NovelToon NovelToon

Legenda Pendekar Garuda

Ch 1. Terlahir Kembali

***Selamat Membaca

Ini karya keempat dari saya...

Sebelumnya saya sudah membuat Pendekar Nusantara, Legenda Sang Keadilan (Di hapus), Danuranda...

Semoga Legenda Pendekar Garuda dapat menggantikan Legenda Sang Keadilan...

Semoga dapat lebih menghibur dan lebih menarik***....

***

Di bawah Cakrawala berwarna hitam pekat dan di bawah payung langit. Seorang laki-laki paruh baya tertunduk lesu.

Laki-laki paruh baya itu bernama Widura seorang pendekar pilih tanding di daratan Nusantara.

Terhitung dari sekarang dunia akan suram, utusan iblis sudah tiba di muka bumi. Tidak akan ada lagi raut wajah kegembiraan yang ada hanya kesengsaraan.

Widura telah gagal mengemban tugas menghentikan kedatangan utusan iblis ke muka bumi.

Widura seseorang yang di pilih langit untuk mencegah dan menghabisi utusan iblis telah lalai dalam tugasnya. Sehingga membuat dirinya gagal mengemban tugas tersebut.

Widura mengingat satu persatu kenangannya di masa lalu. Widura tanpa sadar meneteskan air matanya saat mengingat dirinya tidak pernah memiliki seorang wanita di kehidupannya.

Widura saat itu lebih mementingkan tugasnya mencegah dan menghabisi utusan iblis sebelum tiba di muka bumi, namun tidak ada barang satupun yang berhasil. Ia kalah bertempur dengan Raja Kegelapan.

Widura juga mengingat saat dirinya menantang tegas perjodohan dirinya dengan salah satu putri dari seberang pulau.

Widura samar-samar juga menyadari jika selama ini dirinya hidup dalam kesendirian dan hampa tanpa seorang kekasih, bahkan seorang teman pun tidak ada, hanya sebatas bertegur sapa saja tidak ada yang benar-benar akrab dengannya.

Widura juga baru menyadari jika dirinya begitu egois dan merasa hebat sendiri sehingga berasumsi orang lain tidak akan mampu menghadapi utusan iblis dan malah hanya akan menjadi bebannya saja.

"Aku sudah terlalu menganggap utusan iblis remeh dan berasumsi hanya aku saja yang dapat menghentikannya. Ternyata aku salah BESAR,"

Widura mulai menyesali segala perbuatannya yang terlalu percaya diri. Terlalu sombong dan angkuh dengan kekuatan yang ia miliki.

Seandainya dulu dirinya percaya dengan beberapa orang yang pernah ia kenal untuk membantunya melawan utusan iblis, semuanya tidak akan pernah berakhir seperti ini.

Sekarang hanya meninggalkan sebuah penyesalan yang mendalam dan sebuah luka yang menusuk hingga ke batin.

"Ini semua kesalahanku, akulah penyebab dunia ini hancur dan jatuh ke dalam kekuasan utusan iblis,"

Widura berteriak kencang dan meratapi nasibnya saat ini. Sebuah penyesalan selalu datang di akhir. Nasi sudah menjadi bubur, tidak ada yang dapat di ulang kembali.

Saat sebuah harapan dan semangat Widura menghilang tiba-tiba langit yang suram mulai bercahaya kebiruan.

Widura menatap heran langit tepat di atas kepalanya. Ia benar-benar bingung? Apa yang sebenarnya terjadi? Bukankah dunia sudah jatuh ke tangan Raja Kegelapan.

Widura yang terus memperhatikan cahaya berwarna biru itu samar-samar melihat sesuatu yang aneh dari cahaya itu.

"Prasasti? Bukankah itu sebuah pola prasasti, bagaimana bisa?"

Widura mencoba berdiri untuk melihat prasasti itu lebih jelas. Widura dapat melihat prasasti itu dengan jelas. Sebuah pola relief yang sulit untuk di pahami dan di mengerti, serta Widura baru pertama kali melihat relief pola prasasti seperti itu.

Cahaya biru itu semakin terang benderang. Sampai-sampai membuat mata Widura sakit melihatnya yang pada akhirnya memilih menutup matanya.

Widura sudah siap jika ada sebuah serangan yang akan menghabisinya dari dalam cahaya biru yang terang nan menyilaukan itu.

Namun beberapa saat sudah berlalu seberkas sinar biru itu tidak membunuh, bahkan menghabisinya.

Widura mengumpulkan keberaniannya dan mulai membuka matanya secara berlahan-lahan. Sebuah pemandangan aneh ada di hadapan Widura saat ini. Sebuah pemandangan yang barang tentu tidak asing untuk dirinya, yaitu kaki gunung Kerinci.

"Bukankah ini tempat saat aku bertemu seorang pertapa sakti yang menyebut diriku keturunan dari 7 Manusia Harimau,"

"Tapi bukankah tempat ini sudah hancur akibat pertarungan besar tempo waktu yang lalu, tapi kenapa saat ini kaki gunung Kerinci masih begitu mulus tidak berbekas sebuah pertempuran? Ini jelas sangat aneh,"

Widura benar-benar di buat bingung dengan pemandangan di hadapannya saat ini. Semenit kemudian dirinya teringat jika tempat ini sama persis saat dirinya pergi menenuai seorang pertapa sakti di atas Gunung Kerinci.

"Aku tidak mungkin salah ini kaki Gunung Kerinci,"

Widura langsung berjalan mendekati sebuah pohon paling besar yang ada di sana, ia melihat sebuah goresan pisau di pohon itu.

"Benar, ini bekas goresan pisauku sebagai penunjuk jalan pulang,"

Widura meraba-raba seluruh badannya. Tidak ada lagi badan yang kekar dan berotot miliknya, yang ada saat ini hanyalah sebuah tubuh yang sedikit kurus.

"Bagaimana bisa? Aku kembali saat aku berumur 10 tahun," Widura masih sulit mempercayai situasi yang sedang terjadi. Beberapa kali Widura menutup mata, ia tetap saja berada di tempat yang sama, yaitu kaki Gunung Kerinci.

"Aku benar-benar kembali saat berusia 10 tahun," ucap Widura seakan tidak percaya.

Widura benar-benar masih sulit percaya jika dirinya benar kembali saat ia melarikan diri dari dari desa, karena di anggap sampah.

Widura yang lahir dengan bakat kristal Merah Darah di anggap sebagai sampah, karena mereka yang lahir dengan kristal Merah Darah tidak memiliki bakat yang hebat dalam dunia persilatan.

Kristal di bagi menjadi 4 kristal. Kristal Biru Langit, seseorang yang memiliki kristal Biru Langit di dalam tubuhnya biasanya disebut jenius. Terhitung hanya ada 1 dari 1000 orang yang memiliki kristal Biru Langit.

Kristal Jingga, seseorang yang dengan kristal Jingga akan menjadi seorang pendekar besar di jagad dunia persilatan. Mereka yang terlahir dengan kristal Jingga akan menjadi mutiara kebanggan desa.

Kristal Hitam, kristal Hitam adalah kebanyakan kristal yang di miliki oleh para Pendekar. Bakat yang di miliki oleh seseorang yang memiliki kristal hitam bisa di bilang standart.

Kristal Merah Darah, tidak ada penjelasan yang pasti mengenai kristal Merah Darah, tapi kebanyakan dari mereka mengatakan jika seseorang yang memiliki kristal Merah Darah tidak memiliki bakat hebat untuk menjadi seorang pendekar.

Tingkatan pendekar juga di bagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu Taruna, Madya, Raja, Bumi, dan langit. Setiap tingkatan juga memiliki 10 gerbang yang harus di lalui untuk mencapai atau menaiki tingkatan pendekar selanjutnya. Untuk membuka setiap gerbangnya membutuhkan suntikan tenaga dalam yang besar, semakin tinggi tingkatan pendekar, maka semakin banyak pula tenaga dalam yang di butuhkan.

Seseorang baru bisa di sebut pendekar bila sudah dapat menyimpan tenaga dalam di dalam tubuhnya.

Widura menatap langit lamat-lamat. Dirinya masih sulit percaya jika ia di berikan kesempatan kedua untuk mencegah dan menghabisi utusan iblis di tanah Nusantara.

Widura membulatkan tekadnya membangun pasukan untuk menghadapi utusan iblis. Ia tidak ingin kembali bertarung seorang diri karena sehebat apapun dirinya, ia akan tetap kalah.

"Aku akan berikan balasan atas kekalahan diriku saat itu, akan ku hancurkan kalian tanpa sisa, butiran debupun tidak akan ku sisakan."

Ch 2. Kristal Merah

Desa Pasmah, Kota Ampera.

"Anas, apakah kau sudah mengusir bocah sialan?" tanya Argadana kepada putranya itu.

"Ayah, kau tidak seharusnya berucap seperti itu, biar bagaimanapun dia tetap darah dagingmu," Anas membela putra sulungnya itu.

"Kau masih sudi menganggap dia sebagai anakmu, dia sudah mempermalukan keluarga kita, aku Argadana pahlawan kota Ampera tidak akan sudi menganggap dirinya sebagai cucuku," Argadana langsung menepis ucapan Anas. Sejak Argadana mengetahui jika Widura memiliki kristal Merah Darah, ia sudah memutuskan tidak akan pernah menganggap Widura sebagai cucunya.

Argadana sebenarnya sudah mengetahui jika Widura sudah meninggalkan desa Pasmah selama lebih dari satu bulan, namun dirinya tidak ingin mengatakan kepada Anas. Argadana beranggapan jika Anas tidak mengetahui hal itu.

Anas yang sudah mengetahui jika putra sulungnya itu menghilang entah kemana. Kedatangannya ke kediaman Argadana (Orang tuanya) untuk meminta ayahnya untuk mengutus beberapa orang untuk mencari keberadaan Widura, namun sepertinya itu tidak mungkin terjadi melihat dari cara Argadana menyambut kedatangannya.

Anas memilih kembali ke kediamannya. Ia tidak ingin berdebat lebih lama dengan ayahnya, Anas sendiri menyadari jika ayahnya sungguh begitu membenci putra sulunglnya itu yang hanya memiliki kristal Merah Darah di dalam tubuhnya yang menunjukan jika dirinya tidak berbakat menjadi seorang pendekar hebat di masa depan.

Anas berencana akan pergi seorang diri untuk mencari putranya itu. Ia tidak ingin membawa beberapa orang pengawal yang akan membuat ayahnya itu semakin membenci putranya itu.

***

Pagi-pagi sekali ketika Anas sudah bersiap pergi untuk mencari keberadaan putra sulungnya itu. Ia di kejutkan dengan keberadaan Widura yang baru tiba dengan pakaian compang-camping dan lusu karena termakan waktu.

"Akhirnya kau kembali juga, aku sangat cemas saat kembali ke desa kau sudah menghilang," Anas langsung memeluk putra sulungnya itu dengan begitu erat. Anas jelas tidak perduli dengan buruknya bakat yang di miliki oleh Widura.

Baginya Widura tetaplah putra sulungnya dan ia tetap menyayangi Wisuda meskipun bakatnya begitu buruk untuk dapat menjadi seorang pendekar hebat di masa depan nanti.

"Ayah tidak usah terlalu cemas, aku baik-baik saja," ucap Widura sambil menyeka keringat di keningnya.

Anas hanya bisa memberi semangat kepada Widura, untuk memberi sumber daya untuk mendukung kemajuan Widura, ia tidak berani.

"Kau harus berlatih dengan rajin, agar menjadi yang paling kuat di antara yang paling kuat, ayah akan memberikan sumber daya milik pribadi ayah untuk mendukung kemajuanmu," Anas terus berusaha membuat Widura memiliki semangat yang besar untuk terus berkembang ke arah yang lebih baik.

Widura tentu ingat di kehidupan pertamanya. Ayahnya hanya mampu mencapai pendekar bumi, karena hampir segala sumber daya yang ia miliki di berikan kepada dirinya.

Di kehidupan kedua kali ini, Widura bertekad untuk menjadi lebih kuat tanpa harus menggunakan sumber daya pribadi ayahnya. Ia tidak ingin kembali melihat ayahnya gagal mencapai pendekar langit dan kembali tewas dalam sebuah misi di karenakan kemampuannya yang terlalu lemah.

"Sesuatu yang buruk yang terjadi pada kalian semua, tidak akan pernah terjadi di kehidupan keduaku kali ini," guman Widura.

"Ayah tidak usah terlalu memikirkan diriku, aku akan menjadi kuat dengan caraku sendiri, ayah hanya perlu tetap sehat untuk melihatku berada di kasta tertinggi jagad dunia persilatan." ucap Widura meyakinkan ayahnya. Ia tidak ingin kesalahan kembali terulang.

Anas tersenyum lembut mendengar semangat dari anak sulungnya itu. Entah apa yang telah terjadi kepada Widura selama menghilang, namun Anas dapat merasakan tekad yang besar dari dalam diri Widura.

Setelah itu Anas langsung mengajak Widura masuk ke dalam rumah dan membiarkan Widura untuk beristirahat sementara waktu.

Setelah Anas pergi meninggalkannya sendirian di kamar, Widura mulai mengatur semua yang harus ia lakukan untuk dapat mencapai kekuatan seperti di kehidupan pertamanya.

Widura memilih untuk memulai dari hal kecil, yaitu melatih fisiknya agar menjadi lebih kuat dan berotot. Widura ingin kembali memiliki bentuk fisiknya di kehidupan pertamanya. Dada bidang dan kedua lengan yang berisi membuat dirinya begitu gagah nan rupawan.

***

Di pagi yang cerah Widura langsung berjalan menuju Kota Ampera yang berjarak sekitar satu jam perjalanan.

Widura memilih berjalan pagi-pagi sekali untuk mengindari beberapa anak seusianya yang sering membuli dan memukuli dirinya.

Namun nasib baik belum pihak kepada Widura. Dalam perjalanan ia di sergap oleh rombongan Adnan, orang yang paling suka membuli Widura.

Jika di kehidupan sebelumnya, Widura akan lari terbirit-birit saat melihat mereka, tapi di kehidupan kali ini Widura terus melangkah maju mendekati mereka.

"Kalian lihat, sampah itu sudah sungguh berani!!!" tunjuk Adnan kepada Widura yang sudah berdiri tidak berdiri tidak jauh dari mereka. Adnan salah satu mutiara kebanggan desa Pasmah, karena Adnan lahir dengan bakat kristal Jingga. Sehingga membuat dirinya memiliki masa depan yang cerah dan besar. Saat ini Adnan sudah mencapai pendekar taruna gerbang 5.

"Dia sudah benar-benar ingin mati, karena terlalu putus asa dengan nasibnya," ejek Anub sambil tertawa merendahkan Widura.

"Kau seharusnya sudah mati, jika bukan karena kau anak dari ketua dan cucu dari pahlawan kota Ampera," Adnan tertawa dan melemparkan batu berukuran sebesar tinju kearah Widura. Batu itu sudah di suntikan tenaga dalam di dalamnya sehingga dapat melesat dengan cepat ke arah Widura.

Widura yang sudah memiliki pengalaman bertarung hidup mati selama ratusan tahun tidak mengalami kesulitan menangkap batu yang di lemparkan oleh Adnan.

Adnan dan dua orang anak buahnya itu begitu terkejut saat melihat Widura menangkap batu itu dengan sangat mudah.

"Jika hanya seorang pendekar taruna saja tidak akan mampu melukaiku di kehidupan kedua ini," guman Widura.

Adnan yang mendengar hal itu langsung di buat panas dan emosi, "Anub, ibung habisi sampah itu, buat dia meminta ampun dengan bersujud di bawah kakiku," perintah Adnan kepada dua orang bawahannya yang sudah mencapai pendekar taruna gerbang tiga.

Anub dan Ibung langsung bergerak berjalan mendekati Widura. Keduanya cukup percaya diri dapat mengalahkan Widura. Mengingat Widura belum memiliki kemampuan untuk menyimpan tenaga dalam di dalam tubuhnya.

Anub dan Ibung kompak langsung mengarahkan pukulan mereka tepat di bagian dada Widura. Di luar dugaan mereka, Widura dengan sigap menepis pukulan mereka, tidak hanya sampai di situ Widura juga melesatkan pukulan balasan kepada Anub dan Ibung.

Anub dan Ibung jelas begitu terkejut. Memang pukulan Widura tidak memiliki daya tekanan yang besar, namun cukup untuk membuat keduanya merasakan sedikit sesak di bagian dadanya.

Pukulan yang di lesatkan Widura memang tidak mengandung atau di sertai tenaga dalam. Akan tetapi Widura memfokuskan seluruh kekuatannya ke dalam pukulannya itu, sehingga membuat pukulan itu menjadi lebih kuat dan memiliki daya tekanan, meskipun tidak besar.

"Sudahlah jangan menghalangi langkahku yang sedang terburu-buru ini atau kalian akan menyesal telah menghalangi langkahku ini," seru Widura kepada Adnan, Anub, dan Ibung.

"Bagus, kau sudah semakin berani kepadaku, aku ingin lihat sampai batas mana keberanian yang kau miliki itu," ucap Adnan dengan lantang dan emosinya yang sudah mencapai ubun-ubun kepala, "Anub, Ibung mari kita beri sampah ini sebuah pelajaran berharga," perintah Adnan yang langsung di ikuti anggukan setuju oleh Anub dan Ibung.

"Aku sudah mengingatkan kalian, tapi kalian tidak mengindahkan peringatkan dariku, maka terimalah nasib buruk kalian hari ini,"

Ch 3. Lima Kitab

Adnan, Anub dan Ibung langsung bergerak cepat menyerang Widura.

Widura langsung bersiap dengan kuda-kudanya. Sedetik kemudian Widura sudah menyambut pertukaran serangan di antara mereka. Widura yang hanya menggunakan tenaga fisiknya saja tapi sudah cukup mengimbangi tiga orang lawannya.

Sama seperti di awal, Widura memusatkan seluruh kekuatannya di bagian tertentu saja. Untuk saat bertahan Widura memusatkan seluruh kekuatannya di pergelangan tangannya. Saat berbalik menyerang Widura langsung memusatkan kekuatan penuh di gepalan tinjunya, sehingga membuat lawannya merasa sesak di bagian dadanya.

Beberapa menit kemudian mereka mengambil jarak untuk mengatur napas.

Adnan begitu di buat kaget saat mengetahui Widura dapat mengimbangi serangan mereka bertiga.

"Kau!! Bagaimana bisa kau mengimbangi kami bertiga?" Adnan bertanya dengan nada tidak percaya dan sedikit membentak.

"Sudahlah tidak usah terlalu banyak tanya, biarkan aku lewat, maka aku akan menganggap apa yang terjadi saat ini tidak pernah terjadi," jawab Widura sambil tersenyum lembut dan percaya diri.

"Heh, tidak semudah itu, kau akan menyesali ucapanmu itu," seru Adnan sambil menarik pedang yang terselip rapih di punggungnya.

"Jangan salahkan aku tidak memperingatkan kalian semua!!" Widura kali ini mengambil inisiatif menyerang terlebih dahulu. Ia tidak ingin menunggu terlalu lama, karena akan memakan waktu yang tidak sebentar dan hal itu akan mengganggu semua rencana yang sudah Widura susun dari malam tadinya.

Widura memilih memusatkan serangannya kepada Adnan. Menurutnya jika Adnan sudah ia lumpuhkan, maka Anub dan Ibung akan mudah di bereskan.

Adnan sangat terkejut mengetahui kekuatan dan gaya bertarung milik Widura. Adnan yang sudah sering membuli dan menghajar jelas terkejut karena Widura berkembang begitu cepat.

Adnan jelas mengetahui jika Widura belum mencapai pendekar taruna. Tapi bagaimana bisa Widura yang di hadapi oleh dirinya bahkan dapat mengimbangi kekauatn mereka bertiga. 'Sebenarnya apa yang terjadi dengan Widura saat dirinya menghilang selama satu bulan' pikir Adnan.

Widura tidak membutuhkan waktu terlalu lama, ia sudah berhasil memukul mundur Adnan dengan sebuah tinjuan yang mendarat tepat di bagian dada Adnan hingga membuat dirinya terpental mundur cukup jauh. Beberapa menit kemudian Anub dan Ibung juga ikut terpental jauh.

"Sudah ku bilang bukan? Biarkan aku lewat, tapi kalian malah memaksaku berbuat sejauh ini," Widura menggelengkan kepalanya seakan-akan dirinya begitu terkejut dengan keadaan di depannya saat ini.

Adnan, Anub, dan Ibung hanya membisu. Mereka secara kompak menahan rasa takut mereka.

Widura yang ada di hadapan mereka saat ini tersenyum tipis nan lembut, namun tampak begitu mengerikan di mata Adnan dan dua bawahannya itu.

"Pergilah, sebelum aku berubah pikiran fan menghabisi kalian tanpa belas kasih lagi," bentak Widura keras.

Sedetik kemudian Adnan, Anub dan Ibung langsung lari terbirit-birit meninggalkan Widura. Mereka tidak ingin jika Widura berubah pikiran dan membuat mereka babak belur lebih parah lagi.

Setelah kepergian Adnan dan dua orang bawahannya. Widura kembali melanjutkan perjalanannya menuju Kota Ampera.

***

Kota Ampera

Kota Ampera, salah satu kota besar yang ada di daratan Nusantara dan di pulau Andalas, Kota Ampera adalah kota terbesar.

Kota Andalas adalah sebuah kota yang berdiri di sepanjang anak sungai musi. Kota Ampera memiliki ciri khas bangunannya yang memiliki corak khusus.

Selain itu kemegahan kediaman Tuan Kota nampak menjadi pemandangan dan keindahan tersendiri untuk Kota Ampera.

Tuan Kita generasi kali ini di ambil alih oleh Sri Joko Buryono dari keluarga Bumi. Keluarga Bumi saat ini memiliki kekuasan paling mutlak di kota Ampera. Aset yang di miliki keluarga Bumi pun tidak main-main.

Lintas generasi sudah berlalu yang pernah menjadi tuan kota hanya ada 3 keluarga saja, yaitu keluarga Bumi, keluarga Langit, dan keluarga Komet.

Di kota Ampera sendiri ada delapan keluarga. Terdiri dari satu keluarga tuan kota, yaitu keluarga Bumi. Empat keluarga utama, yaitu keluarga Komet, keluarga Langit, keluarga Bintang dan keluarga Lentera. Tiga sisanya adalah keluarga kecil, yaitu keluarga Bulan, keluarga Pelangi, dan keluarga Awan.

Widura sendiri berasal dari keluarga Lentera salah satu dari empat keluarga besar di Kota Ampera. Keluarga Lentera semakin terkenal dan semakin tinggi derajatnya saat Argadana berhasil memukul mundur ratusan siluman yang menyerang Kota Ampera yang hampir menghancurkan Kota Ampera.

Sejak saat itulah Argadana mendapat gelar Pahlawan Kota Ampera.

Kota Ampera juga bertajuk Kota pelayaran, karena sungai musi membentang jauh membelah dataran pulau Andalas sampai ke hujung pulau yang berbatasan langsung dengan samudra lepas.

***

Satu jam kemudian Widura sudah tiba di Kota Ampera. Hari ini Kota Ampera nampak begitu padat oleh pengunjung.

Widura melangkahkan kakinya memasuki sebuah toko yang terlihat begitu lusuh dan rapuh. Toko ini terlihat lebih sepi dari toko lainnya, bahkan hampir tidak memiliki pelanggan.

"Selamat datang tuan, tuan sudah memilih toko yang tepat untuk berbelanja," sambut seorang laki-laki tua berjenggot putih itu.

"Hmm dia tidak pernah berubah di kehidupan pertamaku dan kehidupan keduaku ini," guman Widura di dalam hatinya.

Widura langsung mengukapkan keinginan dan tujuan kedatangannya. Widura meminta beberapa kitab-kitab tua yang tersedia di toko ini.

Laki-laki berjenggot putih itu adalah pelayan sekaligus pemilik toko ini. Laki-laki berjenggot putih itu bernama Purnomo, pemilik dari toko Andalas.

"Tunggulah sebentar nak, aku akan mencarikan kitab ilmu bela diri dan kanuragan terbaik di seluruh daratan Nusantara," Purnomo langsung berlari cepat memasuki sebuah ruangan di bilik sebelah kanan.

Beberapa saat kemudian Purnomo sudah kembali dengan lima kitab usang yang sudah berusia sangat tua, terlihat dari kertasnya yang sudah berwarna kuning mencolok tua. Serta sebuah lontar yang tergulung dengan rapih.

"Ini koleksi terbaik milik tokoku, berhubung kau pelanggan pertamaku, maka kau berhak untuk memilikinya," Purnomo menyerahkan lima kitab itu dan satu lontar tergulung kepada Widura.

Widura tentu sudah tidak asing lagi dengan kitab yang ada di tangannya saat ini. Dua dari lima kitab itu sudah Widura pahami dan pelajari di kehidupan sebelumnya.

Sementara sisanya hilang di bawah pendekar lainnya. Meskipun Widura sudah mengetahui tentang tiga kitab itu, namun Widura tidak pernah mempelajarinya.

Kitab pertama bersampul biru, yaitu kitab yang menjelaskan tentang pelatihan fisik agar memiliki kemampuan fisik yang kuat dan kekar, bahkan ada yang tahan akan tembus akan sebetan pedang.

Berkat kitab bersampul biru inilah Widura memiliki fisik yang kekar dan kuat. Kitab bersampul biru inilah salah satu yang mengantarkan Widura ke puncak dunia persilatan di kehidupan pertamanya.

Kitab bersampul kuning, yaitu kitab yang mengajarkan beberapa jurus-jurus kanuragan tingkat tinggi, namun kelemahan dari kitab ini adalah tidak menuliskan ajian-ajian hebat di dalamnya.

Sementara itu sisanya adalah kitab bersampul merah, kitab bersampul hijau dan kitab bersampul hitam. Dari ketiga kitab itu hanya kitab bersampul hijau yang Widura tahu isinya, yaitu tehnik racun tingkat tinggi. Konon katanya seseorang yang mempelajarinya akan menjadi jenius racun terhebat yang pernah ada.

"Tiga kitab ini jatuh ke tanganku di kehidupan keduaku kali ini, tapi siapa yang mendapatkan tiga kitab ini di kehidupan pertamaku," pikir Widura.

Satu hal yang mengganjal pikiran Widura hingga saat ini adalah kenapa tidak ada pendekar ahli racun ternama di kehidupan pertamanya. Padahal kitab bersampul hijau ini sudah di ambil oleh seseorang terlebih dahulu sebelum kedatangan Widura.

"Semuanya akan ku ungkap di kehidupan keduaku kali ini,"

Widura lalu mengalihkan pandangannya kepada sebuah lontar yang tergulung dengan rapi. Di kehidupan pertamanya, ia tidak pernah mendengar lontar kuno yang menuliskan sebuah petunjuk atau semacam ilmu kanuragan.

"Lontar ini," Widura memegang erat lontar kuno itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!