...Novel pertama yang aku buat, jadi mohon maaf jika masih banyak kekurangannya yaa....
Suasana hening menyelimuti ruangan seorang dokter. Usianya yang sudah menginjak dua puluh enam tahun, ia sudah bekerja di sebuah rumah sakit di Kairo, Mesir. Ia juga lulusan dari universitas Al Azhar, Kairo, Mesir.
Dokter tersebut bernama Arkana Mahaprana. Arkana merupakan anak tunggal dari pasangan Taufik dan juga Sarah. Selama menempuh pendidikannya, Arkana tidak lupa menghubungi kedua orang tuanya.
"Arkana, apakah kau sudah memesan tiket pesawat?" suara tersebut merupakan suara Agung, teman Arkana. Agung berasal dari negara Malaysia. Ibu Agung asli orang Indonesia, sedangkan ayahnya asli orang Malaysia.
"Tentu saja sudah, besok adalah hari penerbangan," jawab Arkana.
"Wah, Hati-hati di perjalanan kawan," Agung menepuk pundak temannya tersebut.
"Kapan kau akan pulang?" Tanya Arkana kepada Agung.
"Mungkin satu tahun lagi, aku masih ingin mencari uang di sini, untuk modal nikah ku dengan kekasihku yang berada di Malaysia," kata Agung dengan senyuman mengembangkan.
"Semangat kawan! Kau pasti bisa! segera pinang gadis yang kau incar," Arkana menepuk tegas bahu Agung. Agung mengangguk dan tersenyum kecil.
"Kenapa kau terburu-buru untuk pulang? Padahal baru satu tahun setengah kau bekerja di sini," Kata Agung penasaran.
"Sebenarnya kepulanganku untuk meminang seorang gadis," jawab Arkana jujur.
Ralat , sebenarnya bukan untuk meminang terlebih dahulu, tapi Arkana ingin mendekatinya dulu.
"Wah!!" Agung speechless.
Arkana melihat jam dinding ruangannya, di lihatnya sudah pukul dua siang. Arkana segera mengemasi barang-barangnya, ia akan kembali ke apartemen.
"Sudah pergantian jam, aku pulang dulu, kawan," Kata Arkana.
"Baiklah, Hati-hati di jalan!" Kata Agung kepada Arkana.
Agung pergi dari ruangan Arkana, lalu di susul dengan Arkana yang keluar dari ruangannya. Arkana berjalan menuju pintu keluar rumah sakit, ia segera menunggu taxi yang biasanya ada di sekitar rumah sakit.
Sebuah taxi melintas di jalanan dekat dengan rumah sakit tempat Arkana bekerja. Arkana memberhentikan taxi tersebut, lalu ia masuk ke dalam taxi.
Supir taxi tersebut berjalan sesuai alamat yang Arkana tujukan. Hanya membutuhkan waktu tiga puluh menit untuk menuju apartemen Arkana. Arkana keluar dari taxi, lalu ia memberikan uang kepada supir taxi.
Arkana segera menuju ke apartemen , ia merasa sangat gerah, cuaca siang ini memang sangat panas. Sesampainya di pintu masuk apartemen Arakan, ia memasukkan password pintu apartemennya.
Arkana membuka pintu tersebut , lalu menguncinya lagi. Terlihat apartemen Arkana sangat bersih, ia membayangkan bagaimana nanti jika dirinya sudah mempunyai keluarga, pasti Arkana akan merasa senang.
"Besok sudah waktunya aku untuk pulang ke tanah kelahiran ku, aku harap semuanya akan berjalan dengan lancar," gumam Arkana.
Arkana menaruh tas kerjanya di ruangan kerja, ia lalu mengambil handuk untuk mandi. Selesai mandi, ia memilih baju santainya untuk di pakai.
Arkana menuju ke dapur, cacing cacing di perutnya sudah berdemo, itu tandanya minta makan. Arkana menyiapkan alat masak terlebih dahulu.
Arkana ingin memasak masakan Khosari. Khosari dibuat dari beras yang dibumbui dan kacang lentil yang dikombiinasikan dengan buncis dan pasta berukuran kecil.
Sembari memasak, Arkana menelepon ibunya. Ibunya bernama Sarah, ia merupakan wanita yang sangat pemberani. Arkana bersyukur mempunyai seorang ibu seperti Sarah, bahkan Arkana sangat menyayanginya.
"Eh nak, lagi ngapain?" Tanya Sarah kepada putranya lewat video call.
"Bunda, Arkana lagi masak, laper," jawab Arkana.
"Hmm begitu ya? besok kamu jadi pulang?" Tanya Sarah lagi.
"Jadi dong, Bunda sama Ayah nggak usah jemput Arkana ya? Biar Arkana besok naik taxi aja dari bandara," kata Arkana, ia mengiris tomat sebagai hiasan masakannya.
"Ya sudah kalau itu mau kamu, padahal kan Bunda mau sekalian ajak calon mantu Bunda, tapi kamu nggak mau," Sarah melihat Arkana yang tengah menahan rasa malu.
"Kayaknya kalau pulang kerja di sambut sama istri enak ya, Bun? Arkana jadi nggak sabar pengen punya istri," ujar Arkana malu-malu.
"Makanya besok kamu langsung sat set aja! Daripada keburu di ambil orang lain," perkataan dari Sarah, tentu saja membuat Arkana gelisah. Bagaimana tidak? Gadis yang di sukai Arkana tentu saja sangat cantik! Jelas jika Arkana takut kalah cepat dengan orang lain.
"Udah dulu ya, Bunda. Arkana mau fokus ke masakan Arkana dulu," Kata Arkana.
"Iya , jangan lupa makan yang banyak biar kenyang! Bunda tutup teleponnya ya? Assalamu'alaikum," Kata Sarah kepada anaknya.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Arkana.
Arakan kembali memasak masakannya, sembari memasak, ia juga bersholawat. Tak lama kemudian, masakan yang di buat oleh tangan Arkana sendiri, kini sudah jadi dan sudah bisa di nikmati.
Setelah makan, Arkana akan beristirahat, ia juga sudah mengemasi barang-barangnya yang akan di bawa pulang ke tanah kelahirannya.
Suara mobil terdengar jelas di telinga Aisha. Aisha melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, waktu menunjukkan pukul setengah delapan malam. Aisha sangat bersemangat menyiapkan makan malam untuknya dan juga ayahnya.
Ngomong-ngomong, Aisha sudah memasakkan makanan kesukaan Romi, yaitu rendang. Tadi sore , ia bersama dengan bibi Siti memasak rendangnya. Saat kepergian Ela , Aisha jadi terbiasa untuk memasak dan juga mengurus semua masalah di rumah, mulai dari bersih-bersih, memasak, mencuci.
Kini, Aisha sudah siap dengan berbagai menu makanan, aromanya yang menggugah selera.
Romi datang dengan menenteng lima buah paper bag. "Malam," sapa Romi kepada putrinya.
"Selamat malam ayah, kemari duduklah. Aisha sudah menyiapkan makanan kesukaan ayah, sekarang ayah makan ya," kata Aisha semangat. Ia yakin jika ayahnya pasti akan memakan masakan Aisha.
Romi menghela napas, "Maaf, tapi ayah sudah makan di luar," jawab Romi jujur.
"Ayah makan di luar? Bukannya ayah tidak suka ya masakan di luaran?" tanya Aisha.
"Ayah suka, karena ayah makan bersama calon istri ayah dan juga calon anak tiri ayah," jelas Romi kepada Aisha.
Wajah Aisha berubah sedih, tega sekali ayahnya menikah lagi. Bahkan Aisha sudah mengatakan kepada Romi jika ia tidak mau memiliki ibu lagi, ibunya hanya satu. ibunya telah istirahat dengan tenang di surga Allah.
"Ayah tahu, kamu tidak bisa menerima pernikahan ayah kan? Mulai sekarang kamu harus bisa menerima," ujar Romi.
"Menerima selingkuhan ayah? Bahkan mereka berdua tidak pantas menginjakkan kaki di rumah ini," kata Aisha yang mengundang amarah Romi.
"Apa ayah tega? Ayah tega jika kamar ayah dan juga bunda di tempati perempuan asing? Ayah, sampai kapanpun Aisha tidak akan menerima pernikahan ayah dengan wanita itu," kata Aisha.
Romi mengepalkan tangannya, "Jaga mulut mu , Aisha. Kamu hanya perempuan cacat yang bikin malu keluarga ini!" ujar Romi menunjukkan Aisha.
Air mata Aisha menetes. Apa yang ayahnya bilang tadi? Perempuan cacat yang bikin malu keluarga?
Rasanya Aisha ingin tertawa melihat sikap ayahnya sekarang. Bibi Siti melihat majikannya yang sedang memarahi anaknya, ia merasa kasihan.
"Kenapa nangis? Perempuan cacat yang hanya bisa menangis! Siapa yang akan menjadi pendamping hidupmu? Apakah ada?" Romi tertawa mengejek kondisi anaknya.
"TUTUP MULUT MU ROMI!" suara keras dari seseorang membuat Romi menghentikan tawanya.
Romi menoleh ke sumber suara, ternyata itu adalah Taufik dan juga Sarah. Sarah segera berlari menghampiri Aisha.
"Kamu kenapa? Ayahmu berbuat apa kepadamu? Katakan kepada tante, nak," Sarah memeluk Aisha. Pelukan hangat dari seorang ibu, akhirnya Aisha dapat merasakannya lagi.
Aisha semakin menangis, entah kenapa jika ia sedang menangis lalu di tanya oleh seseorang maka ia akan semakin menangis.
"Aisha kangen sama bunda, Aisha pengen peluk bunda," jelas Aisha kepada Sarah.
Sarah mengangguk, "Besok kita pergi ke makam bunda kamu, nak. Jangan sedih lagi," Sarah mengusap air mata Aisha yang membasahi pipinya.
Taufik menarik Romi ke luar rumah. Taufik rasanya ingin menjotoskan kepala Romi ke tembok dan rasanya ingin menceburkan Romi ke kolam renang.
"Lepaskan saya, Taufik!" Taufik bukannya melepaskan tangan Romi, justru semakin mengencangkan.
"Diam kamu! Brengsek!" sarkas Taufik.
Taufik membawa Romi ke area kolam renang yang berada di halaman rumah Romi.
"Maksud kamu apa, Romi? Membentak anakmu dan mencaci anakmu? Dimana akal sehatmu itu?!" Taufik emosi melihat Aisha mendapatkan hinaan dari ayah kandungnya sendiri.
Romi terkekeh melihat berapa emosinya Taufik karena melihat Aisha di perlakuan buruk.
"Sesayang itu kamu sama anak saya? Perempuan tidak berguna seperti dia memang tidak pantas mendapatkan kasih sayang dari saya! Saya muak melihat Aisha lemah," jelas Romi yang membuat Taufik naik pitam.
"Biarkan Aisha menikah dengan Arkana, jangan lupakan janji kita waktu kelahiran Aisha. Janji yang berisi jika Arkana dan Aisha telah di jodohkan," ujar Taufik.
"Pungut saja anak pembawa sial itu! Tidak perlu meminta izin kepada saya! Saya menikah dengan Ela hanya karena perjodohan konyol, dan jangan salahkan saya jika calon istri saya merupakan wanita di masa lalu saya," jelas Romi.
Taufik bersedekap dada, alis satunya terangkat, "Apa maksud mu, Romi?" tanya Taufik tidak mengerti dengan apa yang di katakan Romi.
"Wati adalah calon istri saya, dan Wati adalah masa lalu saya saat duduk di bangku SMA. Dan karena perjodohan konyol itu, saya di jodohkan dengan Ela. Saya tidak mencintai Ela sama sekali," jelas Romi.
Sarah menutup mulutnya, ia tidak percaya dengan ucapan Romi. Aisha, ia menengadahkan kepalanya, seraya menatap bintang-bintang yang berpijar. Air matanya turun lagi, ia lemah.
"Ayah nggak cinta sama, Bunda?" gumam Aisha yang di dengar jelas oleh Sarah.
"Dan Wati adalah selingkuhan saya dan saya juga mempunyai anak dari Wati, dia seumuran dengan Aisha," kata Romi.
Hati Aisha sakit. Ayahnya selingkuh saat Aisha masih kecil? Dan ayahnya membagi waktu untuk dua wanita?
Aisha membayangkan bagaimana repotnya menjadi seorang ibu yang mempunyai anak kecil lalu di tinggal selingkuh oleh suaminya.
"Bajingan kamu, Romi!" sarkas Taufik lalu meninju perut Romi dan melemparkan Romi ke kolam renang.
"Bagus sekali suamiku, hajar laki-laki tidak tahu diri itu!" ujar Sarah memberi dukungan kepada Taufik.
"Malam ini, Aisha boleh nginep di rumah tante?" tanya Aisha yang langsung di beri anggukan oleh Sarah.
Sarah tersenyum bangga, "Boleh dong, mau jadi mantunya tante juga boleh banget," Sarah menguyel - uyel pipi Aisha.
"BRENGSEK KAMU TAUFIK!" ujar Romi yang masih tercebur di kolam renang.
"Apakah kamu butuh kaca? Yang brengsek kamu, Romi. Tega sekali dengan anakmu, pria seperti mu tidak pantas di panggil dengan sebutan Ayah," kata Taufik.
Taufik berjalan ke arah Sarah dan juga Aisha. Taufik mendorong kursi roda yang di duduki Aisha.
Taufik menoleh ke arah Romi yang memperhatikan mereka bertiga, "Biarkan kami mengurus Aisha. Dan kamu urus saja selingkuh mu dan juga anak mu itu, jangan pernah kembali kepada Aisha!" ujar Taufik.
"Sialan!" umpat Romi.
...*** ...
Arkana kini sudah bersiap-siap, besok ia akan terbang ke tanah airnya. Waktu sore , ia gunakan untuk mempersiapkan barang-barangnya untuk di kemas ke dalam koper.
"Baju sudah di kemas semua, oleh-oleh untuk ayah dan bunda juga sudah. Apa yang kurang ya?" gumam Arkana sembari jarinya mengetuk dagunya, seakan-akan ia sedang berpikir.
Arkana sudah membelikan ayahnya, ia membelikan Galabeya Mesir, Pakaian yang bisa di pakai oleh pira maupun wanita. Arkana membelikan bundanya parfum oil dan essential oil.
Sedangkan untuk Aisha, Arkana membelikan kohl. Kohl adalah kosmetik untuk mempercantik wanita. Selain itu, Arkana juga membeli banyak oleh-oleh dari Kairo.
"Kayaknya sudah semua, kalau gitu mendingan jalan sore aja, besok juga sudah terbang," gumamnya lalu Arkana memakai sepatunya.
Notifikasi dari handphone Arkana membuat Arkana berdecak kesal.
Dapat Arkana lihat, bundanya mengirimkan foto seorang perempuan yang tengah menangis diam-diam di kamar tamu kediaman Taufik.
Dan Sarah juga diam-diam memfoto Aisha, hal itu juga tidak di sadari oleh Aisha.
"Jangan nangis, Aisha. Besok kalau kita sudah nikah, saya bakalan buat kamu bahagia terus," gumam Arkana melihat foto Aisha.
Bundanya itu sangat peka sekali, tahu saja jika anaknya menyukai Aisha. Arkana akan membicarakan pernikahannya dengan Aisha, ia akan mencoba untuk mengobrol dengan kedua orang tuanya.
...*** ...
Romi kini berada di kamarnya, malam ini anaknya pergi ke kediaman Taufik. Romi tidak peduli dengan semua itu, yang terpenting besok adalah hari pernikahannya dengan Wati.
Dinding-dinding kamarnya terdapat foto keluarga. Di foto itu, Aisha dan Ela terlihat bahagia, sedangkan Romi hanya berfoto dengan gaya wajah datarnya. Kalau Romi boleh jujur, Ela juga sangat cantik, kecantikan Ela menurun ke anaknya.
Pyar...
Romi membanting foto keluarganya. Untuk apa di pajang? Ela juga sudah pergi ke dunia lain. Lalu dengan Aisha? Romi tidak peduli dengan gadis itu.
"Gara-gara kamu Ela, saya tidak bisa menjadikan Wati perempuan satu-satunya yang saya nikahi," geram Romi menginjak-injak foto tersebut.
"Dan gara-gara kamu juga, gadis sialan itu hidup sampai sekarang. Perjodohan konyol! Kenapa harus saya terima!" ujar Romi dengan suara lantangnya.
Bibi Siti yang sedang berjalan di depan kamar majikannya menjadi takut mendengar majikannya marah. Tadi bibi Siti dari kamar Aisha, membersihkan kamar Aisha.
"Pak Romi kayaknya udah gila," gumam Bibi Siti lalu berlari karena takut dengan amarah majikannya.
Sedangkan di kediaman Taufik, kini suasana rumahnya sangat berbeda, Rasanya adem.
Taufik sedang berada di ruang kerjanya, ia sedang mengubungi ayahnya Romi. Taufik mengirimkan pesan yang berisi bahwa Romi akan menikah lagi besok dan hal itu belum di ketahui oleh kedua orang tua Romi.
Sarah menepuk pundak suaminya, "Habis telponan sama siapa?" tanyanya curiga.
Taufik menuntun Sarah untuk duduk, "Jangan curiga dulu, tadi habis telpon Pak Husain," jelas Taufik kepada Sarah.
"Tumben telponan sama Pak Husain," kata Sarah.
"Ngasih tahu kalo anaknya mau nikah lagi, dan ternyata Pak Husain belum mengetahui akan hal itu," tutur Taufik.
"Emang bener, Romi itu udah gila. Harusnya dia di tempatkan di rumah sakit jiwa," kata Sarah.
Taufik tertawa melihat raut wajah istrinya. Taufik mengelus kepala Sarah, "Udah malam, ayo tidur," ajak Taufik.
"Oh iya, Aisha sudah tidur?" tanya Taufik.
"Kayaknya udah, ya sudah ayo tidur. Sudah malam juga, besok pergi ke acara pernikahan orang gila itu," kata Sarah lalu menggandeng tangan Taufik.
Taufik senyum-senyum sendiri mendengar istrinya menyebut Romi dengan sebutan orang gila.
Pagi hari ini, Aisha sudah siap untuk menghadiri pernikahan ayahnya. Sebenarnya ia tidak ingin menghadiri acara tersebut, tapi tadi Sarah dan Taufik memaksanya agar ikut, takut jika Aisha di rumah sendirian ada apa-apa.
Aisha sudah rapi, ia memakai gamis berwarna putih dan juga jilbab syar'i yang senada dengan gamisnya. Polesan make-up yang tipis-tipis membuat Aisha semakin cantik.
Aisha menjalankan kursi rodanya dengan kedua tangannya yang mengayuh kursi rodanya. Ia menempatkan dirinya di depan cermin, lebih tepatnya meja rias.
"Aisha kamu cantik," gumam Aisha. Ia tersenyum melihat penampilannya. Ia tidak mau di acara nanti mempermalukan ayahnya.
"Kamu nggak boleh sedih, ayah juga berhak untuk bahagia. Harusnya kamu ikut senang, bukannya sedih," ujar Aisha kepada dirinya sendiri.
Aisha memegang kalung pemberian almarhumah ibunya, kalungnya sangat indah. Ela memberikannya kepada Aisha saat ulang tahun Aisha ke tujuh belas.
Kamu pakai kalung pemberian bunda, nak. Kamu tambah cantik. Kata-kata dari Bundanya masih terdengar jelas di telinga Aisha.
Aisha terus saja bercermin, ia terlihat sangat cantik. Semua perempuan di dunia juga cantik, kecantikan seorang perempuan bukan di lihat dari warna kulit , tetapi jika hati seorang perempuan baik, maka wajahnya juga cantik.
"Aku cantik, semua perempuan juga cantik. Kalungnya sangat indah," gumam Aisha.
"Aisha sudah siap?" tanya Sarah sembari mengetuk pintu kamar.
"Udah, tante. Tante buka aja pintunya tidak di kunci," jawab Aisha.
Sarah membuka pintu kamar tamu yang di tempati Aisha, "Masya Allah, kamu cantik banget, pantes aja Arkana tiap hari minta foto kamu," sadar dengan ucapannya, Sarah menutup mulutnya rapat-rapat.
"Maksud tante apa?" tanya Aisha penasaran.
"Eh enggak kok, tante lapar banget. Kita turun yuk, sayang," ujar Sarah.
Sarah mendorong kursi roda Aisha, sesampainya di dekat anak tangga, Sarah memanggil asisten rumah tangganya.
"Bibi Romlah!!!!!" teriak Sarah, suaranya cempreng.
Bibi Romlah kaget dengan teriakan majikannya, sapu yang ia pegang alhasil jatuh ke lantai. "Eh copot eh copot," Bibi Romlah mengelus dadanya dan membenarkan kerudungnya.
"Iya nyonya, Romlah segera lari," teriak Romlah. Mereka memang sudah terbiasa seperti itu, Sarah meminta agar Romlah menganggapnya hubungannya seperti teman sendiri, bukan hubungan majikan dan pembantu.
"Ada apa nyonya?" tanya Bibi Romlah.
"Kamu bawain kursi roda Aisha, nah nanti taruh di ruang tengah ya. Saya mau nuntun Aisha melewati anak tangga ini," jelas Sarah yang langsung membuat bibi Romlah mengerti.
"Siap Bu bos! Ngomong-ngomong kok neng Aisha cantik banget, bibi jadi insinyur deh," ujar Romlah sembari menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Lah? Insinyur? Insecure kali maksud bibi," ujar Sarah mencoba memperbaiki perkataan bibi Romlah.
"Nah itu maksud saya, Bu," kata Bibi Romlah sembari tertawa.
"Bibi juga cantik kok, kenapa harus insecure? Bibi harus belajar bersyukur atas nikmat yang Allah berikan," ujar Aisha.
"Hehe iya neng," kata bibi Romlah.
"Ya sudah ayo bantu saya , Bi," ujar Sarah.
Bibi Romlah segera mengambil kursi roda Aisha setelah Aisha sudah di papah oleh Sarah.
"Bibi duluan aja jalannya," kata Sarah.
"Baik Bu," Bibi Romlah segera membawa kursi roda itu ke ruang tengah.
"Jalannya pelan-pelan aja, masih berat nggak kira-kira jalannya?" tanya Sarah kepada Aisha.
"Udah nggak terlalu berat tante, tapi kalau buat berdiri nggak bisa lama-lama," jawab Aisha.
"Ya sudah, jalannya tante papah kok, pelan-pelan saja. Tante pastiin kamu bisa jalan kembali seperti semula," kata Sarah. Aisha hanya tersenyum mendengar penuturan dari Sarah.
Ternyata Aisha di kelilingi orang-orang yang baik.
Sembari berjalan, Aisha ingin menanyakan sesuatu kepada Sarah, tapi ia takut-takut malu.
"Emm, tante," panggil Aisha.
"Iya, kenapa?" tanya Sarah yang sedang fokus dengan kaki Aisha, takut jika jatuh.
"Arkana kapan pulangnya, tante?" pertanyaan Aisha membuat Sarah mendongakkan kepalanya lalu menatap wajah Aisha.
Aisha memalingkan wajahnya, ia sudah menduga. Pasti habis bertanya lalu akan di tanyai balik.
"Kamu nanya?" tanya Sarah kepada Aisha.
"Iya nanya, beneran tante," kata Aisha serius.
"Tante nggak tahu pulangnya kapan, demen banget itu anak nggak pulang-pulang," jawab Sarah jujur.
"Kamu kangen Arkana ya? Tenang aja, besok langsung di nikahin kok," ujar Sarah cengengesan.
Aisha malu, pipinya bersemu merah. "Jangan malu-malu dong, kalau mau ya besok setelah Arkana pulang langsung ijab kabul," kata Sarah.
"Udah sampai tante," kata Aisha.
"Halah sok-sokan ngalihin pembicaraan kamu," ujar Sarah sembari tertawa.
Aisha kini duduk kembali di kursi rodanya. Di ruang tengah ada Taufik yang sudah siap. Taufik mengenakan setelan jas berwarna hitam dan kemeja yang ia kenakan berwarna putih.
"Sudah siap semua?" tanya Taufik.
"Sudah om," jawab Aisha.
"Ya sudah, ayo kita berangkat. Bunda nggak sabar lihat wajah perempuan yang di dambakan oleh ayahmu, Aisha," ujar Sarah.
"Pasti cantik," ujar Aisha.
"Kayak ondel-ondel kan?" tebak Sarah yang masih membenci Romi, ia akan mengata-ngatai Romi nantinya.
"Huss, sudah ayo kita berangkat. Pak wawan sudah menunggu kita dari tadi, kasihan," ujar Romi.
Mereka langsung terdiam dan mengikuti langkah Romi, "Biar ayah aja yang dorong Aisha, Bunda jalan di samping ayah, ya," ujar Taufik yang membuat Sarah memberhentikan kursi roda Aisha.
"Romantis banget sih," kata Sarah.
"Jangan kalah sama Arkana dan Aisha nanti ya," ujar Taufik seraya melirik Aisha. Sedangkan Aisha memalingkan wajah. Sarah dan Taufik sama saja, sama-sama suka menjahili Aisha.
...***...
Suasana di hotel kini menjadi sangat ramai, banyak pengusaha kaya raya yang di undang oleh Romi. Romi tampak gagah dengan setelan jas pengantin.
Pak Husain selaku ayah dari Romi, diam-diam ia datang ke acara tersebut. Husain memantau sikap anaknya, sejujurnya ia ingin menghajar putranya habis-habisan.
Husain melihat mempelai wanita, di samping mempelai wanita ada sosok wanita paruh baya dan juga pria paruh baya. Pak Husain berpikir jika mereka adalah orang tua dari mempelai wanitanya.
"Kelas rendah ternyata," gumam Husain ketika melihat mempelai wanitanya.
"Permisi Pak," kata seseorang itu di hadapan Pak Husain. Ah, ternyata itu adalah Taufik dan juga Sarah.
"Oh , Halo Taufik. Bagaimana kabar anda?" tanya Pak Husain sembari bersalaman dengan Taufik dan Sarah mengatupkan kedua tangannya.
"Apa anda tidak melihat cucu anda, Pak Husain?" kata Sarah.
Pak Husain celingukan mencari keberadaan cucunya, "Aisha ikut juga ke sini? Di mana dia?" tanyanya kebingungan mencari keberadaan Aisha.
"Taraaaa, ini dia Aisha calon menantu keluarga saya," Sarah ternyata menyembunyikan Aisha di belakang punggungnya.
"Ais?" panggil Pak Husain selaku kakeknya Aisha.
"Kakek!" seru Aisha. Husain langsung memeluk cucunya, ia rindu kepada cucunya.
"Bagaimana kabar mu, nak?" tanya Husain kepada cucunya, Aisha.
"Alhamdulillah, Aisha baik. Bagaimana dengan kakek?" tanya Aisha balik.
"Kakek juga baik," jawab Husain lalu mengelus kepala cucunya yang terbalut jilbab.
"Kalau begitu, ayo kita ke sana bersama-sama," ajak Taufik menunjuk untuk mendekat Romi.
Husain terdiam, pria paruh baya itu sama sekali tidak berminat untuk menemui putranya. "Kalian berdua ke sana saja, saya ingin bersama cucu saya," jawab Husain menolak ajakan Taufik.
"Ya sudah, kalau begitu saya bersama istri saya saja. Aisha, kamu di sini bersama dengan kakek mu ya," ujar Taufik yang di angguki oleh Aisha.
Acara pernikahan segera di mulai, Romi sudah duduk dan menunggu Wati. Terlihat seorang wanita paruh baya menuntun berjalannya Wati dan ada seorang gadis seumuran dengan Aisha yang juga berjalan di samping Wati.
"Kakek, apakah dia anak dari mempelai wanita?" tanya Aisha kepada kakeknya.
Husain menanggapinya dengan senyum, " Iya, tapi menurut kakek lebih berkelas kamu, nak," jawab Husain selalu kakek Aisha. Aisha hanya diam.
"Baik bisa kita mulai ijab kabulnya? Karena pengantin wanita sudah datang," ujar Pak penghulu.
"Bisa Pak," jawab Romi dan Wati bersamaan.
Husain segera mendorong kursi roda Aisha, ia ingin melihat Romi dengan jelas.
"Baik, mempelai pria bisa menjabat tangan wali mempelai perempuan,"
Romi menjabat tangan Hari, selalu ayah mempelai wanita.
"Saya nikahan dan saya kawinan engkau saudara Romi bin Husain dengan anak saya hang bernama Wati binti Hari Santoso dengan mahar uang sebesar seratus juta rupiah di bayar tunai,"
"Saya terima nikah dan kawinnya Wati binti Hari Santoso dengan mahar tersebut di bayar tunai," Romi begitu lancar mengucapkannya.
"Bagaimana para saksi?" tanya sang penghulu itu.
"SAH,"
"Alhamdulilah, mari kita membacakan doa," kata sang penghulu.
"Doa biar mereka sekarat saat malam pertama," gumam Sarah yang di dengar beberapa tamu.
"Mbaknya kok syirik sih?" ujar tamu wanita dengan dandanan menor.
Wah ide bagus, kalau begitu biar aku buat kacau acara ini, Batin Sarah.
"Eh asal anda tau ya, wanita yang di pungut Romi itu adalah wanita malam," ujar Sarah meyakinkan wanita itu.
"Anda lihat seorang gadis yang terduduk di kursi roda itu? Dia adalah putri kandungnya, tapi Romi menelantarkan putrinya hanya demi wanita murahan seperti dia," Kata Sarah lalu ia pergi meninggalkan seorang wanita itu yang masih tidak percaya dengan ucapan Sarah.
Sarah menghampiri Taufik, mengajaknya untuk berkumpul lagi dengan Aisha dan Pak Husain.
"Mohon perhatian, untuk acara selanjutnya adalah dansa. Mempelai pria dan wanita bisa maju di atas panggung," kata seorang MC perempuan.
Romi menuntun Wati dengan hati-hati, mungkin takut jika istrinya terjungkal. Romi melingkarkan tangannya di pinggang .
Aisha melamun serta tersenyum kala mengingat ibunya. Ela tidak mengetahui jika Romi tidak mencintainya, Ela tidak mengetahui jika Romi berselingkuh sejak awal pernikahannya.
Acara dansa pengantin sudah selesai, "Baik, untuk selanjutnya apakah saya boleh bertanya, Pak Romi?" tanya seorang MC itu.
Romi mengangguk dan tersenyum sebagai jawabannya, tangannya masih setia merangkul pinggang istrinya.
"Kenapa kalian berdua menikah? Apakah ada rasa cinta di antara kalian berdua?" tanya seorang MC tersebut.
"Jawab, jawab!!" Seru semua tamu dengan gembira.
"Wati adalah perempuan pertama yang saya cintai, dan dia adalah anak saya," ujar Romi menunjuk Mira, hal itu membuat para tamu tercengang.
"Anak?" tanya MC itu.
"Iya, karena saya telah menikah dengan Wati, maka dia juga anak saya," jawab Romi santai.
"Lalu di mana anak kandung mu?"
"Dia sudah meninggal, dia ikut almarhumah istri saya yang pertama," jawab Romi enteng.
Deg..
Hati Aisha begitu nyeri, ayahnya bilang jika ia telah meninggal? Apakah ayahnya tidak menganggap kejadiannya?
Taufik mengepalkan tangan, ia marah terhadap teman masa kecilnya. Romi telah berubah menjadi bajingan.
"BAJINGAN KAMU ROMI!" Taufik berlari ke arah panggung pelaminan dengan amarahnya.
"ANAK MU MASIH HIDUP! BUKA MATAMU LEBAR-LEBAR, DIA PUTRIMU!" ujar Taufik mencengkeram kerah baju Romi.
"Ayah telah berubah, kakek?" tanya Aisha dengan menampakkan senyumnya.
"Ayahmu seorang bajingan, dia tidak pantas di panggil 'Ayah'," ujar Kakek Husain.
Sarah mendekati suaminya. "Kamu memang tidak mempunyai otak, seperti otak mu ketinggalan di planet Pluto, makanya jadi oon , terlebih lagi sepertinya kamu buta, matamu rabun atau katarak? Aisha duduk di sana, lihat dia Romi, perempuan dengan pakaian tertutup! Perempuan yang selalu bersabar dengan segala ujiannya, aku rasa matamu itu telah terganti dengan mata kodok!" ujar Sarah emosi.
Sarah menghadap ke arah Wati, lalu menghadap ke arah Mira. "Oh jadi ini perempuan tolol? Dih rambutnya di sanggul masih terlihat sangat kribo, situ nggak bisa perawatan? Oh ya lupa, miskin kan mba? Makanya jadi selingkuhan dan minta di nikahan," lanjut Sarah.
Husain mendorong kursi roda yang di duduki cucunya, Aisha. Sorot mata kakek itu penuh amarah, siapa yang terima jika cucunya di anggap mati?
"Selamat atas pernikahan mu, Romi," ujar Husain. Romi kaget bukan main, padahal dia tidak mengundang ayahnya ke acara pernikahannya.
"A-ayah" suara Romi gemetar.
"Saya bukan ayah mu lagi! Apa yang tadi kamu katakan? Aisha sudah meninggal? Ayah yang tidak tahu diri! Menikah tanpa ada restu dari orang tua dan anaknya," kata Husain.
"Saya pastikan hidup kalian setelah ini akan berantakan, selamat menikmati dunia kehancuran mu Romi dan Wati," ujar Husain.
Semua tamu juga mengetahui, siapa sosok Husain. Husain adalah pemegang saham di perusahaan Sriwijaya, perusahaan yang mengelola batubara, selain itu Husain juga mempunyai cabang cafe, rumah makan dan masih ada dua perusahaan yang ia jalankan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!