NovelToon NovelToon

CINTA SHERINA

Cinta Sherina

"Aku kan udah bilang kalau kamu ngga usah repot-repot kaya gini Rin" Abi sebenarnya sudah tidak tau lagi bagaimana caranya untuk memberitahu Sherin agar tidak lagi membawakan makanan untuknya.

"Nggak papa kok Bi, aku sama sekali nggak merasa direpotkan" Sherin, wanita yang teguh dengan pendiriannya itu malah asik menata sarapan di meja kontrakan Abi, tanpa memperhatikan tatapan tak suka dari pria itu.

Sherin sudah sangat cekatan menyiapkan makanan untuk mereka berdua itu, karena sudah sekitar empat tahun belakangan ini, Sherin melakukan hal yang sama setiap harinya tanpa rasa bosan.

"Sebenarnya tujuan kamu melakukan ini semua untuk apa Rin??"

Sherin menghentikan tangannya, lali kini mata jernihnya menatap mata Abimanyu yang terlihat begitu jengah ketika menatapnya.

"Kenapa masih tanya lagi sih Bi?? Kan kamu udah tau aku kaya gini karena apa??" Sherin sudah biasa dengan tatapan Abi yang sering berubah-ubah itu. Kadang menatapnya jengah, kadang tak suka, kadang juga tatapan aneh yang Sherin terima. Tapi hanya satu yang belum pernah Sherin lihat dari tatapan mata Abi, yaitu tatapan cinta.

"Kamu nggak capek??" Tanya Abi lagi.

"Capek lah, ini udah hampir empat tahun aku nungguin kamu kaya gini loh Bi"

"Tapi aku udah bilang kan kalau aku nggak akan bisa terima perasaan kamu"

Lagi-lagi penolakan yang Sherin dapatkan. Meski tak memungkiri jika hatinya tetap saja sakit saat Abi menolaknya berkali-kali, tapi Sherin seolah telah kebal dengan semua itu.

"Tau, tapi aku belum tau alasannya karena apa. Kamu dari dulu cuma bilang nggak bisa nggak bisa tapi nggak ada alasan yang jelas. Jadi nggak ada salahnya kan kalau aku tetap berjuang untuk kamu Bi??"

Abi hanya diam saja, tak lagi menanggapi Sherin. Dia justru mulai menikmati sarapan yang di bawa oleh Sherin.

Meski Abi masih dingin sampai sekarang, tapi satu hal yang membuat Sheri bahagia. Abi tidak pernah menolak makanan atau permintaan sederhana Sherin, seperti ikut membonceng motor Abi untuk ke kampus, juga mengajak Abi untuk makan berdua di luar.

Itulah yang membuat gadis dua puluh dua tahun itu begitu yakin kalau lama-kelamaan Abi pasti bisa membalas perasaannya.

"Aku mau berangkat, piring kotornya biar di situ aja, nanti aku yang beresin kalau pulang dari kampus" Abi sudah beranjak berdiri.

"Eh, tunggu dong Bi" Sherin bergegas menyusul Abi ke depan. Pria jangkung itu sudah memakai helmnya sampai berbunyi klik saat Sherin menghampirinya.

"Jangan tinggalin aku dong Bi. Aku kan mau bareng kamu" Sherin masih kesusahan memakai sepatunya karena terburu-buru mengejar Abi.

"Kamu ngapain bareng aku?? Kamu di antar sopir kamu kan?? Lagian naik motor itu panas, nggak enak"

Sherin sudah bosan dengan alasan Abi yang itu-itu saja saat ingin menolak Sherin membonceng motornya.

"Pak Udin udah aku suruh pulang kok, kan aku emang sengaja mau bareng kamu. Biasanya juga kaya gitu"

Abi mengalihkan pandangannya dengan jengah. Dia merasa seperti sia-sia saja saat berbicara dengan Sherin. Gadis dari keluarga kaya raya yang manja dan keras kepala.

"Ya udah ayo naik!!" Abi menyodorkan helm yang biasa di pakai oleh Sherin.

Kenyataannya Abi tetap saja berangkat ke kampus dengan Sherin, walau sejak tadi berusaha menolaknya dengan berbagai alasan.

Sherin begitu menikmati saat-saat seperti ini. Membonceng motor bersama Abi, jarak paling dekat antara dirinya dengan Abi ya saat naik motor seperti itu. Makanya Sherin tidak pernah melewatkan kesempatan seperti itu. Sherin bisa bebas memeluk pinggang Abi tanpa adanya penolakan dari pria itu pujaan hatinya itu.

"Aku yakin lama-kelamaan kamu akan luluh sama aku Bi" Sherin menyandarkan kepalanya di punggung kokoh Abi. Meski pria itu jarang sekali memakai parfum, tapi Sherin suka aroma Abi yang sepertu baju baru di keluarkan dari lemari. Memiliki bau khas yang membuat Sherin betah berlama-lama dalam posisi itu.

Hanya butuh waktu sepuluh menit, merkea pun sampai di parkiran kampus tempat mereka menimba ilmu. Tempat dimana Sherin akhirnya mengenal Abi untuk pertama kalinya.

Mahasiswa sederhana tanpa sanak saudara yang memiliki otak cerdas dan itu semua bisa menarik perhatian Sherin yang notabennya putri dari keluarga kaya-raya.

Sherin yang sejak awal tertarik dengan Abi, memutuskan untuk mendekati Abi. Berbagai hal telah ia lakukan selama empat tahun ini untuk menarik perhatian Abi. Salah satunya dengan mengirim makanan untuk Abi seperti tadi pagi.

Tapi entah karena Sherin kurang menarik di mata Abi. Atau karena Abi sudah mempunyai pujaan hati yang lain, yang jelas Sherin belum mendapatkan hati Abi sampai detik ini.

Padahal, dengan wajah Sherin yang cantik serta tubuh idealnya, banyak sekali pria yang sengaja mendekatinya. Tapi seakan buta dan tuli, Sherin hanya terpaku pada satu laki-laki yaitu Abimanyu. Namanya hanya Abimanyu, tidak ada nama panjangnya lagi.

Meski Abi mempunyai wajah tampan, namun gadis-gadis lain terutama gadis dari keluarga kaya di kampusnya lebih sering memandang Abi sebelah mata.

Di jaman sekarang, mana ada wanita yang ingin hidup susah meski pria yang mereka cintai itu tampan. Begitulah mereka menilai tentang Abi.

Tapi itu semua berbanding terbalik dengan Sherin. Dia yakin kalau Abi kelak bisa mengubah hidupnya dengan otak yang pintar itu. Meskipun tidak....

"Aku nggak butuh Abi dengan uang yang banyak, karena aku sudah punya banyak uang. Yang penting aku bisa hidup dengan pria yang aku cintai"

Pikiran konyol itu sudah terpatri di benak Sherin. Kalau saja ada yang mendengarnya pasti akan mengatakan kalau Sherin hanya makan cinta, tak memikirkan masa depannya sama sekali.

Tapi itulah cinta sering membuat mereka lupa diri, sampai mengesampingkan harga diri. Tak sadar jika dia telah menjatuhkan harga dirinya depan laki-laki yang tak pernah memberikan jawaban atas ungkapan perasaanya.

"Makasih ya Bi, nanti kalau pulang bareng lagi ya??" Sherin menatap Abi dengan matanya penuh harap.

Abi tak menjawab, dia langsung pergi meninggalkan Sherin begitu saja. Menolak Sherin saat ini hanya akan membuang waktunya saja.

Perlu di ingat jika Sherin adalah gadis dengan seribu sanggahan jika Abi memberikan satu alasan.

"Hufffttt, sampai kapan aku harus menunggu kamu Bi. Sikap kamu kadang membuat ku bingung" Sherin memandang punggung pria itu yang semakin menjauh.

*

*

*

Hay hay readers ku tercinta....

Otor kembali lagi dengan karya yang tak jauh-jauh dari kata romantis dan bucin....

Mohon dukungan dan semangatnya ye readres 😘😘😘😘😘😘

Semoga karya otor yang baru ini bisa menemani hari-hari kalian seperti karya-karya otor yang sebelumnya...

HAPPY READING..... 😘😘😘😘

2. Sahabat terbaik

"Hay, pagi-pagi udah ngelamun aja. Mikirin apa??" Seseorang yang membuat Sherin terkejut karena tepukan pada bahunya itu adalah Ana, Sahabat Sherin semenjak SMA.

"Ngagetin aja kamu An" Desah Sherin.

"Pasti mikirin Abi. Udah bisa di tebak nih dari wajahnya" Goda Ana.

"Emang kelihatan banget ya??" Sherin memegang kedua pipinya.

"Ya apa lagi yang kamu pikirin selain itu. Hidup kamu itu terlalu sempurna untuk dipikirkan terlalu dalam kecuali masalah cinta, ya kan??"

Ana tau jelas bagaimana perasaan Sherin pada Abi. Ana juga tau bagaimana perjuangan Sherin untuk mendapatkan hati Abi.

"Udah ah, nggak usah dipikirin. Nanti siang temenin aku jalan yuk. Aku mau beli sesuatu"

"Ya udah ayo, apakah yang enggak buat tuan putri"

Sherin dan Ana adalah dua sahabat sejak di bangku SMA. Merkea kuliah juga di kampus yang sama dengan prodi yang sama juga.

Meski status sosial keduanya begitu berbeda, karena Ana hanyalah anak yang berasal dari panti asuhan, namun Sherin tidak pernah memandang rendah Ana. Dia justru yang terus membantu Ana untuk mendapatkan beasiswa di kampusnya itu.

Sherin juga yang merekomendasikan Ana magang di salah satu perusahaan milik orang tuanya tanpa Ana ketahui.

Baginya, Ana adalah satu-satunya sahabat yang mengerti dirinya. Ana selalu ada kapanpun Sherin membutuhkannya.

"Kalung kamu baru lagi Rin??" Tanya Ana saat mereka duduk di taman kampus. Mereka sedang menunggu dosen pembimbing mereka karena besok adalah jadwal sidang skripsi mereka.

Ana di buat penasaran dengan kalung berliontin seperti setetes embun yang baru pertama kali Ana lihat di pakai oleh Sherin.

"Oh ini oleh-oleh dari teman Mama yang baru pulang dari luar negeri minggu lalu. Bagus nggak??" Sherin memegang liontinnya.

"Bagus, cocok sama kamu. Cantik" Ana tampak takjub melihat kalung berwarna silver yang melekat pada leher jenjang Sherin.

Sherin yang melihat tatapan kekaguman Ana itu lalu mulai melepas kalung di lehernya itu.

"Kamu mau coba??"

"Ah, e-enggak kok Rin. Aku cuma mau lihat aja" Ana menolak kalung yang sudah di ulurkan oleh Sherin itu.

"Nggak papa, coba mana aku pasangkan, sini!!" Sherin menggeser tubuh Ana dengan paksa dan memasangkan kalung itu di leher Ana.

"Bagus kok, cocok buat kamu" Puji Sherin dengan jujur.

Tapi Ana malah buru-buru melepas kalung itu dan mengembalikannya pada Sherin.

"Loh kenapa Na??"

"Mana ada aku pantas pakai kalung mahal kaya gitu Rin. Aku tu cum..."

"Ana, udah stop ya!! Aku udah berkali-kali bilang sama kamu kalau kamu itu sama aja kaya aku dan yang lainnya. Jangan suka merendah diri hanya karen status sosial kamu. Kamu tetap sahabat aku!!" Tegas Sherin pada sahabatnya yang kini hanya bisa menunduk itu.

"Sekarang, kamu pakai aja kalungnya. Lagian aku juga nggak terlalu suka" Bohong Sherin, karena sebenernya dia menyukai kalungnya itu. Dari model dan bentuk liontinnya begitu Sherin sukai.

Tapi melihat Ana, sahabatnya yang terlihat menyukai kalungnya itu, maka Sherin lebih memilih memberikannya pada Ana.

Hidupnya jauh lebih beruntung dari Ana. Bisa saja dia membeli kalung seperti itu atau lebih bagus dari itu jika dia mau. Tapi tidak dengan Ana.

"Tapi Rin..."

"Udah, ayo pakai lagi" Sherin membantu Ana memakai kalungnya lagi.

Binar bahagia di mata Ana justru membuat hati Sherin lebih bahagia daripada saat menerima kalung itu.

"Makasih Sherin"

"Sama-sama Ana"

*

*

*

Siang harinya, Ana benar-benar menemani Sherin ke mall. Entah apa yang Sherin cari, karena sejak tadi dia hanya tersenyum malu saat Ana menanyakannya.

"Kalau yang ini bagus nggak menurut kamu An??"

"Kamu mau beli jam tangan cowok buat siapa?? Abi??" Tebak Ana, karena sejak tadi Sherin memilah beberapa jam keluaran terbaru dari merk ternama.

"Hehe, iya. rencananya ini buat hadiah sidangnya besok. Gimana, bagus nggak??" Tanya Sherin lagi. Dia ingin memberikan hadiah yang berkesan di momen penting pria itu.

"Bagus sih, apalagi harganya mahal"

"Tapi menurut kamu, Abi bakal suka nggak ya??" Sherin tiba-tiba murung membayangkan jika Abi akan menolak hadiah darinya.

"Di coba aja dulu, kan nggak akan tau reaksinya gimana kalau nggak di coba. Tapi kayaknya dia nggak bakalan nolak deh kalau hadiah dari kamu biasanya kan juga gitu"

Sherin mengangguk senang mendengar pendapat dari Ana. Itu yang Sherin sukai dari Ana. Sahabatnya itu sering kali memberinya masukan yang membuatnya yakin akan keraguannya.

"Ya udah deh, aku ambil yang ini aja" Sherin akhirnya membayar jam tangan yang menurut Ana sangat mahal itu.

Jika di ukur untuk dirinya, harga jam tangan itu cukup untuk biaya hidupnya beberapa bulan ke depan.

"Habis ini kita makan dulu ya An, pasti kamu udah lapar kan??" Sherin berjalan sambil memasukan kartu kreditnya lagi ke dalam dompet, jadi dia tidak memperhatikan jika Ana telah masuk ke dalam toko pakaian di samping outlet jam tangan tadi.

"Loh An??" Sherin celingukan mencari keberadaan Ana, namun toko yang Ana masuki tadi berdinding kaca yang lebar, jadi Sherin bisa melihat keberadaan sahabatnya tadi.

"Gimana Kak?? Jadi ambil yang ini??" Tanya karyawan itu pada Ana.

"Enggak kok Kak, saya cuma lihat-lihat aja. Lagian uang saya nggak cukup buat beli baju ini"

"Saya ambil bajunya untuk sahabat saya Kak, tolong di kemas ya. Ini kartunya"

Ana terkejut dengan keberadaan Sherin yang sudah ada di sampingnya sambil mengulurkan sumber uangnya kepada karyawan tadi.

"Baik Kak, silahkan tunggu sebentar"

"Kamu apa-apaan sih Rin?? Aku kan cuka lihat-lihat aja. Aku nggak mau beli baju itu" Ana tiba-tiba memandang Sherin dengan sedih.

"Aku tau kamu suka sama baju itu Ana. makanya aku beli buat kamu. Aku beneran nggak papa kok, nggak ada maksud lain juga"

"Tapi aku udah banyak ngerepotin kamu Rin. aku nggak mau di anggap memanfaatkan kebaikan kamu" Ana menunduk malu kepada sahabatnya itu.

"Nggak akan ada yang bilang kaya gitu, percaya sama aku" Sherin merangkul bahu Ana.

"Udah ah, ayo cari makan"

*

*

*

Mereka berdua sudah duduk di salah satu restoran jepang yang menjadi favorit Sherin. Dia memilih makan di sana karena setau dia, Ana juga menyukai menu makanan di sana.

Keduanya tampak bersendau gurau seperti tak ada beban apapun di dalam hidupnya.

Drett... drett...

Sherin tan sengaja melihat ke ponsel Ana yang bergetar di sampingnya. Namun dengan cepat Ana meraihnya kemudian mematikan ponselnya.

"Kenapa nggak di angkat An??"

"E-enggak penting kok. Ayo makan lagi"

Sherin hanya mengangguk kemudian menyempit nasi yang di balut rumput laut itu ke dalam mulutnya.

Namun sekali lagi ponsel Ana bergetar. Lagi-lagi orang yang sama yang menghubungi Ana. Dan yang membuat Sherin semakin menatap Ana dengan aneh adalah, Ana kembali menolak panggilan itu.

"A.. Siapa A An??" Tanya Sherin pada Ana tentang orang yang hanya di beri inisial A oleh Ana.

"B-bukan siapa-siapa kok. Cuma temen" Jawab Ana dengan gugup.

"Teman?? Siapa teman Ana gang pakai inisial A??"

A for Abi

Sherin yang baru saja keluar dari ruang sidangnya merasa begitu bahagia. Dia ingin segera menemui Ana yang tadi mendapat giliran terlebih dahulu. Dia ingin berbagi kebahagiaan karena telah selesai menempuh sidang akhir skripsinya. Itu artinya, sebentar lagi mereka akan mendapatkan gelar sarjana. Dia juga belum sempat memberikan hadiah jam tangan untuk Abi yang ia beli kemarin. Karena Abi berada di ruang sidang yang lain.

Tapi, Sherin merasa heran. Dia tidak menemukan Ana di sana. Seingatnya, saat dia masuk ke dalam, masih ramai mahasiswa yang menunggu diluar. Tapi sekarang terlihat sepi dan hanya tinggal beberapa.

"Hay, lihat Ana nggak??" Tanya Sherin dengan ramah pada salah seorang mahasiswa yang menunggu giliran sidang juga.

"Pergi ke lapangan basket, katanya ada yang mau menyatakan cinta gitu. Tapi nggak tau siapa??"

"Menyatakan cinta??" Gumam Sherin.

"Ya udah, makasih ya"

Sherin bergegas pergi dari sana. Bibirnya mengulas senyum saat menatap jam tangan yang telah di bungkus dengan rapi du sebuah kotak berwarna navy dengan pita putih di atasnya.

"Semoga Abi suka" Gumamnya lagi.

Kakinya membawa Sherin melangkah menuju lapangan basket dimana Ana berada. Dia juga tidak tau kenapa Ana tidak menunggunya keluar dari ruang sidangnya dan malah lebih tertarik pada pernyataan cinta yang entah dari siapa dan untuk siapa.

Sherin berusaha menerobos kerumunan mahasiswa yang melingkari sebuah objek di tengah sana. Dia juga ikut penasaran melihat betapa ramainya orang-orang yang akan menjadi saksi atas cinta mereka.

"Jawab aku Ana"

Sherin bisa mendengar dengan jelas suara itu menyebut nama Ana. Tapi yang lebih mengejutkan, Sherin hafal betul suara itu milik siapa.

"Terima...."

"Terima...."

"Terima..."

"Terima..."

Suara riuh itu semakin membuat Sherin gusar. Dia menerobos kerumunan itu dengan sekuat tenaga.

"Iya, aku mau Abi"

Deg...

Tepat saat jawaban itu keluar dari si wanita. Sherin berhasil menembus benteng yang terbuat dari kerumunan mahasiswa itu.

Sherin tertegun melihat pemandangan di depannya. Objek yang sejak tadi menjadi pusat perhatian orang-orang.

Dimana Abi, pria yang dicintainya selama empat tahun itu sedang berlutut di hadapan Ana, sahabatnya dari SMA.

"A-apa maksudnya ini, Ana??"

Bunga mawar yang baru saja Ana terima dari Abi mendadak jatuh begitu saja saat Ana mendengar suara Sherin.

"S-sherin" Gagap Ana. Wajahnya yang semula tersenyum malu menjadi memerah karena ketakutan dan rasa bersalah.

"Abi, ini maksudnya apa??" Sherin tentu bukanlah gadis yang bodoh karena tidak tau dengan apa yang sedang terjadi di depannya antara sahabat dan pria yang dicintainya itu.

Tapi Sherin ingin mendengar kenyataan yang akan membuatnya yakin jika apa yang ia lihat itu bukanlah mimpi atau sekedar tipuan.

Bolehkah Sherin berharap jika Abi setelah ini akan menghampirinya dengan bunga mawar yang telah jatuh tadi dan berteriak "PRANNNKKKK"

Tapi semua itu tampaknya hanyalah harapan Sherin saja karena setelah itu, dia melihat Abi yang berdiri dari posisi berlututnya kemudian meriah tangan Ana ke dalam genggamannya.

"Biar aku yang jelaskan"

Sherin bisa dengan jelas mendengar apa yang Abi bisikkan pada Ana.

"Maafkan aku Sherin, tapi apa yang kamu lihat sekarang ini adalah kebenarannya. Ana adalah gadis yang aku cintai sejak dulu. Jadi mulai sekarang, aku harap kamu ngerti dan bisa sedikit menjaga perasaan Ana"

Tes...

Air mata yang Sherin bendung sejak tadi akhirnya lolos juga. Seiring dengan hati Sherin yang di gores oleh Abi dengan pedang yang tajam.

"E-enggak, nggak mungkin. Kalian pasti bohong kan?? Ana, kamu bohong kan sama aku?? Kamu tau kan perasaan aku sama Abi gimana?? Kamu nggak mungkin mengkhianati persahabatan kita kan??" Sherin masih mencoba mengelak.

Sementara Ana hanya menunduk dengan bahu yang bergetar.

"Cukup Sherin!! Aku mohon kamu mengerti. Aku sudah lama menyukai Ana. Dan baru sekarang dia mau menerima perasaan ku" Tegas Abi pada Sherin dengan tatapan yang biasa Sherin lihat, yaitu tatapan tak suka.

"Tapi kenapa Abi?? Kalian berdua tau betul perasaan ku gimana. Kenapa kalian tega??"

Sherin tak peduli lagi jika dirinya yang terlihat menyedihkan itu jadi tontonan banyak orang.

"Jadi, alasan kamu nggak bisa menerima cinta ku itu karena Ana??" Abi mengangguk menjawab Sherin.

"Tapi kenapa kamu nggak bilang dari dulu??"

"Itu karena Ana yang melarangnya, dia nggak mau membuat kamu sakit hati"

Sherin justru tersenyum kecut. Betapa malunya dia karena setiap hari dia menceritakan tentang perasaannya pada Ana. Tapi ternyata, Ana adalah wanita yang Abi cintai.

"Na, kamu tega" Lirih Sherin menatap Ana. Air matanya menjadi saksi betapa remuknya hari Sherin saat ini.

"Udahlah Sherin, lo jangan merasa paling tersakiti di sini. Udah cukup lo menggunakan kekuasaan untuk menekan Ana biar selalu nurut apa kata lo"

Sherin menoleh ke belakang, menatap wanita yang tiba-tiba saja menyentilnya dengan ucapan yang membuat Sherin tak paham sama sekali.

"Maksud kamu apa??"

"Halah, nggak usah ngelak deh. Sudah cukup lo menjadikan Ana banyang-bayang lo jadi budak lo selama ini. Dari dulu lo selalu maksa Ana untuk menerima barang-barang mahal dari lo hanya untuk mengekangnya kan?? Lo mau buat Ana merasa berhutang budi sama lo, dengan begitu, lo bisa menahan Ana sampai kapan pun kan??"

"Aku nggak ngerti apa yang kamu bicarakan Lula" Memang apa yang Lula katakan tadi belum masuk ke otak Sherin.

"Ngeri sih kalau punya sahabat kaya lo. Gayanya sok kasih barang mahal, di ajak shoping, makan di restoran mahal, tapi itu cuma buat nahan Ana supaya tetap jadi budak lo kan?? Jangan mentang-mentang kaya jadi lo bisa menginjak-injak orang miskin kaya kita!!"

"Cukup Lula!! Aku nggak kaya gitu!!"

"Apa yang gue katakan itu benar kan Na??" Lula yang tak terima bantahan dari Sherin akhirnya meminta jawaban dari Ana.

"Ana, apa yang Lula katakan itu nggak bener kan?? Kamu tau kan kalau aku nggak pernah minta kamu buat yang aneh-aneh, apalagi menjadikan kamu budak. Itu jelas bohong kan Ana" Suara Sherin makin meninggi.

"Jangan bentak Ana seperti itu Sherin!!"

Hatinya semakin berdarah-darah saat Abi justru membela Ana.

"M-maaf Sherin. Bukannya kamu tau kalau aku nggak pernah mau menerima barang-barang dari kamu, tapi kamu selalu memaksa aku. Padahal kamu tau sendiri kalau aku nggak pernah tertarik sama barang-barang mahal kaya gitu. Kamu juga selalu minta kau buat temenin kamu kemana-mana, nggak boleh jauh-jauh dari kamu. Kamu juga selalu membawa aku pergi kemanapun saat kamu pergi sama Abi. Kamu nggak tau perasaan ku saat itu kan?? Aku sakit melihat kamu bergelayut manja sama Abi, pria yang aku cintai"

"Tapi kamu tetaplah Sheri yang selalu hanyut dalam dunia kamu sendiri. Kamu nggak pernah peka sama perasaan aku. Kamu selalu menganggap apa yang kamu lalukan itu benar. Kamu selalu menganggap kalau perasaan kamu itu yang paling utama. Kamu yang membanggakan perasaan kamu sama Abi di depan aku yang sebenarnya wanita yang Abi cintai. Itulah yang buat aku akhirnya mengubur dalam perasaan ku sama Abi. Karena aku tau kalau kamu menyukainya dan aku bisa apa karena hanya wanita yang tak punya apa-apa apalagi banyak berhutang budi sama kamu"

Sherin semakin di baut terperangah dengan jawaban dari Ana. Padahal dari dulu, Sherin selalu memberikan barang-barang yang ia sukai kepada Ana karena sahabatnya itu selalu menyukai apa yang ia pakai.

"An, tap..."

"Sahabat macam apa sih lo Rin?? Sampai lo bisa buat Ana yang sebatang kara ini tidak bisa menyuarakan isi harinya. Bahkan sampai makan pun harus kamu yang mengaturnya. Parahnya lagi, kamu bisa-bisanya mengajak Ana menemani kamu jalan sama Abi. Apa kamu nggak mikirin perasaan Ana kaya gimana, padahal dia juga suka sama Abi"

Sherin semakin menggelengkan kepalanya. Menilai apa yang Lula katakan itu.

Entah apa yang Ana katakan pada Lula sampai dia memandang Sherin seperti itu.

"Sudah cukup!!" Abi menghentikan Lula.

"Sekarang, kamu sudah tau semuanya Sherin, jadi aku mohon untuk melepaskan Ana. Jangan kekang dia lagi dengan aturan-aturan yang kamu buat dengan iming-iming kemewahan yang kamu berikan. Aku tidak pernah menyukai itu. Seandainya bukan karena permintaan Ana, aku juga nggak akan mau berpura-pura baik di depan kamu"

"Kamu mau tau kan alasan kenapa aku nggak pernah kasih kamu jawaban?? Aku mencintai Ana, itulah alasan kenapa aku tidak pernah bisa menerima mu"

Nyes....

Abi kembali menyayat harinya. Dia masih bingung dengan apa yang mereka semua katakan tentang dirinya.

Apalagi tentang pengakuan Abi yang selama ini ternyata dia hanya berpura-pura baik didepannya karena permintaan Ana.

"Apa yang sebenarnya kamu katakan sama mereka An??"

"Maaf Rin, aku benar-benar nggak tahan lagi"

Deg...

Sherin masih belum tau, apa yang membuat Ana tak tahan berada di dekatnya. Padahal Sherin selalu mencoba menuruti apa yang Ana inginkan.

"Jadi, A itu Abi?? Benar begitu An?? A for Abi??" Sherin menginat siapa yang menelepon Ana dengan inisial A dan sebuah emoticon love berwarna merah di sebelahnya.

"Maafkan aku Sherin"

Kata maaf itu sudah cukup membuat Sherin mengerti.

"Kamu tega sama aku An, kalian berdua tega"

Brakk....

Sherin melempar kotak berwarna biru yang dia siapkan untuk Abi itu.

Kemudian dia berbalik meninggalkan kedua orang yang di beri predikat pengkhianat oleh Sherin itu. Membawa semua luka yang baru saja ia terima dari sahabat dan cinta pertamanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!