Beberapa pegawai wanita dibuat ketakutan oleh tingkah Abra. Pria tersebut memang selalu bersikap ketus terhadap pegawainya, terutama wanita. Abra Ishan Abinawa, pria berusia 32 tahun itu adalah Presdir dari JD Grup. Berbeda dengan sang kembaran, Akhza begitu lembut dan baik.
" Ra, jangan terlalu dingin dan ketus kepada para pegawai itu. Mereka cuma bekerja saja lho. Bersikap baiklah."
Seperi itulah nasihat sang kakak kembar. Bukan hanya sekali Akhza menasehati Abra tapi tidak pernah digubris oleh pria itu. Selalu saja ada jawaban Abra atas sikapnya itu.
" Halah kak, kakak nggak tahu aja. Mereka tuh sok caper. Kayak aku nggak ngerasa aja. Apalagi sama Kak Za. Jelas-jelas Kak Za sudah punya istri dan anak, tapi mereka masih suka sok cari perhatian. Bisa nggak sih kalau karyawannya kita ganti jadi laki-laki semua."
Akhza hanya bisa menepuk pelan keningnya mendengar usul Abra yang sangat di luar nalar. Abra memang selalu begitu. Dari jaman SMP sampai kuliah begitu anti sama yang namanya wanita, kecuali mommy, adik kembarnya, kakak iparnya, sepupunya dan tentunya circle keluarga mereka. Jika itu orang lain Abra akan berubah menjadi orang yang seperti memiliki syndrom OCD.
Salah satu anak Rama Hadyan Joyodingingrat ini memang sungguh lain dari pada yang lainnya. Dulu kakak sulung Abra yang bernama Kai Bhumi Abinawa juga tidak suka berdekatan dengan wanita, tapi tidak separah Abra.
" Terserah kamu lah Ra, tapi jangan berpikir untuk memecat para pegawai wanita. Jika kamu lakukan itu, percayalah ayah dan abang akan memarahi kamu habis-habisan."
Seketika wajah Abra langsung lesu. Mendengar nama kedua orang itu tentu bisa membuat keinginan menggebunya luntur. Abra pun memilih kembali ke ruangannya. Ya, Di JD Grup jabatan Abra adalah seorang presdir dan Akhza sebagai CEO.
" Tuh lihat saja tatapan mereka sungguh membuatku merinding," gumam Abra pelan.
Tok! Tok! Tok!
Seorang wanita mengetuk pintu ruangan milik Abra. Terdengar desahann nafas panjang dari pria itu saat melihat sekretarisnya masuk membawa begitu banyak laporan.
" Apa?"
" I-ini pak, ada beberapa berkas yang harus bapak tinjau."
" Hmm, taruh disitu. Cukup di meja itu dan kamu tidak perlu mendekat."
Sekertaris itu hanya bisa pasrah menerima setiap perintah dari bos nya. Ia meletakkan berkas-berkas itu di meja dekat pintu yang memang dipersiapkan Abra. Tujuannya ya itu, agar jika ada pegawai wanita yang datang tidak perlu mendekat ke meja miliknya.
" Sepertinya aku memilih ganti bos saja jika seperti ini terus. Tapi nggak apa lah harus kuat. Untung ganteng jadi nggak terlalu bikin emosi jiwa."
Wanti, sekertaris dari Abra itu hanya bisa mengeluh sendiri. Dia cukup berusaha kuat untuk bisa bekerja di JD Grup, dan menjadi sekertaris seorang presiden direktur tentu adalah pencapaian yang tinggi bagi dirinya yang merupakan gadis perantauan.
Setelah Wanti benar meninggalkan ruangannya Abra baru berdiri untuk mengambil berkas-berkas tersebut. Ia mulai bekerja dan menyelesaikan berkas itu hati ini juga. Dibalik sikap absurd dan ketusnya Abra, dia adalah orang yang berdedikasi tinggi dalam pekerjaannya.
Di tempat berbeda tapi masih satu gedung, yakni di perusahan JD Grup. Seorang gadis cantik tersenyum lebar saat ia ditunjukkan kantor barunya. Ciara, gadis 25 tahun itu berada di JD Grup sebagai design interior yang baru dipekerjakan dan dipilih langsung oleh Akhza untuk mendesign kantor yang baru. Ada satu lantai di JD Grup yang akan di jadikan kantor presdir, nanti di kantor itu juga akan dibuat ruang rapat dan juga mini pantry.
Ya, selama ini Abra memang belum memiliki kantor sendiri. Dia menggunakan kantor milik manajer keuangan yang lama. Bagi Abra itu tidak lah masalah tapi bagi Akhza itu tentu sedikit kurang nyaman.
Sebagai CEO dia tetap harus memperhatikan kebutuhan Abra dalam bekerja. Ruangan manajer keuangan yang sudah lama itu tidak mencukupi untuk Abra. Terlebih dia juga punya bawahan untuk mengadakan sendiri rapat kerjanya.
" Bagaimana, apakah Anda merasa ruangan ini cukup. Jika tidak kami akan meminta orang untuk mengubahnya. Atau, Anda akan mengubahnya sendiri bebas. Anda seorang design interior, maka saya yakin Anda punya selera sendiri dalam menentukan seperti apa ruang yang Anda inginkan."
Salah seorang karyawan bagian HRD mengatakan hal tersebut. Tapi Ciara langsung menolak, dia merasa sudah sangat cukup dnegan ruangan yang diberikan.
" abaiklah kalau begitu, Besok Anda langsung mulai bekerja. Tuan Akhza akan bertemu Anda besok untuk membicarakan pekerjaan."
" Siap, terimakasih untuk penjelasannya. Besok saya kan datang tepat waktu. Permisi Pak."
Ciara dengan langkah penuh senyum dan semangat keluar dari gedung JD Grub. ia sungguh tidak menyangka bisa mendapatkan pekerjaan di salah satu perusahaan besar ini. Meskipun tidak akan lama tapi paling tidak nama JD Grup akan masuk di daftar porto folionya.
" Akhirnya ada hal baik setelah kejadian yang tidak mengenakkan hati. Meskipun begitu sungguh aku tidak sakit hati. Aku selalu bersyukur Mbak Kaluna ( kakak Sepupu Ciara) mendapatkan kebahagiannya. Aku selalu mendoakan mu mbak. Kamu, Tara, dan Kak Yasa bahagia selamanya."
Ciara sempat merasa sedih karena gagal menikah. Rupanya pria yang waktu itu akan dia nikahi adalah pria yang mempunyai hubungan khusus dengan kakak sepupunya. Semua terjadi karena sebuah peristiwa yang tidak bisa ia jelaskan secara rinci. Tapi yang pasti dia sangat bahagia dengan kehidupannya yang sekarang.
" Andaikan waktu itu aku jadi menikah dengan Kak Yasa, apakah aku tidak menyakiti hati ponakanku. Haisssh, Allah masih baik sehingga menunjukkan semuanya lebih cepat."
( Yang penasaran sama kisah Yasa dan Kaluna, boleh mampir di karya Jangan Menangis Bunda ya hehehe. Othor promosi 🤣)
TBC
Tes! Tes! Tes!
Tes ombak ya guys. Tidak perlu dijelaskan othor yakin teman-teman sudah tahu kisah siapa ini. Monggo yang suka silakan baca, yang tidak suka boleh di skip. Terimakasih bagi yang selalu mendukung othor dalam berkarya.
Kediaman Joyodingingrat
Sita sedang mengeluh kepada sang suami atas perilaku salah satu putranya. Putra yang masih setia menjomblo padahal usianya sudah kepala tiga. Sita sungguh putus asa. Dia ingin sekali melihat satu anaknya itu segera menikah.
" Mas, apakah kita perlu menjodohkannya?" ucap Sita lesu.
" Wohoo sayang, jangan menyalahi prinsip yang sudah kita bangun selama ini. Kita tidak boleh mencampuri urusan cinta anak-anak kita. Kita hanya akan memberi nasihat, tapi tidak akan pernah mencarikan jodoh bagi mereka. Hayooo apa kamu lupa itu," ucap Rama panjang lebar mengingatkan sang istri.
Sita jelas masih ingat dan selalu ingat. Tapi, kondisi Abra baginya sudah mulai mendesak. Sejak masa masih muda Abra sama sekali tidak tertarik dengan wanita. Anak itu sama sekali tidak pernah bercerita tengah menyukai atau mendekati perempuan. Sita khawatir jika putranya itu memiliki orientasi sekss yang berbeda alias menyimpang.
" Mas aku hanya takut dia ... ."
" Hush, jangan bicara aneh-aneh. Abra normal tapi mungkin memang belum ketemu yang bisa menarik hatinya," potong Rama cepat.
Sita masih ingat betul bagaiman dulu Ana selalu marah-marah setiap pulang dari sekolah ataupun dari kampus. Anak perempuan satu-satunya itu akan bersungut-sungut karena setiap pulang ada aja barang yang dibawa. Barang-barang tersebut tentu adalah barang pemberian para wanita yang menyukai kedua kakak kembarnya.
Tapi Akhza dan Abra berbeda. Akhza kadang masih mau menerima jika itu bermanfaat, tapi Abra, dia sama sekali tidak. Ia akan menolak semua pemberian itu.
" Dulu aku ngidam apa ya mas kok yang satu bisa begitu?"
" Ha ha ha, banyak. Tengah malam minta sate lah, nasi padang lah, martabak lah. Adalah banyak."
Rama terkekeh geli. Masih jernih dalam ingatannya bagaimana istrinya itu mengidam saat hamil ketiga anak kembarnya. Padahal itu sudah lebih dari 30 tahun yang lalu.
" Mas, apa jangan-jangan Abra impoten seperti Akhza waktu awal-awal menikah dengan Airin?" tanya Sita tiba-tiba. ( Abra ini kembarannya ada 2 lagi ya guys. Akhza dan Ana. Urutannya adalah 1. Akhza, 2. Abra, dan 3. Ana )
" Wadooh itu aku nggak ngerti sayang. Apa perlu kita tanya kepada anak itu? Lagi pula kita belum kan bertanya ke dia kapan kira-kura akan menikah dan mengapa sampai sekarang tidak punya kekasih? Kita belum pernah bicara ini lebih dalam kepada anak itu. Kita akan cari waktu yang tepat," usul Rama.
Sita setuju dengan usul sang suami. Dan rupanya Tuhan memang berpihak kepada kedua orang tua itu. Tak berselang lama Abra pulang ke rumah. Tapi ada yang sedikit aneh di wajah pria itu. Ia tampak kusut dan bibirnya terus mengerucut.
" Aish, kenapa? Mana masuk nggak ngucapin salam lagi," sindir Sita.
" Eh maaf mom, yah. Lagi kesel asli deh. Masa ya, Abra di panggil om. Hellooo, Abra masih muda. Mana ganteng gini. Ya kali udah kayak om-om. Ngeselin emang tuh orang," sungut Abra.
Sita dan Rama yang tidak paham dengan ucapan sang putra hanya saling pandang. Dari nada suara Abra, jelas sudah bisa dipastikan bahwa dia sedang marah. Dalam kondisi saat ini Rama dan Sita memilih diam hingga Abra akan bercerita sendiri.
Setelah mencium tangan kedua orang tuanya, Abra segera menuju ke kamarnya. ia melihat sekeliling kamar lalau membuang nafasnya kasar.
" Sepertinya baru kemarin deh main di sini bareng. Ngumpul, bercanda, ngegosip, dan membuat sesuatu. Kak Ahza, Ana, dan Abang Kai, sekarang semuanya sudah pada pergi. Semua sudah punya keluarga masing-masing. Ana dibawa Topan suaminya, Kak Akhza bersama Airin. Abang Kai juga sudah hidup bersama Kak Kiran. Hanya tinggal aku. Rasanya aku ingin kembali ke masa itu. Masa-masa saat kami masih kecil. Masa-masa saat kami hanya tahu bermain dan membuat keisengan,lalu abang akan marah karena kami sedikit nakal. Abang akan bilang , "Triplet, awas ya, jangan buat mommy repot!" hahaha aku sungguh ingin kembali ke masa itu."
Tidak terasa air mata Abra luruh. Selama ini di kediaman Joyodiningrat, Abra lah yang tidak pernah menampilkan emosinya. Ia hanya akan mengeluarkan candaan jika ada sesuatu yang emosional. Namun, saat tengah sendiri begini ternyata pria ketus--begitulah orang-orang menjulukinya-- bisa juga bersikap sentimentil.
" Aku sungguh merindukan kalian," ucap Abra dengan dada yang sesak. Mungkin bisa dibilang, Abra itu adalah pria yang keras di luar tapi lembut di dalam.
🍀🍀🍀
Abra keluar dari kamar setelah selesai membereskan dirinya. Terlihat kedua orang tuanya yang duduk di ruang keluarga. lagi-lagi Abra merasa sentimentil. Ia mengingat bagaimana tempat itu biasanya ramai jika semuanya tengah berkumpul dan kali ini ia hanya melihat dua orang tuanya yang mulai renta.
Uban sudah mulai mendominasi rambut Rama dan Sita, hal itu membuat Abra merasa bahwa mungkin waktu kedua orang tuanya di dunia pun tidak akan lama lagi. Hampir saja air mata Abra menetes tapi secepatnya ia hapus.
" Lagi ngobrolin apa mom, yah?" tanya Abra sambil duduk diantara kedua orang tuanya. Ya Abra sedikit menggeser kaki Sita dan Rama agar ia bisa duduk ditengah-tengah.
Sita dan Rama saling memberi kode. Melalui tatapan, keduanya bertanya, kira-kira siapa yang akan memulai pembicaraan lebih dulu. Tapi akhirnya Sita pasrah, dia akan memulainya.
" Oh iya sayang, tadi kenapa pulang-pulang marah-marah?" selidik Sita.
" Ooh itu. Aah jadi inget. Jadi kan Abra kan nengokin Tante Hasna di rumah sakit. Naah ketemu sama cewek. Kita nggak sengaja tabrakan, masa dia bilang, maaf om, waah parah. Jelas Abra nggak terima lah dipanggil om," jelas Abra. Dia terlihat menggebu-gebu dan kedua orang tuanya hanya bisa tertawa terbahak-bahak. Apalagi melihat ekspresi Abra saat bercerita.
" Mas, mas tuh emang udah tua. Usianya udah 32. Lha wong ponakan mas aja manggilnya udah om kan," ucap Sita memanggil Abra dengan sebutan yang biasa putri kembarnya ucapkan.
" Mom, nggak gitu juga lah. Ya jelas itu mah ponakan Abra. Lha ini wanita dewasa yang manggil Abra dengan sebutan Om."
Sita dan Rama terkekeh geli degan ulah sang putra. Usia memang sudah sangat matang, tapi lihatlah kelakuannya tak ubahnya seperti cucu-cucunya yang masih kecil.
" Oke Abra, mommy dan Ayah ingin bicara sesuatu kepada kamu. Begini, usiamu sudah 32 tahun, apa kamu tidak ada keinginan untuk menikah? Atau kamu sama sekali tidak ada hasrat dengan wanita? Apakah kamu punya gangguan reproduksi?"
" Mom!!!"
TBC
Pertanyaan beruntun dari Sita dan ditambah lagi dari Rama membaut Abra memijit pangkal hidungnya. Ia bahkan semalaman pusing dibuat oleh kedua orang tuanya itu. Kini saat berada di ruangannya rasa pusing itu masih sangat terasa.
" Mas, jangan-jangan kamu nggak bisa berdiri ya?"
Pertanyaan frontal dari Rama membuat wajah Abra memerah. Miliknya jelas masih sangat normal, pagi hari secara alamiah miliknya juga berdiri. Hanya saja memang dia tidak merasakan sesuatu yang kata orang hasrat jika melihat wanita.
Mau seseksi apapun pakaian wanita yang berdiri di depannya, tidak akan menarik hasrat kelelakiannya. Apakah itu aneh? entahlah, Abra sendiri juga tidak tahu.
Pernah suatu ketika dia mendapatkan seorang klien dari luar negeri. Pakaian wanita itu sangat pendek dan juga ketat, hingga bagian dadda nya yang besar itu sangat menonjol karena kemejanya yang tipis. Jangan lupakan rok nya yang sangat pendek sehingga pahanya yang putih nan mulus terpampang nyata.
Dan saat itu apa yang terjadi, Abra seketika muntah-muntah tidak jelas. Dia berlari ke kamar mandi saat dadda wanita bule itu menyenggol lengannya. Akhza bahkan sampai heran kepada adik kembarnya itu. Ternyata itu terjadi bukan hanya sekali dua kali, tapi setiap Abra bertemu wanita yang seperti itu dia mendadak memiliki OCD.
Tok! Tok! Tok!
" Ra, kamu lagi apa?"
" Eh Kak Akhza, masuk kak. Tidak sedang mikir apapun sih, hanya saja semalem habis kena sidang sama Mommy dan Ayah. Biasa."
Tidak perlu menjelaskan secara panjang lebar, Akhza sudah tahu apa yang kedua orang tuanya katakan. Pasti tidak jauh dari perintah untuk segera menikah.
" Ra, apa yang dikatakan mommy dan ayah itu bener. Kamu sudah berumur 32 tahun, bentar lagi otw 33. Bukan hanya kamu tapi kita, kan kita lahirnya bareng ha ha ha.Mulailah berpikir untuk berumah tangga Ra. Aku dan Ana sudah menikah dan mempunyai anak, sekarang giliran kamu. Jangan main dengan ponakanmu terus, tapi mainlah bersama anakmu sendiri nanti."
Abra membuang nafasnya kasar. Dia sungguh belum kepikiran untuk menikah sekarang. Entahlah, ada dua hal yang mengganggunya. Yang pertama soal kedua orangtuanya, dia merasa belum bisa meninggalkan Sita dan Rama. Menurut Abra, sekarang hanya dia yang berada di sisi mereka. Jika dia menikah, maka siapa yang akan menemani Sita dan Rama. Yang kedua soal OCD nya yang secara mendadak setiap berdekatan dengan wanita. Jika dia menikah nanti dan ternyata masih seperti itu, apakah istrinya tidak akan dia sentuh?
" Apa aku harus memeriksakan kondisi ini ke dokter. Apa tanya saja sama Nataya ya, dia pasti punya kenalan dokter. Secara Nataya dokter kan pasti banyak kenalan. apalagi dia memang keluarga pemilik RS Mitra Harapan?"
Abra bergelut dnegan batinnya. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bukan hanya itu, dia juga mengusap wajahnya dengan kasar. Dan Akhza mengerutkan alisnya melihat kelakuan adik kembarnya itu.
" Ra, napa sih. Ikut aku yuk. Aku mau mengenalkan kamu dengan designer interior yang akan mendesign kantor barumu."
" Kak, kan aku udah bilang nggak usah. Ini saja sudah cukup kok."
Akhza mengacuhkan protes dari abra. Dia malah sudah menarik tangan sang kembaran untuk dibawa ke ruangan miliknya. Di sana sudah ada yang menunggu mereka untuk melakukan pekerjaan.
" Maaf Nona Ciara, kami tadi sedikit ada yang dibicarakan, jadi kami sedikit terlambat menemui Anda," sesal Akhza.
" Tidak apa-apa Pak. Saya juga baru datang, dan tidak menunggu lama," jawab Ciara pelan.
Ciara mengerutkan alisnya saat melihat CEO JD Grup. Dia seperti pernah melihat orang tersebut. Tapi cara bicara orang itu sangat berbeda.
" Sebentar, bukannya kemarin aku ketemu dia pas di rumah sakit ya? Tapi yang ini sopan banget, nggak kayak yang itu," gumam Cia pelan. Tapi selanjutnya dia mengacuhkan hal tersebut. Saat ini yang penting adalah seperti apa keinginan di pemilik tempat untuk membuat tempatnya senyaman mungkin dnegan design yang akan dia tawarkan.
" Jadi pak, seperti apa keinginan bapak untuk kantor baru Anda nanti," tanya Ciara sambil memberikan katalog referensi.
" Aah iya itu kantor nanti akan dipakai oleh adikku tapi, astaga anak itu ternyata kabur. Sebentar ya Nona, saya cari adik saya dulu. Tapi saya yakin Anda sudah punya konsepnya. Anda boleh kembali ke ruangan Anda dulu. Nanti saya akan membawa orang yang bersangkutan ke sana."
Ciara mengerti, ia lalu pamit undur diri. Sedangkan Akhza Kesal bukan main, karena Abra ternyata kabur saat hendak amsuk ke ruangannya. Ia kemudian memanggil asistennya yang bernama Billy.
" Bil, cari abra sekarang juga. Cepat tidak pakai lama!"
" Si-siap bos!"
Billy selalu bergidik ngeri saat Akhza bersikap tegas seperti itu. Billy yang mengikuti Akhza dan Abra dari saat mereka berusia 20 tahunan, maka sudah paham betul perangai dua bos kembarnya itu. Hanya satu kalimat yang Billy ucapkan saat seperti ini adalah," Untung nggak ketiga kembaran itu ngumpul kalau iya, pusing ane."
Billy segera bergegas mencari dimana Abra berada sebelum kena sembur Akhza. Sepertinya kali ini Akhza sangat marah kepada kembarannya itu.
" Mana sih, aah balik ke ruangannya kali ya?" gumam Billy lirih. Ia pun langsung menuju ke ruangan Abra yang berada dibawah satu lantai dari ruang CEO.
Billy masuk tanpa mengetuk pintu dulu. Tapi informasi dari Wanti mengatakan bahwa Abra baru saja masuk ke ruangan dengan berlari. Billy tidak melihat sosok Abra di sana. Ia berinisiatif masuk ke kamar mandi. Billy sangat terkejut saat melihat Abra yang terduduk lemas di lantai kamar mandi. Wajahnya sangat pucat.
" Bos, kamu kenapa?"
" Pe rut ku, mu al se ka li Bil, hoeeek."
Abra kembali mengeluarkan isi perutnya. Billy merasa ini sudah parah. Ia laku menelpon Akhza. Tak lama Akhza datang, dia bersama Billy membawa Abra ke sofa. Akhza lalu merenggangkan dasi serta ikat pinggang sang adik kembar.
" Ke rumah sakit aja ya?" tawar Akhza. Abra menggeleng cepat. Dia tidak mau ke rumah sakit. Itu akan membuat kedua orang tuanya khawatir.
" Baiklah, aku akan panggil Nataya. Semoga dia off hari ini."
Sungguh beruntung, Nataya sedang off dari tugasnya di RSMH. Tak lama kemudian Nataya datang dengan membawa tas dokternya. Ia mengeluarkan stetoskop dan mulia memeriksa sang teman.
" Tidak ada masalah. Perutnya juga baik-baik saja. Asli ini kagak ada masalah deh Ra, Za."
Akhza dan Billy hanya melihat penuh kebingungan dengan penjelasan Nataya. Tapi sepertinya tidak dengan Abra. Pria itu terlihat biasa. Tapi dia memberi kode kepada Nataya.
" Za, Bill, Abra udah baik-baim aja. Kalian kembalilah sibuk. Oh iya Bil, tolong minta OB buat ambilkan air putih hangat."
Akhza dan Billy segera keluar dari ruang Abra. Oleh Nataya, Abra dibantu untuk duduk. Karena Abra merasa sudah baik-baik saja. Nataya lalu menatap mata Abra dnegan lekat. Dokter muda itu merasa ada sesuatu yang ingin Abra sampaikan.
" Katakan, ada apa?"
" Nat, kenapa tadi aku muntah-muntah? Itu karena tadi ada seorang wanita yang tiba-tiba memelukku. Seketika perutku mual seperti dia aduk-aduk. Nat, apa aku tidak normal?"
" He???"
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!