"Ya Allah panas banget, mana haus"
Hanya itu yang bisa di ucapkan Nara dalam hati ketika merasa terik matahari pagi ini begitu menyengat terasa seperti di atas kepala, mereka para murid baru berdiri di lapangan sudah hampir satu jam.
Hari ini guru membahas mengenai aturan dan tata tertib sekolah, pidato panjang lebar di sampaikan oleh kepala sekolah, tanpa terasa pidato pun berakhir dan seluruh dewan guru bubar meninggalkan para murid.
Kini para anggota OSIS yang mengambil alih untuk membahas masa orientasi siswa, Nara yang berdiri di baris nomor tiga memandangi wajah-wajah garang para anggota OSIS karena kebetulan postur tubuhnya tinggi.
"Siapa nama kamu?" tanya Salah satu anggota OSIS sembari menepuk pundak Nara, yang memang dari tadi memperhatikan Nara bahkan tatapan tampak sangat sinis.
"Inarah, bisa di panggil Nara. Kak" jawab Nara sopan
"Baju kenapa kebesaran? Kenapa gak di bawa ke tukang jahit" bentak Anggota OSIS sembari menatap Nara dari ujung kepala sampai ke ujung kaki
"Sengaja, Kak"
Anggota OSIS itu tersenyum sinis lalu pergi begitu saja, tampak anggota OSIS itu tak menyukai gaya pakaian Nara yang seperti anak pesantren baju kebesaran dan jilbab menjulang panjang hingga batas perut.
"Semua dengar baik-baik ya, taati aturan di sekolah ini dan ikuti perintah kami selama masa orientasi siswa berlangsung. PAHAM" tegas Ketua OSIS
"Paham, Kak" jawab Seluruh murid baru serentak
Para anggota OSIS mulai memerintah seluruh murid baru untuk mengerjakan tugas yang menurut Nara tak masuk akal, dari membersihkan sampah, mencabut rumput dan membersihkan toilet hingga bel pulang.
"Kegiatan hari ini cukup sampai disini, besok kalian harus buat papan nama untuk di gantung di leher. PAHAM" beritahu Ketua OSIS saat seluruh murid baru sudah berbaris seperti tadi
"Paham, Kak"
"Besok tidak boleh ada yang terlambat dan tak ada alasan untuk lupa membuat papan nama, siapa yang melanggar akan dapat hukuman" tegas Ketua OSIS dengan lantang membuat seluruh murid baru segan dan sedikit ketakutan
Pulang sekolah Nara langsung bergegas keluar gerbang sekolah dan berjalan sedikit jauh, dimana supir yang di siapkan Abi dan Umi menunggunya di sebuah warkop atas permintaan Nara.
Tiba di dekat mobil Nara segera masuk lalu duduk di kursi belakang, mobil yang di kemudi Mang Udin mulai melaju meninggalkan warkop pinggir jalan tak jauh dari sekolah.
"Mang, ke toko ATK dulu ya. Saya mau cari peralatan yang di perlukan buat besok" titah Nara pada supir pribadi keluarga mereka
"Baik, Non"
Selesai membeli keperluannya, Nara pun langsung pulang ke rumah tanpa berminat mampir ke tempat lain karena Nara termasuk anak rumahan yang juga di larang tegas berkeliaran oleh kedua orang tuanya.
"Assalamualaikum" ucap Nara saat memasuki rumah
"Walaikumsalam" sahut Erisa dan Rendi kedua orang tua Nara
Nara mendekati kedua orang tuanya lalu mencium tangan keduanya dengan takzim secara bergantian, kemudian Nara pamit hendak ke kamar ingin membersihkan tubuhnya yang terasa lengket.
Malam hari Nara dan kedua orang tuanya tengah menikmati makan malam bersama, suasana begitu hening tak ada yang boleh bersuara dan hanya terdengar dentingan sendok yang beradu dengan piring.
Selesai makan Nara dan kedua orang tuanya berkumpul di ruang keluarga yang sudah jadi kebiasaan keluarga mereka untuk menjaga kebersamaan mereka, mereka juga saling menyayangi satu sama lain.
Rumah sebesar ini tampak sepi karena sang kakak dan sang adik sekolah di pesantren, hanya sang kakek dan sang nenek yang begitu rajin berkunjung untuk melihat Nara tapi terkadang Nara yang ke rumah mereka.
"Gimana nduk di sekolah? Kalau gak betah bilang? Biar Abi masukin ke pesantren tempat kakak dan adikmu" kata Rendi sembari mengelus kepala sang anak yang nomor dua
"Insyaallah betah, Bi"
"Syukurlah" ucap Rendi tersenyum
"Nduk, udah malam tidur gih pasti capek kan" titah Erisa pada sang anak dengan lembut
Nara menganggukkan kepala kemudian pamit pada kedua orang tuanya dan menuju kamar tidurnya yang tak jauh dari ruang keluarga, tiba di dalam kamar Nara langsung menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Terdengar adzan subuh berkumandang dari masjid komplek yang ada di perumahan tempat tinggal mereka, Nara yang sudah bangun dari tadi segera menunaikan kewajibannya sebagai umat muslim.
Pagi-pagi sebelum matahari terbit Nara sudah siap dengan seragam sekolahnya, Nara tak mau hari ini terlambat ke sekolah apalagi harus berurusan dengan para anggota OSIS yang bermulut pedas seperti cabai rawit.
Selesai sarapan Nara segera pamit kepada kedua orang tuanya untuk berangkat ke sekolah, Mang Udin sudah siap dan kini mobil mulai meluncur ke jalan raya bergabung dengan kendaraan lain.
Lagi-lagi Nara turun di warkop yang sedikit jauh dari sekolahnya, dengan berjalan agak tergesa Nara menuju gerbang sekolah namun baru saja kakinya masuk gerbang sekolah terdengar teriakan memanggil namanya.
"Nara....."
Nara menoleh ke belakang ingin tau siapa memanggil namanya dengan cara berteriak, seseorang yang memanggil Nara segera berjalan begitu cepat mendekati Nara yang masih mematung di gerbang sekolah.
"Aduh ada apa lagi dengan Kakak itu?"
"Di panggil diam saja" bentak Anggota OSIS yang kemarin menegur Nara membuat Nara bingung
"Ada apa ya, Kak?" tanya Nara dengan sopan agar tak memancing amarah anggota OSIS itu
Kemudian anggota OSIS itu menyerahkan semua barang yang di bawanya tadi pada Nara, membuat Nara begitu kewalahan karena bawaan barang milik anggota OSIS itu sangat banyak.
"Awas kalau sampai jatuh, bawa ke dalam" titah Anggota OSIS itu melewati Nara begitu saja
"Kak, tapikan ada murid laki-laki. Kenapa harus aku"
"Gue ini sekertaris OSIS jadi jangan pernah membantah perintah dari semua anggota OSIS, PAHAM" ucap Anggota OSIS itu sembari berbalik dan menatap Nara dengan sinis
Nara menganggukkan saja dari pada ribut, segera Nara bawa semua barang itu menuju tempat yang sudah di tunjuk tadi bertepatan terdengar suara ketua OSIS berteriak memerintah seluruh murid baru berbaris.
Nara berlari kecil agar bisa segera berbaris terdengar juga panggil teman satu kelompoknya, membuat Nara takut teman satu kelompoknya kena masalah karena mereka tak boleh bergerak jika sudah berbaris seperti tes militer saja.
"Segera pakai papan nama kalian masing-masing, lima menit dari sekarang"
Semua dengan patuh memakai papan nama masing-masing tanpa bersuara sedikitpun, Nara baru sadar bahwa papan namanya tergabung dengan barang-barang milik anggota OSIS tadi.
Nara langsung berbalik hendak mengambil papan namanya, namun sudah terdengar suara ketua OSIS yang melarang mereka bergerak.
Ketua OSIS menatap Nara dengan tajam karena tak memakai papan nama, kemudian ketua OSIS itu berbisik pada perempuan yang tadi memerintah Nara untuk membawa barang-barang miliknya.
Yang di ketahui semua orang bahwa perempuan itu sekretaris OSIS, perempuan itu tersenyum licik menatap Nara yang berdiri di barisan nomor lima bahkan otaknya langsung berpikir untuk mengerjai Nara.
"Ehh kamu, baju karung goni kesini" teriak Sekretaris OSIS itu menunjuk Nara sembari mengejek penampilannya
Nara tetap menurut tanpa menghiraukan tatapan itu, dalam hati Nara juga menggerutu kesal karena akibat sekretaris OSIS itu juga Nara jadi melupakan papan namanya dan sesekali Nara mengucap istighfar.
"Kalian semua masih ingat kan apa kata saya kemarin, jangan sampai lupa bawa papan nama. Terus mana papan nama kamu?" pekik Ketua OSIS yang memekakkan telinga
"Ada di belakang, Kak" jawab Nara dengan tenang
"Kenapa bisa ada di sana? Kamu gak lihat teman-temanmu membawa papan nama mereka ke dalam barisan bukan di letakkan di belakang"
"Tadi aku bawa barang milik kakak itu dan aku letakkan di sana jadi papan namaku terga-----"
Belum Nara menyelesaikan ucapannya, sudah terdengar suara cempreng yang meneriaki Nara membuat Nara terlonjak kaget bahkan memegang dadanya saking kaget dengan suara cempreng itu.
"SELINA AMELIA PUTRI, nama saya bukan kakak itu. Gak sopan banget sih" ujar Selina yang di ketahui semua orang sekretaris OSIS
"Maaf, Kak" ucap Nara singkat
Dalam hati Nara kembali menggerutu kesal dan geram dengan Kakak OSIS yang di ketahuinya bernama Selina itu, mungkin di pikir Selina Nara takut padahal Nara menurut karena ia masih murid baru.
"Kak Selin, beri dia hukuman" titah Ketua OSIS tanpa mau mendengarkan alasan Nara
"Ikut saya"
Selina berjalan lebih dulu dengan gaya angkuhnya, Selina membawa Nara ke gudang belakang sekolah yang tampak sepi dan banyak pohon bambu yang menjulang tinggi membuat Nara bergidik ngeri.
"Kak, kita mau ngapain disini?" tanya Nara namun Selina hanya diam saja membuat Nara jadi was-was dengan situasi saat ini
"Ini hukuman buat loe, cepat bersihkan toilet yang ada di samping gudang itu?" titah Selina sembari mendorong Nara untuk lebih mendekati toilet yang di maksud
Nara hanya diam tanpa mengeluarkan satu kata pun bahkan Nara sekilas melirik tajam ke arah Selina, ini bukanlah hukuman tapi sebuah penganiyaan yang bisa jadi kasus kalau di laporkan.
"Cepat kerjakan, tunggu apa lagi? Dan ingat jangan sesekali loe melirik gue kayak tadi kalau loe gak mau gue habisin"
Braakkk......
Selina memukul pintu toilet dengan keras lalu meninggalkan Nara begitu saja, rasa takut di hati Nara kini berganti jadi rasa kesal dan dongkol. Apa seperti ini masa orientasi siswa? Tentu sangat tidak manusiawi.
Ketika jam istirahat Nara memilih duduk sendiri di bawa pohon mangga yang ada di samping gedung sekolah, Nara menikmati bekal makanan yang selalu di siapkan uminya ketika Nara akan berangkat sekolah.
"Haii, kamu Nara kan?" sapa Murid perempuan ramah kemudian langsung duduk di kursi panjang yang di duduki Nara tanpa meminta izin terlebih dahulu
"Kamu pasti kelelahan karena kena hukum oleh Kak Selin tadi"
Nara mengangguk saja, ia merasa tenaganya sudah terkuras karena mengerjakan hukuman dari Selina tadi, bahkan saat ini rasanya Nara ingin segera pulang ke rumah agar bisa mengistirahatkan tubuhnya.
"Kamu tau gak kenapa Kak Selin begitu kejam dengan kamu?"
"Gak tau, bahkan sepertinya Kak Selin punya kemarahan tanpa sebab denganku" kata Nara yang memang tak tau alasan Selina begitu kejam dengannya
"Karena dia gak suka cewek cantik seperti kamu, yang aku dengar Kak Selin itu naksir Kak Davin dan gak mau ada yang boleh dekati Kak Davin selain dia"
"Kak Davin, siapa? Terus hubungannya dengan aku apa?" tanya Nara makin bingung
"Ketua OSIS kita, mungkin dia takut Kak Davin suka sama kamu"
Nara menghela napas panjang, pikirnya kacau dalam hati tak ada niatan Nara untuk pacaran karena Nara tau dalam agamanya haram hukumnya pacaran apalagi kalau abinya tau bisa-bisa ia di rajam kalau ketahuan pacaran.
Murid perempuan itu dengan Nara pun berkenalan setelah ngobrol cukup lama, satu teman Nara bertambah setelah Nara ketahui nama murid perempuan itu adalah Erika anggota kelompok nomor dua.
Usai jam istirahat seluruh murid baru kembali di perintah untuk berkumpul di lapangan, Nara yang memang telah selesai makan bekal yang di siapkan uminya segera bergegas menuju barisan kelompoknya.
"Terima kasih semuanya, atas kerja samanya dan sudah mengikuti aturan. Besok terakhir masa orientasi kalian, besok pakai baju putih dan bawahan warna hitam. PAHAM" ujar Ketua OSIS
"PAHAM"
Seluruh murid baru pun bubar, Nara bergegas keluar dari gerbang sekolah lalu berjalan sedikit jauh menuju warkop tempat biasa Mang Udin menunggunya dan mobil yang di bawa Mang Udin sudah ada disitu.
Sesampainya di rumah, Rendi yang melihat sang anak baru pulang sekolah langsung memerintah sang anak untuk ke kamar agar bisa istirahat dan mengerjakan kewajiban sebagai umat muslim.
Malam hari seperti biasa selesai sholat isya' Nara dan kedua orang tuanya mengobrol di ruang keluarga untuk menjaga kebersamaan mereka, bahkan terlihat Rendi yang antusias bertanya kegiatan sang anak di sekolah.
"Bagaimana sekolahnya, nduk hari ini?" tanya Erisa mendekati sang suami dan sang anak sembari membawa roti bakar
"Alhamdulillah menyenangkan, Mi"
Nara langsung mengambil roti bakar yang ada di hadapan mereka, memakan roti bakar buat uminya itu dengan sangat lahap karena semua makanan yang di buat dengan tangan uminya tak di ragukan lagi kelezatannya.
"Alhamdulillah umi senang dengarnya" ucap Erisa sembari tersenyum dengan wajah tenangnya
Setelah itu Nara pamit ke kamar hendak tidur karena hari mulai larut malam, sudah kebiasaan sebelum ke kamar Nara mencium pipi kedua orang tuanya meski sudah besar tapi tak merubah perilaku Nara bak anak kecil.
Keesokan harinya seluruh murid baru kembali melanjutkan kegiatan masa orientasi siswa di hari terakhir, namun tak seberat seperti hari kemarin bahkan setelah selesai kini kepala sekolah hendak menyampaikan pesan.
Hanya berapa pesan dan para anggota OSIS juga minta maaf kepada seluruh murid baru, karena telah menghukum para murid baru selama masa orientasi siswa kemarin. Yang tentunya di maafkan mereka.
Setelah itu seluruh murid baru bubar, mereka di persilakan untuk melihat nama mereka masing-masing di Mading sekolah yang sebelumnya telah di tentukan dewan guru, agar semuanya tau pada masuk ke jurusan apa.
"Wah!! Nara kita sekelas, kita duduk berdua ya" kata Erika saat keduanya hampir berbarengan masuk ke ruang kelas X.IPA.1
"Boleh"
Erika pun langsung merangkul lengan Nara untuk masuk ke dalam kelas, keduanya memilih duduk di kursi paling depan dan di bagian tengah menghadap langsung ke arah papan tulis.
Selang berapa menit guru laki-laki paruh baya yang mungkin seusia abinya Nara masuk, kelas yang tadi begitu ribut seketika jadi hening. Pak Irwan memperkenalkan diri sebagai wali kelas X.IPA.1.
Beliau terlihat galak tapi ternyata bisa juga berbicara sambil bercanda, membuat anak muridnya jadi terhibur lalu satu persatu anak muridnya di minta maju ke depan untuk memperkenalkan diri.
Ketika jam istirahat Erika mengajak Nara untuk ke kantin, kebetulan tadi pagi uminya kurang sehat jadi Nara tak membawa bekal hari ini dan setuju dengan ajakan Erika untuk ke kantin sekolah.
"Ehh, kalian jangan tertipu dengan wajah Nara yang sok polos dan sok cantik itu. Paling aslinya gak gitu" kata Selina yang tengah mengobrol dengan geng-nya dan para murid laki-laki yang ikut bergabung di meja Selina
Erika yang tiba duluan membawa bakso dan minumannya merasa kesal mendengar Selina menghina temannya, bahkan ingin sekali Erika melabrak Selina saat ini juga tapi Erika ingat tak punya kuasa disini.
Karena masuk ke sekolah ini dengan beasiswa dari sekolahnya sebelumnya, jadi Erika tak mau beasiswanya sampai di cabut kalau ia memiliki masalah dengan teman satu sekolahnya sekarang.
Nara baru muncul dan berjalan menuju mejanya dengan Erika sembari membawa bakso yang panas, saat melewati meja Selina dan geng-nya Nara terjatuh karena kaki Selina sengaja di arahkan ke tengah jalan.
Mangkok bakso jatuh ke lantai bahkan kuah bakso yang panas sebagian mengenai tangan kiri Nara, kejadian itu di lihat oleh Davin sang ketua OSIS bahkan Davin tau betul kalau Nara jatuh ulah Selina yang dengan sengaja.
"Aduh, tangan aku panas" rintih Nara
Di saat Nara merintih kesakitan karena tangannya terkena kuah bakso yang panas hingga membuat kulit bagian punggung tangannya memerah, sedangkan Selina dan geng-nya justru tersenyum melihatnya.
"Kamu baik-baik aja gak, Nara?" tanya Erika khawatir
"Tangan aku panas, Er. Kuahnya tumpah ke tangan aku" jawab Nara sembari memegang tangannya yang panas
"Makanya hati-hati donk kalo jalan, kaki gue sakit jadinya kena tabrak oleh loe. Untung kuah bakso itu gak kena kaki gue, kalo kena kaki gue bisa melepuh" tegur Selina dari tempat duduknya
"Lain kali hati-hati donk! Kalau jalan make mata jangan pake dengkul, harusnya loe minta maaf sama Selina" sahut Sofia temannya Selina dengan ketus
Nara hanya diam tak menjawab sama sekali semua makian yang di tunjukan untuknya, semua mata menatap ke arahnya bahkan Nara menulikan telinganya karena Nara tak ingin membuat masalah di sekolah.
"Sofia, loe apa-apaan sih nyuruh Nara minta maaf dengan Selin padahal jelas-jelas tadi Selin yang sengaja masang kakinya di tengah jalan biar Nara jatuh sampe tangannya kena kuah panas" tegur Davin yang dari tadi sudah memperhatikan Selina dan geng-nya memojokkan Nara
"Apaan sih Davin kok kamu belain dia, padahal kaki aku sakit kena tabrak dia" kata Selina dengan manja
"Udah ngaku aja, gue lihat semuanya. Sepertinya kantin sekolah juga perlu di pasang CCTV agar bisa melihat siapa yang salah siapa yang benar"
"Ihhh, Davin nyebelin banget sih"
Selina memilih pergi dari kantin karena tak mau di suruh minta maaf pada Nara, teman-temannya juga berlari menyusul Selina tanpa mempedulikan tatapan semua orang yang terus menatap mereka tanpa henti.
"Kita ke UKS yuk, biar tangan kamu bisa di obati" tawar Davin pada Nara yang masih merintih kepanasan
"Gak usah, Kak. Lebih baik aku pergi sendiri atau di temani Erika, sebelumnya terima kasih"
Erika pun menurut saja dengan permintaan Nara untuk minta di temani ke UKS, Davin yang memang sudah jatuh hati dengan Nara sejak pertama kali melihatnya jadi selalu memperhatikan Nara dari kejauhan.
Tiba di UKS Erika membantu mengolesi salep ke punggung tangan Nara yang memerah, Erika yang memegang tangan Nara jadi kagum karena tangan Nara begitu halus seperti kulit bayi.
Setelah itu keduanya hendak kembali ke kelas meski saat ini tengah kelaparan karena keduanya belum mengisi perut sama sekali, namun saat tiba di depan kelas Davin mengulurkan sebuah plastik pada Nara.
"Ini apa, Kak?" tanya Nara bingung
"Somay dua bungkus buat kalian, gue tau kalian belum makan dari tadi gara-gara kejadian tadi"
"Terima kasih, Kak" ucap Nara dengan tulus setelah menerima plastik dari Davin barusan
Tanpa mereka sadari ada sepasang mata tengah memperhatikan mereka dari kejauhan, bahkan sepasang mata itu terlihat kesal dan menghentak-hentakkan kakinya tak suka dengan perlakuan Davin.
Siapa lagi kalau bukan Selina, yang selalu mengejar Davin dari awal mereka masuk ke sekolah ini sampai detik ini belum juga Davin membuka hatinya untuk Selina padahal Selina ratu di sekolah tersebut sebelum ada Nara.
"Sepertinya Nara itu harus di kasih pelajaran biar dia gak besar kepala dapat perhatian dari Davin, Selin" celetuk Sofia dari belakang Selina membuat Selina kaget
"Apa kalian punya ide?" tanya Selina pada teman-temannya
"Serahkan saja pada kami, loe gak usah khawatir" sahut Salwa temannya Selina selain Sofia
Selina tersenyum licik mendengar teman-temannya akan membantunya untuk memberi pelajaran pada Nara yang sudah mengambil perhatian Davin, Selina tak akan membiarkan perempuan mana pun mendekati Davin-nya.
Bel pulang pun berbunyi, Nara dan Erika keluar bersamaan dari kelas sampai di gerbang sekolah keduanya berpisah karena Erika sudah di jemput ayahnya dengan sepeda motor.
Sedangkan Nara seperti biasa akan berjalan sedikit jauh dari sekolahnya, semua Nara lakukan karena tak ingin orang mengetahui bahwa Nara anak orang kaya atau cucu pemilik sekolah tersebut.
Jadi ketika Nara berjalan sedikit jauh dari sekolah, semua orang akan mengira Nara menuju halte menunggu angkutan umum yang lewat padahal itu hanya tipu muslihat Nara untuk menyembunyikan jati dirinya.
"Assalamualaikum" ucap Nara saat memasuki rumah lalu menghampiri kedua orang tuanya yang tengah duduk santai di ruang keluarga
"Walaikumsalam" jawab Erisa dan Rendi sembari tersenyum
Nara mencium punggung tangan kedua orang tuanya secara bergantian dengan takzim sembari menyembunyikan tangan kirinya yang masih memerah walaupun sudah di kasih salep waktu di sekolah tadi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!