Sepasang muda mudi sedang berboncengan menggunakan sepeda motor menuju sekolah mereka. Remaja pria mengenakan putih abu sementara yang gadis remaja itu mengenakan putih dongker. Itu menandakan jika mereka sekolah di tempat yang berbeda.
Tentu saja berbeda, sebab yang pria sudah SMA sementara yang gadis cantik itu masih SMP. Sekilas orang akan menyangka jika mereka sepasang kekasih. Tapi pada kenyataannya mereka bersaudara. Tepatnya saudara sepupu.
Karena dibesarkan di rumah yang sama membuat mereka sangat akrab dan saling menyayangi . Mereka sama sama dibesarkan di rumah kakek nenek mereka.
Juanda Mahardika cucu laki laki satu satunya dari Zain Sanjaya . Anak dari putrinya yang bernama Marina Sanjaya. Sementara Medina Sanjaya adalah anak perempuan dari putra Zain yang bernama Asykar Sanjaya.
Sangat disayangkan Zain tidak memiliki cucu laki laki dari anak laki lakinya. Sehingga perkebunan sawit miliknya serta tambang intan nya tidak memiliki pewaris yang sah. Hingga pertentangan itu bermula dari sini.
*****
Dua tahun yang lalu
Keluarga Sanjaya sedang berduka , Asykar putra tunggal dari Zain Sanjaya meninggal dunia. Asykar yang sedang mengurus perkebunan sawit milik ayahnya di pulau Kalimantan, ditemukan tewas di semak semak sekitar kebun. Hal ini membuat shock semua anggota keluarga termasuk istri dan putri semata wayangnya.
Hanum adalah istri dari Asykar sekaligus ibu dari Medina Sanjaya. Wanita tiga puluh lima tahun itu bahkan sampai tidak sadarkan diri. Kepergian suaminya menghancurkan hatinya meski ada rahasia yang harus dia pendam seumur hidupnya. Demi menjaga nama baik sang suami .
Tapi tetap saja perasaan kehilangan dia rasakan begitu besar. Hanum berusaha tegar hanya demi sang putri yang lebih terpukul daripada dirinya. Bagaimana tidak Medina adalah putri kesayangan sang ayah. Karena itu jugalah Hanum menyimpan rapat rahasia suaminya dari semua orang. Karena tidak ingin orang lain merasa kecewa seperti dirinya. Terutama Medina.
Tapi setelah pemakaman ada hal yang lebih mengejutkan yang menyebabkan perpecahan dalam keluarga Sanjaya. Perkebunan kelapa sawit milik Zain yang telah dia pindah tangankan atas nama anak, menantu dan cucunya raib. Dalam arti kata pindah nama atas nama orang lain yang tidak mereka kenali.
Zain telah menyerahkan perkebunan ratusan hektar untuk Asykar kelola. Dengan kepemilikan atas nama Asykar, Hanum dan Medina. Tapi siapa sangka semuanya telah menjadi milik orang lain sehari setelah Asykar dikebumikan.
Penderitaan Hanum tidak cukup sampai disitu malah semakin menyakitkan . Ketika menemukan fakta semua penjualan perkebunan sawit itu ternyata atas namanya. Hanum pun dibuat tidak berkutik oleh fakta yang ada tanpa bisa membela diri.
" Bagaimana mungkin kamu menjual semua kebun sawit itu, Hanum. Aku sungguh tidak menyangka kamu tega mengkhianati suamimu dan Ayah. " Ucap seorang wanita yang tetap cantik di usia kepala empat.
Dia Marina Sanjaya, kakak dari Asykar. Suara lantangnya menggema di penjuru ruangan kerja ayahnya. Semua mata memandang Hanum yang tidak mampu untuk menjawab.
" Ayah lihat...! Dari awal aku tidak menyukai wanita ini. Karena firasat ku mengatakan dia hanya pemain peran yang baik. Inilah resikonya menikah dengan seorang artis. Meski cuma artis figuran. " Ucap Marina yang sangat menusuk hati Hanum.
Ya... Hanum adalah mantan seorang artis pemain FTV . Saat Asykar melamarnya Hanum masih memulai kariernya. Belum begitu terkenal tetapi harus terpaksa mundur karena dia memilih untuk mengabdi sebagai seorang istri seorang Asykar Sanjaya.
" Cukup Marin... biar ayahmu yang bicara. " Ucap seorang wanita tua bernama Ramlah, ibu dari Marina dan Asykar.
" Hanum bisa kamu jelaskan ini semua ? " Zain yang sedari tadi diam kini mulai bicara.
" Aku tidak tahu Ayah, sungguh aku benar benar tidak tahu. Dan aku tidak pernah melakukan ini semua. Tidak mungkin aku sanggup . " Hanum telah berurai air mata. Dadanya sesak dengan semua kenyataan ini.
" Tapi semua akta jual beli itu atas namamu, Hanum. Bagaimana kamu menjelaskan ini. Ayah juga tidak mau gegabah menuduh mu. Tapi Ayah telah menyelidiki dan itu tanda tanganmu yang asli. " Walaupun Zain tidak percaya ini ulah menantunya, tapi kenyataan tidak bisa dipungkiri. Dan Zain ingin Hanum berkata jujur.
" Maaf Ayah aku benar benar tidak tahu. " Jawab Hanum lirih. Zain menarik napas lelah dan menyandarkan punggungnya yang terasa sangat letih.
Putranya baru saja pergi untuk selamanya dengan menyisakan tanda tanya besar dalam benaknya. Bagaimana caranya mendapatkan jawaban jika orang yang paling mengerti akan semua ini telah bungkam dalam lahatnya.
" Jangan percaya saja Ayah, selidiki kemana hasil penjualan kebun itu. Aku yakin dia bekerjasama dengan seseorang untuk mengkhianati kita, terutama Asykar. Jangan jangan dia telah berselingkuh....
" Diam Marin... jangan bicara sesuka hatimu. Ini tuduhan serius, jangan sampai kamu menyesali ucapanmu ini suatu hari nanti. " Zain terlihat murka. Masalah yang ada sudah membuatnya pusing ditambah dengan spekulasi Marina yang tak berdasar.
" Kamu boleh pergi, Hanum. Ayah tahu kamu adalah orang yang paling berduka saat ini. Istirahatlah... Kita akan bicara lagi nanti. " Ucap Zain akhirnya.
Hanum beranjak dari ruang kerja Ayah mertuanya menuju pintu keluar. Sementara Marina mendengus kasar melihat wajah sendu adik iparnya. Tapi belum sempat Hanum menutup pintu dengan rapat dia mendengar hal yang menyakiti hatinya.
" Jangan terlalu percaya dengan wajah sedih Hanum, Bang. Kita harus segera mencari tahu aliran dana penjualan itu. Aku juga mencurigai nya . Belakangan ini aku sering melihatnya keluar rumah. Dan satu hal lagi aku sering melihat Asykar tidur di kamar lain setiap kali dia pulang dari Kalimantan. Bukan kah itu sebuah pertanda kalau hubungan mereka tidak baik baik saja. Siapa tahu Asykar mulai menyadari jika Hanum bukanlah wanita yang baik. "
Suara ibu mertua yang selama ini sangat menyayangi nya menusuk langsung tepat pada jantungnya. Hanum tak menyangka jika semua telah berubah. Seiring kepergian suaminya yang meninggalkan banyak rahasia dan kesakitan.
Hanum melangkah menuju kamarnya dan menghempaskan tubuhnya di ranjang empuk miliknya. Ranjang yang dingin, bukan karena suaminya telah meninggal. Melainkan sejak Medina berusia lima tahun. Tapi hanya Hanum yang tahu dan akan begitu selamanya. Karena Hanum akan membawa rahasia itu hingga akhir hayatnya.
Tanpa Hanum dan keluarga lainnya tahu, seorang gadis dua belas tahun menangis tanpa suara dibalik sebuah pilar besar rumah keluarga Sanjaya.Gadis itu Medina. Dan dia mendengar semua percakapan keluarganya di ruang kerja. Termasuk ucapan sang nenek yang sangat dia sayangi.
Medina begitu terluka setelah kehilangan cinta pertamanya kini keluarganya membenci sang Bunda. Medina tidak sanggup melihat penderitaan Bundanya. Dan Medina tahu ibunya tidak tahu menahu masalah kebun.
Meski masih kecil, tapi Medina cukup paham dengan keadaan Bundanya. Pertengkaran antara ayah dan Bundanya yang selalu di membuat Medina mengerti duduk perkara sesungguhnya. Tapi Medina hanyalah anak kecil yang tidak boleh ikut campur masalah orang dewasa.
Tubuh kecil yang ringkih itu kini duduk meringkuk di balik pilar diantara rak dan meja pajangan benda benda klasik milik sang kakek. Medina bahkan tak sanggup untuk tegak karena merasa lemas terlalu banyak menangis sejak kemarin.
Tiba tiba sepasang tangan kokoh yang selalu menggandeng nya terulur untuk membantunya berdiri. Tanpa berpikir Medina menyambut tangan itu dan berdiri dengan sekali tarik.
Juanda Mahardika yang dipanggil Juan menarik tangan lemah sepupu kecilnya itu. Dan merengkuh nya dalam dekapan untuk memenangkan Medina . Saudara satu satunya yang dia punya meski hanya sepupu. Tapi mereka selalu bersama bahkan sejak Medina bayi. Karena mereka tinggal di rumah yang sama.
...----------------...
Hai guys karya baru ku semoga suka 💕
" Sudah cukup menangis nya, kamu tidak takut kalau air mata mu kering dan darah lah yang keluar akhirnya. " Ucap Juan menakuti Medina.
" Aku sedih, kak. Semua orang menuduh Bunda jahat padahal Ayah yang salah. Tapi Ayah juga sudah pergi , bagaimana sekarang ? " Tangis Medina semakin tersedu sedu.
" Tidak usah dipikirkan, semua akan berlalu dan melupakan apa yang terjadi. Cukup tersenyum saja. Maka semua akan baik baik saja. " Ucap Juan menenangkan.
" Tapi, Kak...
" Ssst... sudah lah percaya sama Kakak. Bunda pasti bisa melewati semua ini. " Remaja SMA itu tak hentinya mengusap kepala adik kesayangannya itu.
*****
Waktu berlalu cepat. Tapi kenyataan tak jua terungkap. Tidak ada yang bisa Zain lakukan , semua surat menyurat jual beli kebun sawit ratusan hektar itu legal dan sesuai prosedur. Entah bagaimana bisa terjadi.
Tudingan demi tudingan harus rela Hanum terima baik dari kakak iparnya maupun ibu mertua nya. Sementara Zain tidak bisa berbuat apa apa karena memang Hanum tidak bisa membuktikan dirinya tidak bersalah. Zain kecewa pada Hanum, karena dia merasa Hanum menutupi sesuatu yang tidak dipahami nya.
Hingga suatu hari...
" Hei... Medina... mulai sekarang kamu pergi sendiri ke sekolah. Juan mau ujian akhir, dia tidak boleh terlalu capek antar jemput kamu. " Ucap Marina tiba tiba saat Medina hendak naik ke motor Juan.
" Tapi, Ma. Juan bisa kok. Nggak capek juga. " Bela Juan.
" Kamu diam, biar Mama saja yang bicara. Mama lebih tahu apapun yang terbaik untuk mu. " Ucapan Mamanya membuat Juan bungkam tak membantah. Tapi matanya tidak lepas dari Medina yang berkaca kaca.
Juan tahu Mamanya tidak menyukai Medina dan Bunda nya. Dan Mamanya selalu melarangnya untuk bermain bahkan belajar bersama Medina. Dan Juan tahu persis alasannya. Mamanya tidak menyukai istri dari pamannya itu.
Keributan itu terdengar oleh Hanum yang sedang menyirami tanaman hias sekitar halaman. Dan Hanum mendekati Medina untuk menenangkan anaknya yang terlihat terpukul oleh bentakan Marina.
" Ayo, Mei... Bunda minta tolong Pak No mengantarkan Mei. " Ucap Hanum menarik Medina menjauh dari Marina .
" Tidak tahu diuntung, dasar murahan. " Ucap Marina kasar, membuat Hanum terhenti.
" Kak Marin boleh berkata apapun, menghina dengan bahasa apapun. Tapi tolong jangan di depan anak anak. Tidak baik kita meracuni mereka dengan kebencian dan kata kata kasar. " Hanum berusaha tenang agar tidak terpancing emosi.
" Kenapa...? Kau malu jika mereka tahu siapa sebenarnya dirimu. Penipu...!! " Jawab Marina sengit.
" Semua tuduhan itu belum terbukti, Kak. Jangan terlalu membenci tidak baik untuk kesehatan. " Suara Hanum mulai terdengar bergetar.
" Mau bukti apa lagi, tanda tangan mu adalah bukti yang kongkrit. Masih mau mengelak. Kalau aku jadi kamu aku sudah pergi dari sini . Masih saja menumpang sedangkan kau tidak ada hubungan lagi dengan keluarga ini. " Ucapan Marina tepat mengenai hati Hanum.
Hanum tersadar, jika ucapan Marina ada benarnya. Untuk apa dia bertahan disini. Hanya untuk mengabdi sebagai menantu yang baik tapi tidak pernah dihargai. Pura pura disukai padahal hanya menjadi pembantu gratisan.
Semua orang bekerja kecuali Hanum dan ibu mertuanya juga Juan dan Medina yang masih sekolah. Jadi semua urusan rumah dari memasak dan mengatur semua pembantu adalah tugasnya selama ini. Urusan belanja dan menyediakan kebutuhan setiap orang adalah tanggung jawabnya. Hanum tak ubahnya seperti kepala pelayan di rumah ini.
Semua dia lakukan atas permintaan Asykar dulu waktu awal menikah. Karena pernikahan mereka sempat ditentang oleh keluarga Asykar. Jadi untuk mengambil hati semua orang Hanum rela melakukan semuanya.
Harga diri Hanum tiba tiba tersentil. Dia bukan pengemis. Andai saja cinta nya tidak buta mungkin kini Hanum adalah salah satu artis ternama di negeri ini. Seperti ucapan sang asistennya dulu jika dia berpotensi sebagai artis terkenal. Tapi nasi telah jadi bubur . Saatnya memperbaiki diri dan membahagiakan diri sendiri.
Hanum tersenyum tawar menatap kakak iparnya. Kemudian beralih pada Juan. " Juan... mulai sekarang pergilah sekolah sendiri. Jangan pernah antar jemput Mei lagi. "
" Tapi Bun...
" Tapi Bun...
Ucapan yang sama keluar dari bibir Juan dan Medina secara serentak. Hanum tersenyum penuh kasih pada keduanya. Dan kemudian berkata...
" Ini lebih baik untuk kita sekarang. Bunda harap kalian mengerti. " Ucap Hanum dengan tatapan mengharap pengertian kedua remaja itu.
Juan paham dan Medina pun tidak ingin Bundanya kesulitan, akhirnya keduanya keduanya mengangguk dengan hati yang berat. Akhirnya mulai hari itu Juan dan Medina sulit untuk bersama. Marina selalu menghalangi keduanya. Seperti virus, Medina dan Hanum harus dijauhi.
*****
Dua tahun setelah meninggal Asykar, kasus kematiannya ditutup. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar. Baik bagi Hanum juga bagi Ramlah dan Marina. Mereka tidak mengerti dengan keputusan sang ayah. Tapi tidak seorangpun yang berani membantah maupun protes.
Keputusan Zain sangat berpengaruh pada Hanum. Ramlah dan Marina menduga Zain melakukan semua itu karena ingin melindungi Hanum. Karena kedua anak beranak itu tahu persis Zain sangat menyayangi Hanum dan Medina.
Dan sebagai ungkapan kekecewaan mereka menjadikan Hanum pelampiasan amarah mereka. Tak sampai disitu, bahkan Medina juga menerima akibatnya.
Hingga suatu hari...
" Mei... pergi ke apotik yang ada diluar komplek. Dekat mini market itu. Belikan aku obat diare. " Ucap Marina ketika menghampiri Medina yang sedang belajar di teras samping.
" Tapi Mei ada tugas, Ma... sebentar lagi ya. Atau biar Mei minta Bik sum yang belikan. " Ucap Medina.
" Hebat kamu ya, sudah pandai membantah. Kamu itu siapa... hah....!! Ayah kamu tidak ada lagi jadi kamu itu hanya anak seorang pembantu. Bunda kamu kan pembantu disini. Jadi tahu dirilah. " Bentak Marina.
" Baik, Ma...
" Jangan panggil Mama. Kamu bukan anakku. Dasar tidak tahu diri. " Medina gemetar saking shock nya mendengar ucapan Marina.
Dengan langkah tergesa gesa Medina pergi dari hadapan Marina segera untuk membelikan obat yang dimaksud. Bukanya dekat apotik yang Marina maksudkan. Kira kira lima ratus meter dari rumah mereka. Tapi apa boleh buat dengan tubuh yang lelah sehabis pulang sekolah Medina harus berjalan kaki lagi.
Sepulang dari apotik Medina menyerahkan obat yang dia beli pada Marina. Tapi dengan tanpa perasaan Marina membanting obat itu ke lantai dan memarahi Medina. Karena salah merek obat. Semua itu tak luput dari mata Hanum yang menatap penuh amarah.
Dengan cepat Hanum mendekati Medina dan menariknya ke pelukannya. Dengan mata yang merah menahan amarah Hanum menatap tajam pada Marina.
" Kak, jika kau marah, marah lah padaku, jangan Medina. Dia tidak layak untuk kau jadikan pelampiasan. Dia masih seorang Sanjaya, sama denganmu. Malah dia lebih berhak dari pada Juan yang seorang Mahardika. Aku terima jika kau menghinaku. Tapi tolong jangan Medina, karena aku tidak akan bisa terima. " Hilang sudah Hanum yang lembut, kini dia hanyalah induk singa yang melindungi anaknya.
" Wah... hebat ! Jadi ini niat mu. Bertahan di sini untuk merebut semua milik kami dengan mengatas namakan Medina Sanjaya. Bravo... Hanum akhirnya akal culas mu terbongkar juga. " Ucap Marina dengan tersenyum remeh.
" Kau hanya menarik satu kata untuk menusukku, Kak. Kau tahu betul maksud ucapan ku. Tapi kau membalikan keadaan sesuai kebutuhan mu. Kau yang hebat Kak ! " Hanum sudah tidak tahan lagi untuk diam ini sudah keterlaluan.
" Ada apa kalian ribut ?! "
...----------------...
Happy Reading 💗
" Ada apa kalian ribut ?! " Terdengar pertanyaan dari Ramlah yang berada di belakang Hanum.
" Ini Bu, wanita yang tidak tahu malu ini bertahan di sini hanya untuk mengambil harta keluarga ini. Katanya semua harta adalah milik Medina karena Juan seorang Mahardika bukan Sanjaya seperti Medina. " Ucap Marina memutar balikkan ucapan Hanum.
Sementara Hanum hanya bisa memejamkan matanya menahan kekesalannya . Marina mengambil poin yang tepat untuk menekannya.
" Benarkah ? Menantuku ini ternyata pandai sekali bermain peran. Di hadapan Ayah mertuamu kau seperti kucing penurut. Tapi sebenarnya kau adalah serigala berbulu domba. " Tanpa mencari kebenarannya Ramlah langsung menyerang Hanum.
" Bukan begitu maksud Hanum, Bu. " Bantah Hanum.
" Terus apa maksudmu. Tidak cukupkah kematian Asykar olehmu. Apa kau menunggu kematian Ayah mertuamu. Jangan harap Hanum, aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Dan sebelum aku bertindak di luar nalar sebaiknya pergilah dari sini secara suka rela. Atau aku akan menggunakan cara yang tidak kau sangka. "
" Duaar "
Ucapan Ramlah adalah ultimatum bagi Hanum. Seperti terdakwa yang menunggu ketukan palu terakhirnya. Hati Hanum teriris perih. Ternyata yang dia lakukan selama ini sia sia belaka. Menjadi istri yang baik, menantu yang baik, bahkan ipar yang tebal telinga semua percuma.
Jika orang lain memandang mu seperti sebuah kotoran maka sebersih apapun kamu tetap saja kotoran di mata orang itu. Jadi cukup sudah, untuk apa bertahan dalam rumah penuh toxic ini.
" Terima kasih untuk semua perlakuan buruk ini, Bu. Jika suatu saat Ibu mengetahui sebuah kebenaran jangan pernah menyesal. Dan Medina akan melepas nama Sanjaya mulai sekarang. Karena nama itu adalah sebuah kutukan baginya kelak. Selamat tinggal. "
Hanum menarik Medina lembut namun dengan langkah tegap. Tanpa air mata, tanpa keraguan sedikit pun. Hanum telah siap untuk menghadapi ini. Dia tahu suatu saat semua pasti berakhir seperti ini. Selama ini Hanum bertahan hanya untuk Medina. Tapi kalau Medina sudah tidak mereka anggap maka Hanum sudah tahu langkah mana yang akan ditempuhnya.
Sesampainya di kamar Hanum langsung menutup pintu. Medina memeluk Bundanya erat sambil sesenggukan. Sementara Hanum hanya bisa mengusap punggung Medina hingga gadis kecilnya tenang.
" Mei... maaf jika Bunda menghapus nama Sanjaya dari namamu. Sepertinya kita tidak cocok dengan nama itu. Baik Bunda maupun kamu akan hidup tanpa Sanjaya. Bagaimana , apa kamu ikhlas ? " Hanum membawa Medina duduk di ranjang.
" Mei ikhlas Bunda asalkan bersama Bunda. Sebenarnya sejak Ayah meninggal, Mei ingin bawa Bunda pergi. Tapi Mei tidak tahu bagaimana caranya. " Ucap Medina terputus putus.
" Tidak apa apa, Nak. Ayo kita berkemas , ini saatnya kita pergi. Bawa yang perlu saja Mei, kita tidak butuh banyak barang di tempat baru. "
Hanum dan Medina akhirnya pergi meninggalkan rumah besar keluarga Sanjaya. Dengan menanggalkan segala atribut yang mengikat mereka dengan keluarga terpandang itu.
" Kak Juan, maaf Mei ingkar janji. Mei tidak tega melihat Bunda terus dihina. Semoga Kak Juan menemukan surat Mei. Sampai jumpa Kak Juan. " Medina berkata dalam hatinya sembari memandang rumah kakeknya untuk terakhir kalinya.
Juan sedang kuliah di luar negeri sejak satu setengah tahun lalu. Dan sebelum pergi dia pernah berpesan pada Medina agar tetap bertahan di rumah apapun yang terjadi. Juan menyuruh Medina bertahan hingga Juan menguasai perusahaan kakeknya. Barulah setelah itu tidak ada lagi yang menyakitkan Mei dan Bunda.
Dari dalam rumah dua pasang mata mengawasi Hanum dan Medina dengan tatapan yang berbeda makna. Marina yang menatap dengan rasa puas dan senyum penuh kemenangan. Sementara Ramlah menatap dengan rasa sedih dan mata yang berkaca kaca.
Bagaimana pun Medina adalah cucunya, tapi dia tidak menginginkan darah Hanum mengalir di tubuhnya . Baginya Hanum adalah penyebab kematian anak kesayangannya. Sejak suaminya menutup kasus kematian Asykar dia curiga ada campur tangan Hanum di dalamnya.
Ramlah telah siap dengan kemarahan suaminya nanti. Saat ini biarlah dia nikmati dukanya seorang diri. Kehilangan benih terakhir peninggalan anak kesayangannya. Yang sebenarnya lebih berhak atas kekayaan keluarga Sanjaya dari pada Juan.
Dan tidak perlu menunggu lama, baru sepuluh menit Hanum dan Medina pergi dari rumah, Zain pulang dengan wajah murka. Berita kepergian cucu dan menantunya telah terdengar oleh telinganya. Tentu saja Zain memiliki mata dan telinga di rumahnya.
Kepulangan Zain disambut Ramlah dengan tatapan datar untuk menutupi rasa takutnya. Dengan tenang dia menghadapi suaminya yang akan meledak sebentar lagi.
" Kamu tahu apa yang kamu lakukan, Ram ? " Zain bicara dengan menahan gemeretak geraham nya.
" Sudah saatnya dia untuk pergi bukan ? Ini sudah dua tahun Asykar pergi. Untuk siapa lagi dia disini. " Ucap Ramlah santai.
" Bagaimana dengan Medina, dia cucu kita. Sedikitpun kamu tidak punya rasa sayang padanya... ? Wajah Zain tidak terkatakan merah padamnya.
" Jika aku menahan Medina pun aku rasa dia tidak akan mau. "
" Kau... " Zain menarik napas dalam menetralisir rasa sesaknya. " Lebih empat puluh tahun aku hidup bersama mu, baru kali ini kamu melakukan kesalahan yang tak termaafkan. Aku tidak akan memaafkan mu jika aku tidak bisa membawa mereka kembali. Kau akan menyesali ini Ramlah. " Zain menuding kan jari telunjuknya pada mata Ramlah. Terlihat murka dan kehilangan kata.
Zain meninggalkan Ramlah dengan sisa kemarahan nya. Sementara Ramlah menarik napas dalam dan menghempaskannya dengan keras. Namun sesak dadanya tak kunjung reda.
*****
Lima belas tahun kemudian...
Sepasang suami istri terlibat perdebatan kecil. Hal ini dipicu karena mereka belum di memiliki keturunan meski pernikahan sudah memasuki tahun kelima. Saling tuduh dan saling menuntut untuk lebih peduli. Intinya keduanya tidak ada yang mau disalahkan.
" Ayo kita, periksa, Mas. Biar kita tahu siapa diantara kita yang bermasalah. " Ucap sang istri yang bernama Marsya Utami.
" Terus setelah itu kita akan menyalahkan siapa yang bermasalah, begitu ? " Sarkas sang suami yang jenuh dengan permintaan istrinya.
Pria itu bernama Juanda Mahardika . Juan sekarang sudah tiga puluh tiga tahun. Dia telah menikah selama lima tahun dengan anak dari teman Mamanya. Awalnya mereka bersahabat. Sekolah dan kuliah di tempat yang sama membuat mereka akrab. Dan akhirnya menerima perjodohan yang ditawarkan oleh kedua orang tua masing masing.
Awal pernikahan hubungan mereka baik baik saja hingga tiga tahun yang lalu pembahasan tentang anak membuat mereka sering terlibat percekcokan. Marsya tidak mau disalahkan dengan keadaan ini. Sementara Juan menanggapi sekedar saja. Baginya anak adalah anugrah. Jika sudah tiba waktunya maka mereka pasti memiliki , jika belum bersabar saja. Sesantai itulah Juan.
" Setidaknya kita bisa tahu masalah nya dan mencari solusinya. " Terang Masya dengan sabar.
" Apakah kamu punya waktu untuk itu ? Butuh banyak waktu untuk melakukan setiap tahap pemeriksaan itu, Sya . " Juan menyakinkan Marsya untuk berpikir lagi.
" Demi keinginan ku untuk punya anak, apapun akan aku lakukan. " Ucap Marsya yakin.
" Kenapa kamu tidak meluangkan waktu untuk lebih sering di rumah saja kalau begitu. Mungkin karena kamu terlalu sibuk membuatmu susah hamil. Kamu malah tidak punya waktu untukku. " Ucapan Juan membuat Marsya kehilangan kata.
Nyatanya memang dia jarang menghabiskan waktu bersama Juan. Waktu Juan jelas banyak tersita untuk pekerjaannya. Kadang keluar kota berhari hari. Atau lembur hingga pulang larut. Tak jarang Juan selalu meminta Marsya untuk menemaninya tapi Marsya selalu menolak dengan alasan sibuk.
Marsya seorang Dokter yang mengambil spesialis kecantikan atau spesialis estetika. Tadinya Juan menyarankan untuk menjadi dokter umum saja dan bekerja di rumah sakit . Sekedar untuk mengisi waktu dan tidak terlalu sibuk. Tapi Marsya punya keinginan lain.
Menjadi spesialis Estetika Marsya telah menghabiskan waktu dan tenaga bolak balik Korea. Dan setelahnya disibukkan dengan membangun klinik kecantikan yang terbesar di kota. Dan sejak itu Marsya tidak lagi punya waktu untuk keluarga kecilnya. Bahkan Juan diurus oleh para pembantu karena Marsya pulang dalam keadaan lelah dan bangun saat Juan telah berangkat bekerja.
Melihat Marsya terdiam , Juan tersenyum miring penuh ejekan. Dia tidak yakin kalau Marsya punya waktu untuk melakukan berbagai tes untuk memeriksakan diri.
...----------------...
Jangan lupa tinggalin jejak Guys 💗
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!