...Warning!!!...
Jangan mampir tar kecanduan hihi, btw ini cerita bener-bener ringan dan gak berat. Jangan bosen kalo kebanyakan uwu-uwu. Cerita novel2ku kebanyakan komedi romantis hihi kalau ingin yang berat-berat boleh skip cerita ini.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Pria tampan itu menajamkan pandangannya lalu ia tersenyum miring saat melihat tingkah seorang gadis yang berlarian di tengah derasnya hujan sore itu, ia tau betul siapa gadis yang ada di bawah sana.
“Leon! Kamu dengar kan ucapanku?” Tanya Alterio dengan kesal karena sejak tadi sepupunya itu hanya tersenyum menatap derasnya hujan lewat jendela di kamar villa keluarganya.
Leon pun menatap ke arah sepupunya itu, sepupu yang sejak tadi menghawatirkan dirinya. Alterio takut jika pertunangan sepupunya kali ini akan gagal untuk yang ke tiga kalinya.
“Tenang saja Al, aku tidak akan bertunangan lagi jika tunangan kali ini gagal.” Ucap Leon sambil menepuk pundak sepupunya itu.
“Tidak! Aku yakin tunangan kali ini akan berjalan dengan lancar.” Ucap Alterio dengan serius.
Karena ia tidak mau sepupunya itu terus melajang seumur hidupnya, hanya karena sepupunya yang lain yang selalu menempel pada pria yang menyandang gelar sebagai seorang dokter di rumah sakit internasional di ibu kota. Apalagi Leon menjabat sebagai direktur utama di Rumah Sakit itu.
“Aku tidak yakin.” Ucap Leon sambil tersenyum simpul dan berlalu dari hadapan sepupunya.
“Hei!” Pekik Alterio, dia pusing sendiri melihat sepupu dari kakak tiri ibunya itu terlihat pasrah memiliki takdir yang menyedihkan, Leon sudah dua kali gagal bertunangan jika pertunangan ini gagal itu artinya dia gagal untuk yang ketiga kalinya.
Alterio pun bergegas menyusul sepupunya yang bernama lengkap Leonardo Gerald itu, usianya yang sudah menginjak 29 tahun membuat Alterio selalu hawatir dengan kisah cinta sepupunya. Karena selama hidupnya pria itu hanya pernah menjalin kasih satu kali dan itu sudah lama berakhir, sekarang ia sulit berpacaran karena sepupunya yang bernama Sherena terus menempel pada pria tampan ini.
Sore itu pun acara pertunangan Leon di mulai, seluruh orang terlihat bahagia saat kedua calon tunangan itu hendak menyematkan cincin ke jari pasangannya.
Karena setelah ini pernikahan yang akan di gelar satu bulan lagi akan terwujud, apalagi Mami Eria terlihat lega karena akhirnya anak dari saudara kakak iparnya tidak akan single lagi. Dengan begitu anaknya yang sedang di kurung di rumahnya tidak akan bisa berkutik dan tidak akan bisa menggagalkan acara ini.
Prank! Suara benda berjatuhan begitu menggelegar di seluruh ruangan, ruangan yang penuh dengan tamu undangan yang menghadiri acara pesta pertunangan Leonardo dan Misela.
Leon dan Misel menatap ke sumber suara, di sana ada seorang gadis dengan tas ransel di punggungnya tengah berdiri di antara pecahan beling yang berserakan di lantai. Yang membuat semua orang kaget dan tidak percaya adalah sosok Sherena yang basah kuyup berada di ruangan itu, padahal keluarganya pikir jika Sherena tidak akan bisa sampai di sini karena gadis itu sedang di kurung di dalam kamarnya.
“Kak! Bagaimana ini? Adik kalian kabur dia bahkan tau tempat ini.” Ucap Mami Eria pada kedua anak laki-lakinya.
Theo dan Daniel hanya saling pandang, mereka sudah sangat lelah dengan tingkah sang adik. Ini sepertinya akan menjadi pertunangan yang gagal ke tiga kalinya untuk Leon.
“Siapa dia?” Tanya Misel sambil menatap bingung pada calon tunangannya, namun Misel terdiam saat melihat sorot mata Leon. Sorot mata sedih namun juga terlihat bahagia, sedih karena melihat wanitanya yang sedang menangis menatap ke arahnya dan senang karena akhirnya Sherena datang.
“Kamu datang sedikit terlambat.” Ucap Leon dalam hatinya.
“Kak Leon! Bagaimana bisa kakak bertunangan dengan orang lain jika aku yang kakak cintai?” Teriak Sherena sampai membuat riuh semua orang yang ada di acara itu.
Sherena menangis sesegukan dengan tubuh yang menggigil karena menerjang derasnya hujan sore itu.
Leon hendak melangkahkan kakinya, namun lengannya di tahan oleh Misela calon tunangannya.
“Jangan pergi!” Ucap Misel.
Namun Leon tetap melangkahkan kakinya, tanpa mengalihkan tatapannya pada wanitanya yang sedang menggigil itu.
“Leon! Aku akan membatalkan pertunangan ini jika kau melangkah lagi!” Teriak Misela, namun ancaman itu tak berarti apapun untuk Leon karena rupanya pria itu kini membuka jasnya dan memakaikannya di pundak Sherena. Pria tampan itu mengangkat tubuh Sherena dan pergi meninggalkan calon tunangannya yang kini tengah menangis di pelukan kedua orang tuanya.
“Tuan Adnan, Nyonya Alika bagaimana ini? Kenapa putra mu pergi dengan wanita lain?” Tanya Ayah dari calon tunangan putra nya itu.
“Maaf Tuan, kami bisa jelaskan ini—“
“Cukup! Kalian orang tua yang tidak bisa bertanggung jawab! Kalian harus bertanggung jawab untuk mengganti rasa malu kami!” Pekik ayahnya Misela.
Merekapun sempat bertengkar dan saling menyalahkan, sementara sebagian besar keluarga Estevan dan Bernard bergegas mengikuti kemana Leon membawa pergi Sherena.
Di salah satu kamar di villa itu, Leon membaringkan tubuh Sherena di atas ranjang.
“Apa kamu membawa pakaian?” Tanya Leon dengan raut wajah hawatir. Leon hendak berdiri, namun Sherena bergegas memeluk perut sixpack pria itu.
“Jangan pergi, aku tidak mau kakak pergi!” Ucap Sherena dengan tubuh gergetar dan air mata yang terus mengalir di pipinya.
“Aku tidak akan pergi, kamu harus mengganti pakaianmu dulu.” Ucap Leon. Sherena menggelengkan kepalanya dan menenggelamkan wajahnya di perut pria yang selalu membuatnya nyaman itu.
“Katakan saja pada semua orang jika kakak memang mencintaiku, mereka pasti akan merestui kita kak.” Ucap Sherena dengan tersedu-sedu, Sherena kesal karena Leon sama sekali tidak pernah menyatakan cintanya padahal Sherena sendiri tau isi hati Leon.
“Sherena…” panggil Leon. Namun Sherena malah menggeleng di pelukannya.
“Aku tidak akan pergi sampai kakak membalas cintaku, aku akan melakukan hal lebih gila lagi jika kakak bertunangan dengan wanita itu.” Ucap Sherena denga nada yang mulai melemah.
“Sher? Sherena?” Panggil Leon saat pelukan Sherena mulai meregang. Gadis cantik itu tidak sadarkan diri karena memang beberapa hari ini nyaris tidak menyentuh makanan sedikitpun.
Leon segera memeriksa gadis itu dan hendak membuka pakaiannya yang basah yang melekat di tubuhnya, namun seseorang dari belakang langsung menariknya paksa keluar dari kamar itu.
“Apa yang kamu lakukan pada adikku!” Pekik Theo dengan sorot mata tajam, Theo tidak pernah marah pada Leon jika bukan mengenai Sherena.
“Aku dokter dan aku akan memeriksa kondisi Sherena.” Jawab Leon dengan serius, ia tau jika Theo tidak akan mudah percaya kepadanya karena pria itu selalu berpikiran negatif ke padanya.
“Aku peringatkan sekali lagi! Jika kamu berani mencuci otak polos adikku, aku tidak akan segan-segan menghabisimu.” Ucap Theo, lagi-lagi dia harus mengancam sepupunya itu.
“Kembalilah pada calon tunanganmu, aku tidak mau kau terus berdekatan dengan adikku.” Ucap Theo sambil melepaskan cengkraman di kerah baju sepupunya.
Leon menghela napasnya kasar, lalu menatap para saudaranya yang tengah sibuk melihat kondisi Sherena yang tidak sadarkan diri.
Ia pun bergegas menghubungi teman dokternya yang juga ada di acara ini untuk segera memeriksa Sherena.
Lalu berlalu meninggalkan tempat itu.
.
To be continued…
Sherena membuka matanya perlahan, rasa pusing masih melanda dirinya.
“Kak Leon…”
Kata pertama yang keluar dari bibirnya saat bangun membuat sang Mami yang sejak dua hari ini mengurus Sherena berdecak kesal, karena ia kira jika dirinya lah yang akan anaknya cari saat bangun dari pingsannya namun Leon masih menjadi nomor satu di hati sang anak.
“Sherena?” Panggil Maminya.
“Kak Leon di mana Mam? Apa dia melanjutkan pertunangannya?” Tanya Sherena dan hendak bangun dari tidurnya untuk kembali menggagalkan pertunangan itu.
“Kamu terlambat, ini sudah dua hari kamu pingsan sayang.” Ucap Mami Eria.
“Apa? Dua hari? Jadi Kak Leon sudah bertunangan?” Tanya Sherena dengan mata yang sudah mulai memerah dan memanas.
Mami Eria berdecak sambil menghela napasnya kasar, harus apa lagi yang ia lakukan untuk membuat anaknya berpisah dengan anak dari keponakan kakak iparnya itu.
“Sudahlah Mam, jangan terlalu di ambil pusing. Kamu tau sendiri dia masih anak kecil.” Ucap Papi Ben yang sejak tadi berada di kamar itu.
“Papi! Dia sudah umur 19 tahun, harusnya dia sudah tidak menempel pada sepupunya itu kasian Leon tidak bisa menikah hanya karena anak kita.” Ucap Mam Eria.
Sherena menatap Maminya dengan terkejut. “Itu artinya Kak Leon tidak jadi bertunangan?” Tanya Sherena dengan raut wajah yang terlihat bahagia bahkan rasa sedihnya tadi seketika menghilang begitu saja.
“Mereka sudah bertunangan, jadi jangan harap kamu mengganggu kehidupan kakak sepupumu lagi Sherena.” Ucap Mam Eria sengaja berbohong.
Sherena kembali bersedih, ia mengelus-elus kepalanya sendiri untuk menguatkan dirinya sendiri. “Jangan sedih Sherena, tidak apa-apa. Kita bisa menggagalkan pernikahannya nanti.” Ucap Sherena sampai membuat kedua orang tuanya membelalak dengan tingkah sang anak bungsunya.
“Ya ampun Papi, kepala Mami sakit melihat kelakuan anak perempuanmu.” Ucap Mami Eria sambil menyenderkan kepalanya di dada bidang suaminya.
“Anakmu juga Mam.” Ucap Papi Ben sambil mengelus lembut punggung sang isteri.
Sherena bergegas bangkit dari tidurnya, ia mencari pakaian di lemarinya.
“Mau kemana kamu Sherena? Kamu baru saja bangun dari pingsanmu itu.” Ucap Mam Eria dengan frustasi.
“Biarkanlah, dia pasti mau menemui Leon.” Ucap Papi Ben yang sudah angkat tangan dengan apa yang akan di lakukan sang anak, karena itulah kedua anak laki-lakinya yang lebih keras menjaga adik perempuannya. Karena Sherena tidak takut dengan kedua orang tuanya yang selalu lemah jika Sherena sudah mennagis dan merengek meminta apa yang dia mau.
Sherena gadis cantik berusia 19 tahun yang tengah menempuh pendidikannya di Universitas Internasional di Jakarta, dia kuliah di kampus milik keluarganya dengan kedua kakaknya yang menjadi dosen di kampusnya. Sherena sejak kecil lebih dekat dengan Leon sepupu dari Kakak ipar Maminya, dari pada kedua kakaknya yang selalu melarang dirinya untuk melakukan banyak hal.
Karena kebersamaannya dari sejak kecil, Sherena menganggap Leon lebih dari sepupunya.
“Baybay aku pergi dulu.” Ucap Sherena sambil melambaikan tanganya dan berlari meninggalkan kedua orang tuanya yang ada di dalam kamarnya.
Ia bergegas naik ke dalam mobil yang di kendarai sopirnya, Pak Ujang langsung mengendarai mobilnya karena sudah tau tujuan Sherena yang biasanya datang ke Rumah Sakit Internasional.
Beberapa hari menjelang hari pertunangan Leon, Sherena di kurung di dalam kamar agar tidak kembali menggagalkan pertunangan Leon. Namun gadis kecil itu selalu punya 1001 cara untuk lolos dari semua halangan untuk mendekati Leon.
Bahkan kedua kakaknya pun nyaris frustasi di buatnya, ia turun dari mobil saat sudah sampai di depan Rumah Sakit yang sudah beberapa hari ini tidak ia datangi.
“Kak Leon! Aku datang.” Ucap Sherena dengan senyum manisnya lalu berlari masuk ke dalam. “Baru tunangan, jadi aku masih punya waktu untuk membujuk Kak Leon agar tidak menikah dengan wanita itu.” Gumam Sherena di sepanjang jalan menuju ruangan direktur utama di Rumah Sakit itu.
Sherena membuka pintu ruang kerja Leon, pria itu tidak menoleh sedikitpun dan sibuk dengan berkas-berkas yang ada di tangannya.
“Simpan saja di meja, berkasnya dan kamu boleh keluar.” Ucapnya tanpa sadar jika yang berjalan mendekatinya itu adalah wanita yang sejak kemarin ia khawatirkan.
Sherena berdiri tepat di depan mejanya dan terus tersenyum dengan mata berbinar tanpa mengucapkan sepatah katapun. Lengan kekar Leon yang sedang memegang pensil membuat Sherena tergoda ingin menyentuhnya, rahang sexy milik Leon sampai membuat Sherena susah menelan salivanya.
“Aku bisa mati jika tiap hari berdebar-debar seperti ini.” Ucap Sherena dalam hatinya.
Leon yang baru sadar jika seseorang tengah berdiri di depannya akhirnya ia mengangkat wajahnya untuk melihat siapa orang yang berani menatap dirinya.
Deg!
Dada Leon berdegup sangat kencang saat melihat wanita yang sangat di rindukannya muncul di hadapannya, padahal beberapa hari ini ia tidak bisa menemui gadis ini karena kedua kakak Sherena yang melarang dirinya untuk melihat kondisi Sherena.
“Sedang apa kamu di sini, Nona?” Tanya Leon dengan wajah datarnya, padahal ia sangat ingin memeluk tubuh mungil itu namun di tahannya kuat-kuat.
Mendengar Leon memanggilnya dengan panggilan kecilnya membuat Sherena murung, itu artinya Leon sedang menjaga jarak padanya.
Tapi bukan Sherena namanya jika dia tidak bisa membuat Leon goyah lagi.
“Kak Leon, aku laper ingin makan.” Ucap Sherena dengan wajah memelas. “Apa kakak tidak rindu padaku? Padahal aku pingsan selama dua hari tapi kakak tidak menemuiku?” Ucap Sherena lagi dengan mengerucutkan bibirnya.
“Pergilah, apa kamu tidak puas sudah merusak pertunanganku lagi?” Ucap Leon walau pertunangan itu bukan keinginannya melainkan keinginan kedua orang tuanya, tetap saja saat Sherena menggagalkan pertunangan itu membuat Leon senang.
“Ih Kak Leon, aku kangen padamu. Ayo temani aku makan.” Ajak Sherena langsung bergelendot manja di lengan Leon.
Leon tidak menolak karena dia juga sangat merindukan sentuhan Sherena, namun wajahnya berusaha tidak menampakkan rasa senangnya saat ini ia terus memasang wajah datar.
“Pergilah bersama teman-temanmu, aku banyak kerjaan Non.” Ucap Leon, karena Leon tau hampir seluruh suster dan dokter di sini sudah menjadi teman baik Sherena karena ia selalu datang tiap hari ke Rumah Sakit ini seperti tempat tinggalnya saja.
“Huh, kamu selalu mengabaikanku!” Keluh Sherena lalu pergi begitu saja sambil menghentakan kakinya kesal.
Leon bernapas dengan lega saat gadis itu keluar dari ruang kerjanya. “Hah! Bagaimana bisa aku mengabaikan mu jika kamu menggemaskan seperti itu Sherena.” Keluh Leon sambil mengusap kasar wajahnya. Ia sangat ingin pergi makan bersama Sherena, namun Leon tidak bisa melakukan itu.
Dia harus mulai konsisten menjauhi Sherena bagaimana pun caranya.
“Rasanya jantungku akan meledak.” Ucap Leon sambil menyentuh dadanya yang terus berdebar-debar sejak tadi saat melihat Sherena datang menemuinya.
Tiba-tiba ruang kerja milik Leon terbuka, ia sempat menegang untuk memperbaiki mimik wajahnya agar kembali datar. Namun sedetik kemudiaan helaan napas kasarnya terdengar begitu jelas saat melihat sosok Sean yang masuk dari balik pintu.
“Ada apa? Kenapa kamu terlihat kecewa saat melihatku?” Tanya dokter specialis jantung itu. “Tadi aku melihat Nona mu itu bersama para suster, apa dia tidak menyapamu ke sini?” Tanya Sean, karena biasanya Sean selalu melihat Sherena berada di samping pria ini.
“Hmm, ya tadi kami bertemu.” Ucap Leon lalu dia kembali duduk di kursinya.
“Aku laper—“
“Ayo aku temani kamu makan.” Ucap Leon yang baru saja duduk dan langsung berdiri dalam hitungan detik dan bergegas mendekati sahabatnya itu.
Sean yang belum menyelesaikan ucapanya pun terlihat bingung dengan tingkah Leon yang aneh ini, Sean pun hanya mengikuti langkah kaki Leon yang berjalan ke luar.
“Aku ingin makan di restoran jepang.” Ucap Sean sambil melihat-lihat menu di ponselnya.
“Tidak perlu, kamu harus makan di kantin hari ini.” Ucap Leon dengan nada yang sedikit tegas.
“Tapi aku—“
“Aku tau kamu laparkan? Dan kamu harus makan-makanan sehat di kantin kita yang sudah jelas di pantau oleh ahli gizi khusus.” Ucap Leon, entah kenapa Leon terlihat sangat menyebalkan hari ini di mata Sean. Sean pun hanya mengikuti keinginan Leon.
Mereka berdua pun mengambil makanan dan duduk di meja kosong, sementara itu mata Leon tidak tinggal diam. Ia menatap ke sekeliling untuk mencari keberadaan Sherena, Leon tersenyum saat menemukan gadisnya yang berada tidak jauh dari tempatnya duduk.
Sherena langsung mengangkat makanannya dan berjalan mendekati Leon saat gadis itu di beri tahu temannya jiak ada Pak Direktur di kantin, ia duduk di samping Leon dengan wajah ceria.
“Katanya tidak mau makan, apa Kakak datang ke sini karena merindukan ku?” Tanya Sherena dengan percaya diri.
“Tidak. Aku di paksa dia untuk menemaninya makan.” Ucap Leon sampai membuat Sean menganga.
Sherena makan dengan lahap dengan wajah cerianya, ia tau jika prianya sedang berbohong.
“Aku sangat kelaparan, selama dua hari pingsan dan tidak di beri makan.” Ucap Sherena.
“Tentu saja lapar, lagian mana bisa orang pingsan di kasih makan.” Ucap Sean sambil terkekeuh, sementara Leon kini menatapnya dengan wajah hawatir.
“Makan yang banyak, kenapa tidak bilang padaku jika kamu kepaparan.” Ucap Leon sambil menaroh Beef miliknya di piring milik Sherena.
“Aku kan pingsan, mana bisa aku menghubungimu, lagian kakak memblokir nomor ku.” Sindir Sherena karena selama perjalanan menuju ke Rumah Sakit ia tidak menghubungi Leon.
Sean tersedak saat ucapan Sherena benar, bagaimana bisa Leon terlihat bodoh padahal pria itu dokter dan sangat tau percis jika orang pingsan tidak bisa berbicara bahkan menghubunginya.
“Serena!” Panggil Theo dengan suara tinggi dan tegasnya sampai membuat Sherena menegang seketika. “Kenapa kamu ada di sini? Cepat pulang.” Ucap Theo.
“Biarkan dia makan dulu.” Ucap Leon, ia menatap Theo dan Daniel bersamaan, ia tau tujuan kedua kakak Sherena adalah untuk menemuinya.
“Jangan ikut campur Kak. Kami harus segera membawa Sherena untuk mendidiknya, agar dia gak nakal lagi.” Ucap Daniel sambil menjewer adik kecilnya itu.
Leon langsung menahan lengan Daniel, ia tidak suka setiap kali kedua Kakak Sherena memperlakukan Sherena seperti ini.
“Jangan membuatnya kesakitan, nanti aku antarkan dia pulang.” Ucap Leon, ia masih berusaha bernegosiasi dengan kedua sepupunya.
Theo melepaskan tangan Leon yang menahan tangan Daniel, dan menatap tajam sepupunya.
“Aku sudah sering memperingatkanmu Leon, aku tidak ingin kamu berdekatan dengan adikku lagi. Mulai sekarang aku akan membawanya pergi ke luar negeri agar kalian tidak bisa bertemu lagi.” Ancam Theo dengan sungguh-sungguh.
Leon terdiam, sementara Sherena menggelengkan kepalanya dengan mata yang mulai memerah dan berkaca-kaca.
“Aku tidak mau!” Ia berdiri menolak ucapan kakaknya. “Kak Leon cepat lakukan seuatu! Aku tidak mau berpisah denganmu Kak, Katakan jika kakak juga mencintaku.” Ucap Sherena dengan wajah memohon.
Dada Leon terasa sangat nyeri, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa. Leon sudah pernah berjanji jika ia tidak akan mendekati lagi Sherena, karena jika itu terjadi kedua kakak Sherena akan benar-benar membawa pergi Sherena ke luar negeri.
Leon menggelengkan kepalanya. “Tidak Sherena, aku tidak menyukai bocah kecil sepertimu, lebih baik kamu ikut pulang dengan kakakmu.” Ucap Leon bohong.
Sherena meneteskan air matanya, ia sungguh kecewa dengan ucapan Leon barusan sampai membuat dadanya terasa sangat sesak.
“Kak? Apa kakak sadar jika ucapan kakak sangat melukaiku? Selama ini aku selalu mengejarmu apa itu belum cukup untuk melihat kehadiranku di sisimu? Apa kebaikan mu selama ini hanya sebatas kakak adik? Apa tak ada sedikitpun rasa cinta untuk ku?” Tanya Sherena dengan air mata yang semakin membasahi pipinya.
Sean ikut terhanyut dengan ucapan Sherena, ia mengode beberapa orang yang masih ada di kantin untuk segera pergi.
Sementara Leon, ia langsung memalingkan tubuhnya membelakangi Sherena tak kuasa melihat wanitanya tengah menangis, rasanya ingin sekali memeluk wanitanya.
“Maaf Sherena, aku sudah membuatmu salah paham.” Ucap Leon. Mata Leon memanas menahan tangis, dadanya terasa nyeri dan sesak. Leon bahkan mengumpati dirinya sendiri di dalam hati karena telah berani melukai wanitanya.
“Hah.” Sherena tersenyum pahit, ia menyeka air matanya yang membasahi pipinya dengan kasar. “Aku tidak tau jika kamu pandai berbohong kak, kamu sama sekali tidak genlte man sebagai seorang pria. Aku berjuang sendiri demi cinta kita, tapi kamu menyerah sebelum berjuang seperti seorang pecundang.” Ucap Sherena dengan kesal ia pun berlari dan pergi meninggalkan kedua kakaknya dan juga Leon yang tak menatap kepergiannya.
Daniel mengejar Sherena sementara Theo menepuk pundak pria itu pelan, Leon hanya diam mematung tanpa menoleh pada Theo yang berdiri di belakangnya.
“Aku harap Sherena lebih dewasa setelah kejadian ini, dan tidak akan terus terobsesi denganmu lagi. Maafkan aku Leon, terima kasih sudah mengerti. Aku janji tidak akan mengirimnya ke luar negeri.” Ucap Theo lalu pergi begitu saja.
Saat Sherena pingsan, Theo dan Daniel bergantian mendatangi Leon hanya untuk meminta dirinya menjauhi Sherena. Keluarganya takut jika obsesi Sherena terus merusak masa depan Leon, dan mengancam akan mengirim Sherena pergi.
Karena itulah Leon bersedia menjauhi Sherena agar wanitanya tidak pergi jauh dari keluarganya, ia takut jika Sherena hidup seorang diri di negara orang.
“Leon kamu tidak sedang menangis kan?” Tanya Sean karena sahabatnya itu tak kunjung membalikan tubuhnya.
“Aku kenyang.” Ucap Leon tanpa menoleh ke arah sahabatnya, ia berjalan meninggalkan Sean seorang diri.
.
To be continued…
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!