Uggghhhhh... Agghhhhh...
Uggghhhhhhhh......
Agghhhhhh...
Gila! bener-bener gila! tapi gue suka, hahaha...
Mata laki-laki yang duduk menghadap laptop seharga dua belas juta itu menolak berkedip. Tontonan haram tapi bikin nagih, benar-benar membuat dirinya kecanduan. Memang bukan full bokep dengan adegan ranjang panas. Cuma lihat gadis gila yang sedang mandi tanpa busana. Itu saja sudah membuat tubuhnya panas dingin.
Lagipula dia pria dewasa, hal semacam itu sudah wajar dia tonton. Itu menurutnya! Menit demi menit dia habiskan dengan mengagumi lekuk-lekuk tubuh gadis gila dalam vidio. Sangking terhanyutnya, dia tidak sadar jika sang mama sudah berdiri di belakangnya.
"Ekhemm!"
"Ekhemm juga! " balas laki-laki itu tanpa menoleh.
"EKHEMM!" Mamanya berdehem lebih keras.
Laki-laki itu menoleh karena merasa terganggu dengan suara yang tidak estetik sama sekali.
"Ma--maaa... "
"Iya Iqbal, ini mama nak! Asyik nontonnya?! "
"Hehehe... " Iqbal cengengesan. Malu ketahuan nonton vidio haram.
"Mama tunggu kamu di meja makan, se-ka-rang!"
Iqbal menciut dengan tatapan sang mama. Bukannya apa, mama Iqbal wanita yang tegas, galak, dan keras pada anaknya. Dulu saat Iqbal usia sekolah dasar, sering di suruh supaya rajin sholat jamaah di masjid. Dasar Iqbal yang nakal, bukan ikutan sholat malah kungkum di bak kamar mandi masjid sambil cekikikan. Dikira itu bak kamar mandi kolam renang apa? Jelas mamanya marah. Langsung saja Iqbal ditabokin pakai peci basah hasil kungkum di TKP.
Sekarang dia udah gede, ketahuan nonton vidio haram. Kira-kira bakal di hukum apa nih!
Ditabokin pakai teflon enak kayaknya.
"Iqbal! tatap mama!"
Ceritanya Iqbal di sidang di ruang makan. Di meja makan sudah ada makanan enak-enak. Sinyal lapar membuat Iqbal tidak begitu fokus dengan sang mama.
"Iya, ma... "
Asem, mama beli nasi kebuli dimana, kayaknya enak. Batin Iqbal.
"Berapa umur kamu sekarang? "
"Hah, umur, ma?"
"Iya! budek kamu! pertanyaan mudah saja minta diulang"
"Dua empat, ma. Mama mau ngerayain ulang tahun Iqbal? enggak usah repot-repot lah, ma"
"Huh!" Mama Iqbal mencibir. Amarahnya sudah di ubun malah di ajak bercanda. Mana mempan.
"Dengerin mama baik-baik. Kamu! Mama yakin sekali kamu sudah sering nonton vidio begituan. Mama jadi berfikir. Apa ini saatnya kamu menikah!?"
"Kamu sudah kepengen nikah, iya!?"
Belum kepengen nikah sih aslinya, tapi kalau enak-enaknya pengen sih, hehe...
Brakkkkk!
Mama Iqbal menggebrak meja. Nasi kebuli sampai melonjak terkaget-kaget.
"Kamu tuh ya, di ajak ngomong serius malah mesam-mesem sendiri. Gila kamu!"
Demi tugu muda yang ada di pusat kota, Iqbal jadi serba salah. "Hihi... maap ma, Iqbal gagal fokus gara-gara nasi kebuli. Boleh Iqbal makan nggak nih?"
Mama Iqbal cekatan menarik piring yang berisi nasi kebuli. "Jangan mengalihkan pembicaraan kamu! Jawab pertanyaan mama dulu"
"Iya deh iya di jawab... lagian mama juga dari tadi marah-marah duluan, kan bisa bicara baik-baik"
"Halah, ngeles terosss!"
"Ma, Iqbal santuy... nggak mau buru-buru nikah. Lagian baru umur dua empat, Iqbal masih mau main-mainlah sepuasnya"
"Main apa? main-main terus ngehamilin anak orang? itu maksud kamu?"
Iqbal tepuk jidat. Kenapa obrolan ini klasik sekali ya Tuhan.
"Mama sudah putuskan. Kamu segera cari calon istri atau mama jodohkan kamu dengan pilihan mama!"
Males asli, bener-bener obrolan klasik ala sinetron ikan terbang.
Daripada semakin panjang kalau di debat, mending Iqbal cuma manggut-manggut aja. Yang penting habis ini makan nasi kebuli. Hore!
"Mama tunggu kamu bawa calon istri!"
"Oke, ma. Sekarang udah boleh makan nih?"
"Nehi! Kamu cari makan sendiri sana, mama berubah pikiran ngasih kamu makan enak. Mending ini mama kasih ke memey"
"Memey! "
"Meeonggg!"
Kayak tau bakal dapat makan malam enak, kucing anggora milik Iqbal sudah menjumbul dari bawah kolong meja.
"Mama keterlaluan!"
*****
Iqbal mutung. Dia lapar dan jengkel sekaligus.
Karena itu dia pergi keluar rumah, meskipun jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Iqbal juga sempat menelfon sohibnya buat nemenin dia cari makan.
Alhasil mereka bertiga kumpul di warung nasi goreng Pak Kumis. Warung langganan mereka sejak zaman SMA sampai sekarang udah bisa cari uang sendiri.
"Bete banget kayaknya, nyet!" tanya Daniel, sohib Iqbal yang udah punya istri sendiri. Lulus SMA langsung nikah waktu itu. Bukan karena married by accident. Tapi karena Daniel sama istrinya udah pacaran sejak SD. Jadi nunggu apalagi? Memang sudah pada siap menikah dan orang tua merestui.
"Makan dulu semua, ntar gue critain!"
"Sok attitude cie... " timpal Galih. "Mulut kita kan fungsional, kalau bisa di buat dua pekerjaan sekaligus, kenapa cuma satu?"
Iqbal tidak peduli dengan ocehan teman-temannya. Suap demi suapan dia lahap. Yang penting perut kenyang dulu.
"Eeeeeeeeegggggggg.... alhamdulillah... " sendawa Iqbal sepanjang jalan kenangan.
"Udah kenyang?!"
"Oke, gue siap cerita..! "
Bla... bla... bla... bla...
"Jadi gitu, intinya nyokap nyuruh gue cepet-cepet nikah, gara-gara mergokin gue nonton vidio begituan"
"Buuakakakakakaka.... brrrbrtttt..." kedua sohib Iqbal ngakak.
"Lagian masih sore berani-beraninya lo nonton vidio haram"
"Halah, biasa nyokap juga nggak pernah masuk kamar, malam ini aja gue yang apes"
Iqbal nyedot es jeruk di gelasnya sampai tatas. Tiba-tiba Daniel menyeletuk.
"Wuihh... cantik! "
"Yang mana, nyet?! "
"Kaos putih, bego! Wajahnya glowing berseri-seri!"
Iqbal memindai seorang gadis yang sedang duduk di sebrang mereka. Alih-alih melihat wajah gadis berkaos putih yang di maksud Daniel, mata Iqbal dengan cekatan tertuju ke kaki gadis itu lebih dulu.
"Kakinya item, Nyet!"
"Efek pencahayaan kali" timpal Galih.
"Pencahayaan disini bagus nyet, terang benderang, fix itu kakinya buluk," julid emang Iqbal.
Daniel masih tidak terima. Peduli setan dengan kaki. "Dadanya mantep, beuhhh..."
"Niel, gue boleh rekam kata-kata lo barusan nggak? kalau boleh ntar sekalian gue bantu kirim ke istri lo" Skakmat. Iqbal Sadewa di lawan.
"Hlah bocah setan!"
Lalu perdebatan dengan kata-kata tidak terpuji terjadi di meja mereka. Begitulah mulut cowok!
_
_
_
Lemesin dulu, mohon dukungannya ya man teman🥰
Pagi harinya Iqbal akan berangkat kerja. Biasa di meja makan sudah ada sarapan untuk dirinya. Dia bersiul semangat berharap menjalani hari ini lebih baik dari hari kemarin.
Tangannya secepat kilat membuka tudung saji di atas meja.
Taraaaa...
Ternyata zonk! alias tidak ada makanan apapun pemirsa. Iqbal berkacak pinggang sebal. Apa sang mama benar-benar berniat genjatan senjata dengan dirinya. Bersamaan itu, kakak perempuan Iqbal keluar dari kamar.
"Oi, kak! Mama mana?"
"udah berangkat"
"Masih jam enam ini hlo, mana ada rapat partai sepagi ini" Maklum, mama Iqbal memang pengurus partai. Sebagai single parents, di usianya yang sudah tidak muda, beliau masih aktif mengurus partai sekaligus usaha toko kain milik keluarga.
"Siapa bilang mama pergi rapat"
"Hla terus? bisa nggak kasih jawaban yang tas tes gitu..." sela Iqbal yang mulai emosi.
"Dih marah-marah!" Kakak perempuan Iqbal malah ngeluyur pergi setelah mengatakan itu. Gimana nggak semakin emosi tuh.
"Woah... anak sama mama kog nggak ada bedanya! sama-sama ngeselin!" yang di teriaki acuh masa bodoh.
Eh, gue kan juga anak mama, ngeselin juga dong gue?
Enggak bisa gini teros, sepulang nanti gue harus bicara sama mama. Masa iya anaknya yang ganteng ini ditelantarkan, nggak di kasih makan. Huh!
****
Iqbal Sadewa memacu motor buntutnya dengan kecepatan sedang. Sebenarnya di rumah ada dua motor lain yang lebih manusiawi, tapi dia lebih suka pakai motor yang satu ini. Misinya yaitu agar lebih terlihat low profile di depan teman-teman satu perusahaan. Kalau dalam bahasa Jawa, sebisa mungkin Iqbal macak kere. Padahal aslinya tabungannya sudah ratusan juta. Sudah seperti itu saja dia masih sering dapat kata-kata mengerikan dari teman-temannya.
"Pinjam dulu seratus! "
Ngeri-ngeri sedap!
Baiklah karena Iqbal paling tidak bisa menahan lapar, dia akhirnya mampir dulu cari makan. Dia berhenti di warung bubur ayam di daerah Pamularsih. Dekat sekolahan SMA kesatrian ada tuh bubur ayam enak.
Disanalah Iqbal, duduk menikmati semangkuk bubur ayam dengan tambahan dua sate ayam dan dua sate telur. Emang boleh semaruk itu?
Bebas ah, penting mampu bayar! balas Iqbal dalam hati.
Bersamaan dengan pipinya yang menggelembung mengunyah telur puyuh, netra matanya menangkap sesosok gadis cantik berseragam SMA.
Matanya, alisnya, hidungnya, bibirnya, cantik!
Masih SMA udah secantik itu, apalagi nanti kalau udah kerja dan punya uang sendiri. Gue berani taruhan kalau dia bakal lebih cantik lagi. Good, adek cantik.
Drrrtttt.... Drrrtttt.....!
Baru memuji gadis lain, ponselnya bergetar.
"Iya sayang, selamat pagi... "
"Jemput kamu nanti? euumm..."
"Iya, iya nanti di jemput deh,"
"Bisa kog bisa, apa sih yang enggak buat kamu"
"Oke, love you... emmuachh-emmuachh!"
Iqbal mengakhiri obrolannya dengan sang pacar. Tidak sengaja dia melihat ke arah gadis SMA tadi. Gadis itu ternyata memesan bubur untuk di bungkus. Makanya dari tadi berdiri di sana.
Wait! Kenapa dia tersenyum gitu?
Perasaan gue aja, atau dia ngasih sinyal ke gue? Woah... gue sadar kog kalau gue ganteng.
Masnya nggak tau malu, bisa-bisanya telponan sama pacar suaranya sekeras itu. Emmuachh-emuachhh?
Hih, alay!
****
Sepulang kerja Iqbal menjemput sang pacar. Pacarnya bernama Leni Putri Prameswari. Dia perawat di salah satu rumah sakit ternama di kota ini. Hubungan mereka berjalan satu tahun belakangan. Sedikit banyak Iqbal sudah memahami karakter sang pacar. Salah satunya yaitu, ngambekan. Sejauh ini Iqbal masih bisa atasi. Toh dia juga enggak yang aneh-aneh. Enggak yang ngambek gara-gara enggak di bikinin candi. Misalnya.
"Makan dulu atau cari keperluan kamu dulu?"
"Beli make up dulu, boleh?"
Iqbal mengangguk dan nurut saja saat kaki mereka melangkah masuk ke dalam toko kosmetik di mall Paragon. Meski perutnya sudah keroncongan kelaparan, Iqbal tahan demi ayang.
Tiga puluh menit berlalu, keranjang kecil yang di tenteng Leni sudah penuh dengan bedak dan kawan-kawan.
"Biar aku yang bayar, sayang"
"Enggak usah, aku bawa uang kog"
"Hmmm... awas! jangan bawel bisa?" Terpaksa Leni mundur.
Iqbal kira cuma habis berapa gitu kan. Wong yang di beli barang mungil-mungil se-upil. Eh ternyata cukup menguras isi dompet. Habis lima ratus ribu sekian coy! Untung tadi sempat ambil uang dulu.
Leni mesam-mesem bahagia. Iqbal Sadewa memang pacar idaman. Tidak pelit dan tidak pernah perhitungan.
"Makasih ya sayang.. "
"Hm... makan yok, laper hampir mati! "
Leni tersenyum cantik. Standar Iqbal nggak kaleng-kaleng. Leni memang sempurna dari ujung kaki sampai ujung kepala. Karena itu Iqbal tergila-gila dan jatuh hati sejak pandangan pertama.
Di sela-sela makan, mereka mengobrol ringan. Jadi ingat semalam saat kumpul bersama sohibnya yang gila, mereka menyarankan Iqbal agar mengenalkan Leni pada mamanya.
Apa gue turuti aja ya nasehat mereka?
"Ekhem... sayang, "
"Iya?"
"Libur kerja besok, main ke rumah yok, mama pengen kenal kamu"
Leni nyaris tersedak. Ajakan Iqbal yang tiba-tiba membuat dia kaget. Selama ini mereka belum pernah mengunjungi rumah masing-masing. Apalagi Leni bukan asli orang sini. Dia aslinya warganya Pak Ridwan Kamil. Cuma kuliah di sini sekaligus dapat kerja di sini.
"Sorry-soryy, minum dulu ta" Iqbal mengulurkan minuman. Dia nggak nyangka Leni bakal sekaget itu.
"Uhuk! hmm! Tiba-tiba banget nggak sih, mas?"
"Maksudnya... aku belum siap kayaknya, nervous aja gitu"
"Main doang kog, nggak kudu yang gimana-gimana,"
Hening. Leni kayak mikir berat banget. Akhirnya sampai di antar pulang ke kos pun, Leni jadi banyak diam. Iqbal berpikir sepanjang jalan. Hatinya sudah mantap pada Leni. Kalaupun harus menikah, tentu saja dia ingin menikah dengan Leni. Tapi kenapa gadisnya malah bersikap seperti itu? Jadi mumet sendiri kan!
Pas mumet-mumet di jalan, kebetulan ada tukang siomay nangkring di tepi jalan. Iqbal melipir beli siomay. Jaga-jaga sampai rumah kelaparan lagi.
"Bang, bungkus tiga ya sepuluh ribuan"
"Siap!" Cekatan kang siomay membungkus pesanan Iqbal.
"Bang, masih nggak?"
Iqbal seketika menoleh karena wangi minyak telon yang berasal dari pembeli yang baru aja datang.
Buset! gadis tadi pagi...
"Eh maap, habis mbak Kiara, tadi nggak WA pesen dulu, biasa juga pesen minta di sisain"
Oh, namanya Kiara... batin Iqbal.
"Yaaaa... baru kepikiran pengen siomay"
Cuma pakai celana training sama kaos oblong aja bisa secantik ini. Damage-nya luar biasa nih bocah!
"Besok lagi mbak Kiara, nih cuma cukup buat pesenan masnya aja"
Kiara menoleh, wajahnya kecewa berat plus nelangsa kayak orang beneran kelaparan.
Iqbal jadi tidak tega.
"Nih, buat kamu sebungkus, ambil!"
Iqbal mengulurkan sebungkus siomay pesanannya. Bukan modus ya, Iqbal diam-diam emang sebaik itu.
Kiara malah sempat bengong. Kayak pernah lihat masnya...
"Ambil!"
"Eh, nggak usah mas, aku beli jajan yang lain aja"
"Udah, ambil aja! Lagian dua bungkus juga cukup kog buat gue"
"Ya udah aku ganti uang aja deh, berapa?" Kiara bersusah payah merogoh kantung celana trainingnya. Entah uangnya keselip di kantung yang kanan atau kiri.
"Nggak usah bocil, uang gue udah banyak, haha... "
Kiara tidak bisa berkata-kata. Semena-mena sekali dia di panggil bocil.
_
_
_
_
Ahhhh.... manis banget mereka 😍
Nb: Iqbal hobi jajan
Jangan di kira Iqbal beli siomay untuk orang di rumah juga. Sengaja dia bungkus banyak sebenarnya hanya untuk iming-iming mama dan kakak perempuannya. Berhubung yang satu bungkus sudah ia berikan pada Kiara, jadilah tinggal dua bungkus sebagai umpan.
"Enak tuh!"
"Enaklah... " jawab Iqbal cuek. Kakaknya yang biasa di panggil Ninis sudah ngiler di samping Iqbal. Sedangkan mama Iqbal yang keluar dari dapur lebih berhak menyombongkan diri.
"Halah, cuma siomay! Bentar Nis, mamah udah pesen gofood" Pas banget pintu depan terdengar di ketuk setelah sang mama membalas Iqbal.
Ninis tanpa di suruh langsung melompat dari sofa dan membukakan pintu. Selang beberapa menit saja Ninis kembali dengan kotak pizza sepanjang satu meter.
"Woahh... pesta kita mah"
"Yuhu Nis, kita berdua aja mampu ya Nis habisin ini"
"Gasss... nggak pakai lama"
"Bagilah ma... " tangan Iqbal udah mau mencomot sepotong pizza, tapi langsung di tangkas sang mama.
Yang punya tangan memekik lebay, "Attah!"
"Enggak ada pizza! turuti dulu kemauan mama!"
Iqbal tidak menjawab, dia merengut sambil memakan siomay miliknya dengan sebal.
Orang Leni blom ngasih jawaban, masak iya anak orang gue seret!
****
Pagi harinya masih sama. Tidak ada makanan apapun di meja. Iqbal lama-lama gedek sendiri. Lama-lama gue jual juga tuh meja makan, unfaedah!
Iqbal pun berangkat kerja dengan perut kosong. Setengah jam kemudian dia sampai di tempat kerja. Iqbal bekerja di pabrik farmasi. Sebagai lulusan SMA, dia hanya bisa di tempatkan di bagian lapangan. Meskipun begitu, pekerjaannya bukan pekerjaan berat yang bisa membuat tumbuhnya berkeringat. Tupoksinya hanya mengawasi stock kemasan obat yang masuk maupun keluar dari gudang penyimpanan.
Bicara pesona Iqbal Sadewa, jangan di tanya. Tiap kali Iqbal berjalan, pasti ada gadis yang melirik terus bisik-bisik membicarakan dirinya. Dikira Iqbal tidak sadar? Jelaslah dia sadar. Pesonanya bisa menembus dinding departemen lain. Jalankan cewek-cewek muda, janda-janda kembang pun tak kalah berusaha menarik perhatian Iqbal.
Seperti pagi ini, entah dari siapa, sekotak bekal sudah berada di meja kerjanya. Iqbal lebih dulu membuka bungkusan plastik dan menemukan sepucuk surat di sana.
To: Mas Iqbal
From: Seseorang yang mengagumimu.
Dimakan ya, spesial aku sendiri yang masak lho. Semoga Mas Iqbal suka😍
Dih! kayak hidup di era 90-an, males banget harus mikir dari siapa. Yang penting gue lapar, gue makan kalo layak.
Baru ingin menyedok isi bekal yang ternyata nasi goreng dengan temanya telor dadar, tiba-tiba dia ragu.
Wait, kalau ada sianidanya bagaimana? bisa mati gue! kalau mati nggak bisa nonton bokep diakhirat, yang ada mah di siksa gasik!
"Son, soni!" Kebetulan ada temannya yang lewat. Iqbal paham betul Soni ini tipe orang yang tidak bakal menolak rejeki. Apalagi bab makanan.
"Kenapa woi! "
"Makan nih! gue udah sarapan dari rumah. Tapi nggak tahu ini dari siapa" Soni manggut-manggut. Tidak mau pusing juga, akhirnya dibawalah nasi goreng itu dengan senang hati.
"Makasih ya, besok-besok kalau ada lagi, gue nggak nolak"
"Hoooo... seneng lu! " Soni ngakak-ngakak meninggalkan Iqbal.
Tiba-tiba Iqbal ingat Kiara. Gadis yang dua kali tidak sengaja dia temui.
Penasaran gue!
Berbekal nama depan Kiara dan asal sekolah gadis itu, Iqbal mulai searching di akun Facebook. Biasanya lebih gampang. Kalau sudah ketemu barulah bisa dicari di Instagram. Urusan seperti ini Iqbal sudah pandai.
Tidak butuh waktu lama, identitas Kiara sudah dia dapat.
Jadi namanya Kiara Advanindya. Postingan 1 tapi followersnya, buset! udah ribuan dan kebanyakan cowok. Tck!
****
Hari berganti hari, awal bulan berubah jadi akhir bulan. Uang Iqbal masih banyak, jajan setiap hari tidak masalah. Sepulang kerja dia berencana mampir makan dulu ke warung nasi goreng langganan. Kebetulan hari ini dia juga lembur sampai jam sembilan malam. Kalau tidak makan Iqbal cemas belum sampai rumah dia bisa mati dijalan karena sangking laparnya.
Baru seperempat jalan, dia melihat seorang gadis yang dia kenali berdiri di jalan dengan wajah cemas. Ingin berlalu tidak peduli, tapi jiwanya yang pecinta wanita menolak. Iqbal memutar balik. Dan berhenti di depan gadis itu.
"Heh, bocil! ngapain malem-malem masih keliaran!? Nggak takut diculik emang!"
Kiara mengerutkan dahi. Panggilan itu seperti dia familiar. Tapi siapa orang asing ini?Karena belum ingat, Kiara cuek saja. Iqbal yang nangkring di motor jadi menelengkan kepala.
"Kita pernah ketemu pas beli siomay, gue kasih lo siomay gratis kalau lo lupa!"
Barulah Kiara ingat. "Oh, Mas yang itu. Pantesan kayak pernah lihat"
"Hmm... kebangetan sih kalau sampe lupa. Btw, lo nunggu siapa? masih pakai seragam jam segini, main teros! "
"Ngawur! Aku tuh dari latihan paskib tau! Terus main bentar sama temen, pas pulang malah kehabisan busway, sekarang jadi bingung pulangku gimana, he..."
"Haa... kalau udah gini baru bingung, makanya kalau main inget waktu" Karena Iqbal baik sekaligus punya modus, ini jadi kesempatan buat dia memuaskan rasa penasarannya.
"Buruan naik gih, gue anter pulang"
Kiara menggelengkan kepala tanda tidak mau. Kenal saja tidak, masak iya asal mau-mau.
"Malah bengong, nama lo Kiara kan? sekolah di SMA Kesatrian. Nggak usah khawatir, adek temen gue juga sekolah di situ, namanya Alvi. Satu angkatan sama lo kayaknya."
"Dari mana kamu tahu namaku?" Kiara heran sekaligus was-was.
Iqbal jadi salah tingkah. Malu juga kalau ketahuan stalkingin dia.
"Waktu itu abang siomay manggil nama lo, kan? "
Iqbal kira Kiara balak mendebat lagi. Ternyata gadis itu cuma meringis mengiyakan. Berawal dari mengantar pulang, Iqbal tidak menyangka kalau mereka bisa berteman dekat meski usia mereka yang terpaut cukup jauh.
Awalnya berteman, siapa yang tahu kedepannya?
_
_
_
_
Pengen rajin nulis, tapi apa daya kalo nempel bantal langsung molor sangking capeknya.
Terimakasih buat pembaca yang masih menunggu kisah ini.
😊
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!