Dava Wibisana seorang pria tampan berusia 28 tahun dan merupakan pemilik sebuah perusahaan terbesar di Negara ini. Selain mengurus perusahaan, Dava juga harus mengurus kedua keponakannya karena orang tua mereka meninggal akibat kecelakaan satu tahun yang lalu.
Saat ini Dava sedang mengadakan rapat, tapi Dava merasa tidak tenang karena dari tadi ponselnya terus saja bergetar. Sehingga, setelah selesai rapat, Dava segera membuka ponselnya dan ternyata ada beberapa panggilan dari Mamanya.
"Ada apa Mama menyuruhku segera pulang?" gumam Dava.
Dava segera mengambil kunci mobilnya dan pergi dari kantor menuju rumahnya. Tidak membutuhkan waktu lama, Dava pun sampai di rumahnya.
Betapa terkejutnya Dava saat melihat kondisi rumah yang berantakan dan seorang pengasuh yang sedang menangis.
"Ada apa ini?" tanya Dava.
"Dava lihatlah, lagi-lagi Chika dan Cello membuat pengasuh menangis. Mereka menjahili pengasuh sampai terjatuh ke kolam berenang, untung ada Pak Rahmat yang menolong," sahut Mama Amelia.
Dava mengusap wajahnya dengan kasar, Dava sangat pusing dengan kelakuan kedua keponakannya itu. Otaknya seakan mau meledak, memikirkan antara kerjaan dan keponakannya yang super aktif dan sangat nakal itu.
"Sekarang mana Chika dan Cello?" tanya Dava.
"Ada di kamarnya," sahut Mama Amelia.
Dava segera berjalan ke lantai dua menuju kamar Chika dan Cello. Dava mengetuk pintu kamar kedua keponakannya itu. "Chika, Cello, apa Daddy boleh masuk!" tegas Dava.
Chika dan Cello yang mendengar suara Dava, langsung naik ke atas tempat tidur dan pura-pura tertidur.
"Oke, kalau kalian tidak mau membukanya biar Daddy yang masuk," seru Dava.
Dava pun masuk ke dalam kamar Chika dan Cello, Dava memperhatikan kedua keponakannya itu. Dava tahu kalau saat ini mereka sedang pura-pura, Dava pun melipat kedua tangannya di dada.
"Jangan pura-pura tidur, Daddy tahu kalau saat ini kalian sedang pura-pura, ayo bangun!" tegas Dava.
Chika dan Cello mulai membuka matanya dan duduk di atas tempat tidur dengan menundukkan kepala. Chika dan Cello sangat takut kepada Dava sehingga mereka tidak berani untuk menatap Dava.
"Apa yang sudah kalian lakukan kepada Mbak Maryam?" tanya Dava dengan tatapan tajam.
Chika dan Cello tidak ada yang berani menjawab, bahkan keduanya sudah saling menggenggam tangan satu sama lain.
"Jawab atau Daddy akan marah sama kalian dan tidak mau bicara lagi dengan kalian," ancam Dava.
"Maafkan kita, Daddy," lirih Chika dengan masih menundukkan kepalanya.
Chika dan Cello sangat takut kepada Dava, bahkan saat ini keduanya sudah meneteskan air mata mereka membuat Dava kembali mengusap wajahnya.
Dava berjongkok di hadapan kedua anak kembar itu lalu mengusap air mata keduanya, Dava sangat menyayangi mereka lebih dari apa pun. Dava memegang lengan keduanya dan menatap dalam mereka.
"Kenapa kalian suka sekali menjahili pengasuh kalian? kalian tahu, sudah berapa pengasuh yang mengundurkan diri akibat tidak kuat menghadapi kenakalan kalian? Daddy mohon, kalian jangan seperti ini memangnya kalian tidak kasihan kepada Daddy dan Nenek?" seru Dava.
"Tidak, Daddy jangan bicara seperti itu maafkan kita," sahut Cello.
"Apa kalian sayang sama Daddy?"
Chika dan Cello menganggukkan kepala..
"Kalau kalian sayang sama Daddy, tolong kerja samanya. Kalian harus nurut sama Daddy dan Nenek, Daddy itu sibuk mengurus perusahaan tidak bisa menjaga kalian setiap waktu begitu pun dengan Nenek yang sudah mulai tua dan cepat lelah. Tolong kalian jangan bersikap seperti itu lagi kepada pengasuh kalian," seru Dava lembut.
"Kita tidak suka dengan mereka Daddy, Mami sama Papi bilang kalau kita jangan terlalu dekat dengan orang asing jadi kita tidak mau dekat-dekat dengan mereka," sahut CHika.
Dava menghela napasnya, kakaknya dulu memang tidak pernah mempekerjakan pengasuh untuk Chika dan Cello karena kakak iparnya mempunyai trauma tersendiri mengenai pengasuh.
Waktu kecil, kakak iparnya mengalami penyiksaan dari pengasuhnya sehingga membuat ia trauma. Maka dari itu, ia tidak mau mempekerjakan pengasuh karena takut anak-anaknya mengalami hal yang sama.
Dava duduk di tengah-tengah antara Chika dan Cello, lalu Dava merangkul keduanya dengan penuh kasih sayang.
"Dengarkan Daddy, dulu ada Mami kalian yang mengurus kalian tapi sekarang kalau bukan pengasuh, siapa yang akan menjaga kalian? Daddy sibuk kerja, sedangkan Nenek Amel sering sakit-sakitan. Kalian tidak perlu takut karena di rumah ini banyak CCTV jadi kalau pengasuh itu macam-macam kepada kalian, Daddy yang akan menghukum dia," seru Dava lembut.
Chika dan Cello terdiam..
"Jadi, Daddy mohon kalian jangan seperti itu lagi ya?"
"Iya Dad, kita janji tidak akan mengulanginya lagi," sahut Cello.
"Bagus, kalau begitu sekarang kalian main lagi soalnya Daddy harus kembali ke kantor masih banyak pekerjaan yang harus Daddy kerjakan," seru Daddy.
"Oke, Daddy."
Dava menciumi kedua keponakannya itu, dari kecil mereka memang memanggil Dava dengan sebutan Daddy.
Dava pun keluar dari kamar Chika dan Cello, lalu menghampiri Mamanya yang saat ini sedang bicara dengan Maryam.
"Mbak, tolong jangan mengundurkan diri dulu soalnya saya sudah bingung harus mencari pengasuh lagi. Tolonglah bertahan untuk beberapa minggu ke depan, nanti saya akan kasih bonus untuk Mbak," seru Dava.
"Baik, Pak," sahut Mbak Maryam.
"Ma, Dava kembali dulu ke kantor soalnya pekerjaan Dava masih banyak."
"Iya, kamu hati-hati ya di jalan."
Dava pun pergi meninggalkan rumah dan kembali ke kantor. Dava memijat keningnya yang tiba-tiba terasa berdenyut itu, bagi Dava yang tidak mempunyai pengalaman mengurus anak kecil, menjaga Chika dan Cello sungguh terasa sangat sulit.
***
Waktu pun berjalan dengan sangat cepat, sudah satu minggu semenjak kejadian itu dan Dava tidak mendengar keluhan dari Mamanya mengenai Chika dan Cello.
Dava mengira kalau semuanya baik-baik saja dan kedua keponakannya menurut tapi ternyata dugaan Dava salah, Dava yang baru pulang dari perjalanan bisnisnya merasa terkejut saat mengetahui Maryam sudah mengundurkan diri dia hari yang lalu.
"Daddy sudah tidak tahu lagi apa yang harus Daddy lakukan kepada kalian, Daddy sudah pusing," seru Dava dengan memejamkan matanya di sofa.
"Daddy maafkan kita," seru Chika.
"Kalian benar-benar keterlaluan, kalau kalian terus-terusan seperti ini bisa-bisa tidak akan ada yang mau menjadi pengasuh kalian," kesal Dava.
Chika dan Cello terdiam dengan menundukkan kepala, sedangkan Amelia hanya bisa menghela napasnya.
"Ya sudah, sekarang biar Mama saja yang menjaga Chika dan Cello," seru Mama Amelia.
"Tapi Ma, Mama harus antar jemput mereka sekolah bagaimana kalau migrain Mama kambuh lagi? mama itu tidak bisa capek," seru Dava.
"Tidak apa-apa, daripada mempekerjakan pengasuh dan membuat para pengasuh tersiksa akan kelakuan Chika dan Cello, lebih baik Mama saja yang jaga mereka," sahut Mama Amelia.
Dava menatap kedua keponakannya itu, tanpa banyak bicara lagi Dava pun memutuskan untuk pergi dan masuk ke dalam kamarnya membuat Chika dan Cello semakin takut dan sedih.
Dava menghubungi asisten pribadinya dan menyuruh dia untuk membuat iklan pencarian pengasuh yang mempunyai mental baja karena mengasuh kedua keponakannya harus kuat menghadapi kejahilan-kejahilan yang dilakukan oleh Chika dan Cello.
*
*
*
Hallo guys, karya ini ikutan event tolong minta dukungannya ya🙏🙏
Di sebuah rumah sakit seorang wanita cantik sedang menyuapi adiknya yang terbaring lemah.
"Dek, besok kakak sudah mulai mengajar lagi jadi kamu gak apa-apa kan, kalau kakak tinggal sendirian?" seru wanita cantik yang bernama Reva itu.
"Iya kak, lagipula Rian sudah mulai membaik kok," sahut Rian.
"Do'akan kakak semoga kakak bisa bekerja lama di sana dan diterima baik oleh murid-murid kakak."
"Pasti kak, Rian akan selalu mendo'kan kakak. Memangnya kakak mengajar di mana?" tanya Rian lemah.
"Teman kakak ada yang nawarin kakak mengajar di sebuah Taman kanak-kanak, katanya itu sekolahan elit dan gajinya pun lumayan besar. Pemilik sekolah itu cocok dengan kakak dan besok kakak disuruh langsung mengajar," sahut Reva.
"Alhamdulillah, kak."
Reva adalah lulusan sarjana pendidikan, namun Reva belum diangkat menjadi PNS jadi Reva masih mengajar sebagai guru honorer.
Saat ini Reva sangat bahagia karena ditawarkan mengajar di sebuah taman kanak-kanak yang sangat elit oleh salah satu rekannya.
Reva hanya tinggal berdua bersama adik laki-lakinya yang bernama Rian. Saat ini Rian sedang sakit, satu tahun lalu Rian di vonis mengidap gagal jantung dan kondisinya sudah mulai memburuk.
Rian harus segera melakukan transplantasi jantung, namun Reva belum mempunyai biaya untuk operasi.
***
Keesokan harinya...
Reva sudah bersiap-siap dengan seragam yang diberikan oleh pihak sekolah, sudah satu minggu ini Rian dirawat di rumah sakit dan Reva sangat bingung dari mana harus mencari uang untuk membayar biaya rumah sakit ditambah Reva harus segera mendapatkan uang untuk biaya operasi transplantasi jantung Rian.
"Ya Allah, semoga kali ini hamba bisa mengajar lama di sekolah itu karena hamba butuh sekali uang untuk biaya pengobatan adik hamba," batin Reva.
Reva menghampiri Rian yang masih terlihat tidur itu, diusapnya kepala Rian dengan lembut lalu Reva mencium kening Rian.
"Dek, kakak berangkat dulu, ya."
Reva pun tersenyum dan dengan berat hati meninggalkan adiknya itu, tidak lupa Reva menitipkan Rian kepada dokter dan suster di sana.
Reva memesan ojeg online dan segera menuju ke sekolahan. Sedangkan di kediaman Dava, Amelia terlihat sangat kewalahan mengurus kedua cucunya itu.
"Ma, Dava sudah menyuruh asisten Dava untuk mencari pengasuh yang bisa bertahan lama menjaga Chika dan Cello, Mudah-mudahan saja dia bisa cepat menemukannya karena Dava juga akan memberikan gaji yang sangat besar bagi yang sanggup mengasuh Chika dan Cello," seru Dava.
"Mudah-mudahan masih ada yang mau menjadi pengasuh Chika dan Cello," sahut Mama Amelia.
Pagi ini Dava mengantarkan Chika dan Cello sekolah, hingga beberapa saat kemudian mobil Dava pun sampai di depan sekolah.
"Ya sudah, sekarang kalian masuk jangan nakal dan jangan membuat Nenek pusing," seru Dava.
"Iya, Daddy."
Chika dan Cello pun mencium pipi Dava, lalu mereka berlari masuk ke dalam sekolah. Setelah melihat kedua keponakannya masuk, Dava pun memutuskan untuk pergi menuju kantornya.
Reva mengajar di kelas Chika dan Cello, Reva sangat lemah lembut bahkan Reva sangat mengerti akan sikap anak-anak karena memang sejak kecil Reva sudah terbiasa mengurus adiknya jadi dia tidak terlalu kaku menghadapi anak-anak kecil itu.
Reva mulai berkenalan dengan anak-anak didiknya.
"Halo, kalian kembar ya?" tanya Reva lembut.
"Iya, Bu."
"Nama kalian siapa?"
"Aku Chika, dan ini Cello," sahut Chika.
"Kenalkan nama Ibu, Ibu Reva. Kalian anak yang cantik dan tampan," seru Reva dengan mengusap kepala keduanya.
Chika dan Cello langsung suka kepada Reva, padahal selama ini Chika dan Cello paling tidak suka disentuh oleh siapa pun bahkan oleh gurunya sendiri tapi entah kenapa, kali ini Chika dan Cello tidak marah atau pun menolak saat Reva menyentuh kepala mereka.
"Apa ibu akan mengajar di sini?" tanya Cello.
"Iya, mulai sekarang ibu akan mengajar di sini," sahut Reva.
Mata Chika dan Cello langsung berbinar, mereka sangat bahagia. Selama proses ngajar-mengajar, Chika dan Cello tidak henti-hentinya menyunggingkan senyumannya mereka sangat nyaman dengan kehadiran Reva, guru cantik yang lemah lembut itu.
***
Hari demi hari pun berlalu dengan sangat cepat, Chika dan Cello semakin menyukai Reva begitu pula dengan Amelia yang sangat kagum akan guru baru cucu-cucunya itu.
Chika dan Cello sedang menggambar di depan TV, sedangkan Dava dan Amelia duduk di sofa sembari memperhatikan anak-anak itu.
"Bagaimana Dava, apa kamu belum menemukan pengasuh untuk Chika dan Cello?" tanya Mama Amelia.
"Belum ada yang mau Ma, kemarin asisten pribadi Dava sudah membawa dua orang pengasuh tapi pada saat Dava menceritakan bagaimana sifat Chika dan Cello, mereka langsung mundur," sahut Dava.
Dava dan Amelia menghembuskan napasnya kasar, sedangkan Chika dan Cello saling pandang satu sama lain. Chika bangkit dan menghampiri Dava.
"Daddy, bagaimana kalau yang mengasuh Chika dan Cello itu Bu Reva? kita sangat menyayangi Bu Reva," seru Chika.
"Iya Daddy, jadikan Bu Reva sebagai pengasuh kita saja," sambung Cello.
Dava dan Amelia saling pandang satu sama lain.
"Bu Reva, siapa?" tanya Dava.
"Guru baru mereka di sekolah," sahut Mama Amelia.
"Ayolah Daddy, Chika dan Cello janji kalau Bu Reva jadi pengasuh kita, kita tidak akan nakal," rengek Cello.
"Baiklah, besok Daddy coba bicara dengan guru kalian," sahut Dava.
Chika dan Cello sangat bahagia, mereka berharap guru cantiknya itu bersedia menjadi pengasuh mereka.
"Ya sudah, lebih baik sekarang kalian tidur sudah malam," seru Mama Amelia.
"Baik, Nek."
Chika dan Cello pun segera membereskan alat-alat tulis mereka, lalu mereka mencium Daddy dan Nenek mereka secara bergantian.
"Dava, kamu harus bisa membujuk guru baru itu karena jarang-jarang Chika dan Cello meminta seseorang untuk menjadi pengasuh mereka," seru Mama Amelia.
"Iya Ma, besok Dava akan bicara dengan guru itu," sahut Dava.
***
Keesokan harinya...
Seperti biasa, pagi ini Dava menyempatkan diri untuk mengantarkan Chika dan Cello bersama Amelia.
Selama dalam perjalanan, Chika dan Cello tampak antusias menceritakan mengenai Reva membuat Dava penasaran dengan sosok guru baru itu.
Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya mereka pun sampai di depan sekolah dan ternyata bersamaan dengan Reva yang baru saja turun dari ojeg online.
"Bu Reva!" teriak Chika dan Cello bersamaan.
Reva menoleh dan tersenyum, Chika dan Cello berlari lalu memeluk Reva membuat Reva terkejut.
"Ya Allah, sepertinya pagi ini kalian sangat bahagia," seru Reva dengan senyumannya.
"Iya dong, Bu."
Dava dan Amelia terdiam, apalagi Dava. Dia tidak menyangka kalau guru baru Chika dan Cello masih muda dan cantik.
"Bu, kenalkan ini Daddy kita," seru Chika dengan menarik tangan Reva.
Reva menganggukkan kepala dan tersenyum ramah kepada Dava.
"Apakabar Pak, perkenalkan nama saya Reva guru baru Chika dan Cello," seru Reva dengan senyumannya.
"Chika, Cello, kalian masuk kelas sana, Daddy mau bicara dulu dengan guru kalian," seru Dava dingin.
"Baik, Daddy."
Chika dan Cello berlari masuk ke dalam kelas..
"Apa kita bisa bicara sebentar?" seru Dava dingin.
"Bisa, Pak."
"Dava, kita bicara di sana saja biar lebih santai," seru Mama Amelia menunjuk sebuah restoran di seberang sekolah.
Reva sangat gugup bahkan saat ini jantungnya berdegup sangat kencang, dia merasa tidak melakukan kesalahan tapi kenapa wali dari Chika dan Cello ingin mengajaknya bicara.
Mereka pun masuk ke dalam restoran itu dan memesan tiga kopi.
"Silakan duduk, Bu," seru Mama Amelia.
"Terima kasih, Bu."
Dava memperhatikan Reva dan menatap Reva dengan tajam membuat Reva semakin gugup. Reva menundukkan kepalanya sembari meremas tangannya sendiri.
"Apa kamu mau menjadi pengasuh Chika dan Cello?" seru Dava tanpa basa-basi.
Reva mengangkat kepalanya dan sepasang mata itu langsung bertatapan.
"Maksud Bapak, apa?" tanya Reva gugup.
"Aku dan Mamaku sedang mencari pengasuh untuk Chika dan Cello, kalau kamu bersedia aku akan bayar kamu sepuluh kali lipat dari gaji kamu sebagai guru," seru Dava dingin tanpa ekspresi.
Reva sangat terkejut, dia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan oleh Dava. Amelia mengerti dengan Reva, Amelia pun menggenggam tangan Reva dengan lembut.
"Bu Reva, maaf ya Dava memang seperti itu tidak suka basa-basi. Begini, kita sedang mencari pengasuh untuk Chika dan Cello. Kita sudah mempekerjakan banyak pengasuh tapi tidak ada satu pun pengasuh yang mampu bertahan lama karena Chika dan Cello sangat nakal dan membuat semua pengasuh banyak yang tidak kuat mengasuh mereka. Tapi akhir-akhir ini mereka sering membicarakan ibu dan mereka ingin ibu menjadi pengasuh mereka, bagaimana apa ibu sanggup?" jelas Mama Amelia.
Reva terdiam, dia bingung dengan tawaran itu..
"Saya akan bayar kamu sepuluh kali lipat dari gaji kamu sebagai guru, asalkan kamu mau mengasuh mereka dan bisa bertahan lama," sambung Dava.
"Maaf Pak, Bu, apa saya juga harus tinggal di rumah Bapak dan Ibu?" tanya Reva.
"Tentu saja, karena kamu harus menjaga Chika dan Cello selama 24 jam," sahut Mama Amelia.
"Kita akan siapkan kamar untukmu bahkan kita juga akan memberikan fasilitas yang kamu butuhkan," sambung Dava.
Reva kembali terdiam, tawaran Dava sangatlah menggiurkan apalagi saat ini Reva sangat membutuhkan uang tapi kalau harus tinggal di rumah mereka, lalu bagaimana dengan adiknya yang sedang dirawat di rumah sakit.
Setelah berbincang-bincang dengan Reva, Dava pun pamit untuk pergi ke kantor. Reva merasa sangat bimbang dengan tawaran Dava, di satu sisi dia sangat membutuhkan uang itu tapi di sisi lain, Reva juga tidak bisa meninggalkan adiknya yang saat ini sedang dirawat di rumah sakit.
"Aku harus bagaimana?" batin Reva.
Hari ini Reva tidak bisa fokus mengajar, hingga waktu pulang pun tiba. Reva cepat-cepat memesan ojeg online dan pergi menuju rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, ternyata Rian sedang tidur. Reva duduk di samping Rian dan memperhatikan wajah pucat adiknya itu.
"Kakak harus bagaimana, Dek? saat ini kakak sangat membutuhkan uang banyak untuk biaya pengobatan mu, tapi kakak juga tidak bisa meninggalkanmu sendirian di sini," batin Reva.
Reva sungguh sangat bingung, segala macam rasa sudah berkecamuk di dalam hatinya hingga setelah beberapa saat berpikir, Reva pun melihat kartu nama yang tadi pagi diberikan oleh Dava.
"Sepertinya aku harus bertemu dengan Pak Dava lagi," batin Reva.
Reva dengan cepat pergi dari rumah sakit dan kembali menitipkan Rian kepada suster. Reva pergi menuju kantor milik Dava, lokasi kantor Dava lumayan jauh sehingga beberapa menit kemudian Reva baru bisa sampai di depan kantor Dava.
Gedung perusahaan milik Dava sangatlah besar bahkan Reva sampai tidak tahu ada berapa lantai perusahaan Dava itu. Reva segera menuju meja resepsionis.
"Ada yang bisa kami bantu, Mbak?" tanya resepsionis dengan ramah.
"Maaf Mbak, saya mau bertemu dengan Pak Dava," sahut Reva.
"Apa Mbak, sudah membuat janji?"
"Belum."
"Maaf Mbak, kalau mau bertemu dengan Pak Dava harus membuat janji dulu soalnya Pak Dava sangat sibuk."
"Ah iya, Terima kasih ya, Mbak."
Reva tidak bisa bertemu dengan Dava, Reva tidak menyangka kalau untuk bertemu dengan Dava saja harus membuat janji terlebih dahulu. Reva melangkahkan kakinya dengan langkah gontai, hingga Reva pun tidak sengaja menabrak seseorang.
"Maaf Pak, saya tidak sengaja," seru Reva dengan menundukkan kepala.
"Bukanya kamu gurunya Chika dan Cello, ngapain kamu ada di sini?" tanya Dava dengan suara basnya.
Seketika Reva mengangkat kepalanya dan menatap pria tampan yang ada di hadapannya.
"Ma-maaf Pak, saya ke sini ingin bertemu dengan Pak Dava," sahut Reva gugup.
"Ada perlu apa?"
"Bisakah kita bicara sebentar?" seru Reva.
Dava terdiam sejenak. "Baiklah, ikut denganku."
Dava melangkahkan kakinya dan Reva mengikuti Dava dari belakang. Dava mengajak Reva untuk masuk ke dalam ruangannya.
"Silakan duduk."
"Terima kasih, Pak."
"Apa yang ingin kamu bicarakan dengan saya? cepatlah, karena saya sangat sibuk," seru Dava dingin.
"Begini Pak, saya mempunyai adik yang saat ini sedang dirawat di rumah sakit. Saya sangat membutuhkan uang banyak untuk biaya pengobatannya, saya bersedia menjadi pengasuh Chika dan Cello tapi saya mempunyai satu permintaan."
"Permintaan apa?"
"Saya tidak bisa menginap di rumah Bapak karena saya harus menjaga adik saya di rumah sakit," sahut Reva.
"Apa kamu yakin bersedia menjadi pengasuh Chika dan Cello? kamu tahu kan, bagaimana sifat mereka? apa kamu akan kuat menghadapi sifat mereka yang seperti itu?" tanya Dava.
"Insya Allah saya siap Pak, saya sudah mengurus adik saya dari bayi jadi saya tahu bagaimana caranya mengasuh anak-anak. Lagipula, di mata saya Chika dan Cello anak-anak yang baik," sahut Reva.
"Baiklah kalau kamu sudah siap, masalah adik kamu jangan khawatir karena saya yang akan membiayai semua pengobatan adik kamu dan satu lagi, selama adik kamu di rumah sakit, saya akan mempekerjakan seseorang untuk menjaganya jadi kamu tidak usah khawatir lagi," seru Dava.
"Baiklah, Terima kasih, Pak."
"Kamu sudah bisa mulai bekerja besok, dan ini alamat rumah saya," seru Dava dengan memberikan alamat rumahnya.
"Terima kasih Pak, kalau begitu saya pamit."
Reva pun pamit dan kembali ke rumah sakit, hatinya begitu sangat bahagia dengan ucapan Dava yang akan membiayai pengobatan adiknya itu.
***
Keesokan harinya...
Pagi-pagi sekali Reva sudah membersihkan tubuh Rian. Tiba-tiba pintu ruangan rawat Rian terbuka. "Maaf, permisi apa benar ini dengan pasien yang bernama Rian adiknya Mbak Reva?" seru seorang pria.
"Iya benar, Mas siapa?" tanya Reva.
"Perkenalkan saya Hendra, saya diperintahkan Pak Dava untuk menjaga pasien yang bernama Rian," sahut Hendra.
"Ah, iya. Mohon Mas Hendra jaga adik saya dengan baik kalau ada apa-apa langsung hubungi saya saja dan ini nomor ponsel saya," seru Reva dengan memberikan nomor ponselnya.
"Baik, Mbak."
"Dek, kakak pergi dulu ya, pokoknya nanti makannya harus habis jangan ada sisa. Kakak akan sering jenguk kamu ke sini, dan kalau ada apa-apa kamu langsung hubungi kakak, ya," seru Reva.
"Iya, Kak."
Reva pun mengambil tas yang berisi baju ganti dan dengan berat hati meninggalkan adiknya di rumah sakit. Reva memesan taksi online dan pergi menuju rumah Dava.
Sementara itu di rumah Dava, Amelia dan ART sudah sangat pusing membujuk Chika dan Cello untuk makan.
"Chika, Cello, ayo makan nanti kalian sakit kalau tidak sarapan dulu," seru Dava.
"Kita tidak mau makan, itu sayur dan kita tidak suka sayur," sahut Chika dengan wajah yang cemberut.
Dava dan Amelia sudah tidak bisa berbuat apa-apa, bujukan mereka sama sekali tidak mempan.
"Maaf Pak, Bu, diluar ada seorang wanita cantik," seru ART.
"Suruh dia masuk saja," sahut Dava.
ART pun menyuruh Reva untuk masuk, Reva tercengang melihat rumah Dava yang sangat besar dan megah itu.
"Selamat pagi Bu Amelia dan Pak Dava," sapa Reva.
Chika dan Cello menoleh bersamaan, mereka sangat bahagia dengan kedatangan guru kesayangan mereka itu. Keduanya langsung berlari dan memeluk Reva.
"Bu Reva!"
"Hallo Chika dan Cello."
"Akhirnya kamu bersedia juga menjadi pengasuh Chika dan Cello," seru Mama Amelia lega.
"Iya, Bu."
"Mari ke sini, ibu ikut sarapan bersama kami," seru Mama Amelia.
Reva melangkahkan kakinya menghampiri Amelia dan Dava, sementara itu Chika dan Cello terus saja menempel.
"Kalian mau berangkat sekolah?" tanya Reva.
"Iya, Bu," sahut Cello.
"Bu Reva lihatlah, mereka sangat sulit untuk makan apalagi makan sayur," adu Mama Amelia.
Reva melihat ke arah Chika dan Cello. "Kenapa kalian tidak mau makan sayur, sayang?" tanya Reva lembut.
"Habisnya sayur itu gak enak, Bu," sahut Chika.
"Siapa bilang gak enak? memangnya kalian sudah pernah makan sayur?"
Chika dan Cello menggelengkan kepala bersamaan.
"Sekarang, kalian duduk dan dengarkan ibu. Sayur itu enak lho, dan juga sehat untuk tubuh kalian. Nanti kalau kalian banyak makan sayur, kalian akan sehat dan virus-virus jahat tidak akan berani mendekati kalian," seru Reva dengan senyumannya.
"Virus jahat itu apa, Bu?" tanya Chika polos.
"Virus jahat itu hantu yang akan menyakiti kalian, jadi kalau kalian tidak makan sayur, virus itu diam-diam akan mendekati kalian dan membuat kalian sakit perut," seru Reva dengan nada yang dibuat ketakutan.
"Ih, Cello takut."
"Makanya sekarang kalian harus coba makan sayur ya, ibu yang suapin kalian rasanya enak lho."
Ajaibnya Chika dan Cello langsung menganggukkan kepala. Reva mengambil sayur dan menyuapi Chika dan Cello dengan sangat telaten.
"Wow, ternyata sayur itu enak ya," seru Chika.
"Iya, apalagi Bu Reva yang suapin jadi semakin enak rasanya," sambung Cello.
Reva tersenyum dan menyuapi keduanya secara bergantian, Amelia menyunggingkan senyumannya sungguh Reva benar-benar hebat bisa membujuk Chika dan Cello. Begitu pun dengan Dava, seulas senyum terukir di wajah tampannya walaupun terlihat samar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!