"Kakak jangan lupa ya pulang nanti belikan ice cream vanila," Pinta seorang anak kecil berumur 10 tahun itu, anak itu bernama Fumika
Putri da biasanya di panggil Mika
, saat ini dia sedang diantar ke sekolah oleh kakak laki-lakinya bernama Lanzo Saputra yang berusia 18 tahun. Setiap hari Lanzo memang mengantarkan adiknya ke sekolah, karena ibunya sudah meninggal dan ayahnya jarang pulang karena harus bekerja, jadi hanya Lanzo yang merawat adiknya itu.
"Masuklah nanti kita beli ice cream," Jawab Lanzo sambil tersenyum manis, Fumika
mengangguk tersenyum lalu dia berlari kecil dan masuk ke dalam sekolahnya. Setelah mengantarkan adiknya sekolah, Lanzo segera pergi ke sekolah.
"Fumika
enak ya punya kakak ganteng dan pinter lagi, enak banget di bantuin ngerjain PR." Ucap teman Fumika
. Fumika
tersenyum senang dia terlihat sangat berbangga diri. "Siapa yang PRnya belum? 5 ribu kalau mau nyontek punyaku." Fumika
sambil tersenyum, dan banyak anak yang membayar ke Fumika
bahkan mereka juga rela membayar demi PR ini karena mereka yakin ajaran kakaknya Fumika
tidak pernah salah.
Lanzo berjalan menuju kelasnya, dan dia melihat gengnya Van Nico Lim, Van adalah anak orang yang paling kaya di sekolah ini, dan gengnya pun terdiri dari anak-anak orang kaya juga, setiap ke sekolah hanya mereka yang diijinkan untuk naik mobil sendiri. Mereka juga punya bascamp di sekolah khusus untuk geng mereka. Van berjalan dengan sengaja menyenggol pundak Lanzo, dan dia mengibas-ngibaskan pundakknya yang menyenggol pundak Lanzo, "Hati-hati bakteri Van," Ucap salah satu temannya, Van berdecih tersenyum lalu mereka pergi. Lanzo hanya diam, dia malas menanggapi anak-anak seperti mereka.
"Oeyyyyyyy....." Tiba-tiba Felix, merangkul pundak Lanzo dari belakang. Felix adalah sahabat Lanzo sejak kecil dan mereka selalu satu kelas sampai sekarang.
"Bikin kaget saja," Lanzo dengan nada kesal.
"Kau diam saja." Felix dengan kesal. Lanzo menoleh ke belakang Felix, dia terlihat sedang mencari seseorang.
"Jangan bilang kau mencari Yola, dia sudah berangkat duluan sejak pagi." Jawab Felix yang seakan-akan tahu isi pikiran sahabatnya itu. Lenzo mendengar ucapan Felix itu langsung lari ke kelasnya.
"Dasar manusia gengsi, kalau suka ngomong susah banget sih." Gumam Felix dengan kesal.
Lenzo melihat Yola yang sedang mengerjakan PR dengan teman-temannya itu, dia tersenyum yakin kalau gadis ini berangkat pagi-pagi untuk mengerjakan PR. "Memalukan sekali berangkat pagi cuma buat nyontek," Ledek Lenzo ke mereka. Mereka menyoraki Lenzo sambil melemparkan kertas ke Lenzo.
"Dasar pelit, bantu kek apa kek." Omel Yolanda Anastasya, dia juga sahabat dekat Lenzo dan Felix.
"Punya otak kan? pikir saja sendiri." Jawab Lenzo sambil menyentil kening Yola, Yola melirik Lenzo dengan tatapan mautnya. Dan Lenzo duduk manis di bangkunya sambil menikmati pemandangan kelasnya yang heboh cari contekan kesana kemari dan Felix pun ikut serta.
"Lihat tu anak, mentang-mentang udah songong bangeet," Sindir teman Yola.
"Engga tau tuh, kenapa ya orang pinter di kelas itu pelit." Sindir Yola dengan keras. Lalu Felix dan anak laki-laki lain mendekat ke Lanzo dengan wajah memelas. "Lanzo akan kami turuti semua keinginan mu," Ucap salah satu mereka.
"Eih begitukah minta bantuan?" Canda Lanzo.
"Ayolah cepat Lanzo, kau mau satu kelas di hukum? sekali-kali bersedekah PR kek." Omel Felix.
"Iya tu, pelit banget dehhhhh..." Omel salah satu cewek. Lanzo menikmati suasana kelas yang panik karena mereka belum menemukan contekan.
"Aduh mampus udah jam 7 lagi, eh nanti janjian ya kalau pak Rendy tanya PR kita jawab aja tidak ada gitu ya," Usul Yola. Mereka mengangguk setuju. Dan bel masuk, mereka duduk di bangku masing-masing dan pak Rendy datang.
"Selamat pagi anak-anak, di karenakan minggu depan ulangan harian jadi kita bahas PR kemarin ya biar cepat." Ucap pak Rendy.
"PR mana pak?"
"Iya enggak ada kok seingatku,"
"Lho saya beri PR halaman 34 sampek 40 kan," Pak Rendy sambil melihat bukunya, dan mereka masih berakting seakan-akan tidak ada PR apapun.
"Engga pak,"
"Iya di bukuku tidak ada catatan apapun," Yola.
"Masa iya engga ada?" Pak Rendy dengan heran. Lalu Lanzo mengangkat tangannya, "Ada pak, saya sudah." Ucapnya sambil tersenyum manis, seketika semua tatapan mata mengarah ke dirinya, mata mereka seakan-akan memberitahu Lanzo jika mereka siap membunuhnya.
"Oh jadi kalian semua bohong ke saya???" Pak Rendy dengan kesal.
"Akan aku bunuh manusia ngeselin itu," Geram Yola dengan kesal.
"KALIAN SEMUA YANG BELUM NGERJAIN, SEKARANG KE LAPANGAN!!!!" Bentak pak Rendy. Mereka berjalan menuju keluar tapi tatapan tajam mereka tertuju ke Lanzo, sedangkan Lanzo hanya terseenyum dan dia mengangkat 2 jarinya, "Peace." Ucapnya.
Mereka semua berjalan jongkok di lapangan seperti kereta api, semua anak-anak kelas lain menertawakan kelas mereka, termasuk Lanzo, dia tertawa melihat mereka semua.
"Aku akan pukul dia," Yola dengan kesal.
"Yola kenapa teman mu ngeselin banget sih." Ucap teman yang jongkok di depan Yola.
"Entahlah, dia dewa ngeselin sejak dulu." Jawab Yola dengan ngos-ngosan.
Mereka semua duduk di pinggir lapangan untuk beristirahat, lalu Lanzo datang sambil membawakan mereka minuman. "Minum ini teman-teman..." Ucap Lanzo, mereka langsung meminum minuman yang dibelikan Lanzo, mereka memuji kebaikan Lanzo, mereka tidak jadi membencinya tapi menyanjungnya.
"Sejak kapan dia berubah jadi malaikat?" Bisik Felix ke Yola.
"Entahlah, tapi perasaanku tidak enak." Jawab Yola.
"Lanzo tumben banget kau mau beliin kita," Ucap teman mereka.
"Iyalah, ini kan uang kas jadi ya ayo nikmati sebelum lulus." Jawab Lanzo dengan santai. Mereka semua berteriak kesal ke Lanzo dan mereka melemparkan botol minumannya ke Lanzo, "Kalian ini kenapa sih selalu ngamuk ke aku, heran deh." Lanzo dengan kesal.
"Masih tanya lagi...." Mereka memaki-maki Lanzo sedangkan Lanzo hanya minum dan tidak peduli dengan keadaan sekitarnya.
Sepulang sekolah, Felix, Yola, dan Lanzo berjalan pulang bersama. Mereka berdua mengabaikan Lanzo karena masih kesal dengan perbuatannya tadi. "Ayolah teman-teman, jangan gitu kan aku cuma bercanda hehe...." Lanzo sambil tersenyum.
"Apa bercanda? heh kau pikir itu lucu ha?" Omel Yola.
"Lagian suruh diam aja susah banget sih," Omel Felix.
Lanzo hanya tersenyum, "Sekali-kali kalian harus olahraga kan ya," Lanzo.
PLAK!
"Auuuu sakit taukkkkk," Omel Lanzo setelah dipukul oleh Yola.
"Kak Felix, kak Yola, kak Lanzo....." Panggil Fumika
, mereka langsung berhenti berjalan dan Fumika
berlari ke arah mereka.
"Kenapa keluar rumah? Fumika
mau beli sesuatu?" Tanya Lanzo. Fumika
mengangguk tersenyum, "Hari ini kak Lanzo mau beliin kita ice cream, ayo kakak-kakak.Oh iya kakak tomatnya habis di kulkas. " Ucap Fumika
lalu menggandeng tangan Felix dan Yola. Mereka berdua mengulurkan lidah ke Lanzo,karena ini pembalasan dari mereka, sedangkan Lanzo hanya diam dan termenung, "Dompetku tidak ada niatan mau kurusan," Gumamnya dengan sedih.
"Buah tidak jatuh dari pohonnya ya," Yola sambil terkekeh.
"Mereka memang saudara," Imbuh Felix dan dia tertawa kecil.
Malam harinya, Fumika
sedang mengerjakan tugasnya sambil memakan tomat sebagai camilannya sedangkan Lanzo membuatkan makan malamnya. "Kakak setelah di pikir-pikir aku cukup pintar ya orangnya," Ucap Fumika
dengan heran. Lanzo hanya terkekeh mendengar ocehan adiknya itu.
"Kakak buat sup ayam ya?" Tanya Fumika
.
"Iya, kenapa? Jangan bilang kau menyuruh kakak buat masukkan tomat," Ucap Lanzo sambil mengacungkan sutilnya ke arah Fumika
. Fumika
mendengus kesal melihat kakaknya yang sudah memarahinya padahal dia belum mengatakan apapun.
"Dengar ya Mika
, tidak semua orang suka kalau semua makanannya ada tomat. Kamu harus belajar begitu." Jelas Lanzo lalu dia kembali memasak, Fumika
hanya diam dan dia memakan tomatnya lagi.
"Ayah hari ini pulang," Ucap Lanzo.
"Iyessss ayah pulang," Teriak Fumika
dengan heboh.
"Mika nanti tetangga denger bisa di gedor-gedor rumah kita." Tegur Lanzo ke adiknya yang terlalu bersemangat itu. Fumika langsung diam dan menutup mulutnya.
"Ayah pulang..." Teriak ayah mereka. Fumika
langsung turun dari kursi meja makannya dan dia berlari menyambut ayahnya, "AYAHHHH....." Teriak Fumika
dengan heboh.
Lanzo menghela nafas melihat tingkah adik dan ayahnya itu, "Ayah dan anak sama saja." Gumamnya dengan heran, lalu Lanzo melihat tugas Fumika
, dia tersenyum karena adiknya bisa mengerjakan tugas sendiri tanpa ajarannya.
"Dia memang adikku," Gumamnya dengan bangga.
Setelah itu mereka makan malam bersama. Dan Fumika
sangat senang karena sup khusus di mangkuknya ada banyak sekali tomat, Lanzo ikut tersenyum melihat adiknya yang begitu bahagia melihat tomat. "Lain kali kakak tidak akan berbaik hati lagi loh," Lanzo.
"Kakak makasih," Ucapnya lalu dia makan dengan sangat lahab. Lalu Fumika
bercerita banyak hal ke ayahnya, dia sangat merindukan ayahnya karena ayahnya jarang sekali pulang. Ayah mereka bekerja sebagai sopir pribadi jadi dia tidak bisa pulang seenaknya saja, karena sewaktu-waktu dia pasti di butuhkan.
"Ayah nilai ku selalu bagus sendiri loh di kelas," Fumika
dengan bangga.
"Iyakah, untung saja gen ibu kalian turun ke kalian berdua." Ayah mereka dengan lega, karena dirinya tidak terlalu pintar.
"Ayah juga hebat," Fumika
. Ayah mereka tersenyum lalu dia mengusap kepala putrinya itu.
"Bukankah kakak sering mengerjakan tugas mu juga?" Tanya Lenzo sambil menopang dagunya dengan tangan kanannya itu.
"Iya sih, tapi sekarang aku coba kerjain sendiri bisa kok. Tapi mereka nanti tidak yakin kalau aku yang kerjain..." Fumika
dengan bingung.
"Kenapa mereka harus yakin?" Ayah mereka dengan heran.
"Ya nanti bisnis ku tidak berjalan lagi, eh...maksudku nanti ...nanti aku tidak ...tidak..." Fumika
kebingungan mencari alasan karena dia membocorkan dirinya sendiri.
"Hayooo kamu ngapain??" Lanzo sambil menunjuk adiknya itu.
"Maksud ku tadi nanti aku tidak bisa mendapat nilai bagus." Jawab Fumika
sambil tersenyum.
"Kenapa meragukan sekali..." Gumam Lanzo dengan penuh kecurigaan. Fumika
terkekeh, lalu dia mencium pipi ayahnya selanjutnya kakaknya, "Selamat malam aku mau tidur..." Ucapnya lalu dia lari masuk ke dalam kamarnya, mereka tersenyum melihat tingkah Fumika
.
"Terimakasih sudah menjaga adikmu saat ayah kerja," Ucap Ayah mereka.
Lanzo tersenyum, "Tentu saja, aku harus bisa berperan sebagai ayah,ibu, dan kakak untuknya."
Ayah mereka tersenyum, "Lanzo bagaimana dengan sekolah mu?"
"Baik-baik saja," Jawab Lanzo sambil mengunyah makanannya.
"Apa tuan Van masih mengganggu mu?" Ayah mereka dengan cemas.
"Jangan di pikirkan ayah, aku bisa menanganinya kok." Jawab Lanzo sambil tersenyum.
"Ayah merasa bersalah, karena dia atasan ayah, ayah tidak berani melarangnya menyakiti mu..." Ayah mereka dengan sedih.
Lanzo tersenyum, "Aku akan kerja setelah lulus nanti, ayah tidak perlu lagi ya bekerja. Cukup jaga Fumika
yang semakin bandel itu saja." Pinta Lanzo sambil tersenyum. Ayah mereka mengangguk tersenyum.
Lanzo keluar rumah untuk membuang sampah, dan dia melihat Yola yang sedang makan ice cream sambil membawa kantong belanjaannya.
"Malam begini keluar sendirian?" Lanzo dengan heran. Mereka berdua ini tetangga, dan Felix juga.
"Beli snack, aku lapar." Jawab Yola, Lanzo mengangguk mengerti lalu dia mengambil ice cream Yola dan memakannya, Yola memukul lengan Lanzo dengan kesal, "Itu punya ku. Itu bekas ku juga." Omel Yola dengan kesal.
"Katanya kalau makan bekas temen bisa jadi istri nanti," Ucap Lanzo.
Wajah Yola langsung memerah dan dia langsung merasa kepanasan, "Siapa yang bilang begitu coba, teori darimana lagi." Gumamnya dengan kesal.
Lanzo terkekeh, "Dari ku sendiri," Jawab Lanzo. Yola hanya diam dan dia memalingkan wajahnya karena merasa malu.
"Yola kalau kita nikah nanti mau punya anak berapa?" Tanya Lanzo dengan santai.
"Anak apaan sih, siapa juga yang mau menikah dengan mu, bisa-bisa setiap hari emosi aku." Ucap Yola lalu dia berjalan pulang, dan Lanzo mengikutinya. "Ehh enggak mau kah nikah denganku? ayolah Yola menikah dengan ku..." Pimta Lanzo.
Felix melihat mereka dari jendela kamarnya, "Satunya gengsi satunya ugal-ugalan." Gumam Felix dengan heran.
.
.
.
.
.
Tapi hari itu benar-benar merubah semua hidupku. Aku mendengar suara tangisan adikku yang menahan diriku, tapi para polisi ini memisahkan kita. Aku melihat ayahku yang berlutut memohon ke mereka tapi dia diabaikan. Aku melihat kedua sahabat ku yang meneteskan air matanya untukku. Dan aku melihat semua mata teman-temanku yang ketakutan melihatku, mereka merasa jijik denganku.
Kenapa...kenapa aku harus merasakan hal seperti ini?
Aku kehilangan semua yang aku miliki....
10 Tahun Kemudian.
"Terimakasih, selamat datang kembali." Ucap gadis 20 tahun yang berambut sebahu itu, gadis itu bekerja sebagai kasir di supermarket. Setelah melayani pembeli gadis itu melanjutkan kegiatannya yaitu mengerjakan tugas. "Okey selesai, tinggal menunggu client ini datang," Gumam gadis itu.
"Permisi,
Fumika ya?" Tanya seorang wanita. Gadis itu adalah
Fumika, dia sudah tumbuh menjadi seorang wanita berumur 20 tahun, tapi banyak yang mengira dia masih seorang gadis belasan tahun karena perawakannya yang imut dan mungil.
"Tugas anda sudah selesai,"
Fumika memberikan flashdisk itu ke wanita yang tadi.
"Terimakasih ya, uangnya sudah saya transfer ya.." Ucapnya,
Fumika mengangguk tersenyum, dia mengucapkan terimakasih lalu wanita itu pergi.
Fumika menghela nafas dengan lega, "Ah~ cari uang susahnya...." Gumamnya.
Fumika pulang setelah jam kerjanya selesai, dia pindah rumah di kostan yang kecil yang hanya cukup untuk dirinya sendiri. Mika menyalakan lampunya, dan dia melihat kosnya yang berantakan, dia tidak serapi kakaknya dulu. Bukannya beres-beres tapi Mika malah rebahan, dia menatap langit-langit kamarnya dan dia meneteskan air matanya. Dia merasa kesepian tanpa kehadiran keluarganya.
"Mika kamu sudah pulang?" Tanya seseorang dari pintu depan kosnya, lalu Mika membuka pintunya dan ternyata ibu kosnya yang mendatanginya.
"Iya ibu, ada apa ya? saya sudah bayar kosnya loh," Mika sambil tersenyum canggung.
"Bukan itu, ini makan malam untukmu. Saya masaknya kebanyakan," Wanita itu memberikan makanan untuk Mika dan Mika segera menerimanya karena dia juga belum makan.
"Terimakasih bu," Jawabnya lalu ibu kos itu pergi setelah memberikan makanannya dan Mika segera memakan makanannya karena dia juga belum makan.
"Masih banyak orang baik kok, tenang lah
Fumika." Ucap Mika sambil menepuk pundaknya sendiri.
Keesokan harinya.
Mika bersiap untuk bekerja, Mika menghela nafas lalu dia tersenyum. Dia tidak ingin orang lain tahu jika dia sedang bersedih. Dia sangat benci jika di kasihani oleh orang.
Setelah sampai di tempat kerja, ada seorang pria 28 tahun yang datang dan menaruh kotak bekal di meja kasih, "Kau belum sarapan kan?" Tanya pria itu.
"Kak Felix, kan aku sudah bilang aku bisa sendiri, jangan begini terus kan aku enggak enak." Omel Mika dengan kesal.
"Apanya yang bisa sendiri? aku tanya ke ibu kos mu kau ini jarang masak di dapur," Sahut pria itu, pria itu adalah Felix, sahabat dekat kakaknya dulu,
"Emang kalau aku masak harus bilang ke ibu kos begitu?" Omel Mika dengan kesal.
"Ya enggak, tapikan ibu kos tahu dari CCTV." Felix dengan kesal. Mika hanya mendengus kesal dia malas menjawab Felix.
"Makasih." Ucapnya dengan ketus.
"Iya, nanti mampir ke rumah kakak. Kakak ulangtahun jadi kita makan-makan." Ajak Felix.
"Okey siappppp...." Mika dengan semangat penuh. Felix hanya tersenyum lalu dia pergi berangkat kerja setelah mengantarkan makanan untuk Mika. Meskipun mereka tidak menjadi tetangga lagi tapi Felix sudah berjanji ke Lanzo jika dia akan menjaga Mika. Dan dia membuktikan janjinya sampai sekarang.
"Oh Mika ya? adiknya pembunuh itu?" Ledek seorang laki-laki, dia adalah teman sekolah Mika dulu. Mika hanya diam dan segera mentotal pembelian orang ini.
"35 ribu," Ucap Mika.
"Jadi kasir harus ramah dong," Ucap laki-laki itu sambil menyolek dagu Mika, dan Mika langsung memutar tangan laki-laki itu.
"Sakit bodoh, dasar adik pembunuh." Ucapnya.
Mika menghela nafas dengan kesal, "Jangan pernah menghina kakak ku, pergi sebelum aku patahkan tanganmu! pergi! PERGI!" Bentak Mika, dan laki-laki itu langsung pergi karena takut melihat Mika mengamuk. Semenjak kejadian itu banyak anak yang menjauhinya dan menghinanya sebagai adik pembunuh, dan bahkan sampai SMA itu masih berlanjut, dan tidak ada orang yang mau berteman dengan Mika. Mika selalu sendirian dan dijauhi, tapi dia tidak masalah yang penting dia bahagia itu adalah kuncinya. Mika melihat berita tentang CEO baru Star Entertaiment, dia tersenyum kecil saat melihat wajah baru CEO itu, "Kau, yang membuat hidupku berantakan." Geram Mika dengan kesal.
Malam harinya. Mika datang ke apartemen Felix sambil membawakan 1 kg tomat segar sebagai hadiah ulangtahunnya.
"Ha??? kenapa bawa tomat sebanyak ini???" Sontak Felix dengan heran.
"Tomat bagus untuk kesehatan, lagian rasanya enak." Jawab Mika dengan nada datar, lalu dia melihat seorang wanita di dapur Felix, raut wajah Mika berubah menjadi senang, "Kak Yolaaa...." Teriak Mika, dia berlari ke arah wanita itu dan mereka berpelukan. Wanita itu adalah Yola, dia juga datang di ulang tahun sahabatnya itu.
"Mika lama banget enggak ketemu...." Ucap Yola setelah melepaskan pelukannya. Mika mengangguk tersenyum.
"Habisnya kakak sih ada tugas di luar kota mulu." Mika dengan kesal.
"Ya bagaimana ya Mika, kakak kan reporter jadi harus mencari banyak berita untuk di liput." Jelas Yola sambil mengusap rambut Mika, dan Mika hanya tersenyum.
"Sudah..sudah..ayo makan!" Ajak Felix.
Dan mereka makan-makan, di ulang tahun Felix dia tidak ingin ada kue, karena di umurnya sekarang dia terlalu malu jika harus tiup lilin dan potong kue. Makan bersama orang yang dia sayang begini saja sudah cukup baginya.
"Kenapa supnya tidak ada tomat?" Mika dengan heran.
"Kau pikir semua orang suka tomat apa? makan saja yang ada." Omel Felix.
Mika mendengus kesal, dan dia tetap makan dengan lahab meskipun tidak ada tomatnya.
"Sudah lihat berita tadi?" Felix. Mereka langsung berhenti makan saat Felix mulai membahas berita itu.
"Eum.... sepertinya hidup orang itu selalu senang ya," Yola dengan nada sedih.
"Kenapa kalian sedih begitu?" Mika dengan heran.
"Aku ingin membunuh orang itu setiap kali aku melihatnya," Felix dengan kesal. Yola mengepalkan tangannya dengan kesal lalu dia memukul mejanya dengan keras. "Menyebalkan sekali, kenapa mereka sampai segitunya. Kita sama sekali belum pernah melihat Lanzo sejak itu," Yola dengan kesal.
"Kak Lanzo, aku yakin dia tidak bersalah. Dan aku akan membuktikan itu ke kalian semuanya." Mika dengan kepercayaan penuh.
"Mika kamu mau ngapain? jangan mengambil tindakan aneh." Omel Felix.
Mika tersenyum, "Tenang saja, aku jenius kok orangnya. Karena ini cerita hidupku jadi aku yang harus menuntaskan semuanya." Jawab Mika sambil mengacungkan 2 jarinya.
Jika kalian pikir ini cerita hidup kakakku, kalian salah besar.
Ini kisahku, cerita hidupku.
Meskipun bukan aku yang memulai semua tapi aku yang akan menyelesaikan semuanya.
"Berhentilah bekerja dan bergabung dengan ku." Ucap seorang pria berusia 56 tahun itu. Mika menatapnya dengan tatapan tajam, dia curiga dengan pria ini, dia takut pria ini suruhan keluarga itu.
"Kau siapa?" Mika dengan nada dingin. Pria itu tersenyum kecil, lalu dia memberikan name tag Lanzo.
"Kau tidak ingin membalas semua perbuatan mereka?" Pria itu.
Mika menatap pria itu dengan tatapan heran, dia heran bagaimana name tag itu ada di tangan pria itu, karena name tag itulah yang membuat kakaknya di jebak sampai di penjara.
"Bagaimana Fumika?" Tanya pria itu.
"Akhirnya kau datang juga ya, setelah sekian lama aku menunggu mu." Ucap pria itu, dia pria yang menawarkan Mika untuk bergabung dengannya. Pria itu bernama Ryan.
"Paman ini jangan lebay, baru 2 tahun yang lalu paman menawariku." Jawab Mika dengan kesal, lalu dia melihat ke kanan kirinya, dia merasa heran melihat rumah Ryan yang begitu rapi dan bersih meskipun nuansanya gelap dan menyeramkan.
"Mika apa yang membawa mu untuk mau menerima tawaran ku?" Tanya Ryan.
"Aku kesal melihat pria menyebalkan itu terlihat senang hidupnya, sedangkan aku....dia merengut semua yang aku miliki." Jawab Mika dengan kesal. Ryan hanya tersenyum mendengarnya.
"Paman sebenarnya paman ini siapa sih?" Mika dengan heran.
"Aku? aku adalah detektif yang menangani kasus kakak mu dulu." Jawab Ryan. Mika membelakan matanya dengan terkejut.
"Aku merasa ganjal dengan kasus ini sejak dulu, dan aku yakin bukan kakak mu yang melakukannya," Ryan dengan sedih.
"Lalu kenapa paman tidak mengatakan itu ke semua orang? sekarang dimana kakakku? kenapa aku tidak boleh melihat kakak ku sendiri?" Mika dengan kesal.
"Aku tahu kau kesal dan marah dengan kita, tapi kita terlalu lemah untuk melawan mereka, dan kakak mu, dia berada di penjara khusus, bahkan aku sendiri tidak boleh menemuinya." Ryan dengan sedih, Mika mengepalkan tangannya dengan kesal.
"Lalu paman aku ingin berbuat apa?" Mika dengan nada dingin.
"Aku ingin kau masuk ke rumah itu, dan selidiki ada apa di balik keluarga itu. Hanya kau yang bisa masuk, karena mereka sudah mengenal wajah para polisi disini." Jelas Ryan.
"Baiklah." Mika dengan penuh kepercayaan. Ryan sontak terkejut mendengar jawaban Mika yang secepat itu tanpa berpikir panjang.
"Kau yakin?" Ryan dengan heran.
"Akan aku lakukan apapun itu untuk menyelamatkan kakak ku." Jawabnya.
"Tapi apa paman yakin mereka tidak akan mengenaliku? ayahku dulu kerja di sana juga." Ucap Mika.
"Kita ubah identitasmu." Ryan.
Mika mulai bekerja di rumah keluarga itu, dia bekerja sebagai petugas kebersihan disana, meskipun tugas itu tidak cocok dengannya tapi mau bagaimana lagi, hanya pekerjaan itu yang sedang dibutuhkan sekarang. Mika merubah namanya menjadi Mia, dan tidak ada satupun orang yang mengenalnya sekarang.
Hari ini Mika mulai membersihkan kandang kuda di belakang rumah keluarga itu, "Ih...kenapa mereka tidak bilang kalau membersihkan kandang sih kerjaanku," Geramnya dengan kesal. Meskipun dia kesal tapi dia tetap membersihkannya tanpa merasa jijik, "Kenapa aku tidak jijik ya melihat ini, apa karena aku sudah bersahabat dengan sesuatu yang kotor," Gumam Mika dengan heran.
"Kamu anak baru ya?" Tanya seorang laki-laki berusia 21 tahun itu, dia bernama Vano, dia adalah anak ketiga dari keluarga ini. Tapi Mika tidak tahu jika dia adalah anak dari majikannya.
"Iya kenapa?" Tanyanya dengan nada ketus.
Vano hanya tersenyum, dia sekarang yakin jika memang Mika adalah anak baru di sini, "Aku peringatkan ya, kebanyakan orang yang menempati posisi mu sekarang banyak yang keluar." Vano.
"Kenapa begitu?" Mika dengan heran.
"Mereka tidak tahan dengan kandang hewan, kau pikir hanya ini saja yang harus kau bersihkan? di sana banyak kandang kucing, anjing, dan ada kolam kura-kura juga." Jelas Vano.
"Sebenarnya ini rumah apa kebun binatang sih," Sahut Mika dengan kesal. Vano hanya tersenyum melihat keluhan Mika, "Sampai ketemu lagi," Ucapnya lalu dia pergi, Mika menatap Vano dengan tatapan kesal, "Sok kenal banget tu orang," Gumamnya dengan kesal
Setelah selesai membereskan semua kerjaannya, Mika beristirahat di dapur sambil minum, dia lelah harus bertempur dengan para kotoran hewan-hewan itu. Lalu dia melihat pria yang ada di TV itu sedang naik ke tangga, dia adalah Van Nico, CEO baru itu. Mika menatapnya dengan tatapan tajam, dan dia tersenyum bisa bertemu dengan orang yang dia incar selama ini.
"Oe nona," Panggil pembantu itu.
"Iya?" Mika sambil tersenyum ramah.
"Kenapa anda minum disini? ada dapur khusus para pekerja di sana." Ucap pembantu itu.
"Astaga maaf maaf saya baru disini, saya tidak tahu maafkan saya." Ucap Mika sambil menundukkan kepalanya. Pembantu itu terlihat kesal dengannya, dia ingin memakinya tapi Vano datang.
"Tuan ada yang anda butuhkan?" Pembantu itu. Vano melihat Mika yang terlihat ketakutan itu karena kesalahannya. "Tidak, biarkan saja dia anak baru." Ucap Vano. Mika mendongak ke Vano dengan tatapan heran, dan dia baru paham jika orang di depannya ini juga bosnya karena pembantu itu memanggilnya tuan.
"Kau bosku juga?" Tanya Mika dengan heran, Vano hanya diam dan terkejut karena baru kali ini ada yang bicara tidak sopan dengannya.
"Mia." Bentak pembantu itu. Mika langsung menundukkan kepalanya lagi.
Vano hanya terkekeh melihat tingkah Mika yang lucu baginya, "Biarkan saja bi. Iya aku anak ketiga keluarga ini." Vano sambil tersenyum.
Kenapa auranya berbeda dengan pria tadi, orang ini lebih hangat. (Batin Mika)
"Vano!" Panggil Van dengan nada marah. Dia berjalan ke arah mereka, dan pembantu itu langsung menundukkan kepalanya tapi tidak dengan Mika, Mika ingin melihat dengan jelas wajah orang yang membuat keluarganya hancur itu. Van menoleh ke Mika dengan tatapan kesal karena dia merasa tidak dihormati oleh bawahannya. Tapi itu tidak penting, urusan dia dengan adiknya sekarang.
"Ada apa kak?" Vano.
"Sampai kapan kau akan mempermalukan ku?" Tanya Van dengan nada datar. Vano hanya diam dan dia menundukkan kepalanya.
"Bukankah aku bilang kau harus juara 1, kenapa susah sekali ngomong sama anak bodoh seperti mu?" Van dengan kesal, Mika menoleh ke Vano dengan kesal karena Vano hanya diam saat kakaknya meremehkan dirinya.
"Maaf aku kurang latihan kak," Vano dengan sedih.
"Ikut aku!" Lalu Van pergi naik ke lantai atas lagi dan Vano mengikutinya.
"Kemana mereka?" Gumam Mika dengan heran.
"Tuan Vano akan terluka lagi...." Pembantu itu dengan sedih lalu dia pergi. Mika sama sekali tidak paham dengan perkataan pembantu itu, tapi karena itu bukan urusannya dia segera pergi dari dapur ini.
Malam harinya.
Mika pergi ke rumah Ryan untuk melaporkan semua yang dia lihat di rumah itu. "Anak pertamanya bernama Van, kedua aku belum tahu, tapi yang ketiga bernama Vano. Yang aku lihat si Van sangat berkuasa di rumah itu, dan aku tidak melihat orang tua mereka, aku pikir orang tua mereka tidak tinggal di rumah itu, mungkin saja di luar negeri." Jelas Mika.
Ryan mengangguk mengerti, "Akan aku cari jejak orang tuanya pergi, aku juga penasaran dimana mereka berdua."
"Paman," Panggil Mika dengan nada sedih. Ryan menoleh ke Mika.
"Tidak ada cara ya untuk bertemu dengan kakakku? aku hanya ingin tahu keadaannya sekarang." Tanya Mika dengan nada sedih.
Ryan menatap Mika dengan tatapan sedih, dia juga merasa kasihan melihat adik kecil Lanzo ini yang begitu menderita sampai tidak bisa bertemu dengan kakaknya sendiri.
"Maaf, aku tidak bisa. Aku juga penasaran bagaimana keadaan Lanzo sekarang." Ryan dengan sedih. Mika hanya menghela nafas dengan sedih.
Setelah melaporkan itu, Mika pamit untuk pulang ke rumah. Dia terlihat sedih di sepanjang perjalanannya karena dia sangat merindukan kakaknya itu. Sampai di depan gerbang kos, tiba-tiba Felix menyentil kening Mika.
"Aduh sakit tauk," Omel Mika dengan kesal. Felix hanya diam dan menatap Mika dengan kesal.
"Kau kenapa berhenti kerja di supermarket? kerja apa sampai pulang malam begini?" Felix dengan kesal. Mika menghela nafas dengan kesal karena Felix yang selalu saja mengomelinya, "Aku lagi cari kerja," Jawabnya dengan kesal.
"Terus kenapa kok baru pulang?" Felix.
"Ya itu aku cari kerja, lagian itu kan suka-suka aku mau pulang malam atau subuh. Aku ini sudah 20 tahun kenapa kakak memperlakukanku kayak anak kecil terus sih," Omel Mika dengan kesal.
"Bagaimana bisa aku membiarkan mu begitu saja, meskipun kau sudah 20 tahun tapi kau ini masih anak-anak di mataku." Felix. Mika hanya diam dan tidak menjawab apapun karena percuma saja dia menjelaskan apapun ke Felix, itu tidak mempan untuk Felix.
"Ayolah Mika, tinggal saja dengan kakak. Kenapa kau selalu menolak saat kakak mengajak mu tinggal di rumah kakak?" Felix dengan heran.
Jika Mika tinggal di rumah Felix, dia tidak bisa bebas. Justru Felix akan lebih protektif ke dirinya, untuk itu dia memutuskan tinggal sendirian agar dia bebas melakukan apa yang dia inginkan. "Aku tidak mau merepotkan kakak, kakak pulang lah aku mau tidur." Ucap Mika lalu dia masuk ke dalam kosnya. Felix hanya menghela nafas dengan sedih.
Mika masuk ke kosnya, dan dia melihat foto keluarganya yang dia pajang di meja samping ranjangnya itu. Dia mengusap foto kakaknya itu, dan air matanya mengalir saat mengingat kejadian yang menyebabkan kakaknya menderita dan ayahnya juga. "Kak Lanzo...ayah... Tunggulah sebentar...akan aku pastikan mereka semua berlutut di depan ku."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!