Di kediaman Afif sedang berkumpul satu keluarga untuk membahas soal pernikahan Afif yang akan dilaksanakan satu Minggu lagi.
“Jadi nak, kamu beneran setuju dengan perjodohan ini, kan?,” tanya Aba (ayah) Afif.
“Kalo misal kalian semua, Aba Umi dan keluarga yang lain memang menghendaki demikian, Afif hanya bisa menerima dan in syaa Allah Afif akan berusaha menjaga rumah tangga Afif nanti,” jawab Afif mantap.
“Alhamdulillah, terima kasih ya, nak,” ucap Umi (ibu) Afif sambil mengusap kepala Afif penuh kasih sayang.
“Untuk urusan pernikahan, seserahan dan lain-lainnya, semuanya akan diurus. Afif hanya tinggal menyiapkan diri untuk nanti hari H pernikahan, ya,” jelas umi Afif.
“Baik, mi,” jawab Afif patuh.
Setelah percakapan tadi, Afif langsung masuk ke kamar dan memikirkan keputusannya barusan.
“Sebenarnya aku merasa siap tidak siap di waktu yang bersamaan. Aku belum kenal calon istriku, yang aku tau dia hanya adik dari teman dekatku, Ali. Setelah menikah apa Kayla akan menerimaku sebagai suaminya?. Afif hanya bergumam dengan pelan sambil merebahkan tubuhnya di kasur.
Setelah lama berkutat dengan pikirannya sendiri Afif memutuskan untuk ke kamar mandi, berwudhu lalu kemudian salat sunnah sebelum tidur. Hal tersebut biasa dilakukan Afif sebelum tidur.
Di Kediaman Kayla
Kayla sedang berada di teras rumah dengan kakaknya, Ali.
“Kak, memang harus banget aku nikah dalam waktu dekat ini, Minggu depan?,” tanya Kayla.
“Iya, dik. Kan sudah diputuskan oleh kedua keluarga besar tadi sore,” jawab Ali.
“Ngga bisa nanti aja kah, nikahnya?. Aku belum siap nikah, benar aja kak. Ih tolong bilangin ke Bapak dan Ibu kalo Kayla belum mau nikah,” kata Kayla dengan suara yang memelas.
“Apanya yang gak siap, Kay. Kamu udah ada di umur yang memang udah seharusnya menikah. Lagi pula calonnya udah ada, dia temanku, Afif. Kakak jamin Afif pria yang sangat baik,” jelas Ali lagi.
“Andai saja tadi aku tidak ikut pertemuan keluarga ini pasti ngga akan begini. Pasti aku ngga akan menikah dalam waktu dekat ini, aiiish pokoknya aku kesal sama kak Ali,” ucap Kayla sambil berlinang air mata. Lalu Kayla beranjak dan pergi ke kamarnya sambil menangis sesenggukan. Kayla benar-benar kaget dan syok mengetahui fakta bahwa Ia dijodohkan dan akan menikah dalam waktu dekat ini, Minggu depan.
Ali berlari mengejarnya, namun Kayla sudah lebih dahulu masuk kamar dan menguncinya dari dalam.
“Kayla, dengerin kakak. Ini semua demi kebaikanmu kamu,” ucap Ali di depan pintu kamar Kayla.
“Aku gak mau bicara dengan kak Ali, kak Ali gak sayang Kayla lagi,” ucap Kayla sambil sesenggukan.
Mendengar keributan dari ruang tengah, kedua orang tua Kayla dan Ali datang menghampiri dan bertanya.
“Kenapa adikmu itu, Li?. Apa Kayla tidak setuju dengan perjodohan ini?,” tanya Ramdhan, Bapaknya Ali dan Kayla.
“Bukan, pak. Kayla cuma belum siap aja,” jawab Ali dengan tenang.
“Biar ibu saja yang berbicara dengan Kayla, kalian lebih baik istirahat aja,” lanjut Rohmah, ibu Ali dan Kayla.
Ali dan Bapaknya langsung kembali ke kamar masing-masing.
Di kamar Kayla, Ia sedang menangis sambil menenggelamkan wajahnya di bantal. Ibunya masuk dan memanggilnya, “Nak, Kayla. Ini ibu, bisa bicara sebentar?” tanya Ibu Kayla.
Perlahan Kayla duduk di kasur dan menatap ibunya yang duduk di sampingnya.
“Lihat ibu, kenapa kamu menangis?. Kamu tidak mau menikah?,” tanya Ibunya.
“Bukan tidak mau Bu, tapi Kayla belum siap aja tiba-tiba harus menikah. Kan Kayla masih mau lanjut kuliah S2,” jelas Kayla dengan suara serak karena habis menangis.
“Kan bisa setelah nikah lanjut kuliah, kamu jangan takut. Lagian ini udah disepakati oleh kedua keluarga. Ini semua adalah hal yang terbaik yang bisa Bapak dan Ibu kasih untuk putri kami satu-satunya ini,” jelas Ibu Kayla.
“Meskipun kamu belum kenal sama cinta dengan calon suami kamu, tapi seiring berjalannya waktu, nanti kalian akan saling mengenal satu sama lain dan rasa cinta akan tumbuh dengan sendirinya setelah kalian menjadi pasangan yang halal,” kata ibu Kayla.
“Iya Bu, Kayla tahu. Tapi emang gak bisa nanti aja tah, nikahnya,” bujuk Kayla ke ibunya lagi.
“Tidak bisa, Kay. Sudah jelas tadi kan dua keluarga sudah sepakat kamu menikah Minggu depan. Lagian kenapa kamu tidak mau menikah, calon suami kamu Lora (Gus), pintar ilmu agamanya, baik dan patuh kepada orang tua. Ibu yakin dia bakal jagain kamu dan membuat kamu bahagia, jadi terima aja ya, perjodohan ini,” kata ibu Kayla.
“Terserah kalian saja, Kayla capek mau tidur dulu ya, Bu,” jawab Kayla. Kayla sudah pasrah dan sudah lelah dengan semua hal yang mendadak ini. Kayla memang sedikit keras kepala, manja dan sedikit pemarah.
“Tidur yang nyenyak ya, nak. Jangan lupa baca doa,” kata ibu Kayla sambil berjalan keluar dari kamarnya.
Keesokan harinya Kayla tidak keluar kamar dan hanya mengurung diri di kamar sambil berpikir keras tentang apa yang harus Ia lakukan saat ini.
Yang ada di pikiran Kayla saat ini, “bisa ga ya ga harus nikah Minggu depan. Bisa ga si tunangan aja dulu, duh. Apa kabur aja kali, ya. Ga mungkin bisa kabur. Ish. Ya Allah help me. Aku belum mau nikah,” rentetan kalimat itu muncul di benak Kayla.
“Apa aku ke rumah sepupu aja kali ya untuk sementara,” ucap Kayla dengan semangat, sekaan akan lupa kalau Ia tidak boleh ke mana-mana karena sedang dipingit.
Kayla berjalan keluar kamar sambil membawa tas berisi hp, dompet dan kunci motor. “Bu, Kayla keluar sebentar ya mau beli ice cream di depan,” kata Kayla ke ibunya yang sedang menonton tv di ruang tengah.
“Iya, setelah beli ice cream langsung pulang, ya,” jawab Ibu Kayla.
“Iya, Bu” jawab Kayla sambil berjalan keluar rumah menuju parkiran untuk ngambil motor.
Kayla mengendarai motor dengan santai tapi sedikit ngelamun. Ia masih kepikiran tentang pernikahannya yang akan berlangsung sebentar lagi. Pikiran-pikiran bahwa Ia akan menikah membuatnya tidak tenang.
Dalam waktu 20 menit Kayla sudah sampai di rumah sepupunya, Zahra. Zahra adalah sepupu Kayla dari Bapaknya. Kayla mengetok pintu sambil mengucapkan salam.
“Assalamualaikum, Zahra."
“Waalaikumsalam, iyaa sebentar,” jawab Zahra dari dalam rumah. Tak lama pintu terbuka dan menampilkan sosok Zahra yang merupakan kakak sepupu Kayla, 1 tahun lebih tua dari Kayla.
“Ayo, masuk. Tumben nih tiba-tiba ke sini tanpa berkabar sebelumnya?,” tanya Zahra.
“Iya, aku sedang malas di rumah. Lagi gak pengen di rumah,” dengan raut muka ditekuk.
“kenapa memangnya, ada masalah apa?," tanya Zahra sambil jalan menuju kamarnya.
“Kamu tau ga siii Ra, ada hot news yang pasti kamu kalo denger bakal kaget,” kata Kayla.
“Apa tuh, kayaknya aku tau, deh hot news-nya apa,” jawab Zahra.
“Apa?.”
“Kamu Minggu depan mau nikah, kan?,” tebak Zahra sambil nyengir ngeliat Kayla yang sedang tertekan.
“Itu tauu, kok tau?.”
“Iya tau dari Ibu semalam, paman udah ke sini dan bahas soal pernikahan kamu yang tinggal satu Minggu lagi,” jelas Zahra.
“Oh, gitu, hmm,” jawab Kayla tidak semangat.
“Jadiii kamu mau nikah nih, Kay bentar lagi. Cieee,” goda Zahra sambil ikut rebahan di kasur di samping Kayla.
“Aku belum mau nikah, you know?. Aku masih pengen sendiri, pengen lanjut S2, merantau, jalan-jalan dan banyak hal yang harus aku lakukan dulu, gak tiba-tiba menikah gini,” curhat Kayla.
“Aku tau ambisi kamu untuk lanjut kuliah, cuma gimana yaaa. Kalo 2 keluarga udah sepakat mah sulit banget untuk gak jadi nikah,” kata Zahra.
“Kamu masih bisa lanjut kuliah, asal bilang ke suamimu nanti, izin dulu, boleh nggak. Obrolin dulu aja pasti boleh kayaknya. Kan Dia juga udah S2 kan sama kayak kakak kamu,” jelas Zahra lagi.
“Tetep aja gak mau. Huaa gimana dong, gak ada yang mau membantuku kah, ih stres aku,” keluh Kayla.
“Kalo kata aku ya, ya udah terima aja, toh laki-laki yang mau nikah denganmu seorang Lora besar bisa dibilang, kayaknya kamu akan diperlakukan dengan baik, udah mah kamu kan adeknya teman dekatnya,” kata Zahra berusaha menyakinkan Kayla.
“Nah, itu masalahnya. Karena dia Lora pasti nanti apa yang aku lakukan akan dikait-kaitkan dengan agama.”
“Ya iya lah, atuh semua yang kita lakukan harus sesuai dengan aturan agama lah, Kay,” jawab Zahra.
“Maksud aku tuh, nanti aku harus ngikut ke mana dia pergi kan, mau tinggal di mana juga harus ikut dia, harus nurut apa kata dia, ih males,” kata Kayla mengeluarkan unek-uneknya.
“Namanya juga orang udah bersuami, ya harus ikut apa kata suami, kamu gimana sih kok kayak ngga tau aja,” kata Zahra.
“Tau sih sebenernya, cuma intinya aku gak mau nikah dulu, bisa ga yaaa, huaaa,” jawab Kayla frustasi sambil menenggelamkan kepalanya di bantal.
“Udah terima ajaa, ini pasti yang terbaik buat kamu,” jawab Zahra sambil duduk dan menepuk pundak Kayla.
Setelah sesi curhat Kayla tadi, Zahra mengajak Kayla untuk makan mie rasa pedas kesukaan mereka berdua.
“Ayo ke dapur, kita buat mie pedas,” ajak Zahra.
Kayla tidak bergerak masih membenamkan kepalanya di bantal.
“Ayooo beneran gak mau makan nih, mi samyang loh, ini,” ajak Zahra lagi.
Perlahan Kayla mulai duduk dan menjawab, “ya udah deh hayuuu, pengen yang pedas-pedas banget,” katanya.
Kemudian mereka berjalan keluar dan pergi memasak mi di dapur.
Setelah masak mi mereka lanjut makan sambil nonton TV di ruang keluarga.
“Menurut kamu, nasib aku setelah nikah gimana?,” tanya Kayla.
“Kamu bakal jadi ibu nyai di rumah dia. Kamu bakal jadi ukhti banget, hahahaha,” jawab Zahra sambi ketawa.
“Kok ukhti sih, zar."
“kan calon suami kamu Lora, anaknya kiai. Jelas kamu jadi ibu nyai,” jawab Zahra.
“Ih gak mau, ibu nyai dari Hongkong kali,” sewot Kayla.
Setelah makan mi mereka lanjut ngobrol sampai sore.
“Sana balik, udah sore,” suruh Zahra.
“Ngga ah, malas di rumah. Aku mau nginep di sini aja,” jawab Kayla.
“Ya udah, bilang dulu ke orang rumahnya kalo mau nginep.”
“iya, ini aku telepon kak Ali,” jawab Kayla.
Kayla mengambil hp-nya dan berusaha nelpon kakaknya. Masih berdering, 10 detik kemudian terjawab.
“Halo, Assalamu’alaikum kak,”
“Waalaikumsalam, kenapa kau?,” tanya Ali.
“Kakak lagi di mana,?” tanya Kayla.
“Lagi main di rumah Afif, kenapa?,” jawaban kakaknya kali ini membuat Kayla tertegun. Ngapain kakaknya itu di rumah Afif.
“Nggak, ini minta tolong bilangin ibuk dan bapak malam ini Kay nginep di rumah Zahra.”
“Ngapain nginep, pulang aja tidur di rumah.”
“Malas di rumah,” jawab Kayla tidak semangat.
“Pulang aja, tar kakak jemput,” paksa Ali.
“Gak mau, jangan jemput aku, aku malas di rumah, pada bahas nikahan aja, gak suka,” jelas Kayla.
“Kan emang mau nikah, ya harus dibahas lah, jangan kayak anak kecil, Kayla,” kata Ali tegas.
“Siapa yang anak kecil, orang aku mau nginep di sini doang, mau ngobrol sama Zahra, pokoknya aku mau nginep,” kekeuh Kayla.
“Assalamualaikum,” kata Kayla mengakhiri sambungan telepon.
Di tempat Ali, tepatnya di rumah Afif.
“Siapa, Li?,” tanya Afif.
“Biasa, Kayla ngeyel banget kalo dibilangin,” jawab Ali.
“Kenapa, dia?,”
“Kayla sedang ngambek dan nginep di rumah Zahra sekarang, disuruh pulang gak mau,” jelas Ali.
“Ngambek kenapa?” tanya Afif penasaran.
“Karena dia sebal sebentar lagi harus nikah, hahahaha” jawab Ali sambil ketawa.
“Kayla se tidak mau itu menikah sama aku Li?,” tanya Afif serius.
“Nggak, dia hanya belum siap saja. Percaya sama aku, dengan perlahan pasti dia bisa nerima kamu,” terang Ali.
“Perlu kamu tahu fif, adikku itu anaknya pemarah tapi ambisius, dan gak suka diatur kamu harus bersabar dengan sifat Kayla, ya,” kata Ali.
“In syaa Allah aku akan bertahan dan menerima semua yang ada pada dirinya saat setelah nikah nanti, Li,” jawab Afif.
“Tapi aku tidak yakin dia bisa menerima aku,” kata Afif lagi.
“Aku yakin Kayla bisa nerima kamu nantinya, kamu harus banyak bersabar dan harus tegas juga. Cinta bisa datang setelah sering bersama,” jawab Ali.
“Bagaimana saksi sah ?.”
“Sah !!!,” jawab saksi dan para hadirin serentak.
Seketika hati Kayla bergetar dan tidak bisa berkata apapun, lidahnya Kelu, matanya berkaca-kaca, ini merupakan hal besar dalam hidupnya yang belum sanggup Ia bayangkan akan benar terjadi.
“Kayla, segera Salim ke suamimu” ucap ibu Kayla yang duduk di sampingnya.
Aku menoleh ke arah ibu sebentar, ibu menganggukkan kepalanya, seakan-akan bilang “ya, lanjutkan cium tangan suamimu, sayang”.
Kayla menoleh ke arah seseorang yang sekarang sudah sah menjadi suaminya, dengan ragu Kayla mengulurkan tangan dan mencium tangannya dengan sedikit bergetar dan hati bergemuruh. Entah keberanian dari mana, Afif mencium dahi Kayla agak lama, lalu mengangkat sudut bibirnya, Ia tersenyum kepada Kayla.
Kayla hanya melihatnya tanpa ekspresi karena memang semua ini terjadi bukan benar-benar karena kemauanku.
Afif juga sama kagetnya dengan Kayla karena tiba-tiba harus menikah, namun tentu saja Ia tidak menampakkan itu. Afif sungguh tidak menduga akan menikah hari ini dengan perempuan pilihan orang tuanya, sedikit banyak Afif tahu tentangnya, Ia juga tahu bahwa perempuan yang dinikahinya itu sebenarnya tidak 100 % karena keinginan dia, melainkan karena sebuah perjodohan.
Afif ragu apakah Ia bisa membimbingnya ke jalan yang benar dan tetap berada di sisinya nantinya, tapi Afif akan berusaha untuk tetap mempertahankan pernikahan ini.
Akad nikah sudah selesai setengah jam yang lalu, saat Afif mencium kening istrinya dan tersenyum padanya. Wajahnya sedikit pias dan tanpa senyum, mungkin dia sedang meng ekspresi kan keadaan hatinya yang tidak menerima pernikahan ini, kata Afif dalam hati.
“Selamat ya, semoga kalian selalu bahagia”
“Selamat ya, semoga sakinah mawadah dan warahmah yaa”
“Selamat Kayla dan Afif”
“Cepat kasih kita ponakan-ponakan yang lucu, yaa,”
Begitulah kira-kira ucapan selamat dan candaan-candaan dari keluarga dan teman-teman Afif dan Kayla.
Sesekali Kayla melirik ke arah Afif saat bersalaman dengan para tamu, Ia tersenyum sepanjang tamu menyapanya, dan selalu terlihat ramah. Sedangkan Kayla hanya tersenyum dengan sedikit terpaksa. Kayla masih terlalu kaget dengan semua ini.
Di kamar, Kayla hanya diam di depan meja rias sambil menghapus make up yang lumayan tebal itu, sewaktu Kayla ingin membuka kerudungnya, kenop pintu terbuka menampilkan sosok yang sudah tidak asing lagi baginya, ya dia Afif yang sekarang sudah menjadi suaminya.
Kayla terdiam dan tidak jadi membuka kerudungnya.
Afif menatap Kayla dan berjalan ke arahnya dan berkata,
“Saya atau kamu dulu yang mandi?,” tanyanya.
“Saya dulu aja,” jawab Kayla, langsung berdiri dan berjalan ke kamar mandi.
Tadi setelah Afif selesai mengobrol dengan keluarga, Afif langsung masuk ke kamar, dan melihat Kayla yang sedang duduk di depan cermin, dia berusaha membuka kerudung yang melilit indah di kepalanya, tapi dia berhenti melepas kerudungnya dan terdiam.
“kenapa dia tidak melanjutkan membuka kerudung nya ?, Apakah karena ada aku ?. Ya aku kan suaminya, udah ngga papa dong, melihat rambut istriku sendiri.” Kata Afif di dalam hati.
Tapi setelah Afif pikir kembali, mungkin Kayla belum siap melepas kerudung di depannya, untuk sekarang Afif masih bisa memaklumi.
Setelah Kayla masuk ke kamar mandi, Afif duduk di sudut ranjang sambil merenggangkan otot sambil menunggu Kayla selesai mandi.
Beberapa menit kemudian Kayla keluar dari kamar mandi memakai baju lengkap dengan kerudungnya.
Afif tak memedulikan penampilannya yang masih menggunakan kerudung di depannya, sekarang Afif hanya ingin mandi dan membersihkan badan.
Setelah bersih-bersih, Afif mengajak Kayla untuk salat witir sebelum tidur.
“Sebaiknya kita salat witir dulu sebelum tidur,” kata Afif.
“Oh iya” jawab Kayla langsung memakai mukenahnya.
Selanjutnya mereka salat dengan khusyuk dan penuh khidmat.
Setelah salat, Afif mengulurkan tangannya untuk dicium Kayla, seperti layaknya suami istri. Namun, Kayla kebingungan, dan 5 detik kemudian akhirnya Kayla tersadar dan mengambil tangan Afif dan mencium tangan nya.
Setelah itu, Afif memegang ubun-ubunnya dan membaca doa untuknya.
Kayla diam dan menegang karena situasi saat ini sangat sakral baginya, pun bagi Afif.
Sungguh, aku belum siap untuk ini semua, astaghfirullah. Kata Kayla dalam hati.
“Kamu udah siap berumah tangga bersama saya, kan?,” tanya Afif dengan tiba-tiba setelah selesai membaca doa untuk Kayla.
“Sebenarnya saya belum siap dengan semua ini,” jawab Kayla sambil menunduk, Kayla merasa tidak nyaman menatap nya.
“Kenapa belum siap ?, padahal di umurmu sekarang seharusnya kamu udah siap berumah tangga dan punya anak,” katanya lagi dengan tutur kata yang bisa dibilang lembut.
Kayla speechless, untuk menjawab pertanyaan nya itu terasa berat untuk diungkapkan, Kayla tahu sudah sepantasnya berkeluarga dan punya anak, tapi di satu sisi Ia masih ingin sendiri dan fokus pada karirnya, bisa dibilang Kayla egois Ia hanya ingin lebih lama menikmati kesendirian nya yang Ia rasa sangat menyenangkan.
“Oh Tuhan Aku harus jawab apaaa, inginku teriak dan bilang, aku belum mau menikah!.” Kata Kayla dalam hatinya, lagi.
Tapi itu hanya pikiran Kayla saja, tidak mungkin Kayla berteriak di depan nya kan ?. Yang ada nanti Ia diceramahi, Kayla tau dia seorang Lora (Gus, di Madura putra laki-laki dari seorang kiai dipanggil “lora” untuk perempuan dipanggil ”neng”).
“Saya tahu kamu ingin sendiri dulu dan fokus pada kariermu sekarang, tapi saya ingin tahu alasan ketidaksiapanmu langsung dari kamu,” katanya lagi.
Astaghfirullah kenapa dia maksa sekali ingin tau jawaban aku. Batin Kayla kesal.
“Ya saya belum siapa aja punya suami dan punya anak,” jawab Kayla dengan tetap menundukkan kepalanya.
“Kamu bisa berbicara dengan menatap saya,” katanya.
“Saya lagi malas ngobrol” kata Kayla pelan.
“Saya suami kamu, jadi kamu tahu kan perintah suami adalah hal yang harus dituruti?,” tanyanya, sambil mengangkat dagunya agar melihat ke arahnya. Hati Kayla terasa jedag jedug seperti ada sekumpulan drumband yang sedang berantraksi di depannya dengan bunyi yang membuat hatinya seperti dipukul dengan keras.
Kayla hanya menatapnya, tanpa tahu harus berekspresi seperti apa dan menjawab apa. Kayla terlalu kaget dengan perlakuan Afif.
“Kalo saya minta hak saya sebagai suami kamu malam ini apa kamu siap?,” tanyanya di depan wajah Kayla.
“Hak apa ? Saya kan belum siap,” jawab Kayla dengan suara sedikit bergetar. Kayla beneran takut kali ini, “Oh my God, aku belum mau dan belum siap untuk menjadi istri yang seutuhnya buat dia,” Kata Kayla dalam hati.
“Terus saya sebagai suami sah kamu harus menunggu kamu siap untuk meminta hak saya?,” tanya Afif lagi dengan nada seakan-akan itu adalah sebuah perkataan yang tidak bisa dibantah.
“Saya tahu kewajiban saya sebagai seorang istri, tapi saya bilang sekali lagi bahwa saya belum siap terlebih lagi belum ada rasa cinta di antara kita,” jawab Kayla akhirnya.
“Oh jadi nanti kalo udah ada rasa cinta, kamu bisa menerima saya sebagai suami kamu, dan bisa memberikan hak saya, begitu?,” tanya Afif dengan tegas.
“Ya kemungkinan seperti itu” jawab Kayla berusaha yakin.
“Sebelumnya saya minta maaf belum bisa memenuhi tugas saya sebagai istri, saya benar-benar minta maaf,” kata Kayla lagi sambil menunduk kembali.
“Sudahlah, saya juga tidak akan memaksa, tidurlah sudah malam, saya bisa bersabar menunggu kamu siap, maafkan perkataan saya jika tadi sedikit keras,” jelas Afif.
“Tidak masalah” jawab Kayla mengerti, Kayla langsung membuka mukenah dan langsung rebahan di kasur.
Pukul 12.30
Kayla langsung rebahan setelah selesai salat dan mengobrol tadi, Ia mengambil hp dan nge cek wa, takutnya ada pesan yang penting.
Waktu Kayla sedang asyik maen hp, liat sw orang dan Nye croll Ig, Afif mengambil posisi tidur di samping nya.
“Udah malam, kenapa masih maen hp?,” tanya Afif tiba-tiba.
“Pengen liat aja siapa tahu ada temen yang nge chat dan ada yang penting,” jawab Kayla jujur.
“Tidur sekarang!, besok salat tahajud,” katanya dengan tegas.
“Iya bentar lagi,” jawab Kayla sambil asyik Nye croll hp.
“Tidur sekarang taro hp kamu!” katanya lagi, dengan penegasan di setiap katanya.
“Ih kenapa sih orang Cuma Nye croll sebentar juga,” ketusku.
“Berani banget kamu membantah saya,” katanya lagi sambil duduk.
Kayla diam, malas ah jawabnya, orang Cuma main hp doang, gumam Kayla dalam hati.
“Taro hp kamu, atau kamu ingin saya mengambil mahkotamu malam ini juga?,” tanyanya yang langsung membuat Kayla terdiam dan bingung. “Bentar-bentar mahkota apa maksudnya, astaghfirullah galak amat sih punya suami,” dumel Kayla.
“Ish, maen ngancem aja, iya iya saya taro nih, mau di charger” ketus Kayla.
“Saya ngga pernah main-main dengan ucapan saya, apalagi sama kamu, semua yang saya bilang serius, dan untuk melakukan apa yang saya mau saya ngga perlu persetujuan dari kamu,” jelasnya dengan dingin.
“Iya, udah ya, ngga ada mahkota-mahkotaan, serius saya langsung tidur ini,”
“Awas, besok kalo ngga bangun buat tahajud, saya geret kamu ke kamar mandi” katanya dengan galak.
“Galak banget sih, besok asal dibangunin, saya pasti bangun kok” ketus Kayla seraya memeluk guling dan mencoba untuk tidur.
Pukul 03.00 dini hari
“Kayla bangun, kita salat tahajud sekarang” ucap Afif sambil menepuk pelan bahu Kayla, tapi yang ditepuk tidak kunjung membuka mata.
“Kayla bangun,” ucap nya lagi, sambil mengguncangkan bahunya.
“Hoem......ini masih jam berapa ?, Saya masih ngantuk” jawab Kayla dengan mata tertutup.
“Bangun atau saya geret kamu ke kamar mandi?,” katanya lagi dengan suara yang agak keras dan tegas.
“Astaghfirullah, iyaa, orang masih malem jugaaa,” gerutu Kayla tapi langsung berjalan ke kamar mandi.
Selesai Kayla berwudhu, dia langsung memakai mukenah dan menempatkan diri di belakang Yusuf dan bersiap untuk salat tahajud.
Selesai salat tahajud, Yusuf menoleh ke arah Kayla dan berkata “ ambil Al-Qur’an mu sekarang,” perintah Afif.
“Bukannya abis dan berdoa udah ya, ngajinya nanti abis subuh?,” jawab Kayla yang memang merasa ngantuk banget.
“Kata siapa orang ngaji harus setiap selesai salat fardu?, Cepat ambil Qur’an mu.”
“Iya iya, ngantuk banget padahal,” gerutu Kayla
“Baca dari awal dengan keras,” perintahnya lagi.
“A’udzubillahiminasysyauhinirrojiim, bismillahirrahmanirrahim....” Kayla melanjutkan ngaji dengan terkantuk-kantuk. Afif mendengarkan dan sesekali membenarkan bacaan Kayla yang keliru dengan sabar.
Beberapa menit kemudian azan berkumandang, Kayla langsung duduk dengan tegak, dan matanya sudah tidak berat lagi, Kayla hanya ingin salat abis itu tidur, “astaga aku ngantuk banget,” batin Kayla.
Selesai salat subuh, dan ngaji al-waqiah bareng, Kayla langsung berdiri dan merapikan mukenah, kemudian ke tempat tidur untuk melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda.
“Ngga baik tidur habis subuh,” kata Afif sambil menatap Kayla.
“Saya ngantuk banget, biarkan saya tidur sebentar saja”.
“Ngga baik tidur pagi-pagi”.
“Kemaren cape banget, dan sekarang saya ngantuk, saya mau tidur sebentar doang,” kata Kayla dengan sedikit tidak jelas, karena setengah tidur.
Setelah itu Kayla terbang menuju alam mimpinya. Karena sudah sangat mengantuk dan masih kecapean Kayla langsung tertidur. Setelah itu tidak ada pembicaraan lagi antara Afif dan Kayla.
Pukul 08.00
Kayla terbangun mencium aroma wangi dan segar, entah dari mana munculnya.
“Bagun, udah jam 8, kalo lapar, bisa langsung ambil di ruang makan,” katanya dingin.
“Iya” jawab Kayla.
“Jangan tidur lagi, salat Dhuha dan mengaji sebelum makan,” perintahnya lagi.
“Iyaa,” jawab Kayla dengan malas.
Afif langsung keluar meninggalkan Kayla sendiri.
“Mau kemana kali dia, ngga bilang-bilang ish, bodo amat lah,” gumamnya.
Selanjutnya Kayla langsung Wudhu dan salat dhuha, abis itu langsung makan di ruang makan.
“Kayla udah bangun?,” sapa umi (ibu nya Afif), entah sejak kapan uminya ada di ruang makan.
“Eh iya mi,” jawab Kayla sopan.
“Afif udah berangkat ngajar ya?,” tanya umi.
“Iya mi, tadi udah berangkat,” jawab Kayla, padahal sebenarnya Kayla kurang tau Afif pergi ke mana.
“Oh dia pergi ngajar toh, iya iya,” kata Kayla dalam hati.
“Abis ini kamu bisa keliling-keliling pesantren, biar ngga bosen di sini aja, bisa ajak santri putri kalo mau,” kata umi.
“Iya mi, nanti Kayla ajak salah satu santri buat jalan liat-liat pesantren,” jawab kayla senang.
Kayla sedang berjalan bersama salah seorang santri putri yang bernama khozaimah.
Mereka berkeliling hingga tidak sadar sampai di depan pondok santri putra.
“kamu ngapain di sini,” tanya suara yang sedikit tidak asing.
“Hah ?, “ Kayla menoleh dan melihat Afif, suaminya.
“Lagi liat-liat sekitar aja,” jawab Kayla seadanya.
“Emang siapa yang ngizinin kamu keluar?,” katanya dingin.
“Umi tadi ngizinin saya keluar buat liat liat sekitar,” jawab Kayla dengan percaya diri.
“Seorang istri tidak boleh keluar rumah tanpa izin dari suaminya, bukannya kamu tahu itu, Kayla?,” katanya dengan nada tajam sambil menatap Kayla.
“Ya kan umi nyuruh Kayla, lagian mau izin ke sampeyan (bahasa Madura halus yang berarti kamu) juga kan lagi ngajar,” jelas Kayla.
“Sekarang balik ke ndalem,” perintahnya.
“Ih ngga mau, masih mau jalan ke depan, pen lihat-lihat aja,”
“Ini kamu sudah di luar Kayla,”
“Di luar mana ?, Baru geh disini”
“Ini udah di depan pondok santri putra, banyak santri putra disini, balik aja,” tegas Afif.
“Emang kenapa ?, Kan saya mah ngga mau ketemu santri putra, saya Cuma mau jalan aja,” kata Kayla.
“Balik sekarang, atau kamu ngga akan bisa keluar kamar selama sebulan?,” ancamnya.
“Kan saya Cuma mau jalan keluar, pengen cari udara segar, masa ngga boleh?,” kata Kayla dengan sedih.
“ Saya bilang balik sekarang ya balik, jangan ngeyel !” bentaknya.
Kayla yang dibentak keget dan merasa takut, sedih juga, Kayla langsung berbalik dan berjalan ke arah ndalem tanpa mengucap sepatah katapun.
Afif merasa tidak enak telah membentaknya tadi, tapi apa yang Kayla lakukan di dekat pondok santri putra, astaghfirullah. Gumam Afif tidak habis pikir.
Malam hari pukul 09.00
Kayla sedang rebahan di kasur sambil baca wattpad, dan ngga sadar kalo Afif sudah ada di kamar, duduk di kursi yang ada di kamar itu.
“Udah malem, sebaiknya tidur!,” katanya.
“Hah?,” kagetnya sambil menoleh sebentar
“Belum ngantuk,” jawab Kayla.
“Besok kalo ngga ada kegiatan sebaiknya di rumah aja, ngga usah ke mana mana” kata Afif.
“Untuk 5 hari ini kayaknya emang bakal di rumah aja, lagian kemaren kan emang ngambil cuti” jelas Kayla.
“Kalo bosen di rumah aja, biar nanti para santri baru ke sini aja buat ngaji ke kamu setiap pagi, biar kamu ada kerjaan,”
“Ngga ada kerjaan juga karena cuti loh. Tapi gapapa kalo misal ada yang ngaji ke saya. Emang bener mau biarin santri ngaji ke saya ?. Ngga salah?,” tanya Kayla memastikan, secara Kayla ini bukan lulusan pondok salaf dan hanya bisa mengaji sesuai tajwid aja. Untuk murottal dan bahasa Arab kurang bisa.
“Iya, kenapa nggak. Kamu juga dulu pernah mondok, kan ?. Jadi, saya yakin kamu bisa menyimak (mendengarkan santri ngaji, membenarkan bacaan santri jika salah) santri ngaji,” jawabnya.
“Okay, kalo gitu, lusa aja ya mulai nya,” kata Kayla.
“Besok aja, saya sudah bilang ke pengurus bagian takmir di santri putri”
“Ya udah, iya”
“Besok pagi mereka akan ke sini pukul 06.00,”
“Iyaa, okay.”
“Sekarang tidur, besok harus bangun pagi” suruh Afif.
“Iyaa” jawab Kayla sambil menarik selimut hingga dagu.
Pukul 03.00 malam
Afif bangun lebih dulu dan langsung ke kamar mandi untuk mandi dan wudhu kemudian dilanjut salat tahajud 4 rakaat di kamar. Setelah itu, Afif membangunkan istrinya yang masih tidur dengan nyenyak.
“Kayla, bangun salat tahajud,” ucap Afif di samping Kayla. Namun yang dibangunin tidak merasa terganggu malah semakin nyenyak.
“Bangun Kayla, salat dulu,” ucap Afif lagi kali ini sambil menepuk pelan pundaknya yang tertutup selimut.
“Hmm, pukul berapa ini?. Masih ngantuk, lima menit lagi ya,” kata Kayla tanpa menoleh dan malah semakin memeluk gulingnya.
“Okay, saya geret kamu,” kata Afif menakuti Kayla.
“Satu, duaaa,” hitung Afif.
“Iya iya bangun nih, ish kayak anak kecil aja pake dihitung segala,” ucap Kayla dengan ketus.
Afif hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan istrinya yang selalu susah setiap disuruh bangun untuk salat malam.
Setelah 5 menit di kamar mandi, Kayla keluar dari kamar mandi, dan langsung mengambil mukenahnya kemudian menggelar sejadah nya di belakang Afif.
Meskipun Afif sudah salat tahajud sendiri tadi, tapi Ia salat lagi dan mengimami istrinya. Mereka salat malam dengan khusyuk meskipun sesekali setelah salat Kayla terkadang menguap sambil menutup mulutnya.
Setelah salat, mereka lanjut mengambil Al-Qur’an untuk mengaji surah Yasin bersama. Setelah selesai membaca surah Yasin mereka duduk berhadapan, Afif melihat Kayla yang hanya menatapnya tanpa kata.
“Kenapa kalo dibangunin susah banget, kamu?,” tanya Afif tiba-tiba.
“Karena emang ngantuk aja,” jawab Kayla.
“Emang ngga terbiasa salat tahajud?,” selidik Afif.
“Kadang salat, kadang nggak kalo kecapean biasanya bangun pas azan subuh,” jelas Kayla.
“Mulai sekarang kamu harus rajin salat tahajud, Dhuha dan amalan sunah lainnya,” kata Afif.
“Kan sunah, gak wajib, semampunya Kayla dong ya,” jawab Kayla.
“Sunah itu dianjurkan, apalagi ini saya yang ngomong berati harus dilakukan,” final Afif.
“Pemaksaan ga, sih ini?,” tanya Kayla dengan raut muka memelas.
“Kamu mau diajak beribadah biar dapat pahala, malah alasan aja,” kata Afif.
“Bukan cari alasan ish, gini gini saya juga rajin kali,” sungut Kayla.
“Terserah kamu, saya salat subuh di Masjid, kamu salat di sini aja,” katanya lalu pergi ke laut kamar untuk ke masjid.
Afif salat di masjid bersama santri putra lainnya, kadang Afif yang menggantikan Abah nya untuk menjadi imam. Sedangkan Kayla salat di kamar sendiri, lanjut ngaji dan setelah itu harus siap-siap untuk stay di teras depan rumahnya karena pagi ini akan ada santri yang mengaji dengan Kayla sesuai perkataan Afif semalam.
Pukul setengah enam pagi beberapa santri putri sudah duduk dengan rapi di teras rumahnya dengan beralaskan karpet yang sebelumnya sudah Kayla sediakan. Kayla langsung duduk di depan pintu rumahnya beralaskan sejadah menghadap para santri putri.
“Assalamualaikum warahmatullahi Wabarokatuh,” ucap Kayla.
“Waalaikumsalam warahmatullahi Wabarokatuh,” jawab para santri serentak.
“Silakan yang mau mengaji langsung maju dua orang,” kata Kayla. Setelah itu setiap santri maju bergantian dengan tertib. Kayla sengaja langsung mengatakan santri untuk maju 2 orang karena memang santri yang mengaji lumayan banyak dan untuk menghemat waktu juga, karena Kayla tahu setelah mengaji mereka harus piket dan siap-siap pergi ke sekolah.
Pukul 06.15 Kayla sudah selesai netenen para santri putri mengaji, Ia langsung masuk ke rumah dan mengambil sapu untuk menyapu kamar dan seisi rumah. Meskipun nanti para abdi ndalem bakal datang untuk membersihkan rumahnya, tapi karena Kayla merasa tidak ada kerjaan Ia memutuskan untuk menyapu dan beres-beres sendiri.
“Kenapa nyapu rumah?,” kata Afif yang entah kapan datang dari masjid.
“Emang kenapa, gak ada kerjaan ini,” jawab Kayla tanpa menghentikan kegiatan menyapunya.
“Gak usah nyapu gak papa, nanti bakal ada yang bantuin nyapu,”
“Gapapa, saya aja,”
“Gimana tadi netenen para santri putri mengaji?” tanya Afif.
“Alhamdulillah lancar, ini setiap hari saya netenen orang ngaji, ya?” tanya Kayla penasaran.
“Iya setiap hari,” jawab Afif.
“Bukannya ada Mbak Nabila dan Mbak Ifa ya buat para santri mengaji,” kata Kayla.
“Karena sekarang ada kamu di sini, jadi sudah seharusnya ada yang mengaji ke kamu juga,” jelas Afif.
“Oh,” Kayla hanya ber Oh ria menanggapi jawaban Afif.
“Kenapa?. Gak suka kalo ada yang ngaji ke kamu setiap hari?,” tanya Afif sambil menaikkan alisnya.
“Nggak, cuma nanya aja,” jawab Kayla dengan cepat. Setelah itu langsung berjalan ke arah dapur.
Melihat tingkah istrinya yang selalu banyak tanya membuat Afif berpikir, sambil melihat Kayla yang sudah pergi dari hadapannya Ia berpikir kenapa kira-kira Kayla bertanya soal santri yang mengaji padanya. Bukannya jadwal dia mengajar hanya jika nanti pulang ke rumah istrinya. Karena Kayla mengajar di Sekolah dulu dia pernah sekolah. Untuk saat ini karena mereka sedang di rumah Afif, Kayla belum ada kerjaan mengajar apa-apa.
Di dapur Kayla berniat untuk memasak, meskipun jarang memasak dan keahlian memasaknya sangat patut dipertanyakan tapi Kayla berusaha untuk masak sendiri. Saat Kayla mencuci beras, Afif tiba-tiba sudah berdiri di depan meja makan dan melihat kegiatan Kayla.
“Emang bisa masak?” tanya Afif.
“Astaghfirullah!, ish ngagetin aja!,” omel Kayla sambil terus mencuci beras.
“Kalo gak salah, kata Ali kamu gak pernah ke dapur dan jarang banget masak,” kata Afif lagi.
“Iya, kalo cuma masak nasi dan goreng telor mah kayaknya bisa,” ucap Kayla tidak yakin. Dari zaman kuliah sampai lulus Ia tidak pernah menyentuh dapur karena memang malas berhadapan dengan kompor yang panas.
“Kata Mbah, kamu goreng telur juga gosong,” kata Afif lagi, Ia kembali menggoda Kayla, tapi dengan tampang serius.
“Iya, kadang,” jawab Kayla. Ia sebenarnya malu mengakuinya tapi apa yang dikatakan Afif memang benar adanya. Afif yang mendengar jawaban Kayla yang terdengar pasrah hanya menahan senyumnya.
“Tidak usah dipaksakan untuk masak, nanti bakal ada mbak Tin ke sini buat masak,” kata Afif.
“Bisa bisa, tenang aja. Saya lagi gabut. Sampeyan (artinya kamu kalo dalam bahasa Madura halus) siap siap untuk ngajar aja,” usir Kayla dengan halus. Kayla merasa tidak enak kalo kegiatannya dilihat oleh Afif.
“Baiklah,” jawab Afif kemudian langsung masuk kamar. Tadinya Afif akan berniat melarang Kayla ke dapur, karena Ia tahu Kayla adalah perempuan yang lumayan manja dan tidak mau melakukan hal yang dianggapnya ribet. Hal ini Ia tau dari Ali, kakaknya Kayla. Mengingat Kayla yang terlihat bosan jadi Afif biarkan saja Kayla memasak, mungkin nanti Kayla dengan sendirinya akan lebih suka memasak.
Pukul 08.00 Afif sudah selesai siap-siap untuk pergi mengajar dan langsung turun menuju lantai bawah di mana di meja makan sudah tertata masakan yang disajikan Kayla.
“Makan dulu aja, kalo mau,” kata Kayla sambil mengambil piring untuk dirinya sendirinya. Karena jadwal mengajarnya masih setengah jam lagi, Ia memutuskan untuk makan dulu. Ia langsung duduk dan menatap Kayla yang sedang menyendok nasi untuk dirinya sendiri.
“Saya ditawari makan, tapi tidak dikasih piring?” tanya Afif seraya melihat ke arah Kayla.
“Oh iya, lupa,” jawab Kayla dan langsung mengambil piring untuk Afif. Kayla belum terbiasa melayani orang lain selain keluarganya.
Ini pertama kalinya Kayla memasak dengan terniat untuk orang lain, Ia memasak nasi dengan lauk telur dadar dan tempe jaket. Tidak lupa sambal pedas yang diulek di cobek.
“Gapapa kan, lauknya segini aja?,” tanya Kayla ragu-ragu.
“Hmm tidak apa-apa saya tidak pemilih dalam hal makanan,” jawab Afif santai.
Kemudian mereka lanjut makan dengan tenang tanpa suara. Hingga saat Afif mencoba sambal yang di cobek Ia langsung tersedak karena rasanya sangat pedas.
“Ini minum dulu,” kata Kayla sambil memberikan segelas air putih kepada Afif.
“Kamu suka pedas?,” tanya Afif saat rasa pedasnya mulai menghilang.
“Iya, suka banget,” jawab Kayla sambil fokus melanjutkan memakan makanannya.
“Jangan terlalu banyak makan makanan pedas, nanti sakit perut,”
“Ngga papa kok, udah biasa makan pedas jadi aman,” jawab Kayla.
“Saya tahu kamu punya mag, jadi jangan ngeyel,” kaya Afif dingin.
“Makanan pedas itu favorit saya, terus biasanya gak papa ini abis makan pedas,” jawab Kayla tidak mau kalah.
“Okay, terserah kamu, kalo nanti sakit perut ke rumah sakit sendiri,” jawab Afif dan melanjutkan makannya.
Mendengar itu Kayla ngedumel di dalam hatinya “lagian siapa yang minta dianterin ke rumah sakit kalo sakit, lagian ga bakal sakit, bilang aja kalo gak mau repot kalo aku sakit, ih ngeselin.”
“Saya sudah selesai, saya berangkat dulu, saya pulang agak sorean karena habis Zuhur mau langsung ke kampus,” jelas Afif setelah selesai minum.
“Oh, iya okay,” jawab Kayla yang juga sudah selesai makan dan sudah mencuci tangan. Ia lanjut beres-beres dan menutupi sisa makanan tadi dengan tudung makanan. Afif yang masih berdiri di depannya membuat Kayla melihat ke arahnya.
“Kenapa?,” tanya Kayla.
“Salim dulu, kamu,” kata Afif sambil ngasih tangan kanannya kepada Kayla. Kayla diam di tempat dan berfikir “kenapa harus pake acara salaman sih, padahal tinggal berangkat aja,”
“Cepat, nanti saya keburu telat,” kata Afif membuyarkan lamunan Kayla.
“Hehe, iya,” kata Kayla salah tingkah karena sebelumnya Ia tidak pernah salim dengan orang lain selain orang tua dan kakaknya. Dengan ragu Ia mengambil tangan Afif, Ia masih merasa asing untuk melakukan hal yang seharusnya Ia lakukan mengingat Afif adalah suaminya.
“Jangan ke mana-mana saat saya tidak ada di rumah,” kata Afif mengingatkan Kayla.
“Saya pergi, assalamu’alaikum,” belum sempat Kayla menjawab Afif sudah mengucap salam.
“Waalaikumsalam,” jawab Kayla dan melihat punggung Afif yang sudah menghilang dari pandangannya.
Setelah kepergian Afif, Kayla langsung mencuci piring kotor, dan lanjut membereskan dapur.
“Neng, maaf baru datang tadi di dapur ndalem lumayan sibuk, jadi telat ke sininya,” kata bak Tin yang sudah ada di dapur. (“Neng” adalah panggilan untuk anak atau istri dari Kyai, kalo di Jawa sama seperti “Ning”).
“Oh, tidak apa-apa mbak,”
“Biarkan saya saja yang mencuci piringnya,” kata mbak Tin.
“Gak papa, saya aja,”
“Saya jadi merasa bersalah membuat neng masak sendiri,” kata mbak Tin merasa bersalah.
“Tenang aja, mbak. Nggak papa saya memang lagi ngga ada kerjaan kok,” jawab Kayla sambil tersenyum.
“Besok in syaa saya akan datang lebih pagi ya, neng,”
“Santai saja, mbak. Ke sininya kalo di ndalem sudah ngga ada kerjaan aja,” kata Kayla.
“Sebaiknya mbak kembali ke ndalem aja, atau istirahat saja, ini di sini sudah selesai semua kok,” jelas Kayla.
“Baik, neng kalo gitu saya kembali .ke ndalem, assalamu’alaikum ,” pamit mbak Tin.
“Waalaikumsalam,” jawab Kayla.
Setelah itu Kayla langsung masuk kamar, bersih-bersih dan salat Dhuha. Ia hari ini tidak ada kegiatan dan harus stay di rumah aja, karena kalo keluar rumah tentu saja Ia akan kena marah dari suaminya. Mungkin Ia akan bermalas-malasan di kamar selagi tidak ada suaminya.
Pukul 22.00 malam di kamar Afif dan Kayla
Afif sedang berada di depan laptopnya sedang sangat fokus mengerjakan sesuatu. Sedangkan Kayla sudah siap untuk tidur.
“Saya boleh pulang ke rumah gak, nanti kak Ali yang jemput ke sini,” kata Kayla pada Afif.
“Mau ngapain pulang?,” tanya Afif seraya menoleh melihat ke arah Kayla.
“Mau pulang aja bentar, kangen rumah,” jawab Kayla.
“Rumah kamu sekarang di sini,” kata Afif sambil fokus lagi ke laptop nya.
“Kan udah satu Minggu di sini, pengen ke rumah dulu, pengen main sama Azam,” jelas Kayla.
“Besok saya tidak bisa, ada kelas. Sorenya ngajar,” Afif menjadi dosen di Fakultas Ushuluddin dan selebihnya ngajar di pesantren milik abahnya.
“Kan Kayla dijemput kak Ali, Lora ya udah ngajar aja”
“Gak boleh ke mana-mana kalo gak sama saya,” jawab Afif masih fokus dengan laptopnya.
“Dan, jangan panggil saya lora, panggil mas aja atau yang lainnya”
“Kok bahas panggilan sih, pokoknya besok mau pulang” kekeh Kayla.
“Gak bisa, saya akan bilang ke Ali biar ga usah jemput kamu,” final Afif.
“Aiiish, terus kapan pulangnya. Pengen pulang banget” kata Kayla berkaca-kaca.
Afif menoleh dan melihat Kayla yang sudah berkaca-kaca dan menghela nafas.
“Emang segitu tidak betahnya tinggal di sini?”
“Bukan gitu, belum terbiasa aja, Ra” jawab Kayla sambil mengusap air matanya.
“Jangan panggil saya lora, saya suami kamu,”
“Iya, tapi mau pulang” jawab Kayla memohon.
“Gak boleh, tidak besok pulangnya. Satu lagi kamu mau gak mau harus betah di mana aja, selagi ada saya maka kamu harus selalu di samping saya di mana pun itu,” kata Afif tegas.
“Jadi besok beneran ga boleh pulang?” tanya Kayla sekali lagi.
“Sekali nggak tetap nggak, Andini Kayla Rizki,” jawab Afif tajam. Sejauh ini Afif belum pernah nyebut nama panjangnya selain pas ijab qobul waktu akad, ini membuat Kayla jadi diam dan menunduk takut.
“Sudah malam, tidur!” kata Afif.
Kayla langsung mengambil posisi untuk tidur dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Kayla sedang sedih karena besok tidak jadi pulang ke rumah orang tuanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!