...Bismillahirrohmanirrohim....
...Sebelum baca jangan lupa bismillah dan shalawat dulu 🤗...
...بسم الله الر حمن الر حيم...
...Allahumma soli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad....
...اللهم صلي عل سيدن محمد و عل ال سيدن محمد....
"Mulai hari ini kamu bukan lagi karyawan di toko ini Syahira," ucap seorang wanita paruh baya pada perempuan di hadapannya.
Syahira menatap tak percaya pada bosnya, apa yang baru saja Syahira dengar sungguh diluar dugaan perempuan itu. Dia merasa tak melakukan kesalahan lalu kenapa harus dipecat? Jelas Syahira bingung.
"Tapi bu, apa salah saya?" tanya Syahira heran.
Selama bekerja di toko baju 'Fahsion muslimah' Syahira selalu perfesional nyaris tidak pernah sekalipun melakukan kesalahan, sekarang mendengar bosnya tiba-tiba ingin memecatnya tentu saja membuat Syahira tak terima dia butuh sebuah penjelasan.
"Bukan kamu tahu Syahira banyak desas-desus tentang dirimu yang memilik anak haram."
Deg!
"Sudah saya katakan berkali-kali Bu, Arsya dan Arsyi anak kandung saya mereka bukan anak haram! Ibu boleh menghina saya seperti orang-orang asal jangan kedua putri saya," tegas Syahira.
"Mana ada yang tahu selama ini kamu tidak memilik seorang suami bukan, sedangkan umurmu terbilang masih muda. Jadi benar bukan yang saya ucapkan dan kamu tidak berstatus janda."
"Stop bu, jika Ibu Linda memang ingin memecat saya, baik saya akan menerimanya! dan saya tegaskan sekali lagi mereka bukan anak haram seperti yang ibu tuduhkan!" ucap Syahira dengan nada suara yang lebih tegas lagi.
"Seharusnya kamu lebih tahu diri Syahira!"
'Astagfirullah sabar Ra, sabar jangan bawa emosi. Tapi Ibu Linda sangat keterlaluan,' kesal Syahira dalam benaknya.
"Ini uang gajimu selama sebulan penuh, saya harap kamu cepat pergi dari toko ini."
"Terima kasih banyak atas semua yang Ibu Linda berikan dan terima kasih banyak juga sudah mau mempekerjakan saya di toko Ibu. Saya juga ingin minta maaf jika selama saya bekerja dengan Ibu Linda banyak melakukan kesalahan, saya permisi. Assalamualaikum."
Syahira berpamitan tanpa menoleh lagi pada mantan bosnya itu, dalam lubuk hatinya paling dalam Syahira sejujurnya tidak puas akan alasan bos memecat dirinya. Tapi memikirkan kedua putrinya yang masih kecil mendapat hinaan Syahira jelas tidak terima.
'Arsya dan Arsya bukan anak haram!' tegas Syahira dalam benaknya. Entah itu pengakuan untuk siapa, Syahira tak ingat detailnya tapi dia yakin tidak pernah melakukan hal yang Allah larang.
Keluar dari ruang sang bos beberapa karyawan lain menatap iba pada Syahira, mereka semua memang selalu saling mensupport teman satu kerja.
"Mau kemana, Ra?" tanya Nina menatap curiga Syahira.
"Bener, mau kemana Ra, kok udah beres-beres? jam pulang masih lama loh," sambung Lala.
Satu teman Syahira lagi tak mengucapkan sepatah katapun, tapi dia juga penasaran kemana Syahira akan pergi, pasalnya teman satu tempat kerja mereka itu tetap bungkam.
"Syahira mulai hari ini sudah tidak kerja disini lagi," ucap Linda dari belakang mereka.
Tiga teman Syahira berbalik menatap sang bos tak percaya. "Mengapa bu?" tanya Bila.
"Saya tidak mau toko terkena imbasnya hanya karena berita yang tersebar tentang Syahira."
"Maksud Ibu memilik anak tanpa suami? Bukan kita sudah tahu cerita yang sebenarnya."
"Jangan ikut campur Bila, kita tidak tahu Syahira berbohong atau tidak! Jangan bahas dia lagi atau kalian juga ikut saya pecat."
Bila langsung bungkam tentu dia tidak ingin bernasib sama seperti Syahira. Setelah itu Linda berlalu pergi membiarkan mereka menemui Syahira untuk yang terakhir kalinya.
"Aku pulang semua, mungkin hari ini terakhir kita bertemu."
"Jangan gitu-lah Ra, nanti kalau libur kita main deh ke rumah kamu."
"Bener apa yang Lala bilang Ra, kapan-kapan kami main," sahut Nina, Syahira tersenyum ramah pada ketiga temannya.
Mereka saling berpelukan satu sama lain. "Gak bakal seru lagi nih kalau Syahira kagak ada," celetuk Bila.
"Jangan gitu Bil, aku juga sebenarnya gak mau pisah sama kalian. Tapi aku juga nggak mau nanti malah Arsya dan Arsyi malah kena imbasnya."
Tiga gadis itu mengangguk setuju padahal mereka sangat menyukai Arsya, Arsyi selain cantik dua anak kembar Syahira itu cerdas paket banget.
"Unda cudah mau pulang?" tanya Arsyi menatap curiga Syahira.
Kedua putri Syahira sedang duduk di kursi untuk menunggu bunda mereka. Arsya Zahira Khalisa dan Arsyi Zahra Khalisa merupakan nama lengkap kedua putri cantik Syahira.
"Benar sayang kita pulang sekarang, pamit dulu sama tante-tante kalian," suruh Syahira pada kedua putrinya.
Tangan Syahira mengelus pucuk kepala Asryi, dia tidak mau kedua putrinya curiga kalau sudah dipecat. Satu tangan Syahira memegang erat tasnya dia merasa gugup di hadapan bocah kembar itu.
"Tante-tante cantik kita pulang," ucap Arsya dan Arsyi bersama.
"Peluk dulu sama tante sini," ujar Bila.
Tak perlu menunggu lama Syahira sudah membawa putrinya keluar dari toko baju tempat Syahira bekerja. Mereka bertiga menyusuri jalan dengan berjalan kaki.
Sambil menggandeng kedua putrinya Syahira berlaja pelan menatap lurus ke depan, kedua mata bocah cilik itu saling menatap satu sama lain melihat wajah murung Bunda mereka.
Sepertinya kedua anak kembar itu memilik pemikiran yang sama. "Bunda ayo kita main ketaman!" ajak Arsya.
"Kalian mau main di taman?" Syahira menoleh bergantian pada dua putrinya.
"Betul Unda kita mau main di teman!" jawab Arsyi semangat.
Melihat kedua putrinya tersenyum sudut bibit Syahira juga terangkat membentuk segaris senyum mansi.
Jarak taman dengan tempat mereka tidak terlalu jauh, jadi tak butuh waktu lama mereka sudah sampai di taman.
Karena sudah hampir sore banyak juga orang-orang yang datang mengunjungi taman, apalagi tamannnya terletak dekat restoran dan cafe.
"Bunda mau es cleam boleh?" tunjuk Arsya pada seorang pedangan es cream di depan sana, bola mata anak perempuan itu berbinar-binar melihat es cream yang amat menggiurkan.
"Boleh asal jangan banyak-banyak, ayo kita beli," ajak Syahira pada kedua putrinya.
"Telima kacih Unda," ucap Arsyi.
"Telima kasih bunda," ucap Arsya juga.
"Sama-sama sayang." Syahira mencium kedua pipinya secara bergantian.
Ketimbang Arsya, Arsyi memang belum terlalu lurus bicara dia bahkan cadel dalam beberapa huruf sedangkan Arsya hanya susah menyebut huruf R saja.
"Setelah itu kita pulang," ucap Syahira.
Mereka kembali ketempat semula untuk menikmati es cream yang tadi dibeli.
"Bismillahi," ucap Arsyi.
"Coba ditelusin baca bismillahnya Alsyi!"
"Allsyi loh, bukan Alsyi," sahut bocah itu tidak terima sang Kakak menyebut namanya salah.
"Kamu juga salah nyebut nama sendili Alsyi, jadi jangan plotes dong!"
"Tapikan kak Alsya calah cebut nama! Allsyi ndak mau haluc benel pokoknya."
Asrya menatap lekat-lekat manik mata adiknya lalu dia mengebuskan nafas kasar, tidak ingin berdebat dengan Asryi dirinya memilih untuk mengalah.
"Bunda mau pipis," ucap Arsya tiba-tiba saja.
"Ayo, Arsyi juga ikut."
"No, unda Alsyi au dicini caja," tolaknya.
"Disini saja jangan kemana-mana oke, bunda sama Arsya ke toilet dulu."
"Ciap Unda," sahutnya terus menikmati es cream miliknya yang masih banyak.
...Bismillahirrohmanirrohim....
...Sebelum baca jangan lupa bismillah dan shalawat dulu 🤗...
...بسم الله الر حمن الر حيم...
...Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad....
...اللهم صلي عل سيدن محمد و عل ال سيدن محمد....
Lama-lama pengunjung taman semakin bertambah, Arsyi berfikir ingin menyusul bunda dan kakak kembarnya. Bocah itu segera turun dari kursi taman.
Anehnya tidak ada yang memperhatikan Arsyi, dengan santai dia berjalan menuju toilet dimana orang tuanya pergi tadi.
Baru setegah perjalanan Arsyi menghentikan langkah kakinya. Netra bocah itu menatap tajam seorang laki-laki berpakaian hitam.
"Ada olang jahat!" ucapnya pada diri sendiri.
Buru-buru Arsyi mendekati orang yang mencurigakan tadi, jalan Asryi sangat cepat sekali dia memang sangat lincah.
"Olang jahat mau menculi ya!" ucap Arsyi lantang.
Sontak laki-laki yang memang hendak berbuat jahat itu menoleh pada Arsyi bersamaan dengan orang yang hendak dicuri dompetnya.
"Om, olang ini mau culi dompet Om tadi," kata Arsyi memberitahu. Dia menunjuk laki-laki di depannya yang diam-diam menatap tajam Arsyi.
Namun, bocah itu sama sekali tidak takut. dia malah balik membalas tatapan tajam si pencuri.
"Allsyi tidak takut dengan om, Allsyi cuma takut cama Allah, unda bilang halus jadi pembelani."
"Bocah, siapa yang lo bilang maling enak aja, gue nggak kenal sama lo ya, udah sono pergi."
Arsyi menggeleng pelan, laki-laki berpakaian kantor di sebelah mereka tak bergeming hanya memperhatikan interaksi keduanya.
"Sini lo!"
"Mau apa?" Alvan segera mencegah laki-laki yang hendak berbuat kasar pada Arsyi.
"Pergi dari sini atau lo bakal tahu akibatnya," ancam Alvan kedua bola matanya melotot sempurna tatapan tajam itu mirip seperti milik Arsyi tadi.
Pria yang memakai seragam kantor itu merupakan Ceo muda yang terkenal, pewaris rumah sakit terbesar di kota B. Namun, dikabarkan jika separuh ingatannya hilang.
"Iya saya pergi Pak. Minta maaf karena sudah mengganggu."
Buru-buru si pencuri pergi setelah Alvan melepaskan cengkeraman erat dari baju si pencuri
"Kamu tidak apa-apa?" Arsyi menggeleng.
"Om kata unda kalau cudah ditolong halus bilang telima kacih," beritahu Arsyi karena Alvan hanya menatapnya saja.
"Anak manis maafkan Om sudah lupa mengucapkan terima kasih."
"Tidak apa."
"Kamu berani sekali kok bisa?" heran Alvan.
"Bicalah, kan Unda yang ajalin Allsyi."
"Sekarang dimana-"
"Al, udah nih ayo pulang nanti malah si Alisa sama Namira ngamuk lagi," suara seorang menghentikan obrolan Alvan dan Arsyi.
Keduanya sama-sama menatap pada orang yang baru saja bersuara. Dia berdiri tepat di belakang Alvan.
'Alvan udah punya anak?' kaget Aditya, dia tak dapat meneruskan langkah kakinya, anak perempuan di hadapan dirinya sekarang sangat mirip dengan Alvan.
"Bang kok malah bengong," tegur Alvan menyadarkan Aditya.
"Eh, nggak papa." Aditya baru bisa melangkah lebih dekat menuju Alvan.
Kakak sulung Alvan itu ikut memposisikan diri seperti yang Alvan lakukan agar tubuhnya bisa sejajar dengan Arsyi.
"Sejak kapan lo punya anak?" tanya Aditya penuh selidik.
"Sembarang kalau ngomong lo, Bang. Dia bukan anak gue nikah aja belum udah punya anak."
Aditya meringis mendengar jawaban dari Alvan, tapi gadis kecil di depan mereka ini mirip sekali dengan Alvan.
"Lo yakin Al, nggak ngelakuin hal aneh-aneh diluar sana."
"Lo nggak percaya sama gue Bang?"
"Percaya tapi adik kecil ini mirip banget sama lo, coba perhatiin aja setiap inci wajahnya."
Alvan menuruti apa yang Aditya suruh, dia membenarkan ucapan Aditya. Arsyi sangat mirip dengannya lalu keberanian yang Arsyi miliki tadi hampir mirip seperti Alvan.
"Memang mirip," gumam Alvan entah sadar atau tidak.
Huf!
Arsyi menghembuskan nafas pelan. "Om, paman kalian dali tadi ngomongin apa? Boleh dilepas Allsyi mau ketemu Unda, nanti Unda cama Kakak Allsya caliin Alsyi. Pasti nanti mereka khwatilin Allsyi."
Dua laki-laki dewasa itu saling menatap satu sama lain mendengar ucapan Arsyi, dalam kepala mereka berdua sama-sama beranggapan jika gadis kecil ini anak pintar.
"Sekarang dimana Unda kamu?" tanya Alvan hati-hati.
Bahu Arsyi terangkat lalu kepalanya menggeleng. "Tidak tahu Allsyi lupa," dia menepuk jidatnya sendiri.
Memang Arsyi tukang lupa akan sesuatu jika sudah pindah dari tempat awalnya.
"Unda diamana?" menyadari satu hal bola mata Arsyi mulai berkaca-kaca seperti hendak menangis.
"Hei, sayang jangan menangis ikut Om terlebih dahulu nanti kita cari unda kamu bagaimana?" kata Alvan memberikan usulan.
"Lo serius Al?" Aditya menatap tak percaya adiknya.
"Serius lah bang, masa lo tega ninggalin anak kecil ini sendiri disini. Kalau dia kenapa-napa gimana coba."
"Gue juga nggak tega Al, tapi kita mau bawa kemana dia kalau misalnya ibunya nggak ketemu."
"Mansion," jawab Alvan singkat.
"Om, paman jangan beltengkal, bial Allsyi cali unda cama Allsya cendiri caja."
"Jangan sayang bahaya, ikut Om dulu nanti kita cari sama-sama bagaimana."
Tingkat kewaspadaan Arsyi sangat tinggi, dia mengingat apa yang Syahira ajarkan maka dari itu dia tak langsung menyetujui ajakan Alvan, Aditya yang paham segera bersuara.
"Kita bukan orang jahat Arsyi percaya dengan paman, nanti kita akan sama-sama menemui bunda kamu."
"Janji!"
"Janji," ucap Alvan dan Aditya bersama, mereka kompak mengelus pucuk kepala Arsyi.
Gadis kecil itu tertawa senang, dia paling suka jika rambutnya dielus-elus beda dengan Arsya yang tidak mau disentuh.
Kruk!
Alvan tertawa kembali mengacak-acak rambut Arsyi, mendegar suara perut Arsyi berbunyi merasa gemas.
"Kita makan dulu mau, kamu sepertinya lapar sekali."
"Apa boleh?" tanya Arsyi semangat kedua bola matanya sudah berbinar-binar.
"Boleh ayo ikut," dengan senang hati Alvan menggendong Arsyi, Aditya mengekor di sampingnya.
Sementara itu Arsya baru saja keluar dari toilet, siapa yang akan tahu kalau anak itu mengalami sakit perut, jadi mereka sedikit lama berada di kamar mandi.
Syahira sudah was-was karena terlalu lama meninggalkan Arsyi sendirian di taman, sebagai seorang ibu tentu Syahira tidak ingin terjadi hal buruk pada putrinya.
"Bunda mencemaskan Alsyi?" Syahira mengangguk tanpa menutup-nitupi.
"Ayo kita segela kembali bunda, pasti Alsyi masih disana." Arsya menarik pelan tangan Syahira.
Bergegas ibu dan anak itu menuju taman, tapi sampai disana Arsyi tidak ada lagi di kursi tempat mereka duduk tadi sudah kosong.
"Arsyi," gumam Syahira tubuhnya tiba-tiba terasa lemah.
"Ayo kita cali bunda, pasti Alsyi masih disekital sini," dia juga sedih mengetahui kembarannya menghilang.
Syahira bergegas mencari keberadaan Arsyi terus membawa Arsya dalam gendongannya tidak mau hal serupa menimpa satu anaknya lagi.
Mulai Syahira bertanya satu persatu pada pengunjung taman apakah mereka melihat Arsyi, jawaban sama yang Syahira dapat setiap bertanya pada orang-orang. Mereka sema sekali tidak melihat Arsyi.
"Ya Allah, Arsyi, kamu dimana Nak?" Syahira mendongkan kepala merasa air dari langit menetes.
Hujan turun orang-orang mulai meneduh, Syahira juga melakukan hal yang sama.
"Bunda pasti Alsyi ketemukan?"
"Insya Allah, sayang kembaran kamu pasti ketemu kita perlu mencarinya lagi."
"Tapi bunda hujan sangat lebat bagaimana kita bisa menemukan Arsyi?" air mata sudah membasahi pipi Arsya.
"Pasti ketemu bunda janji."
...Bismillahirohmanirohim....
...Sebelum baca jangan lupa bismillah dan shalawat dulu 🤗...
...بسم الله الر حمن الر حيم...
...Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad....
...اللهم صلي عل سيدن محمد و عل ال سيدن محمد....
Syahira menatap hujan yang semakin deras, tatapnya terus menerawang siapa tahu dia bisa menemukan keberadaan Arsyi. Tangannya terangkat untuk memegang air hujan di pinggiran toko.
'Ya Allah, semoga Arsyi baik-baik saja. Aku mohon tolong jaga satu putriku yang lain,Ya Rabb,' mata Syahira terpejam agar bisa menenangkan diri.
"Astagfirullah hal-adzim, Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad," istighfar dan shalawat terus terucap dari lisannya.
"Bunda," panggil Arsya pelan.
"Astagfirullah, Arsya sayang maafkan Bunda," segera Syahira mendekap tubuh putrinya yang mulai kedinginan.
"Sudah lebih baik?" Syahira menatap wajah imut putrinya ada sedikit ketengan ketika menatap wajah Arsya.
'Arsyi pasti baik-baik saja,' ucapnya yakin.
"Sudah bunda, semoga saja Alsyi tidak kedinginan."
"Aamiin, kamu memang kakak yang baik." Syahira tersenyum lagi pada Arsya.
Hujan semakin lebat membuat Syahira memutuskan untuk menunggu hujan reda agar bisa kembali mencari Arsyi, dia sedikit memundurkan tubuhnya agar tidak terkena air hujan yang terbawa angin.
Lama-lama Arsya terlelap dalam gendongan Syahira, tanganya terus saja mengelus pucuk kepala sang putri yang terlihat tidur dengan nyaman.
"Apa kamu belum lapar, Nak." gumam Syahira menatap teduh wajah Arsya. "Semoga adikmu tidak kelaparan, semoga dia juga baik-baik saja."
Sementara itu di restoran tempat Syahira dan beberapa orang meneduh. Arsyi ada di ruang VIP bersama Aditya dan Alvan di restoran tersebut.
"Apa boleh memakan cemua ini?" Arsyi menatap Alvan dan Aditya secara bergantian, kedua bola matanya terus berbinar melihat banyaknya makanan yang terhidang di atas meja.
"Boleh sayang," ucap Alvan kembali mengelus pucuk kepala Arsyi.
Entah sejak kapan laki-laki 27 tahun itu jadi memanggil Arsyi sayang mereka sudah seperti bapak dan anak.
"Benalkah?"
Alvan dan Aditya sama-sama mengangguk untuk meyakinkan Arsyi.
"Hole, telima kacih Om dan Paman baik!" ucapnya tidak sungkan lagi untuk makan.
"Bismillah," doa Arsyi sebelum melahap makanannya.
"Kamu pintar sekali Arsyi," kata Alvan saat mendengar Arsyi mengucapkan bismillah sebelum makan.
"Unda yang ajalin Alcyi!"
Perasaan Alvan saja atau bagaimana dia tidak tahu, dirinya merasa dekat dengan Arsyi. Lama-lama memperhatikan Arsyi, Alvan semakin ingin menjaga bocah itu.
Disaat mereka sedang asyik makan tiba-tiba Arsyi menghentikan kegiatannya dengan wajah sedih. Hal tersebut membuat Alvan dan Aditya bingung.
"Ada apa?" tanya Aditya pelan.
"Unda sama Alcya pasti belum makan, mau ketemu mereka Paman."
Kembali lagi mata besar Arsyi berkaca-kaca melihat itu Alvan tidak tega langsung membawa Arsyi ke dalam gendongannya.
"Om janji kita akan segera menemukan unda kamu, apakah kamu juga mempunyai seorang kembaran?" Arsyi mengangguk.
"Masya Allah, lalu dimana ayahmu? Om dari tadi tidak mendengar kamu menyebut ayah."
"Tidak tahu, tapi kata unda ayah sedang pelgi jauh. Jika Allah izinkan Insya Allah kami akan dipertemukan dengan ayah."
"Arsyi mau panggil Om, ayah?"
Aditya melotot tak percaya mendengar apa yang Alvan ucapkan, bisa-bisanya adik laki-lakinya ini meminta anak kecil memanggilnya ayah.
"Apa boleh?" Arsyi terlihat ragu, tapi dia sangat senang memilik seorang ayah.
"Boleh aku yang menawarkan padamu jadi kenapa tidak boleh."
"Ayah!" Arsyi yang masih berada di dalam gendongan Alvan memeluk erat laki-laki itu.
Ada rasa hangat yang Alvan dapatkan ketika Arsyi memeluknya, perasaan yang selama ini mungkin hilang dalam hati Alvan.
"Kita cali unda boleh ayah?"
"Boleh tapi tidak sekarang diluar masih hujan deras, untuk malam ini menginaplah di rumah ayah. Besok ayah akan mengantarmu pulang."
"Ayah tidak bohong?"
"Tidak! Bohong dosa loh."
"Benal juga."
"Sekarang habiskan dulu makanmu, kita akan segera pulang." Arsyi patuh.
Anak kecil itu kembali melahap makanannya setidaknya dia merasa lega besok akan bertemu dengan sang Bunda dan kakaknya.
"Lo ngapain ngeliatin gue begitu bang," heran Alvan melihat Aditya menatapnya dengan tatapan entah.
"Tahu nggak apa yang lo lakuin sama aja memberikan harapan untuk Arsyi jadiin lo sebagai ayahnya."
"Gue tahu Bang, bahkan gue ngerasa nyaman Arsyi ada didekat gue."
"Terserah, tapi jangan pernah sakitin Arsyi atas keputusan lo."
"Insya Allah, nggak akan Bang."
"Baguslah!"
Selesai Arsyi makan mereka segera meninggalkan restoran setelah membayar.
Mereka sudah ada di dalam mobil, kali ini Aditya yang menyetir karena Arsyi terus berada di dalam gendongan Alvan. Hujan memang masih cukup deras tapi baik Alvan maupun Aditya memutuskan mereka tetap pulang ke mansion.
Sebuah mobil toyota corolla berwarna hitam keluar dari parkir restoran yang terletak di atas. Syahira menatap mobil itu sejenak ketika melewati dirinya dan beberapa orang, dia tidak tahu jika satu putrinya ada di dalam mobil tersebut karena masih hujan jadi padangan Syahira terhalangi karena air hujan.
"Mungkin setelah hujan reda aku harus pulang dulu kasihan juga Arsya," setelah menatap sejenak mobil toyota corolla berwarna hitam itu Syahira kembali menatap putrinya yang sedang tidur.
Di dalam mobil Arsyi menatap keluar jendela berharap menemukan bundanya tapi lagi-lagi hujan yang deras menghalangi pandangan Arsyi untuk menatap keluar kaca mobil.
"Wajahmu kenapa ditekuk seperti itu?" heran Alvan.
"Ayah, Arsyi tidak menemukan unda."
"Tak apa besok pasti ketemu ayah janji. Tidurlah kamu pasti mengantuk," suruh Alvan melihat Arsyi yang menguap.
Arsyi tidur di atas perut Alvan, tangan Alvan terlihat memukul-mukul pelan punggung Arsyi agar anak itu tidur dengan nyaman.
"Sejak kapan kau menyukai anak kecil?"
"Sejak bertemu Arsyi mungkin, dia terlihat berbeda dari anak kecil pada umumnya."
"Apa bedanya? bukankah mereka sama-sama manusia."
"Abang Aditya kira Arsyi vampir apa. Bedanya Arsyi terlihat lebih pintar dari anak seumuran dirinya, walaupun banyak huruf yang masih susah dia sebut. Lo udah lihat sendiri tadi di restoran Bang."
Mobil yang dikendarai Aditya terus menyusuri jalan, dia fokus mengemudi tapi masih bisa mengobrol dengan Alvan. Jadi mendengar ucapan Alvan Aditya mengangguk setuju.
Sekitar 25 menit Aditya mengendarai mobil. Mereka sampai juga di mansion Kasa. Kebetulan sekali semua keluarga Kasa sedang berkumpul sudah 2 hari ini.
Diperut Alvan, Arsyi masih tidur dengan nyaman melihat itu Alvan tersenyum manis, senyum yang belum pernah Aditya lihat sebelumnya.
"Jangan bilang lo suka Arsyi."
"Hus! Ngaco kalau ngomong, jangan berisik Bang Arsyi masih pulas tidurnya."
Jadilah Alvan menggendong Arsyi masuk ke dalam mansion kebetulan sekali mereka sampai hujan telah reda.
"Abang-" ucap Alisa terheti karena Alvan menyuruhnya jangan berisik.
Alisa dan Namira membulatkan bola mata mereka melihat Alvan membawa seorang anak kecil dalam gendongannya. Adik dan adik sepupu Aditya itu ingin berteriak tapi mereka menahannya.
"Anak siapa yang diculik sama Kak Alvan, Bang?" tanya Alisa setelah Alvan berlalu masuk ke dalam mansion.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!