" Kapan ayah pulang bun? ayah bilang hanya satu minggu diluar kota, ini udah lewat satu minggu alika kangen ayah bun, bunda telfon ayah ayo bun!" Rengek sibungsu sore itu.
Alika maharani adalah nama putri bungsuku, aku bingung harus menjawab apa karna akupun tengah hawatir pasalnya sejak suamiku berpamintan 2 minggu lalu sampai hari ini tidak ada kabar dari suamiku bahkan nomor ponselnya pun sama sekali tak bisa dihubungi. Berulang kali aku membuat panggilan telfon namun jawabanya tetap sama, nomor ponsel suamiku berada diluar jangkauan.
"Sabar dek,nanti kalau ayah pulang pasti ayah bakal ajak kita jalan-jalan.Iya kan bund?" Seru damar putra sulungku.
"Kaka betul dek,nanti ayah pasti ajak kita jalan-jalan sekarang adek belajar dulu biar besok ulangan adek dapat nilai yang bagus. Naah kalau nilai adek bagus ayah pasti bakalan kasih adek hadiah.Kaka juga sana gih bantuin adeknya belajar.Bunda mau merapihkan pecahan cermin ini." Ucapku kala itu sembari memunguti pecahan cermin yang ada dikamarku. Jendela yang tak sengaja aku buka membuat bola yang dimainkan anak tetanggaku masuk dan membuat cermin dikamarku retak dan hancur. Bahkan serpihan kacanya berhamburan dan melukai tanganku.
Tanganku yang berdarah,tapi entah mengapa hatiku yang merasa terluka, aku merasakan perasaan yang aneh.Hatiku seprti teriris, bahkan tubuhku terasa lemas.
Namaku adalah Karina Maharani, usiaku genap 38 tahun tahun ini.Aku dikaruniai 2 orang anak yang pintar dan juga penyabar. Nama anak sulungku Damar Baskara,nama belakang diambil dari nama ayahnya,yaitu suamiku Lujeng Baskara.Sedangkan anak keduaku bernama Alika Maharani, nama belakang putriku diambil dari nama belakangku.Usia pernikahanku sudah 10 tahun,berkah Tuhan ditahun pertama pernikahanku aku langsung dikaruniai seorang putra yaitu damar,saat ini usia damar genap 9 tahun sementara saat damar berusia 3 tahun aku mengandung anak keduaku yaitu alika.Usia alika saat ini menginjak 6 tahun. Dua minggu lagi adalah ulang tahun alika yang ke 6.
Suamiku bekerja disalah satu kantor kecamatan yang ada didaerah kami. Pernikahan kami baik-baik saja selama ini tidak ada hal yang janggal yang terjadi, kami hidup bahagia walapun dengan gaji suamiku yang tak terlalu besar namun cukup untuk kebutuhan kami sehari-hari.Bahkan aku masih bisa menyisikan sedikit dari sisa uang belanjaku sampai ahirnya aku dan suamiku bisa memiliki rumah yang layak.Karena kami tinggal didaerah pedesaan,rumahku tergolong rumah yang lumayan bagus dibanding tetanggaku yang lain.
Didesa kami jika ada orang yang bekerja dikantor sudah biasa dipandang sebagai orang yang berada, apa lagi kami memiliki satu mobil yang kami beli dengan cara mencicil. Didesa kami baru beberapa orang saja yang memiliki mobil,awalnya aku tidak setuju saat suamiku mengajukan kredit mobil namun stelah memprtimbangkan dari berbagai sisi ahirnya aku dan suamiku sepakat untuk kredit mobil.
Beberapa bulan terahir sumiku sering kali pulang terlambat, bahkan kadang pulang hingga larut malam.Ini kali pertama suamiku tugas keluar daerah, aku tidak tau entah tugas apa yang membuat suamiku diharuskan keluar daerah.Namun saat suamiku mengatakan jika itu salah satu tugas yang harus dia jalani ahirnya aku membiarkan dia pergi tanpa curiga sedikitpun.
"Maas kamu dimana siii, kenapa kamu tidak ada kabar?Kalau aku mau bertanya kekecamatan nanti dikira aku istri yang gak percayaan, tapi ini udah lewat dari waktu yang kamu janjikan. Aku bingung harus menjawab apa saat anak-anak bertanya padaku." Gumamku dalam hati sambil membawa pecahan kaca ke tong sampah yang ada diluar rumah.
Lamunanku buyar saat aku mendengar sapaan dari tetanggaku.
"Eeeh bu, maf tadi gak liat ada ibu disitu!" Ucapku merasa tidak enak karna mengabaikan tetangga baruku.
"Iyaa bu gak papa, bu karin kenapa ngelamun buuu? Maaf yaa tadi bolanya dimas masuk kekamar ibu sampai mengenai cermin ibu. Nanti biar saya sampaikan sama ibunya dimas biar diganti cermin ibu yang rusak. Maaf loh buuu!"Ujar bu Anik tetangga baruku.
Iya disebelh rumahku adalah rumah peninggalan budhe ku yang kebetulan kosong dan anaknya yang sudah memiliki rumah dikota terpaksa harus menjual rumah peninggalan ibunya untuk membuka usha dikota.
Dua bulan belakangan rumah ini baru saja ditempati oleh Bu Anik dan putrinya yang bernama Wulan dan anaknya yang bernama Dimas. Dimas berusia 8 tahun selisih satu tahun dengan Damar.
Wulan adalah seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya dalam kecelakaan kerja dipabrik. Suaminya meninggal saat usia kehamilan wulan menginjak dua bulan. Wulan bekerja sebagai guru honorer disalah satu skolah suasata didaerah kami. Wulan yang kebetulan dipindahtugaskan kedaerah kami terpaksa harus meninggalkan rumah peninggalan suaminya dan pindah kesini. Itu cerita yang saya dapat dari bu Anik ibunya wulan.
" Looh memangnya mba wulan dimana bu?" ahirnya rasa penasaraku aku utarakan karna sejak beberapa hari aku tidak melihat wulan. Biasanya dipagi hari saat aku mengantar suamiku keluar untuk berangkat kerja disaat yang bersamaan wulan juga keluar rumah.
Wulan selalu berjalan kaki saat hendak pergi mengajar karna dia tidak bisa mengendarai Sepeda motor seprtiku.
"Ibunya dimas lagi ada tugas keluar daerah, udah dua minggu mungkin satu atau dua hari lagi baru kembali.Oya,bukannya ayahnya alika juga lagi tugas keluar kota ya bu karin?" Aku mematung sejenak, pasalnya suamiku berangkat tengah malam dan tak ada satu orangpun yang tau tentang kebrangkatanya.
"Eng, anu bu saya pas kebtulan bangun tengah malam mau kekamar mandi denger suara mobilnya pak Lujeng, jadi saya ngintip dijendela." Ungkap bu anik yang mungkin faham dengan apa yang aku fikirkan.
"Ooh begitu, tadi saya sempat bingung ibu tau dari mana. Iya buu ayahnya anak-anak memang sedang tugas keluar daerah. Untuk cermin yang rusak tidak usah diganti bu, memang sudah lama jadi wajar lah terkena hantaman sedikit langsung pecah. Kebetulan saya juga udah ada niat buat ganti." Ucapku saat itu karna dimas memang tidak sengaja melakukanya apa lagi dia adalah anak-anak. Akupun memaklumi karna aku juga memliki anak-anak yang seusia dengan dia.
Meskipun kami bertetangga namun baik dimas ataupun damar tak pernah bermain bersama, damar yang memang trbiasa dirumah sangat jarang berbaur dengan teman-teman sebayanya. Aku memang sedikit membatasi pergaulan anak-anaku karna aku tidak mau anakku mencontoh hal-hal yang tidak baik diluar sana.
Dimas merupakan pribadi yang pendiam, dia selalu asik dengan dunianya sendri seprti halnya sore tadi saat dia sedang bermain bola dan tak sengaja menendangnya kearah kamarku yang jendelanya terbuka.
" Aduuh buu maaf yaa, saya jadi tidak enak ini looo!" Ujar bu anik.
Saat makan malam anak-anakku terlihat lesu dan tak bersemangat.
" Damar kenapa makananya hanya diaduk-aduk nak,apa kamu tidak kasian sama bundamu ini yang cape masak hum?" Kali ini damar yang lebih terlihat murung berbeda dengan alika yang saat ini tengah menyantap makan malamnya meskipun tak selahap biasanya.
"Bund, kenapa ayah gk bisa ditelfon yaa.Tadi damar coba nelfon ayah tapi tidak bisa." Anakku trlihat sangat kecewa tak biasanya damar bersikap seprti ini padahal tadi siang damar sendri yang memberi pengrtian pada adiknya.
"Sabar ya sayang mungkin ayah sedang sibuk atau sedang dalam perjalanan. Damar kan sudah besar nak,damar tau ayah bekerja untuk siapa.Sekarang habiskan makan malamnya nanti kalau tengah malam ayah sampai bunda janji bakal bangunin damar dan alika.Tuh lihat adik kamu hampir habis makananya, sekarang giliran damar, ayo nak apa mau bunda suapin. Sinii siniiii..." Aku berusha tertawa mengibur anak-anakku kendati hatiku terus merasa gelisah.
" Iiih kaka damar kaya bayi masa iya kalah sama adek, kaka damar manja, kaka damar kaya bayi wleee wleeee." alika trus menggoda kakanya sehingga membuat senyum damar terbit di bibirnya lantaran melihat tingkah adiknya yang menggemaskan.
Tanpa anak-anakku tau aku meneteskan airmataku. Fikiranku melanglang buana memikirkan segala kemungkinan yang terjadi pada suamiku diluar sana, namun hati ku trus meyakinkanku jika aku harus bersabar dan aku harus percaya jika suamiku baik-baik saja dan tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.
Setelah anak-anak selesai makan aku masih duduk termenung di meja makan. Aku belum ada niat untuk beranjak karna aku juga belum makan malam. Aku masih berharap suamiku pulang dan kami bisa makan malam bersama. Entah mengapa hati kecilku mengatakan jika suamiku sebentar lagi akan pulang.
Ditengah kemelut hatiku tiba-tiba aku mendengar suara deru mobil suamiku. Aku bergegas menuju jendela dan melihatnya dibalik tirai untuk memastikan apakah itu benar-benar suamiku atau bukan. Lama aku melihatnya namun aku tak kunjung melihat suamiku turun dari dalam mobil ,entah apa yang dia lakukan didalam sana. Karna penasaran aku gegas membuka pintu karna aku juga ingin menyambut suamiku saat dia turun dari mobil.
Lama aku menunggu ahirnya suamiku turun, aku berniat menghampirinya namun dia membrikanku kode dengan tanganya agar aku tetap diam ditempat. Awalnya aku merasa heran namun aku tak mau memikirkan hal lain yang jelas aku sudah sangat lega karna ahirnya suamiku pulang dalam keadaan sehat dan baik-baik saja tanpa kurang satu apapun.
" Bunda belum tidur?" Sapa suamiku sembari merengkuh pinggangku. Sektika rasa gelisahku hilang berganti dengan perasaan bahagia.
" Bunda nungguin ayah, entah mengapa bunda merasa ayah sbentar lagi akan pulang dan benar saja ayah pulang. Ayah sudah makan?" Tanyaku sembari berjalan beriringan masuk kedalam rumah.
Namun saat aku menutup pintu dari dalam aku mendengar suara pintu mobil ditutup.
"Looh yah, ayah datang dengan orang lain? kenapa gak disuruh masuk yah?" tanyaku dan aku hendak berbalik badan karna aku benar-benar mendengar suara pintu mobil yang tertutup.
" Bunda salah denger kali sayang, ayah sendrian ko. Kan bunda tau tadi ayah sendri mana mungkin ayah ajak orang malam- malam begini kalaupun ada pasti kan turun bareng ayah. Bunda masak apa ayah laper nih." Mas lujeng mengalihkan pembicaraan kami hingga aku melupakan suara itu.
" Ayaah, kenapa lama sekali ini juga sudah lewat dari waktu yang ayah janjikan. Ayah tau anak-anak sangat merindukan ayah, bahkan alika dan damar tidak makan dengan baik." kemudian aku mencritakan bagaimana anak-anak selama mas lujeng pergi, tak ada hal yang mencurigakan mas lujeng bahkan mendengarkan dengan baik, tak ada yang berubah semua tetap sama mas lujeng sampai terbahak saat aku menceritakan tentang kenakalan dan tingkah anak-anaknya.
" Oh ya yah, cermin meja rias dikamar kita pecah terkena bola anak dari tetangga seblah itu si dimas!" ujarku sembari menyuapi suamiku makaan. Aku memang terbiasa menyuapi suamiku makan saat kita hanya berdua saja dimeja makan, namun saat ada anak-anak suamiku makan dari tanganya sendri.
" Apa dimas?" mas lujeng sedikit terkejut saat aku menyebut nama dimas.
" Iya yah dimas anaknya mba wulan, besok kita beli yang baru ya yah boleh kan? kebetulan bunda ada sedikit tabungan dari sisa uang belanja." Aku memang sengaja menabung karna ingin mengganti meja riasku yang sudah usang.
" Terserah bunda saja jika mau ganti yang baru, em apa bunda memarahi dimas karna sudah membuat cermin meja rias bunda pecah?" pertanyaan mas lujeng sebenernya sangat wajar namun entah mengapa aku merasa sedikit tersinggung dengan pertanyaan itu.
" Ayah, apa bunda pernah marah saat anak-anak merusak barang mlik bunda atau prabotan rumah?" Suamiku hanya menjawabnya dengan gelengan kepala.
Aku menghela nafas sebelum melanjutkan apa yang ingin aku sampaikan, ini hal sepele tapi entah mengapa hatiku begitu sensitif saat suamiku menyebut nama dimas apa lagi dengan pertanyaanya yang seakan meragukan sikapku terhadap anak-anak.
" Yaaah bagaimana bisa bunda marah dengan anak orang lain smentara anak-anak bunda pun memiliki kenakalan yang sama. Dan lagi dimas tidak sengaja melakukan itu mana mungkin bunda marah. Bunda mengatakan ini hanya ingin membritahu ayah, bukan berati bunda marah." Stelah mengatakan itu aku merasa sedikit kecewa namun aku tetap duduk menamani dan menyuapi suamiku makan.
" Ya sudah besok ayah ganti yang baru, uang bunda lebih baik bunda simpan saja. Besok bunda bisa pilih sesuai yang bunda inginkan. Ayah kenyang bund, ayah mau bersih-bersih bunda beresin meja makan dulu ayah tunggu dikamar ya sayang!" Cuuup. Setelah mencium keningku mas lujeng pergi kekamar dan kepergian mas lujeng menyisakan beribu pertanyaan dalam benakku.
Hatiku trus bertanya-tanya mengapa mas lujeng seprti ini. Perkara cermin yang pecah saja mas aku merasa ini suatu hal yang besar, mengapaa mas lujeng ingin menggantinya dengan uang pribadinya padahal aku sendri sudah mengatakan jika aku sudah memiliki uang untuk memblinya. Bukan tentang uangnya namun ini tentang sikap mas lujeng yang membuatku merasa ada yang lain dari sikapnya.
Mas lujeng bersikap seolah dia yang merasa harus bertanggung jawab atas cermin yang rusak itu. Hal itu mengingatkanku pada s5tiap kejadiana anak-anak saat merusak barang-barangku atau prabotan rumah. Mas lujeng pasti akan menggantinya dengan uang pribadinya karna dia merasa bertanggungjawab atas apa yang anak-anaknya lakukan. Mengapa dengan dimas dia melakukan hal yang sama? Sikap mas lujeng seprti teka-teki yang membuatku begitu penasaran.
Stelah selesai membereskan meja makan q gegas menyusul suamiku yang trnyata sudah menungguku diatas ranjang.
" Bund tidak usah bangunkan anak-anak ayah kangen bunda, kemarilah bun! " Suamiku menepuk bantal disebelahnya. Meskipun aku merasa berat namun demi kewajibanku aku melakukanya.
Kurang lebih empat puluh lima menit kegiatan kami diranjang dan kini suamiku sudah terlelap dialam mimpi. Aku menatap wajahnya yang terlihat begitu damai saat tertidur.
" Yaaah, apa yang kamu sembunyikan mengpa bunda merasa ayah semakin menjauh. " Gumamku lirih, aku yakin suamiku tak mendengarnya karna kini aku mendengar dengkuran halus darinya menandakan betapa lelapnya dia larut dalam alam mimpi.
Adzan subuh berkumandang aku sudah slesai dengan mandi junub dan melakukan kewajiban sebagai umat muslim. Seprti biasa selepas solat subuh aku keluar untuk membli sayur diujung jalan karna pedangan sayur didaerah kami tidak berjualan berkeliling menjajakan daganganya melainkan memilih mangkal diujung jalan yang kebetulan ramai karna disana memang tempat para pedagan berjualan. Tempat itu lebih mirip seprti pasar kecil karna ada banyak penjual yang menjajakan daganganya disana.
Dari mulai penjual nasi rames, sayur-sayuran dan aneka makanan lainya.
" Eeeh bu Karin mau belanja bu? " Tanya Mb wulan yang entah sejak kapan berada dibelakangku.
" Eh ada mba wulan, iya nih mb mau belanja. Mba wulan kapan pulang kemarin kata bu Anik ibu lagi tugas keluar. " Aku melihat wajah mba wulan yang sudah terlihat cantik dan fresh dipagi hari, apa lagi mba wulan memang trbiasa mengenakan make up mskipun dia ada dirumah.
Berbeda sekali denganku yang hanya memakai make up saat ada acara kondngan atau bepergian jauh saja. Ya namanya juga ibu rumah tangga, stiap hari berkuat dengan cucian dan asap dapur. Jadi menurutku lebih nyaman tanpa make up dan tampil apa adanya seprti kebanyakan ibu rumah tangga yang lain.
" Tengah malam tadi bu kirana. " Ujar mba wulan sambil berjalan mensejajarkan dirinya denganku yang awalnya berjalan didepanya.
" Tengah malam? Berati sama dong seprti ayahnya damar,beliau juga pulang tengah malam tadi. " Sesaat aku berfikir jauh dengan jawaban mba wulan, mengpa aku merasa kebtulan itu sangat-sangat menganggu nalarku.
" Oooh nggak bu wulan, pak lujeng lebih dulu. Saat saya turun dari taxi mobil pak lujeng sudah ada dihalaman rumah ibu dan rumah ibu sudah gelap. Malah saya fikir pak lujeng sudah pulang sejak siang. " Entah mengapa aku merasa lega dengan jawaban mba wulan.
" Ooh begitu. " Tak terasa kami sudah sampai dipejual sayur, aku mengambil ayam dan bebrapa ikat sayuran karna aku ingin membuat urap dan juga ayam goreng makanan favorit suamiku.
" Eeh mba wulan sama bu kirana kompak bener menu masakanya, sama-sama mau bikin urap dan ayam goreng niih! " Seru pak ujang penjual sayur saat kami tak sengaja memasukan belanjaan kami kekantung plastik.
" Suami saya suka urap dan ayam goreng. " Tanpa sadar kami megatakan kalimat yang sama sontak semua pasang mata menatap kami. Ah tidak lebih tepatnya menatap mba wulan yang memang berstatus janda.
" Naah kan kompak lagi, jangan-jangan suaminya orang yang sama. " Kekeh pak ujang, mungkin niatnya becanda namun entah mengapa aku merasa sakit mendengarnya.
" Eng, anu maksud saya almarhum suami saya suka sama ayam goreng dan urab. Hari ini entah mengapa saya ingi masak makanan kesukaan suami saya. Bu karina, pak lujeng suka urap sayur sama ayam goreng juga? "
" I-iyaa mba wulan,ayahnya anak-anak suka makan urap sayur dan ayam goreng. " aku berusha tersenyum meskipun hatiku merasa tidak terima. Padahal sudah jelas mba wulan mengatakan almarhum suaminya suka urap sayur dan ayam goreng.
" Idiiih saya baru sadar nih bu wulan rupanya udah kramas aja ni subuh-subuh. Eheeem pak lujeng kapan nyampe buu? " Celetuk bu imah yang terkenal suka keppo dan julid.
Aku dibuat malu dengan pertanyaan bu imah karna saat ini ibu-ibu yang lain bahkan tersenyum nakal menggodaku.
" Ya emang kalau keramas pagi mesti banget gitu malemnya abis tempur. Bisa aja kan bu karin kegerahan pas subuh jadi kramas, ya gak bu karin? " tanya mba wulan, entah mengapa aku merasa mba wulan sedikit keras nada bicaranya saat mengatakan itu .
" Astagaa kenapa aku trus saja berfikir buruk tentang mba wulan, sadar karin sadar kamu sudah berburuk sangka terhadap orang lain. Ucapan adalah doa, Na'uzubillah. " aku begumam dalam hati sambil bergidik. Membayangkanya saja membuatku takut.
Aku percaya suamiku adalah orang yang setia dan jujur. Lagipula mba wulan adalah tetangga baru kami bahkan mas lujeng dan mba wulan baru beberapa kali saja bertemu.
" Eeeh bu wulan malah bengong, ini mah jelas pasti semalem abis nganu, tuuh buktinya bu karin malah ngelamun. Pasti lagi keinget sama olahraga malem bareng pak lujeng. Iya kan bu karin? hahahaaaa "
Sontak semua ibu-ibu yang ada disitu tertawa mendengar apa yang bu imah katakan.
" Pak ujang ini uangnya trimakasih, ibu-ibu mari saya duluan. " Mba wulan terlihat tidak nyaman mendengar para ibu membahas tentang kegiatan ranjang, ah mungkin karna dia seorang janda.
" Bu wulan buru-buru amat ini bu karinya ditinggalin niih! " goda pak udin namun mba wulan mengabaikan itu.
Tak selang bebrapa lama akupun membayar belanjaanku dan pulang karna aku tak mau terlambat masak sarapan untuk suami dan anak-anakku.
Sepanjang perjalanan aku trus tringat ucapan mba wulan yang mengatakan suaminya suka urap dan ayam goreng. Entah kenapa sejak kemarin banyak sekali kebetulan -kebetulan yang membuatku berfikir dengan keras.
Sesampainya dirumah aku langsung mengolah bahan masakan yang aku beli di pak ujang. Tak butuh waktu lama untuk aku menyajikanya dimeja makan. Dimeja makan suami dan anak-anakku sudah menunggu aku menyajikan sarapanya.
" Waah bunda masak makanan kesukaan ayah niih! " ujar mas lujeng saat aku mengambilkan sepiring nasi beserta lauknya.
" Iyaa yah kan ayah 2 hari gak dirumah ayah pasti kangen masakn bunda kan? " ucapku sembari menyodorkan piring yang sudah trisi.
Sementara anak-anakku menunggu giliran untuk aku ambilkan lauk. Anak-anak hanya makan ayam goreng karna mereka memang tidak suka sayur.
Seprti biasa suamiku memuji masakanku saat suapan pertama. Seketika aku jadi teringat tentang mba wulan yang kebetulan masak menu yang sama.
" Oh ya yah tadi mba wulan juga belanja bahan yang sama, kata mba wulan suaminya suka sama urap dan ayam goreng. "
" Uhuuuk uhuuuuk, a-air mar uhuuuuk uhuuuk "
Mas lujeng sampai tersedak saat aku mengatakan tentang kesamaan makanan kesukaan suaminya mba wulan.
" Ayah pelan-pelan dong yaaah! " Celetuk damar sambil menyodorkan sgelas air untuk ayahnya.
Seketika aku trdiam, aku merasa sikap mas lujeng ada yang aneh.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!