"Kamu sudah pulang, Mas?" tanya seorang wanita yang sedang memakai masker kecantikan di wajahnya, wanita itu nampak berbaring santai di atas kursi dengan di temani televisi berukuran besar di depannya.
"Kamu sedang apa, sayang? Kamu itu sudah cantik, tak perlu maskeran setiap malam," sahut Jack Samuel meletakan tas kerja miliknya sembarang di atas kursi lalu berjalan ke arah ruang makan.
"Aku memang sudah cantik sejak lahir, Mas, tapi kulitku bisa keriput kalau gak maskeran kayak gini," jawab Ambar tanpa menoleh, bahkan tidak menggerakkan kepalanya sedikit pun karena tidak ingin masker yang dia kenakan rusak nantinya.
Jack Samuel hanya menggelengkan kepalanya seraya memegangi perutnya yang terasa lapar setelah seharian bekerja di kantor. Dia membuka tudung saji di atas meja makan, laki-laki itu seketika mendengus kesal tatkala melihat pemandangan yang sama yang selalu dia lihat di meja berbentuk kotak tersebut. Tidak ada apapun di sana, hanya ada teko kaca berisi air putih juga satu buah gelas seperti biasa. Laki-laki yang akrab di sapa Jack itu seketika mengusap wajahnya kasar seraya mendengus kesal.
"Kamu gak masak lagi, sayang?" tanya Jack dengan nada suara lantang karena jarak dari ruang makan ke ruangan di mana istrinya berada lumayan jauh.
"Ada telor sama mie di kulkas, masak saja sendiri!" sahut Ambar seraya memegangi masker di wajahnya.
Jack kembali menutup tudung saji yang sempat dia buka. Dia pun memejamkan ke dua matanya sejenak mencoba untuk menahan rasa kesal. 10 tahun pernikahannya dengan wanita bernama Ambar Mahardini, istrinya ini jarang sekali memasakkan makanan untuknya. Terlebih, Ambar menolak memiliki buah hati karena takut penampilannya akan berubah, dan wajahnya akan keriput jika dia terlalu sibuk mengurus anak nantinya. Padahal, memiliki buah hati adalah impian seorang Jack Samuel selama ini.
Jack berjalan keluar dari ruang makan menuju ruangan yang sama di mana istrinya berada. Dia duduk di kursi yang berbeda dengan Ambar, wajahnya nampak di tekuk kesal seraya menatap wajah istrinya dengan tatapan mata tajam.
"Apa kita bisa punya anak sekarang? Rumah ini sepi sekali tanpa kehadiran seorang bayi," tanya Jack membuat Ambar seketika bangkit lalu melepaskan masker yang semula menutupi wajahnya.
"Mas, kita 'kan sudah sepakat tak akan punya anak," sahut Ambar seraya duduk tegak di atas kursi, "Lebih enak seperti ini, kan? Kita seperti pengantin baru setiap hari, gak perlu mengurus anak, gak usah repot-repot menyiapkan kebutuhan anak kecil. Belum lagi, hamil itu menyiksa, Mas. Perut aku buncit, berat badanku pun akan naik. Memangnya kamu mau punya istri gemuk dan jelek?" tanya Ambar tegas dan penuh penekanan.
"Ya tapi mau sampai kapan kita seperti ini terus, Ambar?" tanya Jack seketika mendengus kesal, "Meskipun kamu ingin selalu terlihat cantik, tapi usia manusia itu pasti bertambah setiap harinya, wajah kamu tetap akan keriput, rambut indah kamu pun akan memutih dan itu adalah takdir setiap manusia, bukan hanya kamu saja!"
"Tidak! Wajahku tidak akan pernah keriput, karena aku akan senantiasa merawat wajahku ini setiap saat," imbuh Ambar seraya mengusap wajahnya sendiri, "Rambutku? Rambut indahku ini tidak akan pernah memutih karena aku akan mewarnainya sesuka hatiku. Mau warna merah, kuning, hijau, suka-suka aku!"
Jack seketika menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara kasar, "Tapi kamu akan kesepian di hari tua kamu, Ambar, dan saya tidak mau seperti itu," decak Sam seketika berdiri tegak lalu hendak pergi.
"Kamu mau ke mana, Mas? Ini sudah malam lho," tanya Ambar mengerutkan kening.
"Saya mau makan di luar, lebih baik saya memakan masakan orang dari pada harus makan telor sama mie yang saya masak sendiri," jawab Jack tanpa menoleh sedikit pun.
"Jangan pulang terlalu malam, bungkuskan juga untukku!" sahut Ambar dengan nada suara lantang, tapi sama sekali tidak di tanggapi oleh suaminya.
Jack Samuel benar-benar keluar dari dalam rumah, padahal belum satu jam dia berada di rumah tersebut. Baginya, rumah bukan lagi tempat yang paling nyaman untuknya melepas rasa lelah, tidak lagi menjadi tempat yang paling dia rindukan ketika dirinya sedang berada di tempat yang jauh. Rumah yang dia huni saat ini tidak ada bedanya dengan neraka di dunia nyata, di mana tidak ada lagi kebahagiaan di dalamnya.
'Jangan salahkan saya jika kemudian saya mencari kebahagiaan lain di luar sana,' batin Jack seraya membuka pintu lalu keluar dari dalam rumah yang telah dia huni bersama istrinya selama 10 tahun ini.
* * *
Ckiiit!
Mobil yang dikendarai oleh Jack berhenti tepat di depan pagar sebuah rumah sederhana. Laki-laki itu pun keluar dari dalam mobil dengan wajah ceria. Dia berjalan memasuki halaman yang tidak terlalu luas itu dengan tergesa-gesa. Jack merasa tidak sabar ingin segera bertemu dengan penghuni rumah sederhana tersebut.
Tok! Tok! Tok!
Pintu pun di ketuk secara berkali-kali. Tidak perlu menunggu terlalu lama, pintu kayu bercat coklat itu pun di buka. Seorang wanita nampak berdiri di belakang pintu seketika tersenyum lebar setelah tahu siapa yang datang.
"Kamu datang, Mas?" tanya Rosiana segera menyalami Jack ramah dan sopan. Satu kecupan kecil pun mendarat di bibir masing-masing.
"Malam ini Mas tidur di sini ya," sahut Jack masuk ke dalam rumah dengan menggandeng pinggang Rosiana mesra.
"Lho, memangnya istri kamu gak marah kamu tidur di luar?" tanya Rosi seketika mengerutkan kening.
"Akh sudahlah, jangan bahas dia. Mas lagi malas menyebut nama dia," decak Jack seraya memegangi perutnya yang terasa lapar.
"Kamu belum makan?"
Jack menggelengkan kepalanya dengan wajah manja.
"Kebetulan sekali, hari ini aku masak makanan kesukaan kamu, Mas. Kita makan sama-sama ya," pinta Rosi dan segera di jawab dengan anggukan penuh antusias oleh suaminya.
Mereka berdua pun berjalan menuju meja makan seraya bergandengan tangan mesra. Namun, keduanya seketika menghentikan langkah kaki masing-masing ketika mendengar suara tangis seorang anak kecil.
"Ibu, huaaaa!" teriak balita perempuan berusia 3 tahun.
"Bella," sahut Rosi dan juga Jack secara bersamaan.
Mereka pun berjalan ke arah kamar lalu masuk ke dalamnya kemudian. Jack nampak tersenyum lebar seraya meraih tubuh mungil anak bernama Bella dan menggendongnya kemudian.
"Aduh, putri kesayangannya Ayah? Kamu pasti mimpi buruk ya," lirih Jack seraya menimang tubuh mungil Bella juga menatapnya dengan tatapan mata sayu penuh rasa cinta.
BERSAMBUNG
"Ayah? Kenapa Ayah ada di sini?" tanya Bella seketika menghentikan isak tangisnya.
Meskipun anak itu baru berusia 3 tahun, Bella sudah bisa berceloteh lantang meskipun aksen yang dia ucapkan masih terdengar belum sempurna, tapi terdengar lucu dan menggemaskan bagi siapapun yang mendengarnya tidak terkecuali bagi Jack sendiri. Bella adalah cahaya yang menerangi kegelapan di dalam hidupnya, pelipur lara ketika perasaanya sedang dalam keadaan tertekan. Bella Samuel adalah buah hati hasil dari hubungan gelapnya dengan wanita bernama Rosiana.
Ya, Jack memutuskan untuk menikah secara siri dengan wanita ini setelah bertahun-tahun menjalani pernikahan yang tidak bahagia bersama Ambar. Dia mencari kebahagiaanya sendiri di tengah perilaku istrinya yang tidak mampu dan tidak bersedia memberikan apa yang selama ini menjadi kebutuhannya sebagai seorang suami.
"Cup! Cup! Sayangnya, Ayah. Malam ini Ayah akan tidur dengan kamu dan Ibu di sini. Kita akan tidur bertiga," sahut Jack seraya menimang tubuh mungil Bella layaknya sedang menimang bayi.
"Yeeeey! Aku mau tidul sama Ayah!" sorak Bella seraya menatap wajah sang ayah merasa senang.
"Aku bikinkan susu buat Bella dulu ya, Mas," sahut Rosi dan segera di jawab dengan anggukan oleh laki-laki itu.
Rosi segera berjalan keluar dari dalam kamar diikuti oleh Jack bersama Bella di dalam gendongannya. Laki-laki itu nampak tidak berhenti tersenyum, seraya bersenda gurau dengan sang putri. Pemandangan yang sangat berbeda ketika dirinya sedang bersama Ambar istri sahnya.
Jack duduk di kursi ruang makan seraya memangku tubuh Bella. Sedangkan Rosi segera menyiapkan susu formula untuk buah hatinya juga menyiapkan makan malam untuk suaminya. Semua itu dia lakukan dengan hati ikhlas, meskipun dirinya sadar bahwa dia hanyalah seorang selir, duri di dalam pernikahan Jack dengan istrinya. Namun, Rosi sama sekali tidak menyesali jalan yang telah dia ambil karena apa yang terjadi di dalam hidupnya adalah takdir yang harus dia jalani. Jack Samuel, adalah laki-laki yang sangat dia cintai, meksipun cintanya salah dan terlarang tentu saja.
"Sini biar Bella aku yang gendong, Mas makan saja dulu," pinta Rosi hendak meraih tubuh Bella putrinya.
"Tidak usah, kamu makan saja. Mas masih bisa ko makan sambil gendong Bella," jawab Jack seraya meraih botol susu formula dan memberikannya kepada Bella.
Gadis kecil itu segera meminum susu formula yang Di berikan oleh sang ayah. Ke dua matanya pun perlahan mulai terpejam benar-benar merasa nyaman berada di dalam gendongan seorang Jack Samuel. Sementara Rosi segera mengisi piring kosong milik Jack dengan nasi berikut lauk pauknya.
"Waah! Rendang kesukaannya Mas," sahut Jack seketika tersenyum lebar, "Nasinya kurang banyak, sayang. Mas lapar banget soalnya."
"Kamu beneran belum makan?" tanya Rosi seraya menambahkan nasi di piring suaminya.
"Sebenarnya tadi siang Mas sudah makan. Di kantor banyak sekali pekerjaan, makannya Mas hanya sempat makan satu kali," jawab Jack. Satu tangannya mulai menyendok buliran nasi sementara tangan lainnya menopang kepala Bella yang perlahan mulai kembali tertidur.
"Hmm! Kasihan banget kamu, Mas. Seharusnya, sesibuk apapun, sebanyak apapun pekerjaan di kantor, kamu tidak boleh melewatkan makan," lirih Rosi sembari menarik kursi lalu duduk, "Makanan itu sumber energi lho, bagaimana otak kamu bisa berfungsi dengan benar jika kamu berkerja dengan menahan rasa lapar?" ucapnya lagi seraya mengisi piringnya sendiri dengan nasi berikut lauknya.
"Hmm! Masakan kamu enak sekali, sayang. Rendangnya empuk," celetuk Jack tidak menanggapi ucapan Rosi, dirinya terlalu fokus dalam menikmati makan malamnya.
"Ish! Kamu ini," decak Rosi seketika tersenyum kecil.
Jack benar-benar makan dengan begitu lahapnya seolah dia sudah tidak makan selama berhari-hari. Buliran nasi bahkan sampai menempel di dagunya membuat Rosi seketika mengulurkan telapak tangannya lalu meraihnya nasi putih yang berada di dagu laki-laki itu.
"Makannya pelan-pelan, Mas. Nanti keselek lho," pinta Rosi menatap sayu wajah suaminya.
"Hahahaha! Mas lapar banget soalnya," sahut Jack wajahnya benar-benar terlihat ceria.
"Makan sepuas kamu, Mas. Aku senang kamu menyukai makanan yang aku masak," pinta Rosi dan hanya di jawab dengan anggukan kecil oleh Sam.
Nasi di piring Jack benar-benar kosong tidak bersisa. Meskipun dia makan sembari memangku tubuh putrinya, tapi makan malamnya kali ini benar-benar terasa nikmat luar biasa. Sesuatu yang tidak pernah dia rasakan bersama Ambar istri pertamanya.
"Akh! Perut Mas kenyang sekali," gumam Jack setelah meneguk segelas air putih sebagai penutup makan malam.
Laki-laki itu pun menunduk dan menatap wajah Bella di dalam pangkuannya yang terlihat sudah tertidur dengan begitu lelapnya. Botol susu yang semula dia genggam pun nampak sudah kosong tidak bersisa.
"Bella sudah tidur, Mas," sahut Bella seraya merapikan piring bekas makan suaminya lalu menyimpannya di tempat cucian.
"Bener juga, biar Mas tidurkan dia di kamar," jawab Jack seketika berdiri tegak, sementara Rosi mulai mencuci piring kotor yang baru saja mereka gunakan.
Jack berjalan ke arah kamar untuk menidurkan Bella dan kembali beberapa saat kemudian. Laki-laki itu memeluk tubuh Rosi dari arah belakang. Aroma khas wanita itu seketika menguar tercium begitu menggairahkan.
Cup!
Satu kecupan pun mendarat di leher Rosi membuat wanita itu seketika berbalik dan menatap wajah suaminya.
"Lebih baik kamu pulang, Mas. Udah malam lho," pinta Rosi seraya melingkarkan ke dua tangannya di leher Sam mesra.
"Ish! Kamu ini, Mas 'kan sudah bilang kalau malam ini Mas akan bermalam di sini," decak Jack seraya menatap wajah Rosi dengan tatapan mata sayu penuh rasa cinta.
"Kalau istri kamu nyariin, gimana?"
"Gak akan, kamu tenang saja. Dia mana peduli suaminya mau pulang atau tidak, yang dia pikiran itu hanyalah kecantikan dan penampilannya saja," jawab Jack, tatapan matanya seketika meneduh mulai menginginkan sesuatu, "Dia bahkan tidak peduli suaminya kelaparan."
Rosi tersenyum kecil seraya mendaratkan bibirnya di bibir sensual Jack Samuel singkat, "Tapi aku gak mau lho kalau sampai istri kamu curiga nantinya, aku tahu kamu tidak akan pernah bisa memilih salah satu di antara kami," ucapnya kemudian memeluk tubuh kekar Jack, laki-laki yang sejatinya bukan miliknya meskipun status mereka sudah berada di dalam lingkaran tali pernikahan secara sirih.
"Kamu tenang saja, sayang. Ambar tidak akan curiga sama sekali," sahut Jack tiba-tiba saja meraih tubuh Rosi lalu menggendongnya kemudian.
Rosi secara refleks melingkarkan ke dua tangannya di leher Jack mesra. Bibir ke duanya pun kembali menyatu singkat.
Cup!
"Malam ini Mas ingin bercinta sepuasnya dengan kamu, sayang," bisik Jack seraya berjalan ke arah kamar lalu masuk ke dalamnya kemudian.
Jack benar-benar ingin bercinta sepuasnya dengan wanita bernama Rosi ini. Selain cantik dan pandai memasak, wanita ini juga pandai dalam hal memuaskannya di atas ranjang.
* * *
Sementara itu dikediamannya, Ambar berjalan mondar-mandir di dalam rumahnya. Sudah lebuh dari 2 jam, suaminya belum juga kembali. Perasaan Ambar tiba-tiba merasa tidak enak. Dadanya seakan terasa sesak. Firasatnya sebagai seorang istri mengatakan bahwa ada yang tidak beres dengan suaminya.
"Mas Jack kemana sih? Katanya mau beli makanan, udah malam kayak gini ko belum pulang," gumam Ambar seraya mengigit bibir bawahnya keras.
Dia pun meraih ponsel miliknya yang dia letakkan sembarang di atas meja dan menghubungi suaminya saat itu juga.
"Di mana kamu, Mas?" gumamnya lagi seraya menekan tombol dial lalu meletakan ponsel di telinganya.
Sambungan telpon pun terhubung. Suara seseorang pun samar-samar terdengar oleh telinganya, tapi bukan suara Jack Samuel suaminya melainkan suara operator seluler.
'Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif, silahkan hubungi beberapa saat lagi.'
(Jangan lupa like ya, Reader ❤️)
BERSAMBUNG
"Sebenarnya kamu ke mana, Mas? Kenapa sudah malam gini kamu masih belum pulang juga?" gumam Ambar seraya mengigit bibir bawahnya keras.
Wanita itu pun menatap jam dinding yang menempel di sudut dinding rumahnya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 00.30. Rasa khawatir pun seketika mengusik relung hati wanita berusia 36 tahun itu. Namun, dadanya tiba-tiba saja terasa sesak tatkala otaknya mulai memikirkan hal yang bukan-bukan.
"Tidak, suamiku tak mungkin pergi keluar untuk bersenang-senang dengan wanita lain," gumamnya seraya berjalan mondar-mandir dengan perasaan gelisah, "Kalau dia sampai berani melakukan hal itu, maka hidupnya akan berakhir. Karir, harta bahkan semua yang dia miliki saat ini akan di ambil kembali oleh Ayahku," gumamnya lagi kembali mengigit bibirnya sendiri hingga memerah.
Ya, Jack Samuel menikah dengan Ambar tidak membawa apapun. Dia hanyalah laki-laki tanpa pekerjaan tetap. Semua yang laki-laki itu miliki saat ini adalah milik istrinya juga pemberian orang tuanya. Jabatannya sebagai Direktur di perusahaan pun, karena Jack Samuel adalah menantu satu-satunya keluarga Ambar.
"Ya Tuhan, kenapa perasaanku gelisah seperti ini?" gumam Ambar seraya memegangi dadanya sendiri yang semakin terasa sesak.
* * *
Keesokan Harinya
Pukul 05.00 pagi, Jack Samuel pulang ke rumah dengan mengendap-endap agar kedatangannya tidak diketahui oleh Ambar. Dia bahkan membuka pintu kediamannya dengan sangat-sangat hati-hati hingga tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Laki-laki itu berjalan dengan berjinjit kaki seraya menenteng sepatu miliknya. Suasana rumah pun nampak masih minim pencahayaan karena tirai gorden benar-benar masih tertutup rapat.
"Bagus kamu ya, Mas. Semalam kamu menginap di mana, hah?" teriak Ambar dengan nada suara lantang, keadaan ruangan pun seketika terang benderang karena lampu tiba-tiba saja di nyalakan.
Jack memejamkan ke dua matanya seraya menghela napas panjang, dia pun berusaha untuk bersikap setenang mungkin.
"Semalam saya tidur di hotel," jawabnya menoleh dan menatap wajah Ambar yang saat ini berada di sisi sebelah kanan.
"Di hotel?" Ambar seketika membulatkan bola matanya, "Sama siapa kamu menginap di hotel, hah? Sama wanita murahan yang kamu bayar?"
Jack tersenyum menyeringai lalu berjalan ke arah kamar, "Saya sedang malas bertengkar dengan kamu, Ambar. Saya mau mandi dan berangkat ke kantor," ucapnya dengan nada suara sinis lalu membuka pintu kamar dan masuk ke dalamnya kemudian.
Ambar berjalan dengan tergesa-gesa mengikuti suaminya lalu menarik telapak tangannya kasar, "Katakan! Katakan dengan siapa kamu menginap di hotel, Mas?"
"Sendiri," jawab Jack sontak menghentikan langkah kakinya. Pergelangan tangannya pun di cengkram kuat oleh sang istri.
"Bohong!" bentak Ambar menatap tajam wajah suaminya.
Wanita itu nampak menyisir setiap jengkal tubuh suaminya dari ujung kaki hingga ujung rambut. Dia pun seketika mendekatkan wajahnya di tubuh Jack lalu membauinya dengan seksama. Kening Ambar seketika mengkerut heran tatkala mencium bau parfum wanita di pakaian yang dikenakan oleh suaminya.
"Baju kamu bau parfum wanita, Mas?" tanya Ambar membuat wajah Jack seketika memerah dan salah tingkah.
"Jangan ngaco, Ambar. Pakaian saya bau keringat, bukan bau parfum wanita," sahut Jack seraya melepaskan lingkaran tangan istrinya lalu hendak berjalan ke arah kamar mandi.
"Tunggu, Jack Samuel. Aku belum selesai bicara!" pinta Ambar tegas dan penuh penekanan membuat Jack sontak menghentikan langkah kakinya.
"Apa lagi, Ambar? Ini masih pagi dan saya sedang malas bertengkar dengan kamu," jawab Jack dengan nada suara dingin.
"Jangan sekali-kali kamu berani mengkhianati pernikahan kita, Mas. Ingat, kalau kamu berani melakukan hal itu, mencintai wanita lain dan berselingkuh dariku." Ambar menahan ucapannya sejenak seraya menghembuskan napas berat, "Kamu akan kembali menjadi gembel, aku akan menarik semua fasilitas yang kamu gunakan sekarang, dan jabatan kamu sebagai Direktur pun akan di copot, kamu tidak akan punya apa-apa. Camkan itu!"
Jack memejamkan ke dua matanya sejenak mencoba untuk menahan rasa sesak. Selalu! Selalu seperti ini, Ambar selalu mengancam dirinya dengan ancaman yang sama. Selama ini, Jack merasa terkurung di dalam sangkar emas. Istrinya ini tidak ada bedanya dengan pemilik sangkar yang hanya memeliharanya tanpa tahu bagaimana caranya merawat dan memberinya makan dengan benar.
Dia pun meneruskan langkah kakinya tanpa sepatah katapun. Ambar tentu saja semakin merasa murka karena suaminya ini benar-benar mengabaikan peringatannya. Pintu kamar mandi pun di buka lalu kembali di tutup bahkan di kunci setelah Jack benar-benar masuk ke dalam sana.
"Kamu mengabaikan aku, Mas?!" teriak Ambar berjalan ke arah pintu lalu mengetuknya kasar, "Buka pintunya, Mas! Aku belum selesai bicara!" teriaknya lagi, tapi diabaikan tentu saja.
Jangankan membuka pintu kamar mandi, mengeluarkan suara pun tidak Jack lakukan sama sekali. Hanya suara air kran saja yang mulai terdengar samar-samar.
"Jack Samuel!" Ambar kembali berteriak histeris juga kembali mengetuk pintu bahkan seperti hendak mendobraknya.
* * *
Keesokan harinya pukul 16.00 Ambar memarkir mobilnya tidak jauh dari gedung bertingkat di mana suaminya bekerja selama ini. Perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan adalah perusahaan milik ayahnya.
Wanita bernama Ambar itu ingin mematahkan kecurigaannya kepada Jack Samuel. Dia akan mengikuti Jack sore ini, firasatnya sebagai seorang istri tidak mungkin salah. Dia yakin betul bahwa suaminya ini pergi dengan wanita lain semalam. Meskipun dirinya benar-benar berharap bahwa apa yang dia pikiran itu salah.
"Maaf karena aku harus mengikuti kamu, Mas. Aku hanya ingin membuktikan bahwa firasatku ini salah. Kamu tidak mungkin berselingkuh dariku," gumam Ambar seraya menatap lurus ke depan.
Mobil mewah berwarna hitam mulai keluar dari area gedung. Ambar segera mengikuti mobil tersebut karena mobil itu adalah mobil suaminya.
"Akhirnya keluar juga kamu, Mas. Oke! Kita lihat, kamu mampir ke mana dulu sebelum pulang ke rumah," gumam Ambar seraya menginjak pedal gas guna mempercepat laju mobil.
* * *
Setelah menempuh perjalanan selama 1 jam lamanya. Mobil yang di kendarai oleh Jack akhirnya berhenti tepat di depan sebuah rumah. Ambar sontak menghentikan laju mobilnya tidak terlalu jauh dari mobil suaminya.
"Mau apa kamu ke sini, Mas?" gumam Ambar.
Tubuhnya mulai gemetar. Bola matanya seketika memerah juga menatap wajah suaminya yang mulai keluar dari dalam mobil di depan sana. Dada seorang Ambar seketika terasa sesak, tatkala melihat ekspresi wajah Jack Samuel yang terlihat begitu ceria. Raut wajah yang sudah sejak lama tidak pernah disaksikan oleh ke dua mata seorang Ambar.
"Sudah lama sekali aku tidak melihat kamu seceria ini, Mas. Sebenarnya siapa yang akan kamu temui?" tanya Ambar masih saja berbicara sendiri.
Ke dua mata Ambar seketika membulat sempurna ketika dia melihat seorang wanita keluar dari dalam rumah tersebut. Buliran air mata bergulir tanpa terasa, ternyata suaminya benar-benar berselingkuh dengan wanita lain.
"Mas--" gumamnya seketika menutup mulutnya menggunakan telapak tangannya sendiri.
Hal lain yang membuat dada seorang Ambar semakin terasa sesak adalah, ketika dia melihat anak kecil yang tengah berlari menghampiri suaminya seraya tersenyum lebar juga merentangkan ke dua tangannya.
Grep!
Jack Samuel meraih tubuh mungil anak itu lalu menggendongnya kemudian. Dia bahkan mengecup anak tersebut secara berkali-kali terlihat sangat bahagia.
"Kamu benar-benar, Mas--" Ambar menahan ucapannya. Dia tidak mampu untuk sekedar berkata-kata.
(Jangan lupa like ya, Reader ❤️)
BERSAMBUNG
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!