NovelToon NovelToon

My Lovely Secretary

BAB 1

Gadis kecil yang masih memakai seragam putih merah itu terus memandangi seorang lelaki berparas tampan yang sedang serius menatap layar laptopnya. Lelaki tampan itu sudah memakai seragam putih abu-abu. Dia memang masih kelas 6 SD dan mungkin baru saja mengenal cinta monyet.

"Kak Rey, ayo kita menikah?" tanya Vivi sambil meraih tangan Reynan yang sedang mengetik di atas laptop.

Reynan yang sudah kelas XII SMA hanya menatap bingung pada Vivi. Sedetik kemudian dia tersenyum dan mengusap puncak kepala Vivi. "Vivi, kamu masih SD. Belajar yang rajin, jangan memikirkan pernikahan. Jangan terlalu sering lihat drakor sama Raina. Belum cukup umur, tidak bagus."

"Kalau aku sudah dewasa dan sudah bekerja, apa Kak Rey mau sama aku?"

Reynan semakin tertawa. "Rain, teman kamu nih, jangan kamu tularin halu." teriak Reynan memanggil adik perempuannya. Adiknya juga masih kelas 6 SD, dan Vivi adalah sahabat yang seringkali bermain di rumah dan tidak mau pulang sebelum bertemu Reynan.

Raina yang baru keluar dari kamar melempar Kakaknya dengan boneka. "Apaan sih? Kak Rey nih yang buat Vivi halu." Kemudian Raina duduk di dekat Vivi. "Lagian kamu jangan nikah sama Kak Rey, cari laki-laki lain yang tampan kayak Mas Nunu atau Bang Ichang juga boleh."

Reynan hanya menggelengkan kepalanya mendengar percakapan kedua bocah SD itu.

"Bagi aku tetap Kak Rey yang paling tampan. Kak Rey, tunggu aku sampai aku dewasa yah."

Reynan tersenyum kecil. "Pikirin dulu mau lanjut SMP dimana? Stop lihat drakor, kalian masih kecil. Gini dampaknya kalau keseringan lihat cinta-cintaan."

"Memang Kak Rey gak pernah cinta-cintaan?" tanya Vivi dengan polosnya.

Raina tertawa dengan keras. "Kak Rey mana sempat mikirin cewek. Kak Rey mah sibuk belajar terus."

"Bagus itu Raina," sahut Mamanya yang bernama Rani itu. Dia meletakkan satu piring pisang keju yang masih hangat.

Reynan segera mengambil pisang keju itu dan melahapnya. "Bocah-bocah nih, Ma. Sudah mikirin cinta-cintaan."

"Iya, Rain?" tanya Rani pada putrinya untuk memastikan.

"Bukan, nih Vivi yang tiba-tiba ajak Kak Rey menikah," elak Raina.

Seketika Rani tertawa. "Vivi? Kamu masih kecil. Sekolah dulu yang rajin, kalau sudah dewasa baru memikirkan masalah cinta dan pernikahan. Mulai sekarang kalian tidak boleh menonton drakor lagi."

"Yah, Mama, terus apa hiburannya. Suruh lihat Spongebob gitu?" Raina melipat kedua tangannya sambil bersandar di sofa.

Rani hanya tertawa lalu dia menatap putranya yang kembali fokus dengan laptopnya. "Kamu jadi kuliah di London, Rey?" tanya Rani.

"Jadi, Ma. Semoga lulus tesnya," jawab Reynan.

"Kak Rey mau kuliah di London?" tanya Vivi.

"Iya," jawab Reynan singkat.

"Berapa lama di sana?" tanya Vivi.

"Lama sekali, biar Vivi tidak bisa menemui aku lagi," jawab Reynan dengan asal.

Seketika Vivi menekuk wajahnya. Dia mengambil tasnya lalu buru-buru pamitan pada Rani. "Tante, Vivi pulang dulu."

"Biar diantar Kak Rey."

Vivi menggelengkan kepalanya dan berlari keluar dari rumah Raina.

"Ih, Kak Rey ini jahat banget sih. Kenapa bilang gitu sama Vivi." Raina mencubit pinggang Kakaknya.

"Iya, iya. Aku cuma bercanda. Masih bocah aja baperan." Kemudian Reynan berdiri dan mengambil kunci motornya. Dia mengendarai motornya dan menyusul Vivi.

"Vivi!" panggil Reynan sambil menghentikan motornya di dekat Vivi. "Ayo, aku antar."

Vivi menggelengkan kepalanya.

"Aku cuma bercanda. Aku pasti kembali setelah masa kuliah selesai." Reynan turun dari motornya dan mengambil slayernya lalu melingkarkannya di pergelangan tangan Vivi. "Ayo, aku antar pulang."

Vivi menganggukkan kepalanya. Lalu dia naik ke boncengan Reynan. Dia masih saja menatap slayer yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Vivi, masa depan kamu masih panjang, kamu belajar yang rajin dulu. Ada saatnya nanti kamu akan memikirkan masalah cinta. Percayalah, suatu saat nanti kamu akan merindukan masa kecil kamu saat kamu merasakan sakit hati karena cinta," kata Reynan sebelum melajukan motornya.

Vivi menganggukkan kepalanya. "Iya, Kak. Aku mengerti."

Kemudian Reynan melajukan motornya menuju rumah Vivi.

Vivi berharap, suatu saat nanti dia bisa bersama Reynan. Tapi, mungkin itu hanya sebatas harapan belaka karena nyatanya sampai bertahun-tahun, tidak ada kesempatan sama sekali untuk Vivi bisa bersama Reynan.

Sejak kuliah Reynan sudah jarang pulang ke Indonesia. Dia melanjutkan sampai S2 di London. Vivi juga sudah disibukkan dengan sekolahnya lalu kuliah di universitas terbaik di Indonesia. Hingga akhirnya dia lulus dengan nilai terbaik.

"Sudah sepuluh tahun berlalu. Bagaimana kabar Kak Rey? Aku jarang sekali ke rumah Raina dan setiap ke rumah Raina tidak pernah bertemu lagi." Vivi menatap pantulan dirinya di cermin. Dia sekarang sudah berusia 22 tahun, sudah dewasa dan sudah pantas memikirkan cinta maupun pernikahan.

Vivi mengambil slayer yang masih dia simpan dengan rapi. "Kak Rey, apa masih mengingatku? Semoga Tuhan belum memberikan jodoh untuk Kak Rey."

Vivi mengambil ponselnya dan menghubungi nomor Raina. "Hallo Rain, apa kabar? Kamu sekarang ada di rumah? Oke, aku ke sana sekarang ya."

Setelah mematikan ponselnya, Vivi memakai cardigannya lalu memasukkan ponsel dan dompetnya ke dalam tas. Dia tersenyum menatap pantulan dirinya lagi di cermin. "Kak Rey, aku sekarang sudah dewasa, apa kamu masih tidak terpesona denganku?"

Kemudian Vivi berjalan keluar dari kamarnya. Dia tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Tubuhnya proporsional dan sexy, kulitnya putih mulus dan bersih, lengkap dengan rambut panjang dan lurus.

"Vivi, mau kemana?" tanya Mamanya saat melihat Vivi memakai helmnya.

"Mau ke rumah Raina."

"Mau bertemu Rey?"

Vivi hanya tersenyum kecil lalu dia mengendarai motornya menuju rumah Raina. Sudah lama dia tidak ke rumah Raina karena dia juga kuliah di luar kota dan baru lulus bulan ini.

Beberapa saat kemudian Vivi sampai di depan rumah Raina. Dia menghentikan motornya lalu melepas helmnya. Rambutnya tergerai tertiup angin saat ada sebuah mobil yang baru saja berhenti. Dia terus menatap mobil itu hingga pintu mobil itu terbuka dan seseorang keluar dari mobil itu.

Dada Vivi semakin berdetak tak karuan. Sudah lama sekali dia tidak melihat wajah tampan itu. Dia semakin terlihat tampan dengan memakai setelan jas berwarna hitam dengan rambut yang rapi dan kacamata minus yang semakin menambah nilai plus di wajahnya.

Vivi turun dari motornya dan mendekatinya. "Kak Rey..."

Reynan menatap Vivi sambil menautkan alisnya. "Siapa ya?"

Walau terdengar menyakitkan karena ternyata Reynan tidak mengingatnya tapi Vivi masih bisa tersenyum merekah. "Vivi, Kak. Masak lupa sama aku?"

"Vivi?" Reynan melihat Vivi dari ujung kaki sampai ujung rambut. "Sudah tidak pakai seragam SD?" Lalu Reynan melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.

"Kak Rey, sudah 10 tahun loh kita tidak bertemu." Vivi mengikuti Reynan di belakangnya. "Aku sudah lulus S1."

Reynan tak menghentikan langkahnya, dia terus masuk ke dalam rumahnya.

"Ih, Kak Rey. Pokoknya aku tidak akan menyerah."

💞💞💞

Jangan lupa jadikan favorit ya...

Like dan komen di setiap babnya. Makasih yang sudah selalu setia... 😘

BAB 2

"Vivi, apa kabar?" tanya Raina sambil memeluk Vivi sesaat.

"Baik, kamu sendiri gimana?"

"Aku juga baik. Seperti apa yang kamu lihat."

Kemudian mereka berdua duduk di sofa dan mulai mengobrol. "Aku dengar kamu ikut kelas modeling. Kamu beneran mau jadi aktris?"

Raina menganggukkan kepalanya. "Aku ingin jadi aktris terkenal. Aku udah dua tahun ikut kelas modeling sambil kuliah. Aku sudah mulai ikut casting juga, bahkan sudah dapat tawaran syuting iklan."

"Semoga sukses ya, aku masih mau cari pekerjaan."

"Wah, kebetulan sekali di perusahaan Kak Rey lagi butuh sekretaris. Kamu melamar gih."

Seketika senyum di wajah Vivi mengembang. "Serius? Kalau itu aku jelas tidak akan menolak."

"Aku tanyakan saja langsung, mumpung orangnya ada di rumah. Kamu kan pintar, pasti sesuai kualifikasi." Raina menarik tangan Vivi agar mengikutinya ke ruang tengah, dimana ada Reynan yang duduk di dekat Papanya sambil mengobrol.

"Vivi, sudah tidak melanjutkan kuliah lagi?" tanya Rangga, papanya Reynan dan Raina.

Vivi bersalaman dengan Rangga sambil mengangguk. "Saya tidak melanjutkan S2, Om. Rencana mau langsung bekerja saja."

"Tuh kan, kebetulan sekali di perusahaan sedang butuh sekretaris," kata Raina yang kini duduk di dekat kakaknya. "Bisa kali Vivi bekerja di perusahaan Kak Rey menjadi sekretaris."

"Jelas bisa, Papa dengar Vivi mendapat nilai terbaik."

Seketika Reynan menoleh Papanya. "Papa, Vivi belum ada pengalaman sama sekali."

Vivi duduk di sebelah Raina. Dia memang anti menyerah. Dia masih saja tersenyum santai. "Justru karena belum ada pengalaman, makanya aku ingin bekerja, Kak. Kalau yang tidak berpengalaman tidak diterima bekerja lalu siapa yang akan memberiku pengalaman."

"Iya, betul apa kata Vivi. Mulai besok kamu bekerja di perusahaan sebagai sekretaris karena memang sudah sangat membutuhkan orang di posisi itu."

"Papa, direkturnya sekarang aku. Aku yang harus nentuin."

"Rey, selama Papa masih hidup, Papa berhak ikut campur dalam perusahaan."

Raina tertawa mendengat Kakak dan Papanya yang sering berdebat itu. Sebenarnya sifat mereka berdua memang mirip.

"Ya, terserah Papa lah." Akhirnya Reynan mengalah. "Besok datang jam delapan pagi. Jangan sampai terlambat."

"Iya, Kak."

Kemudian Reynan berdiri dan masuk ke dalam kamarnya.

"Jangan diambil hati omongan Reynan. Dia memang seperti itu tapi sebenarnya dia baik," kata Rangga lagi. "Rain, kamu jadi menerima tawaran syuting iklan itu?"

"Jadi, Pa. Ini awal karir aku."

"Ya sudah, mulai sekarang Papa akan mencarikan kamu bodyguard."

"Buat apa? Aku bisa jaga diri."

"Kamu anak perempuan Papa satu-satunya. Kamu menurut saja sama Papa. Kalau kamu sudah masuk ke dalam dunia hiburan, akan banyak bahaya yang suatu saat bisa mendekati kamu. Papa tidak mau kamu kenapa-napa."

"Papa, aku belum juga terkenal."

"Justru itu, Papa takut kamu tergiur iming-iming produser dan melakukan segala cara agar nama kamu naik."

"Ya udahlah, gak papa, yang penting jangan bodyguard tua, dia harus muda dan ganteng."

Rangga menggelengkan kepalanya. "Cari bodyguard atau cari pacar?"

"Ya kan, biar tidak malu-maluin." Raina tertawa kecil lalu dia mengajak Vivi masuk ke dalam kamarnya. "Kita lihat drakor yuk! Udah lama kita gak nonton bareng."

...***...

Keesokan harinya, sejak bangun tidur Vivi sudah heboh dengan sendirinya. Dari semalam dia belum juga menentukan pilihan akan memakai baju apa ke kantor.

"Pakai rok span selutut ini aja ya, sama kemeja pendek yang dipadu dengan blazer. Cocok kan warna krem gini, gak terlalu norak." Kemudian Vivi memakai baju yang sudah dia pilih. "Kok roknya jadi pendek gini? Apa roknya yang mengecil atau aku yang tambah tinggi. Biarinlah, biar Kak Rey terpesona." Vivi tersenyum kecil lalu dia merias wajahnya. Kebetulan sekali dia sarapan terlebih dahulu jadi tidak akan membuat lipstik di bibirnya rusak.

"Sempurna." Vivi memakai tasnya lalu dia keluar dari kamar. "Mama, Papa, aku berangkat dulu ya."

"Vivi kenapa pakai rok span gini?" Rita menarik rok putrinya agar lebih turun menutupi lututnya.

"Gak tahu nih, Ma. Kainnya menyusut. Ini rok yang cocok aku pakai dengan outfit ini. Nanti aku beli lagi yang lebih panjang."

"Bukan roknya yang menyusut tapi kamu yang tambah gemuk."

"Masak sih, Ma. Nggak kok, cuma tambah seksi saja." Vivi tersenyum lalu berpamitan pada kedua orang tuanya.

"Hati-hati, kalau naik motor jangan ngebut. Jalanan sangat ramai."

"Iya, Pa. Vivi berangkat dulu." Kemudian Vivi keluar dari rumahnya lalu memakai helmnya. Dia segera mengendarai motornya menuju perusahaan Reynan agar tidak terlambat.

Jalanan yang dia lalui cukup ramai, untunglah dia tidak terlambat. Saat dia akan memarkir motornya, dia dikejutkan dengan suara klakson mobil hingga membuatnya hampir terjatuh.

"Parkir motor bukan di sini!" Reynan membuka kaca mobilnya dan melihat Vivi yang sedang berusaha menegakkan motornya. "Parkir motor di sebelah sana!" tunjuk Reynan.

Vivi menganggukkan kepalanya. "Iya, maaf." Kemudian Vivi memutar motornya dan berhenti di kawasan parkir sepeda motor. "Bisa-bisanya aku salah tempat parkir." Kemudian Vivi turun dan melihat ujung roknya yang robek. "Yah, kenapa rok ini robek." Vivi berusaha menutupnya dengan tas dan berjalan masuk ke perusahaan.

"Permisi, Kak. Saya sekretaris baru di sini," kata Vivi pada resepsionis yang berjaga di dekat pintu masuk. "Bisa tunjukkan..."

Belum selesai Vivi berbicara, Reynan sudah memotong pembicaraannya.

"Vivi, ikut saya."

"Baik, Pak." Vivi mengikuti Reynan masuk ke dalam lift yang khusus untuk direktur dan jabatan penting lainnya. Kebetulan sekali, di dalam lift itu hanya ada Reynan dan Vivi.

"Vivi, di kantor ini tidak boleh memakai rok selutut apalagi di atas lutut."

Vivi tersenyum dan menutup ujung roknya yang robek. "Ini tadi robek karena saya hampir jatuh di depan."

Reynan membuang napas kasar lalu dia melepas jasnya dan melingkarkan di pinggang Vivi. "Nanti kamu suruh Farid untuk membeli rok. Dia assistant aku. Kembalikan jas aku sebelum istirahat dan jangan kamu pakai duduk."

Beberapa saat kemudian, pintu lift terbuka. Reynan keluar dari lift itu yang diikuti oleh Vivi. Dada Vivi masih saja berdetak tak karuan. Meskipun tidak ada kelembutan di setiap kata yang terucap dari Reynan tapi mendapat sedikit perhatian dari Reynan sudah membuatnya bahagia.

Jadi ini alasan Kek Rey menutup rok aku.

Kebanyakan staff di kantor Reynan memang lelaki. Menuju ke ruangannya, Vivi melewati para staff yang sedang menatap layar komputernya.

"Sekarang kamu mengerti kan alasan saya melarang memakai rok pendek di perusahaan ini?"

Vivi menganggukkan kepalanya. "Iya, Pak."

"Ini tempat kerja kamu," tunjuk Reynan.

Ruang kerja Vivi berada di depan ruangan Reynan.

"Biar Farid yang menunjukkan apa saja pekerjaan kamu. Sebentar lagi, dia pasti datang." Kemudian Reynan masuk ke dalam ruangannya.

Vivi mengedarkan pandangannya. Dia masih tidak menyangka bisa menjadi sekretaris Reynan. Benar-benar takdir yang menguntungkan untuknya.

Beberapa saat kemudian ada seorang wanita yang berjalan menuju ruangan Reynan.

"Siapa kamu? Ada perlu apa?" tanya Vivi.

💞💞💞

Like dan komen ya...

BAB 3

"Siapa kamu? Ada perlu apa?" tanya Vivi sambil mendekati wanita itu.

Wanita itu hanya menatap Vivi. "Sekretaris baru?"

Reynan keluar dari ruangannya lalu merengkuh pinggang wanita itu. "Lena, kamu masuk saja."

"Dia sekretaris baru kamu?" tanya Lena karena Vivi belum menjawab pertanyaannya.

"Iya, teman adik aku." Kemudian Reynan mengajaknya masuk ke dalam ruangannya.

Vivi menggembungkan kedua pipinya lalu duduk di kursinya. "Siapa dia? Apa Kak Rey sudah punya pacar?"

Beberapa saat kemudian Farid datang. Dia tersenyum melihat Vivi. "Hai, kamu yang namanya Vivi?"

Vivi menatap seorang pria yang berdiri di depannya sambil memberikan satu paper bag untuknya. "Iya, siapa?"

"Aku Farid. Assistant pribadi Pak Rey." Farid mengulurkan tangannya mengajak Vivi bersalaman. Vivi hanya menyentuhnya sesaat. "Ini rok buat kamu sesuai pesanan Pak Rey. Pak Rey juga titip kamu agar aku mengajari kamu apa saja yang harus kamu kerjakan dan menjelaskan semua tentang perusahaan ini."

Beberapa saat kemudian Reynan keluar dengan Lena. "Kebetulan kamu sudah datang. Saya mau fitting baju sama Lena, kamu urus dia. Setelah makan siang nanti aku akan segera kembali karena ada meeting."

"Iya, Pak."

Mendengar kata fitting baju itu, seketika Vivi menatap Reynan. "Fitting baju buat apa, Pak?" tanya Vivi dengan polosnya.

"Buat pernikahan saya dan Lena," jawab Reynan.

Wanita yang di sebelah Reynan itu tersenyum menatap Vivi.

Vivi semakin kesal. Dia baru tahu jika Reynan akan menikah. Mengapa Raina tidak memberi tahu masalah ini. Kalau sudah begini, dia merasa malu jika terus mengejar Reynan. Apalagi Lena terlihat sudah dewasa dan sangat serasi dengan Reynan.

Setelah Reynan dan Lena berlalu, Vivi memukul meja dengan keras hingga membuat Farid terkejut. "Kenapa?"

"Kapan mereka akan menikah?" tanya Vivi.

"Dua minggu lagi."

"Ih, ngeselin banget!"

Farid tertawa melihat wajah Vivi yang menggemaskan saat kesal. "Aku dengar kamu temannya Raina ya? Jadi motivasi kamu menjadi sekretaris di sini untuk mendekati Pak Rey?" tanya Farid sambil menghidupkan layar komputer.

"Ya, memang iya. Siapa nama Kakak tadi?"

"Farid."

"Aku tidak tahu kalau Kak Rey sudah mau menikah. Jika sudah seperti ini, aku tidak mungkin mendekati Kak Rey lagi. Aku tidak mau jadi pelakor. Udah terlanjur masuk di perusahaan ini lagi. Ih, kesel." Vivi melipat tangannya dengan pipi yang masih menggembung.

Farid masih saja tertawa. Rasanya dia ingin mencubit pipi yang mirip dengan ikan buntal itu. "Tidak ada ruginya juga masuk di perusahaan ini. Ini perusahaan yang besar, kamu juga pasti akan dapat gaji besar dan kamu pasti juga bisa menyenangkan diri kamu sendiri dengan penghasilan kamu itu."

"Iya sih, Kak Farid benar juga. Tapi ngomong-ngomong kenapa staff di sini kebanyakan laki-laki?"

"Ya karena yang memberi nafkah kan suami, jadi Pak Rey itu lebih fokus menerima karyawan laki-laki yang telah berkeluarga agar keluarga mereka lebih sejahtera."

"Wah, idaman sekali. Kalau kayak gitu rasanya aku mau jadi selir saja."

Tertawa Farid semakin keras. "Kayak tidak ada laki-laki lain saja." Farid mulai membuka beberapa file yang berada di komputer dan menjelaskan apa saja yang harus Vivi kerjakan terlebih dahulu. "Itu jas Pak Rey yang kamu pakai?"

Seketika Vivi menatap jas yang masih melingkar di pinggangnya yang menutupi pahanya. "OMG! Kenapa aku duduki!" Kemudian Vivi berdiri. "Aduh, kusut! Nanti Pak Rey pasti marah." Vivi segera mengambil paper bag itu. "Toilet dimana?"

"Kamu pakai toilet di ruangan Pak Rey saja tidak apa-apa."

"Benar tidak apa-apa?" tanya Vivi memastikan.

"Iya, tidak apa-apa kalau Pak Rey tidak ada."

Vivi segera masuk ke dalam ruangan Reynan. Ruang direktur utama itu sangat luas, ada jendela lebar yang bisa memantau karyawannya. Di sudut ruangan itu juga ada sebuah ruangan kecil untuk beristirahat. Dia membuka ruangan itu dan berganti rok di sana.

Vivi melihat gantungan baju yang ada di sana, ada satu jas lagi dan beberapa kemeja di sana. Kemudian dia menggantung jas itu. "Semoga nanti setelah Kak Rey kembali, jasnya sudah licin."

Lalu Vivi menatap rok yang sudah dia pakai. Rok itu panjang, jauh di bawah lututnya. "Kalau kayak gini, aku harus kalem dan lembut." Vivi tertawa cekikikan sendiri lalu dia keluar dari ruangan itu. Dia masih penasaran dengan kursi kebesaran Reynan. Dia mendudukinya sebentar dan berkhayal jika dia menjadi bos di perusahaan itu.

"Enaknya jadi bos, tapi jadi istri Pak Bos pasti lebih enak." Lalu dia meraih bingkai foto. Terlihat Reynan yang sedang bersama Lena. "Ih, ngeselin banget. Moga aja mereka gak jadi berjodoh!" Lena meletakkan bingkai itu kasar hingga bingkai itu terjatuh dan pecah.

"Yah, kacanya pecah. Aduh, Kak Rey pasti marah ini. Aku jadi orang pecicilan banget sih." Vivi berjongkok dan memungut pecahan itu. Tapi ujung jarinya justru terkena serpihan kaca dan terluka. Darah yang keluar dari jarinya menetes di atas foto Reynan.

"Ini bukan adegan dalam film kan? Kenapa perasaanku tiba-tiba tidak enak ya?"

"Vivi, kamu lama sekali?" tanya Farid, dia akhirnya menyusul Vivi ke dalam. "Vivi kenapa?" Farid ikut berjongkok dan melihat apa yang dilakukan Vivi.

"Kak Farid, aku memecahkan ini. Pasti Pak Rey marahin aku," kata Vivi dengan wajah mewek yang menggemaskan.

Farid berusaha menahan tawanya melihat Vivi. "Tidak apa-apa. Pak Rey bisa beli bingkai sampai satu truk. Jari kamu luka, kamu plester dulu. Ada di laci meja kerja kamu. Biar aku yang membereskan ini."

"Makasih ya, Kak." Kemudian Vivi berdiri dan berjalan menuju meja kerjanya. Dia mengambil plester luka yang ada di lacinya. Dia memasang plester itu sambil duduk dan memikirkan sumpah yang tidak sengaja dia ucapkan barusan.

"Kenapa aku nyumpahin mereka tidak berjodoh, dan seolah Tuhan meridhoinya. Perasaanku jadi gak enak gini gara-gara kejadian barusan." Kemudian Vivi melihat layar komputernya. Ada file yang telah terbuka.

"Vivi kamu print itu ya. Kamu cek lagi apa ada yang salah atau tidak. Itu proposal kerjasama sebagai bahan meeting nanti siang, segera kamu selesaikan ya," kata Farid sambil berlalu.

"Baik, Kak." Vivi berusaha konsentrasi dengan pekerjaannya meski sesekali dia masih memikirkan Reynan.

💞💞💞

Like dan komen ya...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!