Terdengar suara yang cukup keras mampu membangunkan semua orang yang tengah tertidur pulas sehingga mereka segera bangun dan melihat apakah sebenarnya yang terjadi malam-malam begini kenapa disaat orang tidur justru malah membuat kegaduhan.
Terlihat pasangan suami istri itu saling cekcok marah-marah yang membuat kedua anaknya sungguh sangat bingung melihat kedua orang tua mereka sedang ribut besar tidak seperti biasa-biasanya.
"cukup ma!, jangan menduga yang tidak-tidak jelas-jelas mama yang bersalah kenapa jadi papa yang di salahkan" bentak sang suami.
"kenapa papa malah menyalahkan mama, sudah jelas-jelas semuanya salah papa. mama lihat sendiri apa yang papa lakukan dengan wanita itu" bentak sang istri tidak terima.
"mama bekerja juga demi kedua anak kita pa!, bukan karena untuk kesenangan mama sendiri" lanjutnya marah.
"apa mama tidak salah bukankah mama lebih mementingkan karir daripada keluarga kita, mereka masih butuh perhatian dari mama" jawab sang suami.
"mama juga selalu memperhatikan mereka pa, bukan kah papa yang sudah tidak memperhatikan kedua anak kita" sang istri tidak terima.
"papa sibuk ma, seharusnya mama yang meluangkan banyak waktu untuk mereka papa kan jarang di rumah dan mama malah menuduh papa yang tidak-tidak" bela sang suami.
"apa papa tidak salah hah!, mama sudah banyak meluangkan waktu untuk mereka tapi mereka juga butuh perhatian dari papa juga bukan hanya mama saja" lagi-lagi sang istri tidak terima.
"papa kerja juga demi masa depan keluarga kita ma terutama anak-anak kita ma maklum lah papa jarang di rumah bersama dengan mereka" sang suami membela diri.
"mama sudah tidak kuat pa, jika bukan karena kedua anak kita mama sudah lama meminta cerai dari papa" ucapnya yang membuat kedua anaknya sangat terkejut.
"mama sudah muak dengan semuanya pa!, semuanya sekarang sudah berubah tidak seperti dulu lagi" marah sang istri.
"siapa yang berubah mama atau papa, papa rasa mama yang sudah sangat berubah tidak seperti dulu lagi bukannya papa" sang suami tidak terima.
"mama sudah berbeda dari yang papa kenal dulu, mama sudah sangat-sangat berbeda sampai papa juga jengah dengan sikap mama" ucapnya marah.
"mama masih sama saja pa, kenapa papa tidak sadar juga yang berubah itu papa bukan mama!" bentak sang istri murka.
"mama sekarang sudah benar-benar tidak kuat lagi pa, lebih baik kita berpisah saja mama sudah tidak merasakan kehangatan seperti dulu lagi" ucapnya yang membuat kedua anaknya sungguh sangat terkejut dan tidak menyangka.
"baiklah jika memang itu mau mama, kita akan bercerai papa akan urus surat cerai kita besok. papa juga sudah tidak sanggup bertahan lagi dengan mama" sang suami menerima permintaan sang istri.
"oke pa, mungkin memang ini jalan yang terbaik untuk kita toh papa juga sudah tidak sayang lagi dengan mama" ucapnya sinis.
"baik, tunggu saja besok" ucapnya tidak kalah sinis.
"ma pa, apa harus seperti ini" ucap anak perempuan mereka yang bernama Aurora dengan menangis.
"maafkan mama dan papa nak, ini sudah keputusan kami mama bener-bener minta maaf dengan kalian" ucapnya merasa bersalah dengan sang putri.
"hiks hiks hiks, kalian jahat sama aku kalian nggak sayang lagi sama aku" Aurora menangis sesenggukan.
"sekali lagi maaf ya sayang, mama sangat sayang dengan kamu nak begitu juga dengan papamu tapi kita memang sudah tidak bersama lagi nak" jelasnya.
"iya Rara maaf ya, tapi papa masih akan sayang padamu maafkan papa melukai perasaan kamu" ucapnya.
"aku nggak percaya dengan ucapan kalian, kalian sudah tidak sayang dengan Rara kalian berdua jahat Rara benci dengan mama papa" Aurora pergi ke kamarnya dengan menangis.
"itu kan mau mama melihat anak kita sedih" tuduh sang suami.
"papa juga sama kan sudahlah tidak usah seperti itu dengan mama ucapnya tidak terima.
"kalian berdua sama saja aku juga kecewa dengan kalian" ucap anak sulung mereka yang pergi dengan wajah datarnya.
"sudahlah mama ingin pergi dari sini mama tidak mau lihat wajah papa lagi" ucap sang istri lalu pergi.
Tak lama setelah istrinya pergi dari rumah diapun juga ikut pergi dari rumah meniggalkan kedua anak mereka yang tentunya sangat terpukul dengan perpisahan kedua orangtuanya terutama Aurora yang merasa bahwa dunianya runtuh seketika.
Beberapa hari kemudian setelah kejadian itu Aurora tidak pernah keluar sama sekali dari kamar membuat sang kakak Tante juga pembantu di rumah itu tentunya sangat cemas dengan kondisi Aurora yang mereka takutkan adalah jikalau dia melakukan hal yang tidak-tidak mengingat dia sangat terpukul dengan perpisahan kedua orangtuanya.
"bagiamana ini Tan Rara sama sekali tidak mau keluar dari kamar aku takut terjadi sesuatu dengan dia" cemas Andreas sang kakak.
"Tante juga sangat cemas dengan kondisinya ndre, begini saja ya kamu pergi dulu dengan bibi membeli makanan kesukaan Rara biar Tante yang memeriksa kondisi tubuhnya" usul Tante Ivy.
"baiklah Tan, titip Rara ya" Andreas lalu pergi bersama dengan pembantu untuk membeli makanan kesukaan Aurora.
"keadaan mu bagaimana nak" cemas Tante Ivy.
Sementara itu di dalam kamar Aurora sungguh sangat kacau sekali barang-barangnya berantakan pakaian amburadul sangat berbeda sekali dengan dirinya yang dulu.
"apa salah gue sih kenapa hidup gue harus begini mereka nggak ada yang sayang sama gue" marah Aurora membanting semua barang-barangnya.
"mungkin lebih baik gue mati aja toh udah nggak ada gunanya lagi gue hidup di dunia ini, nggak ada satupun orang yang sayang sama gue" Aurora melihat sebuah kater di meja belajarnya lalu dengan segera dia mengambilnya.
Ketika benda tajam itu mengenai lengannya Tante Ivy masuk ke dalam kamarnya mengunakan kunci cadangan dari pembantu dan betapa terkejutnya dia melihat tangan Aurora yang sudah mengeluarkan darah .
"Rara!, apa yang kamu lakukan nak apa kamu mencoba bunuh diri" teriak Tante Ivy.
Aurora hanya diam saja menatap sang Tante kemudian dia kembali ingin mengores tangannya dengan cepat Tante Ivy mengambil benda itu dari tangan Aurora dan segera membawa Aurora ke rumah sakit.
Meskipun menolak tapi Tante Ivy langsung menarik tangan kiri Aurora karena tubuhnya yang lemas Aurora tidak bisa mendorong tantenya alhasil Tante Ivy segera membawanya ke RS untuk mendapatkan perawatan karena dia yakin bahwa Aurora mentalnya terganggu dengan perpisahan kedua orangtuanya.
Tante Ivy membawa Aurora menggunakan mobilnya dan tak lupa juga dia mengabari Andreas jikalau sekarang mereka sedang menuju ke RS untuk memeriksa kondisi tubuh juga mental Aurora.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sesampainya di RS Tante Ivy memanggil suster karena Aurora sudah pingsan dengan wajah yang sangat pucat juga dengan luka sayatan di tangan kanannya dengan kondisi yang sangat panik Tante Ivy menunggu.
"astaga kenapa aku jadi lupa sih kan aku kenal dengan psikiater kebetulan kan dia praktek di sini aku coba cari saja dia" dengan segera Tante Ivy mencari dokter kenalannya dengan harapan bisa menyembuhkan keponakannya.
Keberuntungan berpihak pada Tante Ivy karena dia bertemu dengan orang yang dia cari sedang berjalan menuju ke arahnya dengan cepat Tante Ivy menghampirinya.
"Arzan kebetulan ketemu disini ada yang ingin Tante bicarakan" ucap Tante Ivy.
"ada apa Tan sepertinya sangat serius sekali" tanya Dokter Arzan.
"Zan, ponakan Tante baru saja mencoba untuk bunuh diri untung Tante bisa mencegahnya tadi. Tante bisa minta bantuan kamu kan" jawab Tante Ivy.
"astaga kenapa bisa seperti itu Tan, apa yang bisa aku bantu Tan" Tanya Dokter Arzan.
"kamu mau kan membantunya untuk menghilangkan trauma masa lalu pada dirinya, Tante yakin dia masih akan melakukan bunuh diri lagi jikalau tidak segera ditangani. Tante mohon sangat dengan bantuan kamu" jawab Tante Ivy berharap.
"baiklah Tan aku akan mencobanya dulu, kasian juga dia sayang kan masa depannya jikalau dia bunuh diri. aku akan membantu Tan tenang saja percayakan semuanya padaku oh ya namanya siapa" jawab Dokter Arzan.
"syukurlah, namanya Aurora dia masih berusia 17 tahun makanya itu Tante sangat risau dengan keadaan dia" ucap Tante Ivy senang.
"namanya bagus juga usianya juga masih muda, semoga saja dia bisa kembali seperti semula ya Tan dan aku akan berusaha semaksimal mungkin" Dokter Arzan menenangkan Tante Ivy.
"kamu memang sangat baik Zan, mari kita temui Aurora" Tante Ivy memiliki harapan besar pada Dokter Arzan karena memang kemampuan-kemampuan sudah tidak bisa diragukan lagi.
Setelah selesai berbicara mereka berdua pun segera pergi menuju ke ruangan dimana Aurora berada sekarang ada harapan besar bagi Tante Ivy untuk dapat melihat Aurora kembali menjadi Aurora yang dia kenal dulu tentunya dengan bantuan dari Dokter Arzan selaku Dokter Psikiater.
Setelah diperiksa oleh dokter Aurora harus dirawat inap selama beberapa hari karena kondisi yang sangat lemah gara-gara tidak makan apapun selama beberapa hari mengakibatkan Aurora terkena tipes juga radang lambung akibat telat makan dan tentunya Tante Ivy sungguh sangat sedih dengan kondisi Aurora sekarang.
Dan sekarang Aurora berada di kamar inap melati nomor 12 di ruangan sementara ini hanya ada Tante Ivy Dokter Arzan dan Aurora yang tidak sadarkan diri sedangkan kakaknya belum datang juga.
"ya ampun keponakan Tante yang sangat malang kenapa begini sekali hidupmu nak" lirih Tante Ivy menatap sendu Aurora yang wajahnya sangat pucat seperti mayat hidup.
"sabar aja Tan, sekarang mungkin dia masih sangat terpukul dengan kejadian yang menimpa hidupnya mengingat dia masih remaja yang emosinya masih labil" hibur Dokter Arzan.
"iya Zan, tapi Tante tidak akan mengabari kedua orangtuanya atas apa yang terjadi dengannya takutnya dia bisa makin depresi" ucap Tante Ivy.
"mungkin memang untuk saat ini seperti itu dulu Tan, kondisinya belum setabil" dukung Dokter Arzan.
"itu yang Tante pikirkan Arzan" sedih Tante Ivy.
"oh ya bagaimana kabar orang tua mu baik-baik saja kan sudah lama Tante tidak bertemu dengan mereka" Tante Ivy mengalihkan topik pembicaraan.
"baik-baik saja Tan, aku harap Tante bisa lebih sabar menghadapi Aurora dan tolong sekali jangan membentak atau bersuara dengan keras itu akan menganggu kondisi mentalnya" saran Dokter Arzan.
"baiklah Zan, terimakasih ya Tante benar-benar berharap padamu Tante tidak tau lagi mau minta tolong dengan siapa" Tante Ivy tersenyum menatap Dokter Arzan.
"santai saja Tan, sudah tugas ku juga sebagai seorang dokter Tante berdoa saja semoga Aurora bisa kembali seperti dulu lagi" Dokter Arzan tersenyum simpul.
Ketika mereka berdua sedang berbicara Aurora perlahan-lahan membuka matanya yang sayu menatap sekeliling dengan heran namun tidak mengucapkan sepatah katapun dan dengan perlahan-lahan mereka berdua mendekati Aurora.
"Rara sudah sadar kamu bagaimana kondisi kamu nak, Tante sangat khawatir dengan kondisi mu" tanya Tante Ivy panik.
"aku hanya ingin pulang Tan" ucap Aurora dengan tatapan yang berbeda.
"kamu tidak bisa pulang Rara, kamu masih sakit nanti kalo sudah sembuh baru bisa pulang" Tante Ivy berusaha untuk tegar.
"buat apa aku sembuh Tan lebih baik aku mati aja" ucap Aurora yang tentunya membuat Tante Ivy sungguh sangat marah sebenarnya tapi dia harus bisa lebih sabar sekarang.
"hai cantik tidak boleh bicara seperti itu, Tante sangat sayang padamu begitu juga dengan kedua kakakmu" hibur Tante Ivy sambil memegang tangan Aurora tapi Aurora menghempaskan tangan tantenya.
Aurora tidak berkata apapun dia hanya diam saja menatap Tante Ivy dengan tatapan yang sangat sulit diartikan namun Arzan dapat mengetahui arti dari tatapan itu membuatnya merasa kasian dengan Aurora.
*malang sekali nasib mu dek, begitu dalamnya luka yang ada dalam dirimu aku jadi kasian dengan mu*batin Dokter Arzan.
"oh ya makan dulu ya Rara, kamu kan belum makan" ingat Tante Ivy.
Tante Ivy mengambil makanan yang berada di meja berniat ingin menyuapi Aurora tapi piring itu langsung dilempar oleh Aurora sampai terdengar suara pecahan kaca.
"setidaknya kamu harus makan sedikit jangan membuang-buang makanan seperti itu, kasian tubuhmu kurang asupan" ucap Dokter Arzan sebelum Tante Ivy berbicara.
Namun tidak ada tanggapan apapun dari Aurora hanya matanya saja yang menatap Dokter Arzan dengan bingung tapi mulutnya bungkam tidak mengucapkan kata-kata apapun.
"iya nak, benar itu makanlah sedikit" sambung Tante Ivy.
"apa Tante perlu membelikan makanan kesukaanmu, agar kamu mau makan kalo begitu Tante akan membelikan makanan yang enak untuk mu bagaimana mau makan kan" bujuk Tante Ivy.
"aku bilang tidak yang tidak apa Tante tidak bisa mendengar hah" bentak Aurora yang melukai perasaan Tante Ivy.
Sontak saja Tante Ivy sangat sedih karena selama ini belum pernah sekalipun dia di bentak oleh Aurora lantaran sikap anak itu yang sangat periang juga ramah.
*sebegitu kah dalamnya lukamu nak, kanu sudah berubah sekarang*batin Tante Ivy sedih.
"kamu tidak boleh berbicara seperti itu dengan Tante mu, dia sudah baik padamu" Dokter Arzan berbicara dengan perlahan.
Lagi-lagi Aurora hanya menatap Dokter Arzan tanpa sepatah katapun membuat Dokter Arzan menghela nafasnya mencoba memikirkan cara agar dia bisa dekat dengan Aurora.
"Aurora kenapa kamu jadi seperti nak kemana Aurora yang Tante kenal dulu, jangan seperti ini nak" sedih Tante Ivy.
"Aurora yang dulu sudah mati Tan setelah malam itu" sarkas Aurora.
"jangan berbicara seperti itu Rara, tolong jangan seperti ini nak" Tante Ivy menahan tangis.
"Tante tidak tahu bagaimana perasaan ku Tan! ,dunia ku sudah hancur sekarang tidak ada yang sayang dengan ku Tan lebih baik aku mati saja" teriak Aurora.
Kemudian Aurora membanting apapun yang berada disekitarnya dan dengan gerakan yang sangat cepat Dokter Arzan menyuntikan obat penenang dari selang infus Aurora sebelum anak itu menjadi-jadi lantaran kondisi mentalnya yang belum stabil.
"Tan, lebih baik kita tinggalkan dulu dia nanti setelah beberapa jam baru Tante masuk ya biarkan dia tenang dulu" perintah Dokter Arzan.
"baiklah Zan" ucap Tante Ivy pasrah.
Akhirnya dengan sangat terpaksa Tante Ivy harus ikut keluar bersama Dokter Arzan memberikan sedikit waktu untuk Aurora bisa menenangkan diri dan nanti akan kembali setelah reaksi obat sudah memudar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!