Cyra Nadira
Kata orang, keberuntungan akan berpihak pada cewek cantik. Tapi boro-boro beruntung, yang ada malah buntung! Entah sudah ketentuan takdir atau hanya sebatas kebetulan, ia harus bertemu dengan sosok pria galak yang selalu bikin jantungan. Untung ganteng, jadi Cyra bisa mengurangi tingkat emosinya.
Zaki Salman
Paling anti dengan cewek ceroboh. Anehnya ia malah terlibat masalah dengan cewek yang bikin kepalanya pusing tujuh keliling. Sampai-sampai ia menyumpah, mendingan kejedot tembok sepuluh kali dari pada berurusan dengan si cewek aneh.
(Hay guys, ketemu lagi sama aku Emma Shu, ini cerita terbaruku. masukin favorit yak)
••••••
Cyra mulai tak sabar mengantri diantara sederet orang yang membeli karcis di lubang tikus tempat penjualan tiket. Film Hollywood terbaru yang sering menjadi bahan perbincangan di televisi akan tayang. Cyra tidak sabar ingin segera menonton. Sudah dua bulan ia menanti saatnya film itu tayang, trailernya keren banget, bikin penasaran. Wajar saja di penayangan perdana ini, calon penontonnya berjubel. Tak hanya dirinya saja yang antusias, bahkan teman-teman kampusnya, senior dan junior kampusnya ada di sekitar sana. Ada yang sudah memegangi karcis, ada juga yang masih mengantri.
“Duuuh… Bisa cepetan dikit nggak?” Cyra mendorong punggung pria di hadapannya.
“Sabar, Mbak!” Pria berkumis menoleh.
Cyra meneguk minuman kemasan botol dengan gerakan kesal, mengurangi kekeringan di kerongkongan.
Mulai jengah melihat desakan yang semakin berjubel, Cyra meremas botol di tangannya hingga kemasannya mengeriput dan berujung fatal. Crooot…! Air dalam botol kemasan pun muncrat, tepat menyiram wajah cowok yang berdiri di dekat Cyra.
Hah? Cyra kaget. Sebenarnya yang wajib kaget bukan Cyra, melainkan pria yang mukanya jadi seperti tempat pembuangan air comberan.
Pria bertubuh tinggi itu sontak mengusap wajahnya, menatap air warna orange yang menetes-netes di kemeja dadanya. Bajir. Benar-benar banjir. Untung saja ia sedang berada di tempat umum, kalau di tempat sepi, sudah ia cekik gadis penyiram mukanya yang sekarang nyengir lebar seperti merasa tak berdosa. Pria yang tak lain memiliki nama Zaki itu memasang ekspresi tersadis.
Namun bukannya takut, Cyra malah memperlebar senyum demi meraih kata maaf dari pria itu. oh tidak, pria itu dijamin tidak akan memberikan maaf. Lihat saja, ekspresinya saja sudah sangat sangar sekali, siap memuntahkan kata-kata amarah.
“Apa-apaan ini? Kenapa kau tumpahkan minumanmu di mukaku? Kau lihat muka jadi begini?” Pria berwajah galak itu menghadap Cyra dengan tatapan sangat tajam.
Jiah, dia marah. Untung ganteng. Cyra membatin.
“Kau pikir mukaku ini apa? Comberan? Seenaknya kau siram dengan minumanmu itu?” gertak pria itu semakin emosi, mengundang perhatian orang-orang di sekitar sana.
Glek. Cyra menelan sangat kuat. Salivanya seperti bongkahan batu. Otaknya mulai bekerja, apa yang harus ia lakukan untuk menurunkan tingkat emosi pria garang itu. Waw, ekspresi dan nada bicaranyasaja sudah sangat menusuk. Gila parah, tuh cowok emosinya tingkat dewa.
Pandangan Cyra mengeliling. Mukanya mulai menegang, malu. Bisa hancur reputasinya jika dimaki-maki di depan umum begini. Masak sih gadis populer, model kampus secantik dirinya harus menanggung malu begitu? Dia akan menjadi bahan gossip di kampus andai saja para penghuni kampus yang turut menyaksikan menyebarluaskan kejadian memalukan itu. lalu Cyra harus bagaimana ini? Kalau ada lem, sudah Cyra lem mulut pria yang bocor halus itu, kalau ngomong nggak punya rem.
“Kau harus…”
Ucapan pria itu terputus. Bukan karena kehabisan kata-kata, melainkan karena bibir Cyra yang tiba-tiba mengecup pipi pria itu.
Tersentak, pria itu seketika membeku di tempat. Tubuhnya mendadak kaku seakan tidak bisa digerakkan. Ada apa dengan organ tubuhnya? tindakan Cyra memberikan sensasi aneh yang membuatnya terbuai hingga ia hanya bisa diam mematung. Nyaris kehilangan akal.
Dasar lambe, setelah ini Zaki berjanji akan menaboki bibirnya yang telah lancang berkhianat pada tuannya, malah diam tak mau meneriskan kemarahan.
“Jangan marah-marah, sayang! Maaf, nggak sengaja.” Cyra ngeles sembari tersenyum lebar.
***
“Aw!” Cyra memegangi bibirnya yang tanpa sengaja malah terantuk gigi. Sudah hampir setengah jam ia membasuh bibirnya itu dengan air dan mengusap-usap sampai hampir lecet. Ia menatap wajahnya yang basah di cermin. Kemudian membasuh wajah itu kembali dengan air.
Kalau bukan demi menjaga harga diri supaya tidak dimaki-maki di depan umum, Cyra tidak akan mungkin menghilangkan keperawanan bibirnya pada pria asing itu.
Eh, tapi apa bukannya harga dirinya malah jadi jatuh dengan tindakan konyolnya itu? Ah, bodo amat. Yang penting ia terbebas dari makian pria itu.
Oh ya ampun, pria itu sudah membuatnya gagal menonton film Hollywood yang tayang perdana di bioskop. Gara-gara kejadian gila itu, Cyra jadi kehabisan tiket. Pria itu mungkin juga kesal karena alasan yang sama, kehabisan tiket. Tapi kenapa Cyra malah jadi memikirkan nasib pria itu yang jadi gagal nonton? Nggak guna.
Cyra menghentak-hentakkan kakinya di lantai kamar mandi saat mengingat bibirnya yang bersentuhan dengan bibir pria itu. Kenapa bayangan itu terus-terusan berkelebat dalam pikirannya? Bagaimana atidak? Kali pertamanya dalam hidupnya.
Gila!
Cyra menghambur berlari keluar kamar mandi lalu membanting tubuhnya ke spring bed. Seharusnya dia berada di kursi bioskop sekarang, tapi yang terjadi malah berguling bebas di atas kasur.
Sial!
***
Tbc
Jangan lupa masukin ke favorit ya biar kalian dapet pemberitahuan kalau cerita ini update. Tombol like menanti. kwkwk..
Buat yang mau tau novel novelku, kalian boleh kepoin instagramku @emmashu90
Di instagram aku sering menyapa readers, juga posting pemberitahuan tentang novel novelku, baik yang bakal naik cetak versi buku maupun jam terbang updetan cerita.
O ya, di sini siapa yang udah baca Holy Marriage?
Pasti nggak asing lagi sama aku kan?
Kalau boleh tahu, boleh dong kalian kasih tau di kolom komentar asal kalian dari mana, aku pengin tahu readersku dari mana aja sih asalnya.
Aku cuma pengen kenal deket aja, gak salah toh? he he he he he he...
Salam dari Emma Shu yah.. Jangan bosrn sama karyaku. Kalian luar biasa, the best deh.
thank you buat yang selalu stay tun ama karyaku.
Ini cerita khusus buat kalian
Luph,
Emma Shu
Luph luph luph luph luph luph luph luph
Luph luph luph luph luph luph luph luph
Luph luph luph luph luph luph luph luph
Luph luph luph luph luph luph luph luph
Luph luph luph luph luph luph luph luph
Ding dong…
“Iya sebentar.” Cyra menyahuti bel pintu yang bordering. Bagaimana mungkin penekan bel di luar mendengar suaranya. Rumahnya terlalu besar untuk menampung suaranya.
Ding dong..
“Duuh… Nggak sabaran banget, sih.” Cyra menggerutu sembari tergesa-gesa menuju pintu. Sekilas ia melirik arloji yang melingkar di pergelangan mungilnya. Jam tujuh. Yang kerap bertamu di jam segitu adalah Rere, sahabatnya. Sahabatnya itu pasti akan numpang mkan sebelum mengajaknya pergi ke kampus. Maklumlah, Rere adalah anak kost, semuanya serba ngirit. Numpang makan di rumah Cyra sudah menjadi kebiasaan baginya. “Dasar si pesek! Pasti kumat lagi mau makan sebakul. Nggak bisa agak siangan dikit apa nyamperin kesini?”
Cyra tersenyum saat menerima ide konyol yang menghampiri kepalanya. Ia punya cara untuk ngerjain sahabatnya itu. Cyra menyambar baskom berisi air yang sedang digunakan Bik Mey untuk mengelap kaca jendela yang ia lintasi.
“Eh Non, mau dibawa kemana itu baskom saya?” Bik Mey protes.
“Pst… Cari gantinya aja, Bik. Ini kupakai.” Cyra menyahuti sambil melenggang menuju ke depan.
Sebelumnya, Cyra mengintip dari jendela, melihat siapa yang datang. Takut salah orang. Benar dugaannya, motor bebek milik Rere terparkir di halaman rumah.
Oke, Cyra memulai aksinya. Sekarang ia sudah berdiri di depan pintu sambil memegangi handle.
“Satu… dua… tiga…” bisiknya kemudian membuka pintu lebar-lebar.
Byurrr!
Sosok yang berdiri di ambang pintu basah kuyup oleh siaraman air. Cyra tergelak sampai matanya terpejam, satu tangan memegangi perut akibat terpingkal-pingkal. Rere pasti sudah mirip seperti tikus kecebur got.
“Astaga!”
Hah? Lagi-lagi, Cyra terkejut dan tawanya langsung terhenti. Suara yang ia dengar barusan bukanlah suara Rere, melainkan suara bariton yang sepertinya tidak asing di telinga Cyra. Eh lha suara siapa itu? Cyra menegakkan tubuhnya yang terbungkuk, kelopak matanya mulai terbuka.
Deg!
Yah, salah sasaran. Kok, malah pria galak itu yang kini ada di hadapannya dengan kondisi mengenaskan? Tubuh depannya basah kuyup. Yieeek… itu kan air bekas kain lap? Untuk ekdua kalinya pria ganteng itu menerima siraman air dari Cyra. Kok ya bertamu di saat tidak tepat begini? Eh tunggu, mau apa pria itu datang menemuinya ke rumah? Mau minta pertanggung jawaban atas pencurian ciuman di bioskop malam itu?
Rere yang sedang jongkok memperhatikan bannya yang kempes, hanya melongo memperhatikan interaksi antara Cyra dan si pria basah kuyup.
Zaki mengusap wajahnya yang basah dengan telapak tangan. Ia mengangkat wajah dan menatap Cyra dengan tatapan tajam menusuk. Gadis ini lagi! Zaki jengah dengan kesialan yang kerap menimpanya setiap kali bertemu gadis itu.
“Sial!” geram Zaki sembari menatap tetes-tetes air dari wajah ke dadanya. Pagi-pagi begini, ia mesti disiram air bau apek. Ia sudah mandi tadi. Lalu apakah ia harus mandi lagi?
Brrr…. Suasana dingin pagi hari ditambah sejuknya air yang menempel di tubuhnya, membuatnya jadi kedinginan. Ribuan sumpah serapah ia lantunkan dalam hati. Kalau Tuhan member satu kesempata doa yang pasti dikabulkan, maka Zaki akan memohon supaya Tuhan tidak mempertemukannya dengan gadis konyol yang sekarang memperlihatkan tampang lempeng itu di hadapannya.
“Apa kau nggak bisa…. “ Baru saja Zaki hendak mengeluarkan umpatan pedas, Cyra keburu duluan memotong ucapannya.
“Kamu dateng ke rumahku bawa koper? Mau ngapain? Nginep?” Cyra menatap heran pada koper besar yang ditenteng pria itu.
Entah kenapa Zaki tidak jadi meneruskan kalimat emosinya yang tadi sudah berkelebatan di kepala, siap untuk dimuntahkan. Ia malah ikut memperhatikan koper yang ia pegang.
“Ini rumahmu?” tanya Zaki masih dengan ekspresi kesal.
Nih cowok nggak bisa ya mukanya agak manis dikit? Bawaannya garang mulu. Cyra membatin. Bagaimana mungkin Zaki tidak pasang muka sebal, Cyra sudah dua kali melakukan kesalahan yang sama.
“Iya. Ini rumahku.” Cyra menunjukkan ekspresi meyakinkan, memang benar yang sedang ia pijak itu adalah rumahnya. Pandangan Cyra kini tertuju kepada mobil yang bertengger di luar gerbang rumahnya.
“Itu mobilku,” jelas Zaki mengikuti arah pandang Cyra.
“Ooh…”
Kirain Pria itu datang boncengan bersama Rere. Kok, mereka bisa datang bersamaan. Tentu saja perkiraannya itu salah, karena ternyata Zaki dan Rere menggunakan kendaraan yang berbeda.
“Aku mau tanya alamat ini.” Zaki menunjukkan sebuah kertas yang di sana tertulis sebuah alamat.
“Ooh… itu.. Emangnya kenapa dengan alamat rumah itu?”
Ya ampun, nggak bisa ya nggak usah nanya balik gitu? Kepo amat? Zaki hampir saja *** mulut Cyra kalau saja kesabarannya sudah habis.
“Aku mau kost di alamat itu,” jawab Zaki terpaksa. Sebenarnya ia malas memberikan penjelasan itu, tapi mau bagaimana lagi. Ia sedang butuh. Kalau tidak salah alamat, rumah kost yang dimaksud dalam secarik kertas itu adalah rumah yang sekarang ia pijak.
“Oh eh mm… gitu.” Cyra sekilas memperhatikan penampilan rapi Zaki. Pria berpenampilan style begitu kok mau ngekost? Kenapa tidak tinggal di apartemen, atau vila gitu?
“Ini hanya untuk sementara waktu sebelum proses jual beli rumah yang dibeli orang tuaku deal.” Terpaksa Zaki menjelaskan meski sebenarnya ogah banget mengutarakan hal itu.
“Harus ya ngekost di alamat itu?”
“Kudengar kos-kosan yang dekat dengan rumah yang dibeli orang tuaku di dekat sini. Itulah alasannya. Ah, ya sudahlah kalau kau nggak tahu alamat itu. percuma!” Zaki balik badan.
“Eh tunggu, kamu datneg ke alamat yang tepat. Inilah rumah kost yang kamu cari.”
Zaki kembali balik badan.
“Ya udah, ayo masuk!” Cyra mempersilakan dengan senyum lebar, berusaha melenyapkan ekspresi masam di muka pria itu. Tapi sampai detik ini, muka tuh cowok tetap asem. Nggak ada manis-manisnya.
Zaki melenggang masuk menarik kopernya.
Rere yang sejak tadi jongkok di depan ban motor sembari memeperhatikan obrolan antara Cyra dan Zaki pun melongo kayak kena sambet jin. Setelah tersadar dari melongo, Rere menghambur mendekati Cyra.
“Rumah lo kan bukan tempat kost, kok lo ajakin tuh cowok ngekos di rumah lo, sih?” tanya Rere polos. Kayak nggak kenal Cyra aja, paling jahil dan suka ngerjain orang.
“Sssst, jangan sampe kedengeran tuh cowok. Lo nggak usah banyak tanya. Jangan protes dan jangan bongkar rahasia.”
“Kebiasaan lo, ngerjain orang mulu. Mau lo apain tuh cowok ganteng? Mau lo ajak ena-ena?”
“Ngawur! Jeplak aja kalo ngomong! Lo pikir gue cewek apaan?”
“Hehee… Canda. Gitu aja ngambek.” Rere menggeret lengan Cyra memasuki rumah.
“Loh loh, mau ngapain lo main geret aja?”
“Biasa, makan.” Rere nyengir lebar tanpa tahu malu.
“Ya udah ke belakang sono!”
Mendapat titah tuan rumah, Rere langsung menghambur ke dapur.
Tbc
Jangan lupa masukin favorit dan like yaak
Sementara Cyra mendekati Zaki, pria itu berdiri di tengah-tengah ruangan. Ekspresi wajahnya menunjukkan sedang meminta penjelasan dimana ia harus menempati kamar.
“Siapa namamu, Mas?” tanya Cyra sok polos.
“Zaki,” singkat Zaki malas ngomong.
“Panggil aja aku Cyra.”
Nggak nanya. Kata-kata itu untung saja hanya tertelan dalam hati. Kalau dikeluarin pasti bakalan mengundang perdebatan nggak penting.
“Kamarmu ada di lantai dua. Naik ke atas, belok kiri, pintu pertama, itu kamarmu. Oke?” Cyra menjelaskan dengan gaya seakan-akan dia sungguh-sunngguh pemilik kosan.
“Apa kamu nggak bisa nganterin aku ke kamar?” Zaki mengemeletuk kesal. Kos-kosan apa yang ditunjuk mamanya itu? pemiliknya nyeleneh dan menyebalkan. Kenapa gadis itu tidak bertindak selayaknya pemilik kosan. Rumahnya sih oke, gedong dan elit, tapi pemiliknya bikin senam jantung. Andai Zaki tidak bisa menahan diri, dia pasti sudah terserang penyakit jantungan beneran.
“Cari sendiri ya! Kan nggak susah nyarinya.” Cyra melenggang meninggalkan Zaki menuju ke ruang makan.
Oh Tuhan, beri Zaki kesabaran ekstra. Jika tidak sedang kedinginan dan ingin segera mandi untuk yang kedua kalinya pagi ini, tentu Zaki sudah menyampaikan banyak kata-kata sebagai ungkapan kekesalannya kepada Cyra. Tapi itu tentu hanya akan membuang-buang waktu. Zaki menggeret kopernya naik ke lantai dua. Sesuai petunjuk, Zaki berbelok ke kiri. Sesaaat kepalanya celingukan mencari pintu pertama yang dimaksud. Dan ia menemukannya. Segera ia masuk dan menutup pintu.
Ia tidak punya waktu untuk memperhatikan seisi kamar, sekarang yang menjadi tujuannya hanyalah kamar mandi. Bau air keruh yang menempel di bajunya sudah sangat mengganggu sejak tadi. Ia membuka koper dan menarik handuk lalu menyerbu kamar mandi.
Di sisi lain, Cyra menarik kursi dan duduk di depan Rere yang tengah asik megunyah makanan. Ia sudah tak heran melihat Rere mengunyah makanan dengan mulut penuh seperti disumpal-sumpal. Entah itu apa namanya, rakus atau doyan. Kayak udah nggak makan tiga hari saja.
Cyra hanya mengambil roti dan mengolesinya dengan selai, lalu mengunyahnya pelan.
“Cowok tadi itu lo tarok mana?” tanya Rere dengan mulut penuh berisi maknan hingga Cyra memerlukan waktu beberapa detik untuk mencerna kata-kata yang keluar dari mulut Rere akibat suaranya yang kurang jelas.
“Ada di kamar atas. Kamar kosong.”
“Udah itu, tuh cowok mau lo apain.”
“Nanya mulu. Habisin tuh mkanan lo, baru ngomong.”
“Iya iya. Oh iya, entar berangkat ke kampusnya gue nebeng lo, ya! Ban motor gue kempes. Sekali-kali gue naik mobil lo, biar adem, nggak kepanasan.”
“Iya. Ya udah gue mau mandi dulu.”
“Heh, jadi lo belom mandi? Pantesan masem. Rupanya asal sumber bau adalah ketek.”
“Ketek lo kali yang bau. Gue mah nggak mandi tetep wangi kali. Buktinya jadi model kampus, kalo bau mana bisa jadi model.”
“Iya deh. Terserah lo aja. Yang penting lo seneng.”
“Lo sih dateng ke rumah gue kepagian, ngampus kan jam delapan. Ini jam tujuh udah nyamperin ke sini.”
“Kayak nggak tau aja tujuan gue ke sini mau ngapain.”
“Tau sih. Bosen aja. Berharap lo tau diri.”
“Kalo sama lo mah gue nggak bakalan pernah tau diri. Heheee…”
Cyra menyudari sarapannya. Kemudian meneguk susu yang telah disediakan oleh asisten rumah tangga.
“Buat gue nggak ada susunya nih?” celetuk Rere dengan polosnya, seakan-akan dia adalah bagian dari rumah itu.
“Bikin sendiri sana! Gue mau ke kamar dulu,” ucap Cyra sembari melenggang pergi meninggalkan ruang makan. Ia berjalan menuju ke lantai atas. Tangannya menjulur menyentuh knop pintu kamar lalu memutarnya. Pintu terbuka dan ia langsung masuk.
“Hah?” Cyra terkejut melihat Zaki yang baru saja keluar kamar mandi dengan handuk melilit di pinggang dan tentu saja bertelanjang dada.
Zaki tak kalah kaget, ia sampai terlonjak melihat kedatangan Cyra yang tiba-tiba.
Naas! Handuk di pinggang Zaki melorot akibat gerakan tubuhnya yang tanpa disadari, tangannya menyenggol ujung handuk yang menyelip sebagai pengunci hingga akhirnya pengunci tersebut terlepas.
“Aaaaa…” Cyra menutup mata dengan kedua telapak tangan. Alamaaak! Jantung Cyra seperti hampir berhenti berdetak. Apa yang baru saja ia lihat? Benda apa itu? zina matakah dia?
Zaki buru-buru menunduk hendak mengambil handuk yang jatuh, namun gerakan yang terburu-buru membuatnya jadi serba salah. Saat membungkukkan badan sambil menjulurkan tangan ke bawah, justru telapak kakinya yang basah membuatnya terpeleset hingga tubuhnya terhuyung dan…
Bruk!
Ah, tubuh Zaki menyeruduk tubuh Cyra di depannya hingga akhirnya mereka jatuh bersamaan dengan posisi wuenak. Tubuh Zaki berada tepat di atas tubuh Cyra.
Sontak Cyra membuka wajahnya yang sejak tadi dia tutupi dengan telapak tangan.
“Hei hei…. Kamu mau apain aku? Kenapa nimpa tubuhku gini? Minggir!” Cyra berteriak histeris.
“Diam! Jangan teriak-teriak. Aku nggak bakalan ngapa-ngapain kamu. Aku kepleset dan jatuh!” terang Zaki membuat Cyra terdiam memahami.
Namun Cyra mulai curiga, setelah beberapa detik pria di atasnya itu tak kunjung bangkit berdiri. Enak sekali dia di posisi itu?
“Udah! Buruan bangun!” Cyra ingin mendorong tubuh Zaki supaya menjauh namun tangannya hanya terangkat ke udara tanpa mau menyentuh dada bidang Zaki yang polos tanpa pembatas.
“Aku nggak bisa bangun kalau kamu nggak menutup mata.”
“Kenapa?”
“Handukku jauh. Tanganku nggak bisa menjangkaunya. Memangnya kamu mau ngeliat benda punyaku?”
“Iiih… Dasar aneh.”
“Nah, makanya tutup matamu.”
“Iya iya, aku tutup mata.” Cyra memejamkan matanya erat-erat.
Zaki melambaikan tangan di depan mata Cyra, ia tidak mau kecolongan.
“Buruan! Lama banget sih?” Cyra mulai tidak sabar, posisi itu membuatnya merasakan benda-benda aneh mengenainya. Ya ampun, Cyra bisa gila jika kejadian begini terulang lagi. Cukup sekali ini saja, Tuhan.
“Aku nggak bisa berdiri sebelum memastikan kalau kamu bener-bener merem. Jangan ngintip!” tegas Zaki.
“Iya. Buruan!”
Zaki akhirnya bangkit berdiri dan mengambil handuknya. Kembali melilitkan handuk ke pinggangnya.
“Udah belum?” tanya Cyra masih dengan mata terpejam.
“Belum.”
“Lama banget?” Cyra masih dalam posisi berbaring. Ia takut bangun karena takut berbenturan dengan Zaki lagi.
“Udah.”
Cyra membuka mata dan bangkit berdiri. Zaki sudah memakai baju dan celananya.
“Kenapa kamu masuk kamarku?” tanya Cyra menyesalkan kejadian barusan.
“Bukannya ini kamar yang kamu maksud untukku? Ini pintu pertama lantai dua saat aku belok kiri.”
Cyra tergugu, kemudian nyengir dan berkata, “Sorry, maksudku pintu nomer dua. Pintu nomer satunya adalah kamarku.”
Zaki menatap Cyra horor. Kesal sekali dengan gadis itu.
“Aku yang salah kasih informasi, ya? Tapi itu murni nggak sengaja. Ya udah, kamu pindah kamar. Ayo, kutunjukkin kamarnya biar nggak salah lagi.” Cyra keluar kamar diikuti oleh Zaki yang menggeret koper.
Tbc
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!