HAPPY READING MAN-TEMAN 🤗.
📢📢TES!!!
BAGI KALIAN YANG MAU BACA CERITA INI, MOHON BACA SEASON 1 DAN SEASON 2 YAH
SEASON 1: SINGLE PARENT
SEASON 2: MASA ITU AKAN DATANG
INI ADALAH SEASON 3 CERITA TENTANG AMIER DAN BIAN. BIAR PAHAM ALUR NYA OCEH🤭😊😊.
Di sebuah arena balap, lebih tepat nya balapan liar. Berjejer beberapa motor besar dan kebisingan di tempat itu sangat membuat telinga pengang.
Tak kecuali dua pemuda yang ikut serta di dalam balapan tersebut. Mereka sudah sangat siap untuk melajukan motornya dalam kecepatan di atas rata-rata seperti pembalap pada umumnya.
Dor!!!
Suara pistol terdengar menandakan di mulai nya pertandingan. Mereka saling bersaing untuk mendapatkan juara.
Mereka berdua hanya untuk main-main saja, namun keahlian mereka dalam mengendarai mampu melawan siapapun yang jadi pesaing nya.
Mereka belum pernah sekalipun kalah dalam setiap pertandingan. Meski tak seperti hal nya pembalap profesional, tapi mereka bisa di sandingkan dengan para pembalap profesional itu.
Pertandingan berjalan begitu sengit membuat semua penonton begitu tegang. Dua kakak beradik itu saling mendahului dan menjadi urutan ke satu dan dua.
Mereka tidak menghiraukan teman mereka yang tertinggal cukup jauh di belakang mereka. Yang mereka fokus kan adalah sampai garis finish dengan cepat.
karena ada satu hadiah yang mereka rebut-kan.
Pertandingan sengit pada akhirnya di menangkan oleh mereka dengan selisih sedikit. Namun Bian lah yang pemenang nya.
Benar, Bian dan Amier. Dua pemuda yang saling merebut gelar juara hanya untuk satu taruhan di antara mereka.
Amier memukul bodi motor nya dengan kesal. Bian menaikkan alisnya meledek. Amier menatap tajam wajah yang menurut nya menyebalkan itu.
"Menang lagi!" seru Bian di depan yang tidak jauh dari Amier.
Amier melihat seseorang di belakang Bian dan meringis ngeri. "Bagus Kalian yah! Berapa kali Bunda bilang nggak boleh balapan?!" kesal Annisa.
"Aw ... Aw ...! Ampun Bun! Nggak ulangin lagi!" seru Bian yang kesakitan karena mendapatkan jeweran di telinga nya.
"Kak! Aku pulang dulu yah!" seru Amier dan membalikkan badannya hendak pergi. Namun dia urungkan karena melihat sang kakak yang berdiri di hadapan nya saat ini.
Asyifa ber-sedekap dan menatap tajam adik nya itu. Amier tersenyum canggung. "Eh! Kakak, sehat Kak?" tanya Amier.
Tawa Malik hampir meledak saat adik ipar nya itu mengatakan hal itu. "Pulang!" satu kata itu yang di katakan Syifa dan meninggalkan Amier.
Amier melemaskan bahu nya dan mendongak. Malik menghampiri sang adik dan menepuk pundak nya. "Lelaki nggak boleh lemah." Malik pergi meninggalkan nya dan berlari menuju sang istri setelah mengatakan itu.
Amier menghembuskan nafas lelah.
💢💢💢💢
Dua pemuda itu duduk menunduk karena merasa bersalah. Bersalah? benarkah bisa di bilang bersalah. Tapi mereka melakukan nya berulang-ulang dan itu tanpa sepengetahuan bunda mereka.
Oh iya, jika pun tau pasti nya tidak di perbolehkan.
"Kalian merasa hebat?" tanya Annisa.
Mereka menggelengkan kepalanya. Meski ada sedikit kebanggaan di hati karena memang, tapi jika bunda sudah menanyakan itu harus lah menjawab tidak.
"Kalian tau nggak sih itu arena begitu membahayakan. Kalian bahkan membahayakan pengguna jalan yang lain nya." Annisa memperingati.
"Kalian sudah umur berapa? Kalian harus nya tau jika itu sangat berbahaya!" tegas Annisa.
"Sudah berapa kali Kalian melakukan hal ini?" lanjut nya.
Amier dan Bian mengacungkan jari nya dengan berbeda angka. Bian mengacungkan empat dan Amier mengacungkan tiga. Hal itu tentu nya mengundang kekehan dari Malik.
"Jawab yang benar!" tanya tegas Asyifa.
Mereka gelagapan dan mengacungkan jari yang menunjukkan berapa kali mereka balapan liar.
"Delapan kali?" tanya Annisa tak percaya. Wanita paruh baya itu menggelengkan kepalanya.
Memijat pangkal hidung nya karena pusing.
"Jadi jika Kita tak datang tadi dan tidak ketahuan, Kalian akan melakukan nya lagi?!" Asyifa begitu kesal.
Bian menggeleng dan Amier mengangguk.
Malik terkekeh, tawa nya hampir meledak, entah apa yang lucu di sini. Apakah karena kelakuan dua pemuda yang status nya sebagai adik ipar itu?.
Asyifa menyikut perut suami nya memperingati. Malik langsung terdiam membungkam mulut nya dengan rapat.
"Sebenarnya, apa yang Kalian rebut kan?" tanya Asyifa memicingkan mata nya dan menyelidik.
Mereka berdua saling pandang dan menatap sang kakak bersamaan.
"Tidur sama Bunda!" jawab mereka berbarengan.
Tawa Malik meledak. "Hahaha! Kalian konyol banget tau nggak!" tawa Malik.
Mereka mendengus kesal. Asyifa lagi-lagi menyikut perut nya dan Annisa menggelengkan kepalanya.
"Sudah lah! Bunda tidur sama Aku saja, dan dua bayi besar Bunda itu biarkan tidur sama bayi yang satu ini." Asyifa menunjuk ke arah Malik.
Malik seketika menghentikan tawa nya dan menoleh ke Syifa. "Nggak bisa gitu dong Yang! Kan Aku nggak buat salah apapun!" seru Malik tak terima.
Asyifa berbalik badan dan meninggalkan mereka bertiga di ikuti Annisa tanpa mengindahkan panggilan suaminya itu.
Amier dan Bian tertawa. Setelah ketegangan yang baru saja terjadi, kini kedua pemuda itu tertawa lepas melihat Malik yang begitu melas.
Malik berbalik menatap tajam kepada mereka.
Mereka acuh tak acuh mendapatkan pelototan dari Malik.
"Laki-laki jangan lemah!" seru Amier kepada Malik. Membalikkan kata-kata yang ipar nya katakan di arena balap sejam yang lalu.
"Ini semua gara-gara Kalian!" seru Malik kepada kedua nya.
Dia menghampiri mereka dan saling melempar bantal sofa. Mereka selalu seperti itu. Dan mereka tak sadar jika ada dua anak kecil yang menatap mereka dengan heran.
"Berisik!" seru kedua nya kepada tiga orang dewasa yang sedang bertingkah seperti anak kecil itu.
Mereka seketika menghentikan pergulatan mereka dan menatap dua anak kecil itu. Sebenarnya siapa yang anak kecil di sini, mereka bertiga kah? atau mereka berdua.
Sungguh aneh. Anak kecil yang sesungguhnya berlagak dewasa dan yang dewasa sesungguhnya seperti anak kecil.
"Kekanakan tau tidak?!" seru Salim. Salman hanya mengangguk membenarkan.
Mereka saling melepaskan diri dan membetulkan posisi mereka.
"Kalian kenapa belum tidur?" tanya Malik kepada kedua putra nya.
"Kalau Kalian tidak berisik pastinya kita tidak akan terbangun malam-malam begini!" ketus Salman.
Amier dan Bian terkekeh. Memang anak nya Malik dan Asyifa saja yang bisa mengutarakan apa yang mereka rasakan secara gamblang begitu.
"Ya ampun, anak siapa ini?" gumam Malik.
Kedua anak itu membalikkan badannya dan naik kembali menuju kamar nya yang ada di lantai dua. Dua anak kecil yang sekarang sudah memasuki sekolah dasar itu sesekali menggerutu dalam jalan nya.
Siapa yang tidak marah jika waktu tidur nya di ganggu bahkan bukan hal yang berfaedah seperti itu. Tentulah akan marah.
Mereka menatap kepergian anak itu. "Sudah kah? Nggak mau lanjutin lagi?"tanya Amier tanpa mengalihkan perhatian pada keponakan nya.
Malik dan Bian menoleh secara bersamaan pada Amier yang kebetulan ada di tengah-tengah mereka.
"Ada apa?" tanya Amier begitu polosnya.
Malik dan Bian mengambil ancang-ancang untuk berlari dan detik kemudian, mereka langsung berlari menuju kamar yang hanya tinggal satu saja, tanpa memperdulikan Amier yang masih berfikir.
"Dasar aneh!" gumam Amier melihat kelakuan kedua kakak nya.
Tapi, detik selanjutnya dia sadar apa yang terjadi dan berlari menuju kamar nya.
"Kurang asem!" gerutu nya sambil berlari.
SALAM HANGAT DARI AUTHOR KECE 😍.
HAHAHA OKE INI ADALAH CERITA BUAT KALIAN YANG INGIN TAU KISAH KEDUA NYA.
HERAN DEH AUTHOR MAH! DI SURUH MILIH TAPI MALAH AMBIL DUA-DUANYA COBA🙄.
SUDAH LAH BUAT KALIAN APA YANG NGGAK 🤭.
OKE SEPERTI BIASA NYA, KLIK LIKE DAN COMMENT VOTE NYA JANGAN KETINGGALAN, PLUS ITU BINTANG NYA TOLONG KASIH 5 YAH😉.
BIAR AUTHOR NYA SEMANGAT GITU😆.
HAPPY READING MAN-TEMAN 🤗.
Kicauan suara burung menyambut mereka di pagi hari, tapi ketiga laki-laki itu masih dengan pakaian yang semalam dan apa ini?
mereka begitu kusut dengan wajah bantal nya.
"Pagi semua," sapa Malik dengan mulut yang menguap.
Lelaki itu duduk di samping Syifa dan ber-sender di bahu nya.
Asyifa yang sedang menyuapi putri cantik nya itu pun menoleh dan tercengang. "Ya Allah Mas! Kenapa muka Kamu begitu?!" tanya Asyifa.
"Aku nggak bisa tidur Yang, kan Kamu tau kalau Aku nggak bisa tidur tanpa, ummm...." Ucapan Malik terjeda karena tersumpal roti.
"Diem Kamu Mas!" kesal Syifa. Malik tersenyum polos sembari mengunyah roti nya.
Annisa menggelengkan kepalanya saja. Memang menantu nya ini selalu seperti itu. Selalu memancing emosi Syifa namun begitu menyayangi nya. Bisa di bilang jahil.
"Dan Kalian juga kenapa?" tanya Syifa pada Amier dan juga Bian.
"Nggak dapet tempat Kak," jawab kedua nya hampir bersamaan dengan lesu nya sembari memandang kesal ke arah Malik.
Malik hanya cuek tak menanggapi. Bahkan dia dengan santai nya meminum kopi yang sudah di sediakan oleh sang istri.
"Kenapa?" tanya nya lagi. "Tanya saja sama Suami Kakak yang rese itu!" saut Amier.
Asyifa melirik dan memicingkan mata nya meminta penjelasan. Malik hanya tersenyum.
"Nggak kok Yang, Mereka saja yang lebay." Malik menyauti.
"Masa Kita nggak boleh tidur di kasur, dan Kak Malik menyuruh Kita tidur di sofa." Adu Bian. Asyifa melirik tajam.
"Lain kali jangan suruh Dia tidur sama Kita deh Kak! Apes yang ada Kita nya." Gerutu Amier dan Bian mengangguk.
"Om jadi anterin Kita nggak?" tanya Salim menengahi perdebatan mereka.
"Kemana?" tanya Bian. "Ih! Om lupa yah kalau mau anterin Kita ke sekolah hari ini?" saut Salman.
"Iya kah? Tapi Om belum mandi, mending minta sama Ayah Kalian tuh dari pada nganggur dia kan." saut Amier.
"Enak saja nganggur, Aku ada pekerjaan yang harus Aku selesaikan. Iya nggak Yang?" ucap Malik mengerlingkan mata nya.
Asyifa memutar bola matanya jengah. Tau apa maksud dari yang di bicarakan oleh Malik itu. "Nggak tau, nggak denger!" ucap Asyifa.
Asyifa begitu heran melihat kelakuan suami nya itu yang semakin hari semakin mesum saja. Amier dan Bian tertawa tertahan. Malik menatap kesal mereka.
"Lagi pula Mereka minta Kalian yang nganter kok. Iya kan jagoan?" tanya Malik.
Mereka mengangguk kompak. "Lagi pula nggak lama kok, cuma dua jam saja dan lumayan kan buat nyari gebetan. Dari pada pergi sering berdua, Kalian bikin orang curiga." Malik tertawa pelan.
Bian dan Amier saling tatap dan berfikir sejenak. Mereka berdehem menetralkan ekspresi wajah mereka karena sedikit malu. Benar juga apa kata iparnya itu.
Mereka sering sekali bersamaan. Apa lagi mereka tidak punya seseorang yang mengisi hati mereka, atau mungkin, belum?.
"Sudah lah, Kalian ini memang selalu seperti itu." Saut Annisa sembari menyuapi nenek.
Nenek sekarang sudah tidak bisa apa-apa lagi karena diri nya sudah tidak bisa berjalan dan hanya mengandalkan kursi roda saja. Kejadian saat terjatuh di kamar mandi membuat dia tak lagi bebas melakukan apapun. Dan hal itu membuat Annisa lebih memperhatikan keadaan nya.
"Kalian mandi sana dan anterin si kembar ke sekolah mereka untuk ekskul. Dan satu lagi, nggak ada ngebut-ngebutan yah! Awas saja jika Bunda dengar Kalian melakukan hal berbahaya seperti semalam!" tegas Annisa.
Mereka mengangguk paham dan menghabiskan sarapan mereka. "Tapi motor nggak jadi di sita kan Bun?" tanya Amier dengan cengirannya.
"Kali ini Bunda maafin,.tapi tidak untuk lain kali." Annisa memberi nasihat.
Mereka berdua tersenyum sumringah. "Bunda yang terbaik!" seru mereka kompak.
💢💢💢💢
"Om cepat!" seru Salman pada Bian saat melihat nya berjalan menuju motor nya yang sudah di naiki oleh bocah itu.
"Sabar dong!" sahut nya.
"Kalau nggak cepat nanti keburu telat!" balas sautan Salman.
"Kak! Gimana kalau Kita balap sampai sekolah Mereka?" usul Amier menyengir.
"Nggak ada balap-balapan, nanti kalau Mereka ngadu ke Bunda bagaimana?!" tolak Bian. "Nanti saja pulang nya Kita balapan nya." Bian memelankan suaranya.
Mereka bertos ria dengan tangan yang di rendahkan. "Kita dengar yah Om!" sahut Salman.
"Ya jangan, nanti Om traktir es krim mau?" tawar Amier.
"Nggak mau! Kita nggak bisa terima suap! tolak Salim.
"Memang anak nya Kak Syifa sama Kak Malik doang yang nggak bisa di bujuk!" lirih Bian.
"Tapi kalau di tambah satu set robot Transformer dan kawan-kawan nya Kita mau Om!" ujar Salman.
Dan ber-tos ria mengikuti apa di lakukan kedua Om mereka.
"Dasar matre!" seru kesal mereka secara bersamaan.
Si kembar hanya tertawa geli meledek.
"Anak-anak itu meniru apa yang orang di sekelilingnya lakukan dan ucapkan! Kalian yang lebih dulu mengajarkan mereka seperti itu." Malik yang berjalan mendekati ikut menyahuti perbincangan mereka.
Dia menghampiri putra nya dan ikut ber-tos juga. "Masih ingat kata yang Ayah ucapkan waktu itu?" tanya Malik.
Kedua nya mengangguk. "Apa?" tanya Malik.
"Jangan membuat Bunda nangis, selalu sayang keluarga, selalu berbakti sama Ayah dan Bunda, harus berkata jujur!" jawab mereka kompak dengan fasih dan lantang.
"Cerdas! Putra siapa sih?" tanya Malik lagi terkekeh.
"Putra Ayah Malik dan Bunda Syifa!" jawab mereka lagi.
"Ya sudah, nanti tambah telat." Ucap Malik.
"Baik Bos!" seru mereka.
Setelah perbincangan tersebut, mereka melajukan motornya mereka masing-masing untuk mengantarkan kedua keponakan tersayang mereka.
Malik menaiki motor nya juga dan mulai menjalankan nya untuk ke kafe milik nya.
Setiba nya di kafe, Malik langsung masuk kedalam ruangan pribadi nya dan mulai sibuk dengan pekerjaannya.
Sedangkan di tempat lain, di sekolah si kembar, mereka sudah sampai dan turun.
Setelah menyalami kedua nya, mereka berpamitan. Bian dan Amier hendak pergi dari tempat itu, namun perhatian Amier tertuju pada lapangan basket yang ada di seberang sekolah si kembar.
"Kak!" panggil Amier tanpa melepaskan pandangannya pada sekelompok pemain di lapangan basket tersebut.
Bian menoleh. "Ada apa?" tanya nya.
Amier memajukan dagu dengan alis terangkat bermaksud menunjukkan sesuatu. Bian ikut arah pandang Amier dan tersenyum.
"Kita main?" tanya nya menoleh ke Amier. Amier tersenyum tengil.
"Apa taruhan nya?" tanya Amier.
"Yang kalah nggak boleh tidur seminggu sama Bunda, bagaimana?" tantang Bian.
"Oke, setuju!" seru Amier.
Mereka menjalankan motor mereka mendekati lapangan tersebut dan ikut bergabung dengan anak-anak yang bermain di sana.
"Boleh main?" tanya Amier dengan tersenyum ramah.
Orang tersebut menoleh ke belakang dengan senyuman. Tapi senyuman nya pudar seketika saat melihat Amier. Begitu pula dengan Amier yang melakukan hal yang sama.
NAH LOH! SIAPA TUH?🤗.
SALAM HANGAT DARI AUTHOR KECE 😍.
HAPPY READING MAN-TEMAN 🤗.
Amier dan orang itu yang ternyata seorang gadis, saling diam dan terkunci dalam satu pandangan.
Mereka saling menatap bahkan sampai tak berkedip. Bian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal tersebut dengan menggerutu dalam hati. 'Situasi apa ini, apakah ada film India di main kan di sini?' gumam nya dalam hati.
Karena tidak tahan dengan situasi ini, Bian berdehem seraya mengatakan, "bukan mahram!" seru nya.
Mereka memutuskan pandangan mereka satu sama lain dan bertingkah canggung. Amier berdehem menetralkan suara nya.
Pipi gadis itu memerah karena malu. Dan dia menunduk dalam.
Bian mendekatkan diri pada sang adik dan berbisik. "Siapa dia?" tanya nya penasaran.
Bukan nya menjawab pertanyaan tersebut, Amier justru masih menatap wajah tertunduk itu.
"Bukan mahram jangan terlalu di lihat nanti ada setang yang lewat." Bian memperingati.
"Setan nya ada di sebelah Aku." Amier menyahut tanpa mengalihkan pandangannya pada gadis itu.
Bian memerah menahan kesal. "Adik kurang asem emang!" kesal nya. Amier menoleh pada sang kakak dengan tatapan yang datar seperti tidak sadar dengan apa yang dia ucapkan.
Bian mengapit kepala Amier dan memukul kepala nya main-main tapi Amier tetap mengaduh.
"Apa-apaan sih Kak! sakit elah!" eluh nya setelah di lepaskan Bian.
Gadis itu terkekeh melihat tingkah dua saudara di depan nya itu.
Kekehan gadis itu membuat mereka berhenti dari adu mulut dua pemuda itu. Mereka kembali stel kalem di depan gadis itu. Amier berdehem untuk menetralkan suara nya.
Mereka saling membuang wajah seakan malu dengan tingkah mereka sendiri.
"Kak Amier apa kabar?" tanya gadis itu yang membuat Amier menoleh.
"Kabar baik!" jawab nya cepat.
Bian mengerjap tak percaya melihat adik nya itu gugup. Yang Bian tau, dia adalah tipe orang yang jahil dan juga dingin pada orang lain.
Tapi melihat ini, pandangan curiga menjadi hal baru yang perlu dia tanyakan.
"Dan siapa gadis ini. Mengapa pula Amier menjadi malu dengan gadis ini, pemandangan yang langka?" gumam Bian dalam hati sembari mata nya meneliti wajah yang seperti nya tak asing baginya.
"Pernah lihat dimana yah?" gumam nya lagi.
"Maaf, seperti nya Aku pernah lihat Kamu tapi di mana yah?" tanya Bian pada gadis itu dengan tangan yang bersedekap sembari mengingat-ingat.
"Iya kah? Maaf Kak, mungkin iya. Tapi Aku juga nggak ingat." Ucap gadis itu.
Bian menepuk pundak sang adik dan bertanya gadis itu siapa. Bian membelalakkan matanya setelah Amier menjawab nya.
Bian mengingat sekarang gadis itu. "Wah! Memang Kita ini berjodoh buat bertemu kembali yah Ameera." Bian tersenyum.
Ameera memiringkan kepalanya sedikit bingung. Bian yang mengerti kebingungan Ameera pun terkekeh.
"Aku Bian Kakak nya Amier. Dulu Kita bertemu di rumah sakit sewaktu Amier kecelakaan." Bian mengingatkan.
Ameera berfikir sejenak dan membelalakkan matanya setelah mengingat siapa dia.
"Oh, Kakak yang nyanyi konyol itu yah?" seru Ameera senang karena mengingat hal lucu dulu.
Amier terkekeh melihat ekspresi Bian yang langsung muram setelah mendengar apa yang di katakan oleh Ameera.
"Ya jangan di perjelas juga kali Meera!" sahut Bian sedikit kesal.
"Hehehe! Maaf Kak, habis nya Aku ingat nya begitu." Ameera mengatakan nya dengan begitu polos nya dan menggaruk tengkuknya.
"Mau main kah?" tanya Ameera pada mereka berdua.
"Boleh?" tanya Amier. Ameera mengangguk dan menyerahkan bola basket nya pada Amier.
Amier melepaskan kemeja yang di kenakan nya seperti outer -nya dan Bian melepaskan jaket nya.
Mereka ikut bergabung dengan yang lain nya. Dan mulai memainkan bola basket itu.
Permainan sengit begitu sangat terasa di lapangan tersebut.
Suara teriakan dari para penonton tak memecahkan fokus mereka untuk mencetak angka.
Hingga permainan di menangkan oleh Bian dengan skor beda tipis dengan Amier di menit terakhir.
"Yuhhuu! Menang!" seru Bian begitu senang.
Amier menggeram kesal. "Oke, kali ini Kakak yang menang. Besok-besok Aku yang akan memenangkan pertandingan yang lain nya!" ucap Amier.
"Aku terima dengan senang hati Tuan!" tantang Bian. Mereka saling berjabat tangan.
Mereka pun pulang setelah berpamitan pada Ameera sebelum nya.
Mereka saling bercanda sepanjang jalan menuju motor mereka. Hal itu tak luput dari tatapan Ameera.
"Bengong saja?!" seru teman Ameera seraya menyenggol bahu nya, membuat nya menoleh pada teman nya itu.
Ameera tersenyum canggung. Dan menatap kembali kepergian dua saudara itu.
💢💢💢💢
Bian dan Amier pulang dengan dua ekspresi. Amier dengan kesal nya, dan Bian dengan senang nya.
"Jangan ngiri yah!" seru Bian. Amier mencebikkan bibir nya.
"Lihat saja nanti, nanti juga Aku yang menang!" ucap Amier dengan seringaian nya.
Bian mengerutkan keningnya, merasa ambigu dengan apa yang di katakan Amier.
Malam pun tiba, seperti perjanjian, Amier dan juga Bian. Yang menang akan tidur dengan Annisa. Baru kali ini ide gila mereka lakukan dengan bertaruh seperti itu.
"Bunda?" ketuk Bian pada pintu kamar Annisa seraya memanggil.
Annisa membuka pintu kamar nya dan tersenyum melihat putra nya di depan kamar nya.
"Bunda, boleh nggak Aku tidur sama Bunda?" izin Bian dengan cengirannya.
Annisa memicingkan mata nya mencari tau. Dia menengok ke belakang Bian dan menemukan sesosok yang bersembunyi di balik tembok. Dan Annisa sangat tau siapa itu.
Annisa mengangguk dan mempersilahkan Bian untuk masuk.
Bian naik ke atas kasur Annisa. Seperti dulu, Annisa begitu sayang menutupi sebagian tubuh Bian. Ini yang Bian rindukan.
Mata Bian berkaca-kaca, memory -nya yang dulu kini terulang kembali. Rasa rindu dekapan seorang ibu, kini bisa dia rasakan kembali.
Annisa hendak merebahkan tubuhnya di samping Bian, namun suara pintu yang terbuka dengan keras seperti orang yang masuk dengan terburu-buru itu, mengurungkan niatnya.
Annisa menoleh dan sedikit kaget, suami pulang dengan keringat yang membasahi wajah nya dengan nafas yang memburu.
"Mas?" panggil Annisa sedikit heran. Wanita itu menghampiri suaminya dan menanyakan ada apa?.
Alih-alih menjawab pertanyaan dari sang istri, dia malah memegang lengan nya dan membolak-balikkan tubuh sang istri dengan khawatir.
"Kamu nggak apa-apa kah, Kamu ada yang sakit di mana, Kamu sudah minum obat, sudah makan?" tanya beruntun Aditya.
"Mas, Mas!" seru Annisa yang sudah pusing karena tubuh nya serasa di putar-putar.
"Kamu ini kenapa sih, dan kenapa pulang hari ini, bukankah kata Kamu besok baru akan pulang?" tanya Annisa.
"Iya, harus nya seperti itu. Tapi Amier bilang?" ucapan Aditya menggantung dan melirik ke belakang yang ternyata ada putranya.
Annisa mengangkat sebelah alisnya penuh tanya dan ikut menoleh ke belakang tempat dimana Bian duduk dengan muka yang merah karena kesal.
Dia bangkit dari ranjang orang tua nya dan dengan buru-buru keluar sembari berteriak, "Amieeerrr!" teriak nya menggaung di seluruh ruangan.
SALAM HANGAT DARI AUTHOR KECE 😍.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!