Mobil mewah itu melesat menapaki jalan raya yang cukup lengang. Pria patuh baya berseragam supir itu sesekali nampak melirik ke arah jok belakang. Tempat dimana sang nona muda yang tengah berduka hingga kini masih sesenggukan. Tangan lentiknya sesekali nampak bergerak mengusap lelehan air matanya yang terus menetes membasahi pipi mulusnya. Kain hitam yang ia kenakan seolah menggambarkan betapa kini wanita dua puluh lima tahun itu tengah dirundung duka pasca berpulangnya sang ayahanda, Tuan Danilo Jones Carson.
Singkat sekali kebersamaannya dengan sang ayah. Ia yang baru saja pulang dari luar negeri justru dihadapkan sebuah kenyataan, ayahnya meninggal dalam sebuah kecelakaan maut saat hendak menjemputnya di bandara. Benar benar sangat tragis.
Wanita cantik bernama Butterfly atau yang lebih akrab disapa Bibi itu lantas mengusap lelehan air matanya. Sang supir pun kembali melajukan kendaraannya menuju kediaman sang majikan.
Tak berselang lama, mobil mewah berharga milyaran itu memasuki pintu gerbang tinggi rumah megah milik ayah Bibi. Supir pribadi almarhum Tuan Danilo itu lantas nampak menyipitkan matanya. Setahunya, para pelayat sudah pulang. Tapi kenapa rumah itu masih nampak ramai. Ada beberapa mobil mahal terparkir disana. Suasana juga terlihat riuh di teras rumah. Seperti.........
Dooorrrr....!
Suara tembakan terdengar. Sang supir dan Butterfly terjingkat.
"Ada apa, Pak?" Tanya Butterfly.
Sang supir tak menjawab. Ia menghentikan laju mobilnya. Butterfly sedikit melongokkan kepalanya ke depan. Dilihatnya disana, ada keributan di depan pintu rumah besar itu. Beberapa pelayan rumah pribadinya tergeletak. Sebagian pelayan pria nampak dipukuli oleh orang orang berbaju serba hitam.
Butterfly membelalakkan matanya. Dengan cepat ia keluar dari dalam mobil itu. Ia tak peduli dengan sang supir yang memanggil manggil namanya, seolah mencegahnya untuk turun dari mobil itu lantaran takut terjadi sesuatu pada sang nona muda.
Bibi setengah berlari mendekati para pelayannya yang nampak tumbang.
"Berhenti!!" Bentak Bibi. Beberapa pria berbaju hitam disana pun nampak menoleh, termasuk seorang pria dewasa berjambang lumayan lebat yang kini duduk di sebuah kursi kusen disana sambil ber ongkang-ongkang kaki. Cerutu terapit di bibirnya. Laki laki yang diketahui bernama Matt Robinson itu nampak menatap angkuh ke arah Bibi yang terlihat tak bersahabat.
"Siapa kalian?! Ngapain kalian bikin onar di rumah saya?!" Tanya wanita yang kini telah menjadi yatim piatu itu.
Matt Robinson mengangkat satu sudut bibirnya.
"Jadi kau anak dari si tua bangka yang baru saja mati itu?!" Tanya seorang pria berbaju hitam disana.
Bibi tak menjawab. Ia juga tak nampak gentar. Ia mengangkat kepalanya, menatap tajam ke arah sekumpulan pria pria tak dikenal yang seolah ingin menguasai rumah peninggalan kedua orang tuanya itu.
"Siapa kalian? Kenapa kalian bikin onar di rumah saya?!" Tanya Bibi mengulangi pertanyaannya, kini dengan gigi yang mengetat.
Seorang pria berbaju hitam disana nampak berdecih.
"Yang mana rumahmu? Ini rumah tuan kami! Tuan Matt Robinson!" Ucap si pria sambil melirik ke arah sang tuan yang sejak tadi duduk dengan santainya di sana sambil menikmati rokoknya.
Bibi menoleh ke arah pria yang dimaksud. Laki laki itu menyeringai. Ia menghisap cerutu coklat di tangannya dengan sangat santai dan angkuh. Laki laki itu kemudian menggerakkan tangannya seolah meminta sesuatu kepada salah satu anak buahnya yang sejak tadi berdiri di belakangnya. Sang anak buah mendekat. Sebuah map hijau berisi sertifikat rumah rumah milik keluarga Danilo kini berada di tangan Matt.
Bibi membelalakkan matanya. Itu kan surat-surat rumahnya? Bagaimana bisa berada di tangan laki-laki itu? Tanpa pikir panjang, Bibi pun mengayunkan kakinya. Ia setengah berlari berniat hendak mendekati laki-laki itu. Namun tiba-tiba...
Seeeeetttt.....
Dua orang pria menarik tangan kanan dan kiri Butterfly secara bersamaan. Langkahnya terhenti. Kedua pria itu nampak menahan pergerakan tubuh wanita itu dengan memegangi kedua tangannya.
"Lepaskan aku! Itu surat surat rumahku! Dasar rampok! Pergi kalian dari sini!! Akkkhhh....!!!" Teriak Bibi dengan lantang. Matt Robinson tersenyum angkuh. Dibuangnya cerutu di tangannya itu ke lantai teras. Laki laki berusia tiga puluh lima tahun itu bangkit. Diinjaknya cerutu itu guna memadamkan apinya. Laki laki itu kemudian berjalan dengan angkuh mendekati Bibi yang nampak marah. Ia lantas berdiri dengan gagahnya di hadapan wanita yang postur tubuhnya jauh lebih mungil dibandingkan dirinya yang gagah perkasa.
"Butterfly Lvovna Carson...apa kabar, Sayang?" Tanya pria itu sembari menggerakkan tangannya hendak menyentuh dagu Bibi, namun wanita itu dengan cepat menolak. Dada Bibi bergerak naik turun. Emosinya nampak menumpuk disana. Siapa sebenarnya pria ini. Kenapa tiba tiba ia datang kerumahnya setelah sang ayah meninggal.
"Mungkin kau bertanya tanya, siapa aku. Kenapa aku bisa ada di sini dan menguasai rumah mewah ini," ucap pria itu.
Matt mengangkat satu sudut bibirnya.
"Perkenalkan, namaku Matt Robinson. Aku pemilik baru rumah ini." Bibi perlahan mengangkat kepalanya menoleh ke arah Matt yang angkuh.
"Ayahmu berhutang padaku di meja judi. Sepuluh milyar. Dan dia sudah menggadaikan seluruh asetnya untuk melunasi semua hutang hutangnya padaku. Rumah, mobil, beserta semua isinya!" Matt meraih dagu Bibi dan mengangkatnya. "Termasuk kau!"
Bibi membuka matanya lebar lebar.
"Tidak mungkin..." Ucapnya lirih sembari menggelengkan kepalanya samar.
"Kenapa tidak? Kau tahu apa soal ayahmu selama ini. Dia adalah penjudi bodoh. Dia menghabiskan semua uangnya hanya untuk bermain judi denganku."
Bibi nampak mengembun.
"Sekarang ayahmu sudah mati. Uangku terlalu banyak untuk ku ikhlaskan dibawa mati oleh ayahmu. Jadi sekarang, aku datang untuk meminta hak ku! Rumah ini beserta seluruh isinya, termasuk kau dan para pelayan itu, sekarang menjadi milikku! Mulai hari ini, kalian akan menjadi budak disini!" ucap Matt mengerikan.
"Dan kau, kupu kupu kecil, kau milikku sekarang! Tunduk lah pada Tuan mu!" Ucap Matt sembari membelai wajah cantik Bibi. Ia menampakkan seringai iblisnya. Wanita itu menggerakkan kepalanya, berusaha berontak dan mengelak dari sentuhan tangan Matt Robinson. Namun laki laki itu justru mencengkeram wajah Bibi. Ia tertawa iblis. Sangat mengerikan. Membuat wanita dua puluh lima tahun itupun merinding dibuatnya.
Seeeeetttt....
Matt menghempaskan wajah itu. Sorot mata iblisnya kini menajam, menatap angkuh dan mengerikan kearah Bibi yang mulai awas.
"Seret semua pelayan itu ke gudang. Sekap mereka, dan pastikan tidak ada yang kabur! Aku menghalalkan kalian untuk membunuh mereka yang mencoba berontak ataupun membangkang perintahku!" Titah Matt Robinson pada para anak buahnya.
"Baik, Tuan!" Jawab para pria berbadan tegap itu.
Matt kemudian mendekati Bibi. "Dan kau, ikut aku! Tunjukkan dimana kamarmu, Sayang. Aku ada urusan denganmu," ucap laki laki dewasa itu dingin sembari kembali menggerakkan tangan yang mencoba menyentuh wajah wanita cantik itu. Namun lagi lagi, Bibi mengelak!
Matt menyeringai. Kemudian dengan satu gerakan, dijambaknya rambut Butterfly. Ia kemudian menarik kepala wanita itu, dan menyeretnya masuk ke dalam rumah megah itu dan memaksanya untuk menunjukkan dimana letak kamar pribadinya.
...****************...
Visual!
Hanya berdasarkan imajinasi author, kalau kurang srek, skip aja...🙏
.......
Butterfly Lvovna Carson 🦋👇
Matt Robinson😈👇
King Atlas 😈👇
Buuughhhh....
"Akkhh!"
Wanita itu memekik. Tubuh ramping berbalut kain hitam tanda berkabung itu terhempas jatuh ke lantai dingin kamar luasnya. Siku mulusnya bahkan terbentur lantai keramik. Mungkin kini sudah mulai memar.
Ceklek....
Matt Robinson mengunci pintu kamar itu dari dalam. Bibi meringsut awas manakala pria yang usianya sepuluh tahun lebih tua darinya itu kini mulai berjalan mendekatinya dengan langkah tenang namun mematikan. Langkahnya ringan, namun terkesan angkuh. Ia berjalan dengan kepala terangkat, menatap remeh ke arah wanita yang kini nampak ketakutan di samping ranjang itu. Sebuah borgol nampak ia mainkan di tangannya.
Daaghh...
Mentok! Tubuh ramping Butterfly sudah membentur nakas. Sudah tidak ada tempat untuknya meringsut mundur. Matt Robinson berdiri tepat di hadapan Bibi. Laki laki itu makin terlihat angkuh. Ia menggerakkan tangannya memutar mutar borgol itu seolah menggunakannya sebagai mainan.
Laki laki itu kemudian duduk, berjongkok tepat di hadapan Bibi.
Wanita itu melengos, seolah tak mau menatap wajah pria menyebalkan yang tiba tiba datang dan memporak-porandakan rumahnya itu.
Matt kembali mencoba membelai wajah Bibi.
"Kau takut?" Tanyanya.
Bibi menoleh ke arah Matt dengan sorot mata penuh kebencian.
"Pergi dari rumahku!" Ucap Bibi penuh penekanan dan gigi yang mengetat. Seolah menggambarkan betapa bencinya ia pada pria asing itu.
Matt tersenyum. Ia menjatuhkan tangannya dari wajah itu, sedikit menunduk sembari menggigit bibir bawahnya lalu kembali menatap Bibi.
"Apa kau benar benar tuli? Ini rumahku sekarang. Dan kau milikku..." Ucap Matt Robinson pelan.
"INI RUMAHKU! INI RUMAH PENINGGALAN KEDUA ORANG TUAKU! KAU HARUSNYA TIDAK BERADA DI RUMAH INI! PERAMPOK! ORANG JAHAT! KAU PENCURI! KAU PANTAS MATI! KAU............"
Seeeeetttt....
"Akkhh...!!"
Bibi memekik. Dia menghentikan umpatannya. Tangan kekar Matt Robinson menjambak rambut panjangnya kemudian menariknya ke belakang dengan sangat kuat. Membuat kepalanya pun kini terdongak ke atas. Bibi meringis. Rambut itu seolah hendak tercabut dari kulit kepalanya. Sakit sekali!
"Jaga ucapanmu, kupu kupu kecil!" Ucap Matt pelan dengan jarak yang sangat dekat. Ia berucap tepat di telinga Bibi. Bibirnya yang dikelilingi kumis dan jenggot itu bahkan bergesekan dengan permukaan kulit Butterfly.
"Jangan pernah berani beraninya membentak ku! Aku tidak suka!"
Matt menarik rambut panjang itu lagi. Bibi makin kesakitan.
"Jangan berfikir untuk melawanku, anak kecil! Mulai hari ini, kau adalah budak ku! Kau milikku! Menurutlah, dan ikuti semua perkataanku, atau akan ku buat kau menyusul ayah dan ibumu lebih cepat!"
Seeeeetttt....
Matt melempar tubuh itu ke lantai. Bibi memekik. Ia kemudian menoleh ke arah Matt. Laki laki itu nampak membuka ikat pinggangnya sembari menatap lapar kearahnya. Sepertinya laki laki itu hendak berbuat macam macam padanya. Bibi tidak mau. Wanita itu mundur. Ia mulai ketakutan. Dengan cepat ia bangkit dari posisinya. Lalu berlari menuju pintu kamar tidur miliknya.
Namun....
Klek...
Klek...klek....
Gawat! Dikunci!
Dagghh....Dagghh....Dagghh....Dagghh....
"Toloooonggg!!!" Teriak Bibi dengan penuh ketakutan.
"Tolong!! Bukaaa!! Toloooongggg!!"
Bibi histeris. Ia mulai panik. Ia mau keluar dari ruangan itu. Ia dalam bahaya sekarang. Hingga.
Seeeeetttt....
"Aakkhh!"
Lagi. Matt menjambak rambut Bibi dari belakang. Ia memutar tubuh itu, lalu menghempaskannya ke daun pintu. Membuat kedua anak manusia itu kini saling berhadapan. Matt menatap lapar penuh naffsu ke arah putri tunggal Tuan Danilo Jones Carson itu. Sedangkan Bibi kini makin takut. Namun sekuat tenaga ia terus berusaha berontak. Selama tenaganya masih mampu untuk melawan, maka ia akan melakukannya. Meskipun kini keringat dan air mata mulai banjir membawa tubuh dan wajahnya.
Matt mengungkung tubuh Butterfly.
"Sudah kubilang, jangan melawanku, Sayang! Aku tidak suka. Kenapa kau bebal sekali?" Ucap pria itu. Bibi tak menjawab. Ia terus mencoba mendorong tubuh tegap yang kini semakin berusaha menempel ke tubuhnya itu.
"Menurut lah! Dan kau akan aman!" Ucap Matt. Bibi menggelengkan kepalanya sambil menangis. Matt mulai mendekatkan wajahnya, mencoba mencium bibir Bibi yang terus menggerak gerakkan kepalanya sambil berucap mendorong tubuh tegap itu. Wanita itu menangis. Tapi Matt tak peduli. Ia sudah mulai dikuasai naffsu. Hingga....
"Aaaaakkkkhhh....!!"
Bibi menggigit leher Matt yang terus mencoba menciumnya itu dengan sekuat tenaga. Matt memekik. Dengan cepat pria itu reflek kembali menjambak rambut Bibi. Lalu dengan gerakan yang brutal dan sekuat tenaga ia membenturkan kepala itu ke dinding.
Daaghh..
Bibi menjerit lagi. Darah mengucur dari keningnya. Ia merasakan pusing yang luar biasa. Wanita itu sempoyongan. Ia seolah kehilangan keseimbangannya.
Matt menarik tangan ramping itu. Bibi berusaha berontak dengan sisa sisa tenaganya. Matt kemudian kembali melemparnya ke dinding. Tangan kekar itu bahkan tergerak mencekik leher wanita cantik itu. Membuat Bibi pun mulai kesulitan untuk bernafas.
"Kau benar benar menyebalkan, gadis sial*n!" Ucap Matt.
"Sepertinya kau memang perlu ku beri pelajaran terlebih dahulu sebelum ku nikmati!" Matt nampak murka. Dengan cepat, untuk kesekian kalinya, laki laki itu menjambak rambut panjang Bibi. Wanita yang sudah berdarah darah itu memekik, lagi. Semakin sakit dan semakin sakit.
"Ikut aku!!" Titah pria itu.
Matt menyeret tubuh itu keluar dari dalam kamar dan turun ke lantai dasar dengan berpegangan pada rambut panjang Bibi. Wanita itu terombang ambing, menangis, kesakitan, sempoyongan, terseok seok. Matt menyeretnya tanpa ampun. Bibi berkali kali memanggil manggil nama ayah dan ibunya seolah meminta pertolongan. Namun sayang, mereka tak bisa menolong putri kecilnya itu. Mereka sudah tiada. Bibi sudah menjadi yatim piatu.
Buuughhhh....
"Aakkhh!"
Matt melempar tubuh ramping itu saat sudah berada di halaman belakang rumah itu. Tepat di bawah sebuah pohon yang tak terlalu rindang disana. Dua orang anak buah Matt kemudian mendekat.
"Ikat, dan sumpal mulutnya!" Titah Matt Robinson.
"Baik, Tuan!"
Sang anak buah pun menurut. Nona muda itu diseret dengan paksa. Ia yang terus berontak itu tak digubris. Anak buah Matt mengikat tubuh itu di batang pohon besar tersebut. Mereka kemudian menyumpal mulut wanita itu menggunakan sebuah kain.
Matt mengangkat dagunya. Ia kemudian mengambil sebuah selang air disana, lalu menyemprotkan air itu ke arah Bibi. Membuat wanita berpakaian serba hitam itupun basah kuyup dibuatnya.
Setelah puas mengguyur tubuh Bibi, Matt kemudian melempar selang di tangannya. Ia lalu berjalan mendekati wanita malang tersebut.
"Jangan pernah bermimpi untuk lepas dan masuk kembali ke rumahku! Aku akan membiarkan mati kedinginan di tempat ini jika kau masih keras kepala dan tidak mau tunduk pada perintahku!" Ucap Matt mengerikan.
"Ingat, anak bodoh! Kau adalah budakku! Aku hanya memberimu dua pilihan. Menurut, atau mati!" ucap Matt mengerikan. Ia kemudian berbalik badan, lalu bergegas pergi meninggalkan tempat itu.
...----------------...
Lewat tengah malam. Saat jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari.
Di bawah pohon yang tak begitu rindang itu. Sang kupu kupu menangis, merintih memanggil nama kedua orang tuanya. Dukanya belum selesai karena kehilangan ayah tercintanya. Kini nasib malang kembali menimpanya. Sekumpulan orang-orang asing datang menyerbu kediamannya. Mengambil alih rumah peninggalan kedua orang tuanya dan menindasnya.
Bibi tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada ayahnya selama ini. Ia pikir kehidupan keluarganya selama ini baik baik saja. Namun rupanya ia salah. Bagaimana bisa ayahnya yang seorang pengusaha kaya raya berhutang hingga sebanyak itu pada seorang manusia kejam di meja judi. Apa yang sebenarnya terjadi antara sang ayah dan si Matt sial*n itu?!
Uhuuukk....uhuuukk...
Bibi terbatuk batuk. Ia haus. Badannya menggigil kedinginan. Semalaman ia diikat di bawa pohon di luar ruangan dalam kondisi basah kuyup. Tanpa makan, tanpa minum. Padahal ia lah si pemilik rumah. Tapi ia diperlakukan bak seorang budak.
Tak...tak...tak....
Suara langkah kaki terdengar mendekat. Bibi yang lemah dan kedinginan itu perlahan mengangkat kepalanya. Dilihatnya disana, Matt nampak berjalan mendekatinya. Dengan piyama kimono tebal dan segelas wine di tangan, pria itu nampak mendekati Bibi yang malang dengan langkah dan wajah yang angkuh.
Matt berdiri di hadapan Bibi, lalu menyesap alkoholnya tepat di depan wanita yang kini tengah kehausan dengan mulut tersumpal kain itu. Laki laki itu menyeringai. Ia mengikis jarak dengan wanita itu, lalu mengarahkan gelas wine nya ke arah bibir mungil Butterfly. Bibi mencoba menyentuh bibir gelas itu dengan bibirnya. Ia haus. Sangat haus. Ia butuh air. Air apapun itu asal bisa membasahi kerongkongannya yang kering.
Bibi sedikit membungkuk, mencoba meraih gelas itu dan meminum airnya, namun Matt justru memaju mundurkan gelas itu seolah sengaja ingin mempermainkan Butterfly. Ia bahkan enggan mengeluarkan kain yang sejak sore menyumpal mulut Butterfly.
Matt tersenyum angkuh. Ia kemudian menenggak air itu hingga habis tepat di hadapan Bibi yang haus setengah mati. Wanita itu hanya bisa menelan ludah. Air itu sudah raib.
Bibi mulai meneteskan air matanya. Jahat sekali pria gila ini. Sekarang laki laki itu bahkan tersenyum angkuh seolah menang. Membuat Bibi pun makin muak melihatnya.
"Kau haus, Sayang?" Tanya Matt.
Bibi tak menjawab. Ia nampak memalingkan wajahnya yang nampak pucat.
"Kau memang bodoh!" Ucap pria itu. "Aku sudah menawari mu hidup enak. Tidur di rumahku tanpa perlu merasakan dingin seperti ini. Tapi kau masih saja keras kepala. Apa kau mau mati konyol disini?"
Bibi masih diam seribu bahasa.
"Aku sebenarnya sudah sangat malas meladeni sikapmu yang memuakkan ini. Aku tidak suka dengan wanita yang sok jual mahal sepertimu!" Ucap Matt.
"Aku akan memberimu waktu sampai matahari terbit. Jika kau tidak mau tunduk padaku, maka aku akan melakukan hal yang tidak akan pernah kau duga sebelumnya!"
Matt mengikis jarak dengan wanita itu. Ia mendekatkan wajahnya ke telinga Butterfly lalu berbisik pelan. "Jika aku tidak bisa menikmati tubuhmu, maka lebih baik aku menjual mu!"
Deeghh...
Wanita itu reflek menoleh. Ia melotot. Menatap marah ke arah pria asing gila di hadapannya itu.
"Ku beri kau waktu untuk berfikir. Kau pilih menjadi budakku, atau menjadi pelac*r jalanan di luar sana!" Ucap Matt mengerikan.
Bibi nampak berkaca kaca. Laki laki itu kemudian menyeringai. Dalam posisi wajah yang nyaris tak berjarak, Matt menghirup dalam dalam aroma tubuh wanita itu. Bibi merinding. Matt mengeluarkan senyuman psikopatnya. Laki laki itu kemudian berbalik badan, lalu pergi meninggalkan tempat itu dan meninggalkan Bibi di bawah pohon itu seorang diri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!