.

Dan seperti biasanya, sudah bisa di duga jika jalanan pada siang hari pasti macet. Meskipun terik matahari serasa menyengat kepala dan kendaraan berlalu-lalang pun tak pernah surut.

"Aduh... Pasti Shaka udah nunggu," gerutu Sasha melihat jam tangan yang ia pakai sudah menunjukkan pukul 12.35 dan Shaka biasanya keluar kelas pukul 12.15.

Setelah melewati kemacetan yang begitu panjang dan ramai ia pun bisa menembus kemacetan itu.

Benar saja, Shaka sudah menunggu di halte depan sekolah itu sendirian. Sasha segera turun dan menghampiri Shaka.

"Maafin Onty, tadi dijalan macet," Sasha menunduk di depan anak kecil yang tengah duduk di kursi halte itu.

"Santai aja, Onty. Shaka tau pasti tadi Onty dijalan macet," Shaka turun dari kursi dan menggandeng tangan Sasha untuk segera masuk ke dalam mobil.

Di dalam mobil Shaka bercerita pada Sasha mengenai pembelajaran hari ini. "Onty..." panggil Shaka pada seseorang yang tengah fokus menyetir itu.

"Iya, kenapa?" Sasha menoleh pada Shaka.

"Tadi aku gambar ini loh," Shaka menunjukkan sebuah gambar pada Sasha, dan Sasha pun sedikit terkejut melihat gambar itu.

"Apa itu, Shaka?" Tanya Sasha seolah-olah tak tahu meskipun ia sudah paham arti dari gambaran Shaka.

"Ini mommy, dan di tengah ini Shaka dan ini daddy. Mommy dan daddy gandengan tangan sama Shaka, Onty," jelas anak kecil itu seraya menunjuk pada gambar dengan raut wajah ceria.

Mendengar hal itu Sasha trenyuh, padahal anak kecil itu hingga kini belum pernah tau dan belum pernah bertemu siapa sosok daddy yang selalu ia rindukan itu. Karina dan Sasha lah yang selalu menerima ocehan Shaka kala Shaka menangis merindukan daddynya.

"Lucu banget gambaran Shaka, pinter banget kamu," puji Sasha pada Shaka meskipun di dalam hatinya terasa sesak membayangkan seorang anak kecil yang haus kasih sayang ayahnya dan ia merasakan hal itu sedari kecil.

Sesampainya di apartment, mereka berdua segera menuju ke lift dan menuju ke apartemennya. Apart Karina berada di kawasan elit dan sedikit akses umum.

"Mau makan siang apa?" tawar Sasha pada anak kecil yang sudah berganti pakaian dan kini menonton kartun di tv itu.

"Nugget aja, Onty," pintanya. Sasha pun segera menggoreng nugget untuk Shaka.

Selepas makan siang Shaka tidur dan Sasha memilih untuk menonton drakor di tv sebab tv sudah tidak digunakan Shaka. Mungkin ia bisa sedikit santai karena Karina pulang malam dan ia tidak memasak makan malam. Biasanya Karina sudah makan dan membawakan mereka makanan dari luar.

Jam sudah menunjukkan hampir pukul 17.00 atau jam 5 sore dan Shaka belum keluar juga dari kamar.

"Shaka... Mandi dulu ya udah sore," ucapnya pelan sedikit mengetuk pintu kamar.

Tak mendapat jawaban pula Sasha pun mencoba membuka pintu itu dan ternyata tidak dikunci. "Shaka..." Sasha melihat sekitar kamar dan tak menemukan anak itu.

"Shaka? where are u?" Sasha sengaja masuk paksa ke kamar kala ia tak mendapati Shaka.

Ia pun berjalan ke arah balkon dan ternyata Shaka berada disana. Shaka sedang melukis disebuah kanvas menggunakan cat air.

"Shaka, ga dengar ya Onty panggil tadi?" Sasha mendekat pada Shaka dan Shaka pun menoleh terkejut.

"Maaf, Shaka nggak denger, Onty," jelas anak kecil itu. Saking fokusnya sampai Shaka tidak mendengar panggilan dari Sasha.

"Mandi dulu, udah sore nanti dilanjutkan lagi gambarnya."

Shaka segera mengemas alat-alat lukisnya setelah Sasha memerintahkan dirinya untuk mandi. Mengasuh anak itu tidak sulit, ia sangat penurut. Yang sulit itu terkadang memahami moodnya yang terkadang diam, sedih, atau menangis karena suatu hal.

Setelah beberes Shaka mandi dan Sasha keluar turun dari kamar Shaka.

Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, namun kedatangan Karina belum ada tanda-tanda pula. Sasha inisiatif untuk melihat Shaka ke kamar, memastikan anak kecil itu sudah tertidur.

Namun, ia melihat dari balkon kamar Shaka masih ada cahaya lampu disana. Berarti anak kecil itu belum tertidur.

"Kenapa belum tidur? Apa nunggu mommy nya pulang?" gumamnya sendiri heran. Biasanya Shaka akan pergi tidur jika sudah merasa lelah dan kantuk.

Ting tong

Tak lama bel itu berbunyi muncul lah Karina dari balik pintu. "Sha, sudah tidur Shaka?" Tanyanya kala melihat Sasha sendirian di ruang keluarga.

"Belum kayaknya, Rin. Aku lihat dari balkon kamarnya lampu masih nyala," terangnya.

Karina berlalu untuk segera membersihkan diri, seharian penuh ia aktivitas tanpa jeda. Mulai dari photo shoot, meeting projek, serta bertemu dengan client.

"Shaka..." Karina menuju kamar Shaka untuk melihat Shaka apakah ia sudah tidur.

"Iya, masuk saja mom pintu tidak dikunci," jawab anak kecil itu dari dalam kamar.

Karina melihat Shaka ternyata Shaka sedang duduk di balkon kamarnya sendirian. "Kenapa belum tidur?" Tanya Karina memastikan.

"Nunggu Mommy."

"Tumben, ayo tidur sudah malam," ajak Karina pada Shaka.

Bukannya berdiri, Shaka justru menyuruh Karina untuk duduk disebelahnya. "Bagus nggak?" Shaka menunjukkan lukisan yang baru saja ia selesaikan tadi.

"Bagus banget, siapa aja ini," tanya Karina penasaran.

"Daddy, Mommy, dan Shaka," anak itu menjelaskan dengan riang.

Karina hanya bisa menarik nafasnya dalam. Sakit, itu yang Karina rasakan saat ini kala menatap lukisan putranya. Begitu menginginkan keluarga yang utuh anak kecil itu. Sampai ia menggambarkan sosok daddy digambar itu padahal anak itu sama sekali belum pernah bertemu.

"Rindu daddy, kapan daddy bisa meluk Shaka?"

Deg.

Belum reda rasa sesak di dadanya kini Shaka justru menanyakan hal itu kembali. Kelu, akankah Karina terus berbohong? Bahkan ia sendiri tak tau pasti kapan putranya akan bertemu daddy nya.

"Shaka pengen dipeluk daddy, Shaka juga pengen sekolah di antar jemput daddy, Shaka pengen kayak teman-teman, mom."

Karina rasanya ingin menangis, tak tahu lagi ia akan menjawab apa untuk putranya. Dulu ia masih bisa berbohong sebab Shaka belum mengerti dan masih kecil. Mungkin saat ini sudah paham sebab makin dewasa dan bertambahnya usia.

"Kapan, Mommy? Shaka iri sama mereka yang bisa kemana-kemana dengan ayahnya," air mata itu lolos juga dari pelupuk mata si kecil.

Karina segera memeluk putranya. Rasa bersalah dan egois menghantui pikirannya. Ia bisa hidup sendiri dengan uang hasil kerja kerasnya, namun apakah ia bisa membeli kebahagiaan dengan uangnya untuk putranya itu? Uang pun tidak bisa menggantikan sosok kasih sayang sekalipun kebahagiaan.

Pelukannya semakin erat, Karina ikut menangis walaupun ia berusaha menahan tetap saja air mata itu luruh kala Shaka menangis.

"Maafin Mommy..." hanya itu yang bisa diucapkan Karina.

Tidak sekali ini Shaka mengadu pada Karina, tak bisa dihitung bahkan saat Shaka mengadu pada Karina kala ia iri teman-temannya bisa setiap hari dengan ayahnya sedangkan ia hanya bisa memandang itu dari kejauhan.

Shaka pun tertidur setelah lelah menangis dalam pelukan Karina. Karina pun mengangkat dan membawanya ke dalam kamar untuk menidurkan anak kecil yang sudah lelah karena menangis itu.

*Jangan lupa dukungannya yap, mom. Thank u udah baca part 1 ini❤️❤️*

Meet Someone

Hari itu Karina sudah pergi keluar kota sejak dini hari. Sebab job kali ini berada di luar kota yang lumayan jauh. Ia menyerahkan Shaka pada Sasha sepenuhnya. Mungkin Karina akan pulang besok pagi atau bahkan malam harinya.

"Udah siap? Ada yang ketinggalan nggak?" Tanya Sasha pada Shaka yang sudah bersiap dengan seragam dan tas sekolahnya.

"No, Onty," Shaka menggelengkan kepala seraya menggoyangkan satu jarinya.

"Let's gooo!" Sasha menggandeng anak kecil itu keluar dari apartment untuk menuju lift.

Mereka berangkat berdua tanpa Karina. Sebelum keluar kota Karina sudah meminta izin pada Shaka, sebab dirinya take off pagi hari dan tak tega jika membangunkan Shaka yang masih terlelap saat dirinya akan berangkat kerja. Jadi, pagi tadi Karina sudah video call dengan Shaka juga sebelum Shaka ke sekolah.

"Nanti kita makan siang diluar apa Onty masakin dirumah?" Tawar Sasha pada Shaka.

"Emm... Gimana kalau sekali-kali keluar?"

"Gimana ya. Aduh... Boleh deh kalau gitu," Sasha mengerjai Shaka. Padahal Shaka hampir kecewa jika Sasha mengatakan tidak boleh atau tidak mau.

"Yeayy! Asik!" Ucap anak kecil itu kegirangan.

Shaka telah sampai di depan sekolahnya, dan Sasha ikut turun mengantarkan Shaka sampai masuk ke gerbang sekolahnya.

"Terimakasih, Onty. Semangat kerjanya," Shaka menampakkan deretan giginya yang rapi pada Sasha.

"Iya, Shaka juga semangat okay?"

"Siap!" Shaka berjalan menjauh seraya melambaikan tangan pada Sasha yang masih berdiri menatap dirinya hingga Sasha melihat anak itu sudah tidak terlihat baru ia meninggalkan area itu.

Sasha kembali melajukan mobilnya untuk menuju ke Florist. Tidak ada kegiatan lain setelah mengantar Shaka ke sekolah. Ya, sedikit membantu dan menghandle pekerjaan disana sembari menunggu Shaka pulang dari sekolahnya agar ia juga ada kegiatan.

Florist selalu ramai pengunjung setiap harinya, mulai dari remaja, orang dewasa, bahkan orang tua pun banyak yang datang ke Florist itu untuk membelikan hadiah untuk orang tersayangnya.

Namun, sebelum se-ramai seperti ini, dulu pun usaha yang dirintis Karina ini juga masih sepi pengunjung bahkan sebulan bisa dihitung laku berapa buket. Berkat kegigihan Karina memperjuangkan bisnis ini akhirnya bisnis ini bisa naik dan dikenal kalangan masyarakat.

"Hai, Ci! Pagi..." Sapa Sasha pada Cici yang sedang melayani salah satu pelanggan.

"Pagi, selamat datang Mbak Sa," sapa balik Cici.

Sasha pun masuk ke dalam dan melihat disana para karyawan sedang melakukan tugasnya masing-masing. Mulai dari merangkai buket, melayani pelanggan, dan admin marketing.

Sasha melangkah menuju ruangan Karina. Ia berniat membersihkan ruangan itu karena Karina sudah lama tak menilik Florist ini.

"Ga kerasa ya, bayi kecil lucu ini sekarang udah besar," Sasha mengambil foto di pigura kecil dekat meja kerja Karina.

Ia mengusap foto bayi yang masih imut dan pipinya gembul. "Shaka, entah bagaimana nanti cara Tuhan mempertemukan mu dengan daddy mu. Semoga kamu selalu diberi ketegaran hati sampai waktu itu tiba untuk kamu bisa memeluk seseorang yang selalu kamu rindukan," Sasha memeluk foto di bingkai yang ia pegang. Ia tahu betul perjuangan Karina untuk Shaka hingga detik ini, dan ia lah yang menjadi saksinya.

Sasha pun beberes dan membersihkan ruangan itu segera. Ruangan Karina masih sama dan tak ada yang diubah letaknya. Foto-foto Shaka waktu kecil dengan dirinya juga masih tertata rapi di dinding.

Selesai beberes Sasha turun untuk mengecek kondisi saat ini apakah ada kendala. Ternyata sampai sejauh ini Florist aman dan rencana yang mereka targetkan perlahan membuahkan hasil.

"Mbak, Bu Karin kok udah lama nggak kesini," Cici datang menghampiri Karina yang tengah memilah fresh flower di sebuah rak.

Sasha tersentak tak menyadari kedatangan Cici tiba-tiba. "Eh, Ci... Bu Karin sekarang lagi di luar kota, tadi pagi juga baru berangkat," jawabnya.

"Biasanya seminggu 2-3 kali kesini, ini udah hampir 2 minggu Bu Karin belum ke Florist," sambung Cici lagi.

"Padat terus jadwalnya, pulang pagi ke malam, malam ke pagi mulu," jelas Sasha.

Sasha dan Cici merangkai bunga bersama, membuat custom bucket dari seseorang untuk wisuda besok.

Tak terasa waktu sudah siang hari. Saatnya Sasha pergi untuk menjemput anak bosnya ke sekolah.

Sesuai janji Sasha tadi pagi, untuk mengajak Shaka lunch bersama jadi Sasha melajukan mobilnya untuk pergi ke sebuah Mall XZ yang terkenal di kota tersebut.

"Mau makan apa adik kecil?" Tanya Sasha menoleh pada Shaka yang asik bermain game di tab nya.

"Shaka mau ramen," jawab Shaka dengan girang.

"Oke kalo gitu," timpal Sasha lagi.

Sesampainya di Mall Sasha dan Shaka masuk ke dalam, Shaka pun tak luput dari gandengan tangan Sasha.

Mereka akhirnya menemukan toko ramen yang diinginkan Shaka. Lumayan jauh jaraknya mereka jalan dari lantai 1 ke lantai 3, namun tidak terasa karena Sasha melihat Shaka begitu gembira melihat sekeliling Mall yang ramai. Disana juga ada cosplayer animasi kartun lucu.

"Jangan yang pedas, ya? Nanti kalau makan pedas dimarahin mommy kalau Shaka sakit perut," Sasha menasehati kala Shaka sedang melihat menu yang terpampang besar di stand itu dan Shaka mengangguk paham.

Setelah memesan mereka duduk sembari menunggu pesanan makanan datang.

Disisi lain yang tak jauh dari mereka berdua duduk ada seseorang yang tengah mengamati mereka berdua. Orang itu juga berada di toko ramen yang mereka beli saat ini.

"Coba lu lihat foto ini..." Gavin menepuk pundak Toni keras memperlihatkan sebuah foto di ponselnya.

"Karina?" Tanya Toni penasaran.

"Tapi, perempuan yang bersama anak kecil itu bukan Karina. Gue yakin bener kalau bocah itu adalah anak yang ada di foto Karina ini," Gavin mengucap serius pada Toni seraya menunjuk foto dalam ponsel itu.

"Iya, mirip banget gila. Vin kok?" Toni menatap Gavin serius. Pasalnya ia juga sering melihat foto anak kecil itu berseliweran di fanpage Karina.

"Udah, pesen dulu lu keburu antri lagi," Gavin menyuruh Toni untuk mengantri pesanan mereka.

Toni dan Gavin duduk di belakang namun agak jauh dari Sasha dan Shaka duduk. Gavin pun masih memandangi foto itu. Membuat dirinya bertanya-tanya sendiri siapa anak kecil itu. Benarkah jika itu anak Karina? Tapi siapa ayahnya? Dan berarti Karina sudah menikah jika itu memang benar anaknya.

Gavin makan dengan perasaan tak tenang, memikirkan teka-teki dalam otaknya sendiri. Sudah lama ia ingin mencari tahu tapi belum terlaksana pula sebab sibuk dan tak ada waktu senggang. Tapi, hari ini ia bertemu tidak sengaja dengan seseorang yang selalu berfoto dengan mantan kekasihnya dulu, Karina. Membuat dirinya semakin ingin tahu saat ini pula.

"Vin, vin mau kemana..." teriak Toni kala Gavin beranjak begitu saja dari tempat duduknya. Toni pun hanya melihat akan kemana pria itu pergi.

Gavin menghampiri Shaka yang sedang makan ramen di meja nya. Kebetulan Sasha sedang ke kamar mandi nampaknya, jadi ia berani menghampiri anak kecil itu.

"Hai, boleh kenalan?" Sapa Gavin sok akrab pada anak kecil yang tengah memandang kedatangannya dengan raut muka sedikit takut.

Anak kecil itu pun tersenyum ramah. "Boleh, Uncle siapa?" Tanya balik Shaka pada pria yang menghampirinya tiba-tiba itu.

"Namaku Gavin, nama kamu siapa?" Gavin mengulurkan tangan mengawali.

"Shaka..." Shaka menerima uluran tangan Gavin ramah.

Gavin menatap lekat anak kecil yang sedang berjabat tangan dengannya, ia seperti bercermin dengan dirinya sendiri melihat hal itu. Dirinya terdiam lama menatapnya.

"Eh, dimana ibumu?" Gavin membubarkan lamunannya sendiri dan melepaskan jabatan tangan.

"Shaka," Sasha datang ke meja nya dan Sasha belum mengetahui siapa pria yang tengah berbincang dengan Shaka.

Seketika pandangannya beradu. Sasha terkejut saat Gavin menatap dirinya. Bagaimana bisa Gavin ada disini? Dan sejak kapan mereka berdua berbicara?

"Maaf, saya mengganggu," Gavin segera beranjak pergi meninggalkan Shaka kala mengetahui kedatangan Sasha.

Sasha tak pernah menduga jika Gavin akan berada ditempat yang sama dengan mereka saat ini bahkan mengetahui keberadaan Shaka. Dia harus memberi tahu pada Karina apakah ini ada hubungannya dengan Karina?

Sasha dan Shaka pun melanjutkan acara makan siangnya. Sebelum pulang Shaka merengek meminta mainan puzzle dan akhirnya Sasha pun menurutinya. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan pulang.

Gavin dan Toni masih berada disana, Toni hanya mengikuti Gavin kemanapun Gavin pergi. Setelah makan ramen Gavin mengajak Toni untuk ke toko sepatu, setelah itu mereka ke toko baju membeli jas Gavin.

...'*Awas aja kalau lu mau mampir lagi, ga lihat apa ni bawaan dah kayak emak-emak borong dari pasar*.' Toni hanya menggerutu meratapi nasibnya yang kesana kemari membawa barang belanjaan Gavin....

"Ton, apalagi ya? Masih ada yang belum kebeli nggak?" Gavin bertanya pada Toni.

"Mungkin udah," jawab Toni malas.

"Ikat pinggang ketinggalan belum kebeli," seketika Toni melotot melihat Gavin yang berjalan terburu-buru kembali ke toko pakaian itu.

Toni hanya bisa pasrah menuruti kemauan bosnya itu, mana berani ia akan membantah. Malah bisa jadi ia tak diberikan gaji oleh pria itu.

"Ton, bantu gue cari informasi tentang Karina secepatnya. Pokoknya terserah lu mau nyuruh siapa, dan besok harus ada hasil di depan mata gue," perintah Gavin yang kini sedang berada diruang kerjanya. Sedangkan Toni sedang sibuk mencari berkas yang terselip entah ditaruh mana oleh bosnya itu.

Toni hanya bisa menarik nafasnya kasar, belum selesai tugas mencari berkas kini sudah ada tugas lagi. "Baik, bos laksanakan," jawabnya dengan nada sedikit lesu.

Hai hai momm! Thank u udah baca part 2 nya. Jangan lupa dukungan, like dan komen yaa. Ramaikan cerita ini selalu❤️❤️

Mencari Kebenaran

Benar saja, dalam kurun waktu kurang dari 1x24 jam Toni sudah mendapatkan hasilnya. Ia segera melaporkan hasil itu pada Gavin karena Gavin pun selalu meneror dirinya untuk lekas memberikan info.

Tengah malam Toni rela datang ke rumah Gavin hanya untuk memberitahukan hal itu pada Gavin. Ia khawatir jika bosnya itu tidak bisa tidur memikirkan hal itu . Nanti siapa lagi yang repot jika bosnya itu sakit, pasti dia lagi yang akan wira-wiri mengurusi perusahaan dan dirinya.

ting tong

ting tong

Dua kali Toni memencet bel rumah Gavin tak kunjung mendapat sahutan atau dibukakan pintu. Dan Toni pun memencet bel itu hingga berulang kali.

"Pasti Toni," Gavin yang samar-samar mendengar segera turun dari kamarnya dan membukakan pintu.

"Masuk," ujarnya lalu diikuti Toni yang berada dibelakangnya.

Mereka berdua pun duduk di ruang tamu. "Gimana? Sudah dapat?" Tanya Gavin antusias.

Toni pun memberikan sebuah amplop coklat kecil pada Gavin. "Baca saja, kurang lebih seperti itu," jelas Toni.

Gavin dengan cepat membuka isi dari amplop itu dan membacanya dengan seksama dan teliti. Hingga sebuah pertanyaan terlontar dari mulutnya seketika saat ia membaca kertas dalam genggamannya itu.

"Nama anak Karina Arshaka Kalundra Atmajaya?" Toni pun mengalihkan pandangannya pada Gavin.

Gavin berpikir sejenak, Atmajaya adalah nama dari keluarga Karina. Sebab, dibelakang nama Karina terselip nama itu juga.

belum sempat Toni menjawab Gavin sudah melemparkan pertanyaan kembali. "Siapa suami Karina? Ini yang menjadi teka-teki dan ia belum menemukan jawabannya hingga kini.

Toni pun membuka suara. "Kemungkinan..."

"Apa, Ton? Kemungkinan apa?" Gavin sudah geram kala Toni tidak segera menyelesaikan ucapannya.

"Menurut informasi dari seseorang, Karina tidak pernah menjalin hubungan dengan pria manapun. Bahkan kabar kehamilan Karina itu diketahui setelah Karina putus dengan anda, Bos. Dan sampai saat ini Karina juga tak nampak dekat dengan pria manapun," jelas Toni panjang lebar.

Toni mendapat info ini dari seseorang yang tersamarkan identitasnya. Namun, orang ini tau betul seluk-beluk dari seorang Karina Audya Putri atau seorang artis model terkenal itu.

Gavin termangu mencerna ucapan Toni. Seketika hatinya bergemuruh kala mendengar ucapan Toni baru saja itu. Kini, hanya ada 2 kemungkinan. Anaknya atau Karina sudah menjalin hubungan setelah dengan dirinya.

"Ton, apa anak itu anak gue?"

Toni pun tak kalah terkejutnya saat Gavin langsung melontarkan pertanyaan itu pada dirinya. Ia hanya diam tak mampu menjawab apapun.

"Ton, jawab gue..." Gavin kembali berucap kala Toni hanya menundukkan kepalanya.

Tak segera mendapat jawaban dari Toni, Gavin mendekat ke arah Toni duduk. "Jawab! Lu punya mulut kan, Ton?".

Toni pun menegakkan kepalanya menatap Gavin yang sudah menggebu-gebu ingin mendapat jawaban darinya. "Kalau itu tanyakan saja pada Karina, hanya Karina yang bisa memberikan jawaban itu pada Anda," jawab Toni dengan tegas. Toni bisa membaca raut muka Gavin sudah tersulut emosi.

"Arghh..." Gavin mengusap kepalanya kasar.

"Pulanglah, terimakasih sudah bekerja dengan baik. Sudah saya transfer bonus kamu," ucap Gavin pada Toni.

Toni pun mengangguk paham. "Terimakasih. Kalau gitu saya pulang," pamit Toni dan Gavin pun hanya berdeham pelan.

Malam itu Gavin tidur dengan perasaan cemas. Ia buru-buru ingin bertemu Karina secepatnya agar bisa segera mendapat jawaban.

Di tempat lain Karina baru saja landing dari pesawatnya pagi hari sekitar pukul 4. Dan ia segera pulang ke apartment guna melepas lelah setelah berhari-hari ia bekerja.

Gavin pun bertekad untuk pergi ke apartment Karina, ia akan mendatangi alamat yang tercantum dalam berkas yang Toni berikan kemarin malam. Ia sengaja tak datang ke kantor bahkan ia membatalkan rapat hanya karena urusan ini.

"Rin, kamu nggak akan membungkam ini secara terus-terus an," gumam Gavin seraya ia menampar keras stir mobilnya.

Kurang lebih satu jam akhirnya ia sampai di apartment elit dan mewah yang ditempati Karina. Terlihat gedung itu menjulang tinggi entah sampai berapa lantai.

Gavin pun segera berlari menuju resepsionis atau lobby.

"Bolehkah saya tanya sesuatu?" Gavin bertanya pada salah satu resepsionis perempuan yang sedang berjaga.

"Boleh, ada perlu yang bisa kami bantu?" Ujar wanita itu dengan ramah.

"Benarkah Karina Audya Putri tinggal disini? Bisakah saya bertemu dengan dia?" ucap Gavin.

Wanita itu tertegun kala ada seorang pria asing yang tiba-tiba datang dan mencari Karina langsung ke apartment. Pasalnya tidak sembarang orang tahu keberadaan tempat tinggal Karina.

"Maaf, Pak. Kami tidak bisa memberikan info itu. Dan privasi ini atas yang bersangkutan, dan jika bapak ada suatu keperluan silahkan menemui Bu Karina diluar," jelas wanita penjaga itu dengan sopan. Ia juga tak begitu saja memberi tahu apapun pada orang tak dikenal itu.

Gavin merasa gusar, bingung bagaimana ia bisa menghubungi Karina sebab dirinya tak punya nomor pribadinya.

"Tapi, apakah Karina berada di apart nya? Apa sudah keluar?" Tanya Gavin kembali memastikan.

"Sepertinya begitu, beliau baru saja kembali setelah berada di luar kota," terang wanita itu sepengetahuannya.

Gavin tak putus asa, ia memutuskan untuk menunggu sampai Karina keluar dari apart nya entah jam berapa itu. Gavin tak tenang jika belum mendapat jawaban itu keluar dari mulut Karina sendiri.

Gavin datang jam 6 pagi, dan kini ia sudah duduk disana kurang lebih 5 jam. Baru 5 jam saja ia sudah frustasi tidak sabar, bagaimana jika Karina tidak keluar dari apart nya, atau bahkan nanti sore atau malam baru keluar.

"Ya Tuhan, help me now..." Gavin menarik nafas kasar.

Di dalam apart Karina.

Karina sedang bersiap untuk ke Florist sekalian menjemput Shaka ke sekolah. Padahal hari kosongnya bisa ia gunakan untuk tidur seharian, namun sepertinya untuk seorang Karina tidak bisa jika harus berdiam diri di rumah.

Karina pun telah bersiap, ia menggunakan dress warna ice blue selutut dan rambutnya digerai. Karina selalu cantik dengan penampilan apapun.

Ia pun turun dan segera menuju ke parkiran untuk pergi ke Florist.

Gavin yang awalnya memainkan ponselnya dan melihat seseorang yang baru keluar dari lift seketika langsung berdiri dan berlari menghampiri wanita itu. Ia yakin jika itu Karina.

"Karina!" ucap Gavin seraya berlari.

Karina yang mendengar namanya dipanggil seketika menoleh ke sumber suara. Namun, betapa terkejutnya ia kala yang memanggil adalah Gavin, mantan kekasihnya.

Karina pun berjalan semakin cepat pura-pura acuh terhadap pria itu. Secepat tenaga pria itu berhasil menghentikan langkah Karina.

"Karina..." ucapnya seraya menetralkan nafasnya.

Karina hanya diam tak berani memandang Gavin yang berada di depannya. Jujur ia sendiri masih shock bagaimana Gavin tahu tempat tinggalnya. Dan darimana Gavin tahu.

"Rin, gue butuh jawaban dari kamu."

"Siapa anak kecil ini," Gavin menunjukkan foto Karina dengan Shaka yang sedang berlibur ke Paris 2 bulan lalu.

Lagi-lagi Karina hanya diam seribu bahasa, lidahnya seolah kaku untuk mengatakan satu kata apapun.

"Rin! Siapa ayah anak kecil ini?" Lagi-lagi Gavin memantapkan pertanyaannya.

"Bukan urusan kamu," Karina lalu kembali melangkahkan kakinya dengan cepat.

Tapi, lagi-lagi ia kalah. Pria itu dengan cepat menangkal tangannya untuk berhenti.

"Urusan aku, Rin. Aku harus tahu!"

"Rin, aku butuh jawaban dari kamu," Gavin menatap Karina, namun Karina tak berani menatap balik Gavin dan ia memalingkan wajah dari pria itu.

"Kenapa? Kita udah selesai, nggak ada yang perlu dibahas lagi," dengan lantang Karina mengatakan hal itu.

"Kamu egois, Rin. Aku tahu Shaka anak aku kan?" Gavin langsung to the point membuat Karina langsung menatap dirinya yang semula ia mengacuhkan Gavin.

"Anakmu? Kamu tiba-tiba datang cuma ingin mengatakan itu? Pahlawan kesiangan dari mana dirimu?" Balas Karina dengan senyum mengejek.

"Aku tak punya banyak waktu untuk berbicara denganmu," Karina kembali melangkahkan kakinya dengan cepat dan sedikit berlari agar pria itu tak mengejar dirinya.

"Rin! Jika itu bukan anakku, lantas dimana suamimu?" Gavin terus mengejar Karina.

"SEKALI LAGI AKU TEGASKAN ITU BUKAN URUSANMU!" Karina berucap keras pada Gavin.

Lagi-lagi Gavin bisa menghentikan gerak langkah Karina. "Aku tahu kamu menyembunyikan sesuatu, Rin. Kamu berbohong kepadaku, kan?"

"Ck, buat apa aku berbohong padamu? Seperti kurang kerjaan," jawab Karina sinis.

"Shaka putraku kan?" kembali Gavin melontarkan pertanyaan itu.

Karina geram dengan Gavin, ia sudah datang seperti tamu tak diundang. Dan datang menanyakan hal yang sengaja tak ingin Karina bongkar. Karina sebelumnya juga sudah tahu mengenai pertemuan Shaka dengan Gavin di Mall kala mereka makan siang, Sasha sudah menceritakan semuanya. Karina pikir itu suatu kebetulan saja tak lebih, dan tak mungkin berlanjut sampai Gavin tahu tempat tinggalnya dan mencari tahu tentang Shaka. Karina juga sudah paham darimana Gavin bisa mengetahui ini semua, pastinya Gavin bisa melakukan apapun yang ia mau dengan uangnya dan menyuruh siapapun untuk melakukan keinginannya yang kadang diluar logika.

"Aku sibuk, temui saja nanti aku di cafe SSS jika kamu mau," Karina memberikan sebuah nomor telepon pada Gavin dan ia pun segera masuk dan melajukan mobilnya meninggalkan Gavin yang masih berdiri di tempat yang sama.

"Kapanpun aku pasti datang," Gavin berjalan dan ia berniat untuk kembali menuju kantornya.

*Haloo hai semuanyaa, apa kabar nih? Semoga selalu sehat dan bahagia yaa. Thank u udah baca part 3 ya mom. Gavin pusing nih, semangatin yuu biar bisa segera ketemu Karina pujaan hatinya hehe. Jan lupa dukungannya yaa❤️❤️*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!