NovelToon NovelToon

Pembalasan Menantu Tangguh

Bab 1 Pagi yang Tidak Terduga

Bismillahirrohmanirrohim....semoga sukses karya ini....aamiin.....

"Hoammmm." Mika Purnama terbangun dari tidurnya setelah terlelap dari mimpi indah semalam. Malam pengantin yang indah tapi menyakitkan tadi malam masih terbayang. Rintihan dan de~$ahannya yang dia gaungkan akibat dibobolnya lembah perawan oleh sang suami, Wisnu Semesta. Masih terbayang, terlebih Wisnu memperlakukannya sangat romantis.

Terbayar sudah rasa sakit di bawah pusarnya dengan sebuah perlakuan manis sang suami.

"Pagi, Sayang, cupppppp," sapa Wisnu sembari mengecup manis bibir sang istri yang masih ngulet di atas ranjang ukuran sang raja. "Ayo, mandilah. Kamu harus mandi besar, nanti keburu siang," ujarnya seraya mengangkat tubuh Mika yang masih bergeliat malas di atas ranjang. Mika menatap sendu sang suami. Tatapannya mengiba, inginnya pagi ini dia berbaring malas sebab sekujur tubuhnya terasa sangat lelah dan remuk akibat siksaan indah semalam.

"Sayang, bisakah habis mandi, aku tiduran lagi? Aku lelah, sekujur badanku pegal semua akibat guncangan gempa lokal semalam," pintanya manja sembari bergelayut di tangan Wisnu.

Wisnu menatap penuh cinta, lalu melambai-lambaikan tangannya di udara, menandakan bahwa permintaan sang istri ditolaknya.

"Ayo, jangan malas. Kalau malas, nanti tidak dapat guncangan lagi untuk malam nanti," ancamnya sembari tersenyum.

Mika bangkit sambil mengerucutkan bibirnya yang tipis, tanda kesal.

"Aduh, aduh," ringisnya seraya memegangi bawah perutnya merasakan sensasi sakit akibat kehilangan sebuah kesucian yang telah direnggut oleh sang suami.

"Sakit, ya? Aku minta maaf. Sebab semalam merupakan malam pertama kita. Dan aku sungguh menikmatinya. Persembahanmu sungguh luar biasa. Aku bangga padamu. Aku janji aku akan setia padamu," ungkapnya berjanji. Mika tersenyum bahagia atas pengakuan jujur sang suami.

"Ini, tidak akan lama. Nanti juga kalau sudah terbiasa, tidak akan begini lagi. Ini hanya pertama kali," bujuknya seraya mengantar sang istri di daun pintu.

Wisnu duduk di atas ranjang membayangkan kejadian dahsyat semalam. Mika yang masih orisinil mampu membuatnya melayang di udara, sampai-sampai Wisnu lagi dan lagi meminta padahal semalam Mika sudah sangat kesakitan.

"Tidak akan aku lepaskan, sebab dirimu hanya memberikannya untukku," gumannya tersenyum bangga.

Tidak lama dari itu, suara pesan WA dari HP milik Wisnu berbunyi. Sebuah pesan WA dari Kasbon teman satu kantornya masuk.

"Uhuyyy, yang belah duren ori, sombong nih. Tidak cerita-cerita sama kita-kita, mujur banget nasib lu. Sudah bukan perjaka tapi dapatnya perawan orisinil." Begitu isi pesan WA dari Kasbon dengan nada sirik.

"Kalau mau tirulah, Bon," jawab Wisnu sambil senyum-senyum.

"Lalu hobby lu, elu tinggal nih?"

"Gua tinggallah, gua sudah dapat yang ori."

"Setan," balas Kasbon mengakhiri pesan WAnya.

Wisnu tersenyum bahagia, sebab diantara teman-temannya dia termasuk paling mujur dalam hal mendapatkan gebetan selama bujangan. Sekarang pun Wisnu merasa lebih beruntung dari teman-temannya, sebab dia memiliki istri yang masih bersegel saat di belah durennya. Dan untuk yang kali ini dia berjanji akan setia sama Mika istri cantik plus menggairahkan dan menggemaskannya.

"Gebrus, gebrus." Suara air berguyur di kamar mandi terdengar nyaring dari dalam kamar mandi. Bunyinya sampai terdengar ke lantai atas di mana sang ibu mertua menempati kamar atas. Bu Rumi bangkit dari tidurnya seraya menggelung rambutnya sepinggang dengan karet gelang.

"Duhhhh, nih anak, baru saja masuk dalam keluarga ini, tapi berisiknya minta ampun. Tidak tahu gitu aku lagi tidur nyenyak akibat kecapean semalam akibat acara pernikahannya. Dasar anak kampung yang miskin," omelnya seraya menuruni ranjang.

Bu Rumi sang mertua yang masih ngomel segera beranjak dan menuruni tangga. Emosinya tiba-tiba bangkit seiring suara gebrusan air yang sedang mandi.

"Dor, dor, dor!" Pintu kamar mandi yang saat ini sedang dipakai mandi Mika digedor Bu Rumi dengan perasaan dongkol. Sejenak suara gebrusan air mandi itu berhenti, malah kini disusul suara sebrengan ingus yang dipaksa keluar dari hidung.

"Sialan, dasar tidak tahu diri. Baru saja digedor malah kasih ingus, dasar kampungan," omelnya lagi tidak kalah naik pitam dari pertama tadi. Lima menit kemudian Mika muncul dengan senyum yang bahagia. Namun bikin Bu Rumi pengen muntah entah kenapa.

Sejak pertama kali Wisnu memperkenalkan Mika sebagai calon istrinya, Bu Rumi sudah menolaknya dengan sikap yang tidak respon dari awal sudah ditunjukkannya. Namun, Wisnu tidak peduli, sebab dia sudah terlanjur cinta sama Mika. Sehingga pernikahan ini digelar, Bu Rumi masih memperlihatkan sikap tidak sukanya pada Mika.

Sayangnya, Mika sejak awal tidak sadar kalau ibu mertuanya tidak menyukainya, dia hanya berpikir semua orang tua yang baru dikenalkan dengan pacar anaknya pasti ada yang menerima dengan sikap ramah, ada juga dengan sikap yang kurang ramah. Dan pada saat itu, Mika menilainya mungkin ibu mertuanya belum mengenal dirinya lebih dekat. Mika masih positif thinking.

"Eh, Ibu. Ibu mau ke kamar mandi? Saya pikir tadi bukan Ibu yang gedor-gedor pintu," ujarnya sembari tersenyum sopan dan manggut meskipun dibalut rasa terkejut.

"Jangan banyak basa-basi, habis sholat subuh, kerjakan tugas rumah. Sarapan pagi harus sudah terhidang sebelum jam setengah tujuh pagi, paham?" ketusnya seraya mendilak dan beranjak pergi meninggalkan menantunya yang bengong.

Mika yang kaget masih belum percaya bahwa yang barusan berbicara adalah mertuanya. Padahal dari awal berjumpa, Mika sempat berpikir kalau mertuanya ini pendiam dan tidak cerewet, tapi pagi ini Mika melihat fakta lain.

Mika segera masuk kamar dan mengenakan bajunya, lalu melaksanakan sholat subuh yang sudah terlewat tiga puluh menit dari waktu seharusnya.

"Kemana, Sayang, kok buru-buru?" tanya Wisnu sembari meraih pinggang Mika dan mencumbunya. Mika berontak, sebab dia ingat perintah ibu mertuanya tadi.

"Lepaskan dulu, Bang. Tadi ibu memerintahkan aku untuk segera menyiapkan sarapan pagi sebelum jam setengah tujuh. Aku harus segera keluar," berontaknya melepaskan cekalan tangan Wisnu sang suami.

"Sudah, jangan takut! Ibu tidak akan apa-apa, lagipula ibu tahu kita masih pengantin baru, jadi walaupun kita telat bangun, ibu tidak akan apa-apa." Wisnu menahan lengan Mika yang akan pergi dan mengunci tubuhnya sehingga Mika tidak bisa apa-apa, terlebih kini Wisnu malah memberikan sentuhan penuh hasrat yang mengajak kembali Mika mengarungi dunia bianglala yang mengasyikan.

Pagi itu keduanya terbuai kembali dengan keindahan seperti semalam, di mana teriakan dan de~$ahan saling bersahutan di dalam kamar yang kini suasananya berubah syahdu dan penuh romantisme.

"Prangggg, gombrangggg." Suara wajan dan baskom jatuh terdengar sangat nyaring, mengejutkan kegiatan dua manusia yang dilanda cinta di kamar berukuran lima kali enam itu. Wisnu segera menyudahi, padahal dia masih belum tuntas. Terpaksa dengan tergesa dia sudahi walau perasaannya kesal.

"Sudah selesai main kuda lumpingnya? Awas jangan sampai lecet, nanti tidak bisa jalan." Teriakan sinis dari luar kamar Wisnu dan Mika cukup membuat keduanya terhenyak dan malu.

Bab 2 Pagi yang Riweuh

  Mika segera bangkit lalu membenahi dirinya yang sudah awut-awutan gara-gara ulah Wisnu suaminya. Baju yang berhamburan di lantai, satu persatu dipakainya. Saat akan menapakkan kakinya ke lantai, tiba-tiba rasa nyeri di bawah perutnya terasa.

  "Jeletit, jeletit." Rasanya perih dan sangat tidak enak, seperti ada sesuatu yang mengganjal di bawah sana. Sejenak Mika mendudukkan tubuhnya di atas ranjang untuk mengatur nafas dan membuangnya. Dan benar saja rasa sakit yang ngejeletit itu kini hilang. Namun rasa tidak enak di bawah sana masih terasa, tapi Mika memaksa dirinya untuk bangkit.

  "Kenapa, Sayang, sakit, ya? Nanti juga tidak akan sakit lagi, ini sebentar kok," hibur Wisnu seraya membelai wajah Mika gemas.

  "Ayo, dong, Bang, keluar sama-sama. Kan gara-gara Abang juga Mika kena tegur ibu," ajaknya sambil menarik lengan suaminya yang terlihat masih malas-malasan. Wisnu akhirnya keluar kamar bersama Mika. Mika berjalan menuju dapur dengan keadaan jalan yang terlihat tidak biasa.

  Keadaan itu tidak luput dari pengawasan Bu Rumi, ibu mertuanya dan Ciki adik iparnya. Mereka melihat cara berjalan Mika sedikit berbeda seakan menahan sakit. Hal ini menjadi pertanyaan dalam benak mereka. Bu Rumi dan Ciki saling lempar pandang dan memberi kode satu sama lain. Bu Rumi tersenyum sinis, sementara Ciki mengangkat tangannya sembari menjulurkan lidahnya keluar. Mereka mengejek Mika dari belakang.

  Bersamaan dengan itu, saat tiba di dapur. Wisnu dikejutkan oleh suara token listrik yang bunyi "tit, tit, tit," pertanda listrik minta diisi. Wisnu sebetulnya sangat heran, biasanya mengisi token yang 100 ribu habisnya paling cepat delapan hari. Itupun untuk pemakaian yang banyak. Wisnu mencoba menghitungnya, hanya lima hari token seratus ribu sudah soak dan mau habis lagi. Wisnu sangat heran dan mengkerutkan keningnya.

   "Nu, beli token, noh sudah memanggil," teriak Bu Rumi sembari menunjuk meteran listrik dengan memonyongkan mulutnya.

  "Lho kok, sudah habis lagi, Bu? Bukankah kemarin Ibu isi yang 100 ribu? Masa sudah habis dalam lima hari, padahal bulan ini kita minum tidak pakai nyalain dispenser lho," protes Wisnu seolah mempertanyakan sebenarnya berapa ibunya membeli token.

  "Ibu membeli yang 100 ribu kok, PLNnya kali yang mengurangi jumlah KWH tokennya. Kamu ini mau nuding ibu, kalau token yang ibu beli hanya yang lima puluh ribu?" jawab Bu Rumi sedikit menyalak membuat Wisnu sang anak menciut. Memang selama ini Wisnu sangat takut dengan sang ibu, tidak pernah sekalipun berkata keras atau melawan.

  "Tidak, Bu, bukan nuding. Wisnu hanya heran saja. Kenapa harga token yang seratus ribu habisnya bisa cepat dan hampir sama dengan token yang isinya lima puluh ribu?" sahut Wisnu mengeluh.

  "Memang kamu tidak menuding secara langsung, tapi perkataan kamu itu seakan-akan tidak percaya sama ibu," kilah Bu Rumi merengut.

  "Iya nih Abang, bangun tidur malah nuding Ibu tidak benar, durhaka tahu," timpal Ciki membela sang Ibu.

  "Ya, sudah, tidak apa-apa, Bu. Wisnu minta uangnya sama Ibu. Kan uang token sudah dikasih ke Ibu," pinta Wisnu sembari menengadahkan tangannya.

  "Enak saja, dari kamulah, masa dari Ibu," tolaknya angkat tangan, Wisnu mengerutkan keningnya sebab setoran gajinya tiap bulan hampir setengahnya dikasihkan ke ibunya. Kata Bu Rumi biar dia yang ngatur keuangan berikut biaya listrik, air dan gas. Tapi sekarang malah tidak memberi saat Wisnu meminta uang token.

   "Ya, ampun, Bu, kan uangnya sudah Wisnu kasih ke Ibu. Buat listrik, air, gas, juga jajan dan bensin Ciki sudah disetor ke Ibu. Masa harus Wisnu lagi yang ngeluarin?" protes Wisnu pening kepalanya seperti mau pecah.

  "Ya ampun, Abang, ketimbang biaya listrik, air, gas, dan uang bensin aku saja Abang perhitungan. Abang ini benar-benar pelit sejak nikah. Padahal baru saja satu hari menikah, tapi udah sewot dan diatur istri. Ih sebel," rutuk Ciki membela Ibu dan dirinya.

  "Bukan perhitungan, Dek. Tapi, Abang bicara yang sebenarnya," elak Wisnu membela diri.

  "Alah, perhitungan, ya, perhitungan saja. Kamu ini dasar sudah dibutakan cinta oleh istrimu yang miskin itu. Coba menikah dengan Cimi anak sahabat Ibu yang kaya raya, mungkin hidup kita tidak pas-pasan begini," keluh Bu Rumi mendadak membandingkan Mika dengan Cimi anak dari sahabatnya yang katanya kaya raya itu.

  "Ya, sudah tidak perlu dibahas lagi, Bu. Aku mau beli token dulu ke depan," tukas Wisnu sembari beranjak.

  "Biar aku saja Bang yang beli, sini uangnya." Ciki meminta uang untuk membeli token dari Wisnu dengan menengadahkan tangan.

  "Tidak, biar Abang saja. Abang sekalian mau beli rokok dua batang sama kopi," tolak Wisnu seraya bergegas keluar. Perdebatan antara Bu Rumi, Wisnu, dan Ciki pun berakhir.

  Sementara Mika yang kini berkutat di dapur, sedikit banyak telah mendengar semua perdebatan antara suami dan Ibunya serta Ciki adik iparnya di ruang tengah. Mika mempersiapkan sarapan paginya yang pertama di rumah mertuanya. Karena bingung, Mika hanya memasak nasi goreng andalannya. Sebab hanya ada nasi di mejikom yang cukup untuk sarapan lima porsi lebih.

  "Woyyyy, cepat dong bikin nasi gorengnya, gue lapar, nih," teriak Ciki seraya mengubek sop daging sisa semalam di meja makan. Mika menoleh dan cukup terkejut dengan teriakan Ciki yang setengah membentak. Mika segera menggoreng nasi yang ada di mejikom.

  Mika sudah terbiasa lagi membuat nasi goreng, di kampung sebelah dia sering memasak nasi goreng untuk Nenek dan Kakeknya.

  Mika tinggal bertiga bersama nenek dan kakeknya setelah yatim piatu. Kedua orang tuanya telah tiada setelah tragedi naas menimpanya. Mereka tertabrak kereta api saat mau nyebrang. Padahal palang pintu masih terbuka, karena diserobot oleh kendaraan lain, motor yang ditumpangi bapak dan ibunya Mika jatuh dan pedal motornya nyangkut di rel kereta api. Akhirnya belum sempat menyelamatkan diri, kereta terlanjur menghampiri dan tabrakan pun tidak bisa dihindari. Mereka meninggal di tempat saat itu juga.

  Keadaan yatim piatu dan miskin inilah yang membuat Bu Rumi tidak setuju Wisnu menikahi Mika. Padahal tadinya Wisnu mau dijodohkan dengan anak sahabatnya, tapi gagal sebab Wisnu terlanjur lebih dulu memperkenalkan Mika pada Bu Rumi. Terlebih Mika memang jodoh yang ternyata dipilihkan kakeknya Wisnu.

  Kebetulan Mika merupakan cucu dari sahabat kakeknya Wisnu, alhasil sang kakek yang bersahabat dengan kakeknya Mika menyukai Mika untuk dijodohkan dengan cucunya. Dan rupanya Wisnu dan Mika memang sudah terlebih dahulu saling jatuh cinta dan saling kenal. Akhirnya kakeknya Wisnu mempersiapkan segala biaya pernikahan darinya. Mika dan Wisnu tahu beres. Dan sebagai hadiah pernikahan darinya, kakeknya Wisnu memberi hadiah rumah pada Wisnu untuk ditempati dan dimilikinya.

  Namun kakeknya Wisnuu berpesan kepada Wisnu, jika Wisnu menyia-nyiakan Mika dan mengkhianati penikahannya, maka hadiah rumah dan pekerjaan sebagai Supervisor di perusahaannya akan ditarik kembali. Jika Wisnu mengingkarinya maka dia akan dimiskinkan. Begitu pesan kakeknya Wisnu yang terdengar kejam. Tapi itu semua demi kebaikan Wisnu supaya tetap setia pada Mika si gadis kampung yang baik hati dan jago bela diri.

Bab 3 Sindiran Ibu Mertua

Akhirnya nasi goreng yang wangi dan menggugah selera sudah selesai dieksekusi oleh Mika. Mika segera meletakkan nasi goreng buatannya di dalam sangku. Porsi enam orang sudah teronggok di atas meja makan.

Kemudian Mika segera menyiapkan piring saji empat, termasuk untuk dirinya. Mika membiarkan piring itu diisi sendiri sama masing-masing yang mau makan. Mika segera ngeloyor memanggil Bu Rumi dan Ciki ke meja makan. Sementara suaminya belum nongol dari membeli token di kios depan.

Bu Rumi menghampiri meja makan diiringi Ciki di belakangnya. Mereka berdua sangat bahagia melihat nasi goreng tersaji menggiurkan di meja makan. Tanpa butuh waktu lama, Bu Rumi mewadahi nasi goreng ke dalam piringnya dengan porsi banyak, kemudian piring Ciki dan juga Wisnu dengan porsi banyak juga. Tidak lupa atasnya ditaburi irisan telur dadar dan bawang goreng serta kerupuk udang. Tambah selera saja jika makan.

Mika terbelalak melihat sangku yang hanya menyisakan secentong nasi goreng. Untuknya saja belum. Mika menatap ke arah piring nasi yang sudah diisi oleh Bu Rumo, ketiganya porsi kuli banyak dan menggunung.

"Kenapa, kamu iri dengan porsi makan kami? Noh, jatah kamu yang di sangku, tinggal dicomot saja. Sekali suap juga kenyang," sungut Bu Rumi menyadari Mika sedang memperhatikan piringnya yang penuh dengan nasi.

Mika menciut menundukkan pandangannya, lalu mengumpulkan nasi yang berada dalam sangku dan dicomotnya. Setelah itu dia gumpal dan dikepal-kepal oleh tangannya, lalu hap sekali suap nasi itu sudah berada di dalam mulutnya. Sekali kunyah langsung turun ke dalam kerongkongan dan ke perutnya. Rasanya benar-benar lezat, mungkin karena dia yang lapar dan nasinya yang hanya sekepal.

Tiba-tiba Wisnu datang setelah ditunggu sejak tadi. "Aduh, kalian sudah hampir selesai sarapannya. Kamu juga, Sayang? Kenapa tidak menunggu Abang?"

"Alah kelamaan jika harus nunggu kamu, keburu lapar kami," sela Bu Rumi sedikit menyentak seraya melirik ke arah Mika yang kebetulan menatap wajah Bu Rumi. Mika paham akan kode alam dari Bu Rumi.

"Maaf, habisnya tadi di kios depan belum buka. Terpaksa ke kampung sebelah," alasan Wisnu sambil mulai duduk di kursi makan dan mulai menyuapkan nasi gorengnya.

"Sayang, kamu sudah sarapan juga?" tanya Wisnu penasaran. "Kalau kamu masih mau, kita bagi dua makannya," tawar Wisnu yang langsung dicegah Bu Rumi. Padahal tadinya Mika mau mengangguk dan menerima nasi goreng yang mau dibagi dua dengannya.

"Jangan, dong. Itu jatah kamu, pamali lho jatah sendiri dibagi-bagi ke orang lain. Ayo, cepat makannya, nanti keburu basi lho. Lagipula istrimu sudah makan lebih dulu bersama kita. Iya, kan, Mika?" Mika mengangguk lemah sembari menahan air mata yang seakan mau turun.

Untuk menyembunyikan matanya yang mulai berkaca-kaca, Mika segera membereskan piring kotor dan sisa sarapan di meja. Saat tubuhnya berbalik menuju wastafel, segera Mika menyeka air mata yang mau jatuh di sudut mata. Mika meletakkan piring kotor bekas sarapan pagi mereka di wastafel. Lalu mengambilkan air minum dari dispenser untuk suaminya juga mertua dan adik iparnya.

"Sayang, benar kamu sudah sarapan, tapi kenapa piring kamu masih bersih tanpa sisa minyak?" tanya Wisnu heran. Mika mendadak salah tingkah, mau berkata jujur tidak enak sebab di sana masih ada mertuanya juga Ciki adik iparnya.

"Iya, Bang. Piringnya Mika jilati sebab nasi gorengnya sangat enak," jawab Mika sekenanya. Sontak pengakuan Mika yang sebenarnya menutupi kerakusan mertua juga adik iparnya itu, membuat kedua orang beda generasi itu tertawa terbahak-bahak.

"Ha, ha, ha, ha," tawa mereka berdua layaknya melihat tontonan doger monyet. Wisnu yang melihat hanya bisa geleng-geleng kepala menyaksikan tingkah Ibu dan adik perempuannya itu.

"Sayang, kenapa sampai dijilat segala? Jorok banget, sih, kamu," tegur Wisnu kurang suka.

"Biasa Bang, dia, kan dari kampung yang udiknya setengah mati, jadi saat menemukan makanan yang enak dia bisa jilat sampai wadahnya bersih, ha, ha, ha," timpal Ciki diakhiri tawa yang mengejek.

"Itulah kalau memungut istri dari kampung udik, sikapnya sangat memalukan. Apabila diajak ke hajatan, alangkah memalukannya," sambung Bu Rumi seraya mendilakkan matanya geram.

Mika segera beranjak kembali menuju wastafel dan menghindari ejekan dua orang berbeda generasi itu, yang kini bagi Mika bak monster yang tiba-tiba jahat. Mika sangat sedih mendengar setiap ejekan dua orang itu. Hatinya teriris dikatain berasal dari kampung yang udik, padahal ibu mertua juga adik iparnya sama-sama dari kampung juga, hanya berbeda kampung saja dengan dirinya.

Setelah Wisnu selesai makan, Mika mulai mencuci piring bekas sarapan di wastafel sembari berkaca-kaca. Baru saja sehari tinggal di rumah ini, dia harus menerima sikap tidak baik dari dua orang yang seharusnya mengasihinya. Mika baru sadar ternyata sikap ibu mertua dan adik iparnya begitu jahat.

"Sayang, tapi memang benar lho, nasi goreng buatanmu sangat enak. Aku sampai menjilat sendok juga saking enaknya," puji Wisnu seraya menghampiri Mika di wastafel. Untung saja air mata yang sempat jatuh tadi sudah Mika seka dengan ujung bajunya.

"Yang benar, Bang?" yakin Mika seraya menoleh ke arah Wisnu. Wisnu mengangguk seraya mencium pipi Mika gemes.

"Terimakasih, ya, Bang, sudah memuji nasi goreng buatan Mika," ucap Mika sedikit lega meskipun perut Mika lapar.

Hari ini berhubung masih suasana pengantin baru, Wisnu masih diberi jatah cuti selama lima hari ke depan dari perusahaan kakeknya. Rencananya Wisnu ingin mengajak jalan-jalan Mika.

"Sayang, habis nyuci piring, kita jalan-jalan, ya." Wisnu mengajak Mika untuk jalan-jalan. Mika yang mendengar sungguh senang bukan main, sebab dia bisa sedikit bersantai setelah malamnya digempur suaminya dan paginya harus berkutat di dapur tanpa ada yang bantu.

"Jalan-jalannya nanti saja setelah selesai pekerjaan rumah. Cucian numpuk, lantai masih kotor, halaman rumah banyak daun berserakan," sela Bu Rumi ketakutan jika Mika diajak jalan-jalan tanpa menyelesaikan pekerjaan rumah terlebih dahulu.

Mika diam terpaku, begitu juga Wisnu merasa tidak enak dengan perkataan Ibunya yang to the point.

"Tapi kami masih pengantin baru, Bu. Ijinkan aku ngajak jalan-jalan, toh jatah cuti aku hanya tinggal beberapa hari lagi," protes Wisnu memohon.

"Ya, tidak bisa dong, Wisnu. Jangan dibiarkan istrimu dimanja. Biarkan dia melakukan tugas rumah dulu setelah itu baru boleh jalan-jalan, apalagi kalian itu perlu mencuci sepre bekas kalian semalam, masa bekas main dipakai timpah lagi, jorok banget sih," celoteh Bu Rumi mengatur. Mika dan Wisnu diam terpaku saat mendengar ucapan terakhir Ibunya. Mereka berdua merasa malu atas perbuatan mereka semalam dan tadi pagi yang baru saja diungkit Bu Rumi.

"Ibu-ibu," guman Wisnu geleng-geleng kepala sembari beranjak.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!