NovelToon NovelToon

Cinta Seorang Ustadz

Bersenang-senang

بسم الله الرحمن الرحيم

▪︎▪︎▪︎

Di sebuah klub malam, terlihat dua gadis yang sedang menikmati minuman yang beralkohol. Sambil mendengar lantunan musik.

“kamu kenapa harus pergi sih?” tanya Ulma, sahabat Dea.

“Aku gak bisa menolak, paman dan bibi sudah menjadi orangtua ku.” Jawab Dea, sembari meneguk minuman beralkohol itu.

“Aku sedih, sudah gak ada teman lagi buat jalan-jalan. Apalagi pergi ke tempat karaoke,” Ulma menatap wajah Dea sedih.

“Nggak usah sedih, ayo kita joget. Kita bersenang-senang hari ini, soanya besok aku akan berangkat.” Dea menarik tangan Ulma, menuju orang-orang yang sedang berjoget ria.

Dea dan Ulma begitu menikmati musik di club malam itu. Mereka berdua berjoget sambil tertawa lepas di tengah ramainya club malam.

"Huhh...capek," Dea menghentikan tubuhnya yang bergerak sesuai dengan irama musik.

"Dea, duduk ke sana yuk. Gerah nih," tunjuk Ulma pada salah satu meja yang kosong.

"Ayo." Mereka berdua melangkan kakinya menuju meja itu.

"Gerah ihh, jadi pengen mandi." Dea melap keringat di dahinya yang bercucuran.

"Dea, jangan di angkat ke gitu, perut kamu lihat." Tunjuk Ulma pada perut Dea.

"Biarin penting heppy," ucap Dea sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya.

Ia tidak peduli dengan tatapan para pengunjung club malam tersebut. Baginya prioritas utama adalah penampilan.

"Ayo kita minum lagi." Ajak Dea.

"Gak bisa, kalau kita kebayakan minum ntar pulang gimana?" Tolak Ulma.

"Tenang aja, ini bukan yang pertama kali kita minum banyak. Ayo dong, besok-besok aku gak bisa minum sama main ke tempat beginian."

"Ya udah, abis ini kita pulang ya." Dea mengangguk.

Mereka berdua kembali memesan minuman. Dan meminumnya, hingga lupa waktu. Dea begitu menikmati malam ini. Karena jika ia sudah berada di rumah paman dan bibinya tidak mungkin main di tempat seperti ini.

Waktu menunjukkan pukul 11:30, Ulma melihat Dea sedang berjoget dengan seorang pria yang menurutnya tak asing. Kemudian, Ulma mendekat untuk mengajak Dea pulang.

"Dea, pulang yuk. Udah mau jam 12 nih."

"Hah? jam 12?" Tanya Dea terkejut.

Ulma mengangguk, lalu ia menatap pria yang ada di samping Dea. "Kamu Dion kan? pemilik club ini?"

"Iya, aku Dion. Aku khawatir membiarkan Dea berjoget sendiri, jadi aku menemaninya berjoget."

"Ulma, ayo pulang!" Dea menarik tangan Ulma meninggalkan Dion.

"Duluan ya, dahhh." Ulma melambaikan tangan ke arah Dion.

Tiba di mobil Dea langsung menyalakan mobilnya. Ia melajukan mobil dengan kecepatan tinggi.

"Dea, jangan ngebut dong. Kamu gak mabuk kan?" tanya Ulma takut.

"Aku gak mabuk, masalahnya paman dan bibi pasti udah di rumah." Jawab Dea, masih fokus mengemudikan mobil.

"Bukannya nanti besok kamu berangkat ya?"

"Iya sih, tapi paman dan bibi bilangnya jam sembilan udah di rumah."

Dea menambah kecepatan mobilnya, untung saja jalanan cukup sunyi. Karena sudah larut malam, jika tidak akan sangat berbahaya. Apalagi mengendara sudah minum, minuman yang beralkohol.

Dea menghentikan mobilnya tepat di gerbang rumah Ulma. Setelah Ulma turun dari mobil, Dea langsung menancap gas tanpa mendengar ocehan Ulma.

Tidak beberapa lama kemudian, Dea sampai ke rumahnya. Rumah berlantai dua itu terlihat sepi. Pelan-pelan Dea masuk ke dalam rumah. Ia melepaskan heels yang melekat pada kaki nya. Agar tak ada yang mendengar suara langkah kakinya.

Rumah Paman

بسم الله الرحمن الرحيم

▪︎▪︎▪︎

Sore hari, Dea duduk termenung di dalam kamar. Dea benar-benar bosan, selama hidupnya yang kini sudah 19 tahun tidak pernah di atur oleh siapa-pun.

Bahkan kuliahnya sampai kandas di tengah jalan, lantaran Dea malas masuk kampus. Hanya berkeliaran di tempat-tempat dosa. Dan berfoya-foya, menghabiskan uang, untung saja kedua orang tuanya meninggalkan harta.

"Bibi ..." panggil Dea.

"Ada apa nak?" tanya Bibi Rani.

"Aku mau makan bakso, apa di sekitar sini ada yang menjual bakso?"

"Ada nak, tepat di depan pesanten warung tempat menjual bakso."

"Kalau gitu Dea mau makan bakso dulu." Ucap Dea hendak melangkah.

"Dea, ganti baju dulu. Di depan mungkin ada banyak orang," ucap Paman Zaki.

"Gak usah ahh, Dea udah kebelot suka makan bakso." Dea berlari keluar meninggalkan paman Zaki.

"Astagafirullah anak itu." Paman Zaki mengelus dadanya.

"Sabar pak, semua butuh proses. Dea itu masih remaja, apalagi ia sudah terbiasa hidup bebas. Kita akan mendidiknya pelan-pelan, insya'allah Dea akan menjadi anak baik." Bibi Rani tersenyum.

"Iya bu, jangan lupa ajak Dea ke pesantren. Ada tadarus sebentar."

"Iya!"

Sementara itu Dea berjalan dengan santai, sambil melihat ke sekitar. "Muslim semua orang di sekitar, mana kerudungnya panjang lagi." gumannya.

"Assalamu'alaikum mbak," ucap seorang perempuan yang seumuran dengannya.

"Enak aja, aku itu bukan mbak-mbak tukan sayur ya." Balas Dea ketus.

Perempuan itu tersenyum. "Maaf, tapi mbak harus jawab salam saya dulu."

"Walaikum'salam..." ucap Dea.

"Kenalin nama saya Yuli, kalau kamu?"

"Aku Dea."

"Kamu mau kemana Dea? Aku baru pertama kali melihatmu, apa kamu pendatang baru?" tanya Yuli memperhatikan penampilan Dea.

Dea hanya menggunakan rok jeans sebatas paha. Dan kaos berwarna hitam polos agak sedikit ketat. Sehingga lekuk tubuhnya terlihat jelas.

"Mau makan bakso," ucap Dea langsung menarik tangan Yuli.

"Temani aku makan bakso, ntar aku traktir." lanjutnya.

Yuli hanya mengangguk, mengikuti langkah kaki Dea. Tiba di warung itu, Dea melepaskan tangan Yuli.

Yuli mendahului Dea masuk ke dalam. "Assalamu'alaikum."

"Walaikum'salam," Jawab seorang pria yang sedang makan.

Dea mengikuti langkah kaki Yuli tanpa mengucapkan salam, lalu ia memilih duduk di seberang pria itu.

"Dea kamu mau pesan bakso?" tanya Yuli.

"Iya, memang itu tujuan aku datang ke sini." Jawab Dea acuh, kembali mempokuskan pandangannya pada layar ponselnya.

Pria yang ada di seberang Dea menglihkan pandangannya menatap Dea. Pria itu adalah Azmi, yang biasa di sapa sebagai ustadz Azmi.

"Astagafirullah halazim."

Ustadz Azmi beristifar, sebab matanya tidak sengaja menatap Dea. Yang penampilannya begitu terbuka.

"Nih," Yuli menyerahkan semangkok bakso ke arah Dea.

"Kakak gak mengajar?" tanya Yuli.

"Gak, nanti besok insya'allah." Jawab ustadz Azmi.

Yuli menatap Dea, yang sudah melahap makannya. Tanpa mempedulikan bagaimana tata cara makan yang benar.

"Dea?"

"Hm..."

"Kamu dari mana? Tinggal di mana? Kita kan sudah berteman, jadi kapan-kapan aku bisa main ke rumah kamu."

"Aku dari dari kota, aku tinggal sama paman Zaki. Kamu main ke rumah paman aku dong, sepi di rumah. Gak di boleh keluar," ucap Dea.

"Jadi kamu keponakan ustadz Zaki?" tanya Yuli terkejut, Dea mengangguk.

"Udah kenyang ihh, kamu makan ajak aku ngomong segala." Gerutu Dea.

"Dea, kamu bisa kan pakai baju yang sedikit tertutup?"

"Malas, gerah aku. Udah aku duluan ya. Nih bayarin baksonya." Pamit Dea sambil berlari meninggalkan Yuli.

Yuli membayar makanan, lalu dia menghampiri kakaknya. "Kenapa kak?"

"Gak apa-apa, cuman sedikit kaget aja lihat teman kamu."

"Iya, itu namanya Dea. Yang sering di ceritain sama ibu Rani, katanya Dea gak bisa di atur sama orang lain. Kecuali paman dan bibinya, yaitu ustadz Zaki sama ibu Rani."

"Oh..."

Lamaran Dadakan

بسم الله الرحمن الرحيم

▪︎▪︎▪︎

Sudah seminggu Dea tinggal di rumah paman Zaki. Dea belum juga berubah, walau setiap hari di nasehati oleh bibi dan pamannya. Bahkan tak mau di ajak untuk melaksana kewajiban sebagai umat islam.

Paman Zaki dan Bibi Rani tidak memaksa, karena mereka tau Dea belum terbiasa. Maka mereka akan membujuknya secara perlahan.

Paman Zaki duduk di ruang tamu, bersama istrinya. Tiba-tiba terdengar suara salam seseorang.

"Assalamu'alaikum."

"Walaikum'salam." Jawab paman Zaki dan bibi Rani.

"Pak Rahman, dan Ibu Sila mari masuk." Ucap paman Zaki mempersilahkan. Sedangkan bibi Rani membuatkan minuman pada tamunya.

"Kedatangan kami kemari ingin melamar keponakan pak Zaki." Ujar pak Rahman.

"Maksud anda Adea?" tanya paman Zaki terkejut.

"Kami belum tau namanya kalau Adea. Yang kami tau hanya Dea," jawab bu Sila.

"Ada apa pak?" tanya bibi Rani, yang melihat wajah suaminya aneh.

"Ustadz Azmi melamar Dea," jawab paman Zaki.

Bibi Rani menaruh napan yang berisi minuman di atas meja. Lalu ia duduk di samping suaminya.

"Apa itu betul nak Azmi?" tanya bibi Rani memastikan.

"Betul bu, saya melamar keponakan ibu." Jawab ustadz Azmi seraya tersenyum.

"Lalu bagaimana? Jika bapak dan ibu setuju pernikahan di adakan besok. Di mesjid Darussalam dekat pesanten," ujar pak Rahman.

Paman Zaki dan bibi Rani menghela napas berat. Mereka senang Dea mendapat suami yang ahli agama seperti ustadz Azmi. Tapi di sisi lain, mereka khawatir Dea akan menolak.

"Semua tergantung keponakan saya, bu panggil Dea ke sini ya." Pinta paman Zaki.

Bibi Rani mengangguk, dan berjalan menuju kamar Dea. Tak beberapa lama kemudian, Dea keluar dengan wajah yang cemberut. Karena di paksa menggunakan baju gamis dan jilbab.

"Sini nak, paman mau bicara." panggil paman Zaki.

Dea menghampiri paman Zaki, dan duduk di samping pamannya.

"Ustadz Azmi melamar nak Dea, apa nak Dea setuju?"

Dea membulatkan mata terkejut, menikah? Apa ia salah dengar?

"Paman Dea masih 19 tahun. Dea belum siap, apalagi Dea belum tau siapa calon suami Dea. Kalau orang jahat bagaimana?"

Pak Rahman dan bu Sila hanya tersenyum, melihat tingkah Dea.

"Ustadz Azmi orang baik, ia ada di depan kamu nak." tunjuk bibi Rani.

Dea memalingkan pandangan menatap ustadz Azmi. Matanya melotot, ternyata pria yang menikahinya cukup tampan. Kulit putih, badan tinggi besar.

"Wahhh...boleh juga nih, tubuhnya idaman aku banget. Pasti mainnya bakal seru. Seperti yang ada di film porno." Batin Dea tersenyum senang.

"Bagaimana nak Dea? Apa nak Dea setuju?" tanya bu Sila, membunyarkan lamunan Dea.

"I-iya Dea setuju." Jawab Dea terbata.

"Alhamdulillah," ucap mereka bersamaan. Kecuali Dea yang masih melongo menatap wajah ustadz Azmi.

▪︎▪︎▪︎

Malam hari, usai solat isya berjamaan di mesjid. Paman Zaki mengajak ustadz Azmi, untuk mengobrol sebentar.

"Ada apa pak?" tanya ustadz Azmi.

"Nak Azmi, saya tau kamu anak yang baik. Tapi saya harap kamu menerima Dea apa adanya. Karena Dea awalnya bukan anak yang baik, bahkan ia tidak pernah terdidik. Hidup Dea memang bebas. Ia juga sudah salah pergaulan, jadi saya harap nak Azmi akan menerima semua ini."

"Bapak tenang saja, sengaja saya menikahi Adea. Karena saya ingin membimbing ia, menjadi yang lebih baik lagi."

"Saya harap setelah menikah nak Azmi tidak akan menyesal. Karena Dea sempat putus kuliah hanya gara-gara selalu mendatangi club malam. Nak Azmi paham kan maksud bapak?"

"Saya paham pak, saya tidak akan menyesalinya. Ini sudah keputusan saya."

"Terimah kasih nak Azmi."

"Sama-sama pak."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!