Chapter 1
Teeeett Teeeett
Bel yang menandakan siswa siswi SMA Nusantara telah selesai dengan aktifitas sekolah mereka telah berbunyi.
"Hari ini kamu jadi main ke rumah ku kan Bil?" tanya Ayana saat mereka tengah berjalan keluar dari ruang kelas.
"Maaf yah Na, hari ini aku harus langsung pulang, soalnya ayah pagi tadi nggak enak badan. Hmm, kayaknya ayahku meriang deh." Bilqis menjeda ucapannya lalu menarik nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan.
"Rencana nya pagi tadi aku mau izin nggak masuk aja, kasihan ayah di rumah nggak ada yang jagain. Tapi, nggak boleh juga sama ayah, katanya ayah takut ganggu kegiatan sekolahku, apalagi minggu depan kan kita sudah masuk ujian akhir".
Harusnya hari ini adalah jadwal kedua gadis yang sudah bersahabat sejak duduk di kelas 1 bangku SMP itu belajar bersama di rumah Ayana. Tapi, apa boleh buat, Bilqis sangat khawatir dan juga tidak tega jika harus meninggalkan sang ayah seorang diri terlalu lama di rumah dalam keadaan yang kurang sehat.
"Ya sudah kalau gitu, kamu pulangnya hati-hati yah, salam buat ayah, semoga ayah cepat sembuh." balas Ayana sambil sebelah tangannya merangkul pundak sang sahabat.
"Kamu juga hati-hati yah, titip salam buat mama!" sahut Bilqis yang mendapat anggukan serta senyum manis dari Ayana.
Mereka pun berpisah di gerbang sekolah, Ayana berjalan menuju mobil jemputannya dan Bilqis pun berjalan ke arah yang berlawanan menuju halte bus terdekat.
***
Saat Bilqis tiba di depan rumah sederhana yang telah dihuni nya bersama sang Ayah sejak 9 tahun silam, Bilqis pun heran saat melihat pintu dan jendela rumah yang tertutup rapat.
"Assalamualaikum ayah, Bilqis sudah pulang".
Bilqis pun bergegas masuk ke dalam rumah dan dengan cekatan Bilqis mulai membuka lebar pintu dan jendela rumah agar udara yang ada di dalam rumah bisa bertukar dengan udara yang lebih segar. Setelah merasa cukup, Bilqis kemudian melanjutkan langkahnya masuk ke dalam rumah untuk mencari keberadaan sang ayah.
"Yah! Ayah!" Bilqis terus memanggil sang ayah, berharap mendapat jawaban agar kekhawatiran Bilqis bisa segera menghilang . Namun sayang, setelah beberapa lama memanggil, tak sekali pun Bilqis mendapat jawaban. "Ayah kemana sih? Nggak mungkin ayah keluar, tadi pagikan ayah kurang enak badan." monolog Bilqis terjeda. "Ah, mungkin ayah lagi istirahat di kamar." lanjut Bilqis lalu segera beranjak menuju kamar sang ayah. .
"Astagfirullah, ayah!" Bilqis berlari menuju ayahnya yang saat ini sedang tak sadarkan diri di samping tempat tidurnya.
Bilqis begitu terkejut, melihat sang ayah yang sudah tidak sadarkan diri di lantai samping tempat tidur saat ia membuka pintu kamar beberapa saat yang lalu. Rasa aneh memang sudah dirasakan Bilqis sejak tadi saat ia pulang sekolah. Bukan hal biasa baginya jendela rumah tertutup rapat di siang hari, kecuali memang tidak ada orang di rumah.
"Ayah! Ayah kenapa bisa pingsan begini yah? Ayah! Ayah bangun yah!" rasa khawatir dan terkejut membuat air mata Bilqis mengalir begitu deras.
Bilqis pun meletakkan kembali kepala ayahnya di lantai dan segera berlari keluar mencari bantuan.
"Toloong!! Toloong!!" teriak Bilqis susah payah di antara isak tangisnya, tapi tidak satu orang pun yang datang menghampiri. Bilqis mulai berjalan, memaksakan kakinya yang gemetar melangkah menuju rumah tetangga depan rumahnya saat melihat ada motor terparkir di halaman rumah itu.
"Assalamualaikum, Mbak Wati!" dengan suara yang gemetar, Bilqis terus memanggil pemilik rumah.
Tok.. Tok.. Tok..
"Assalamualaikum, mbak Wati! Mas Hasan! Assalamualaikum!"
Terdengar jawaban salam dari dalam rumah bersamaan dengan langkah kaki yang terdengar sedikit berlari. "Waalaikumsalam! Siapa ya?"
Saat pintu rumah terbuka, muncullah Mbak Wati dengan raut wajah terkejut. "Loh, Bilqis? Kamu kenapa?"
"Mbak, tolongin Bilqis mbak.. Ayah Bilqis.. Hiks.. Mbak, ayah mbak.. Ayah pingsan mbak di rumah. Tolongin Bilqis mbak! Hiks hiks".
"Astagfirullah, ya udah tunggu sebantar ya, mbak panggil mas Hasan dulu. Mas! Mas Hasan! Mas!" sambil berlari masuk kembali kedalam rumahnya, Mbak Wati terus memanggil suaminya.
Tak lama kemudian, Mbak Wati kembali muncul, kali ini bersama Mas Hasan sambil berlari kecil ke arah arah Bilqis dengan raut wajah yang sama-sama khawatir. "ayah kamu dimana Bil?" tanya mas Hasan saat tiba di hadapan Bilqis.
"Ayah di kamarnya mas! Hiks hiks" jawab Bilqis masih dengan tangis yang sulit dihentikan.
"Ya sudah, ayok kita ke rumah kamu dulu!" mereka pun berlari menuju rumah Bilqis.
***
Saat sudah masuk ke dalam kamar sang ayah, Bilqis pun langsung menuju ke tempat ayahnya pingsan "Assalamualaikum, ayah! Hiks"
"Kita angkat aja dulu ke tempat tidur!" ucap Mas Hasan.
"Iya mas" jawab Bilqis.
Mereka pun mulai mengangkat Pak Siddiq, ayah Bilqis ke atas tempat tidur, di bantu Mas Hasan dan Mbak Wati.
"Kamu ada minyak angin nggak Bil?" tanya Mbak Wati.
"A-ada mbak! Tunggu sebentar, Bilqis ambil dulu di kamar."
Saat hendak melewati pintu, Mas Hasan tiba-tiba memanggil dan bertanya hal yang sama sekali tak disadari Bilqis.
"Bilqis! Itu kok baju sama tangan kamu ada darahnya?"
Sontak Bilqis menoleh ke arah baju dan tangannya yang di tunjuk Mas Hasan. Betapa terkejut nya Bilqis saat melihat banyak noda bekas darah yang masih segar menempel di tangan dan bajunya. Bilqis pun mengurungkan niatnya untuk ke kamar dan berbalik ke tempat sang ayah. Dengan perasaan was-was, Bilqis mulai mengangkat kepala ayahnya dan memastikan apa yang ada di kepala.
"Astagfirullah, mas! mbak! Kepala ayah berdarah. Bagaimana ini? Hiks.. Hiks"
Ternyata benar, kepala ayah Bilqis terluka dan mengeluarkan cukup banyak darah. Seketika rasa lemas menjalar ke seluruh tubuh Bilqis, air mata pun semakin deras terasa.
"Mas, coba kamu ke Pak Mahdi dulu. Minta tolong buat antarkan Pak Siddiq ke rumah sakit." ucap Mbak Wati dan di jawab anggukan oleh suaminya, Mas Hasan pun segera berbalik pergi meninggalkan kamar Pak Siddiq.
***
Tidak berselang lama, terdengar bunyi kendaraan di luar rumah.
"Asalamualaikum!" ucap Pak Mahdi, Bu Rosa dan Mas Hasan saat tiba di kamar Pak Siddiq, ayah Bilqis.
"Ayah kamu kenapa nak? Kok bisa sampai pingsan begini?" tanya Bu Rosa.
"Bilqis juga nggak tau bu. Tadi pas Bilqis pulang sekolah, Bilqis lihat pintu dan jendela rumah semua tertutup rapat. Hiks hiks." jawab Bilqis masih dengan air mata yang mengalir deras.
"Terus Bilqis masuk cari ayah, pas Bilqis masuk ke kamar ayah, Bilqis lihat ayah sudah pingsan di lantai dekat tempat tidur. Hiks hiks."
Meski dengan sesenggukan, sebisa mungkin Bilqis menjawab pertanyaan Bu Rosa yang merupakan istri dari Pak Mahdi, Ketua RT di rumahku sambil terus membersihkan air mata yang terus mengalir di pipi.
"Bagian belakang kepala Pak Siddiq ada yang terluka pak, mungkin waktu Pak Siddiq kehilangan kesadaran, beliau sempat terbentur sesuatu." Mbak Wati membantu Bilqis menjelaskan tentang luka di kepala ayahnya.
Mbak Wati terus mengipasi Pak Siddiq menggunakan buku tulis yang diambilnya dari dalam tas sekolah Bilqis sambil sesekali mengelus pundak Bilqis untuk menenangkannya.
"Kalau begitu, ayo kita antar Pak Siddiq ke rumah sakit, semoga tidak ada hal serius yang terjadi. Semoga Pak Siddiq baik baik saja." ucap Pak Mahdi serius.
Pak Mahdi dan Mas Hasan pun menggotong Pak Siddiq ke mobil untuk di antar ke rumah sakit.
"Bilqis, kamu naik di tengah, pangku kepala ayahmu nak. Alas kepalanya dengan kain, supaya darahnya tidak terus mengalir." ucap Bu Rosa dan langsung di sambut anggukan oleh Bilqis.
Mobil Avanse milik Pak Mahdi pun mulai melaju menuju rumah sakit.
***
Saat tiba di Rumah Sakit Medika, Mas Hasan pun gegas turun dari mobil dan masuk ke dalam UGD. Kemudian keluar lagi setelah beberapa saat dengan beberapa perawat yang membawa brankar untuk Pak Siddiq.
Bilqis dan beberapa perawat segera mendorong brankar milik Pak Siddiq menuju UGD.
"Ayah.. Ayah yang kuat ya yah! Hiks.. Hiks.. Jangan tinggalin Bilqis ya yah.. Hiks Hiks.. Ayah pasti baik-baik aja yah."
Bilqis terus memegang tangan ayahnya sejak di dalam mobil sampai tiba di depan UGD rumah sakit. Berusaha menguatkan sang ayah dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa semua akan baik-baik saja.
"Maaf, pengantar pasien tolong tunggu disini saja." ucap seorang perawat.
Bilqis pun dengan terpaksa melepas tangan sang ayah dengan diam dalam tangis dan terus melihat brankar ayahnya yang menghilang di balik pintu UGD.
"Sabar yah nak, terus berdoa buat ayahmu. Semoga ayahmu baik-baik saja." ucap Bu Rosa sambil menarik Bilqis masuk ke dalam pelukannya, mencoba menenangkan Bilqis yang masih terus menangis.
***
Pintu ruang UGD terbuka dan muncullah seorang Dokter yang berjalan menuju ke arah mereka.
Bilqis yang sadar atas kehadiran Dokter pun segera berdiri dan menghampiri Dokter tersebut, diikuti Pak Mahdi, Bu Rosa, Mas Hasan dan Mbak Wati.
"Dokter, bagaimana keadaan ayah saya Dok?" tanya Bilqis berusaha menghentikan tangisnya.
"Maaf.."
"Bagaimana keadaan Ayah saya, Dok?"
Sang Dokter pun tak langsung menjawab, ditatap nya wajah Bilqis sesaat lalu berkata, Dengan wajah sendu, Dokter pun menjawab "Maafkan saya, tapi bisakah saya bicara dengan wali pasien?"
"Iya, saya wali ayah saya, Dok. Saya anaknya dan keluarga satu-satunya." jawab Bilqis dengan suara parau akibat tangis yang tak kunjung berhenti.
Begitu sakit saat mengingat bahwa Bilqis dan Pak Siddiq hanya memiliki satu sama lain. Satu per satu kerabat yang mereka punya mulai menjauh saat usaha sang ayah mulai bangkrut.
Saat Bilqis berusia 9 tahun, sang ibu meninggal karena penyakit kanker payudara yang dideritanya selama 4 tahun. Setelah kepergian sang ibu, Pak Siddiq jadi tidak fokus menjalankan usahanya dan berakhir gulung tikar setahun setelah sang istri meninggal.
Sejak itu lah Pak Siddiq memutuskan untuk pindah ke ibu kota, membawa serta Bilqis dan menetap disini. Sejak itu pula, kerabat mereka mulai menghilang satu persatu dan memutuskan kontak dengan kedua ayah dan anak itu.
"Baiklah, bisa ikut ke ruangan saya? Ada beberapa hal yang harus saya sampaikan." ucap Dokter yang usianya sama dengan usia Pak Mahdi yaitu sekitar 40 tahun.
"Ayo nak, biar bapak yang temani kamu bicara dengan Dokter. Biar yang lain menunggu disini saja." ucap Pak Mahdi lalu dijawab anggukan oleh yang lainnya.
"Mari ikuti saya." ucap sang Dokter kemudian berbalik dan berjalan meninggalkan ruang UGD menuju ruangannya, aku dan pak RT hanya bisa mengikuti kemana dokter pergi.
***
Sesampainya di depan pintu yang diperkirakan adalah pintu dari ruangan dokter itu, Bilqis dan Pak Mahdi dipersilahkan masuk ke dalam dan dipersilahkan duduk.
"Ada apa dengan ayah saya dokter? Ayah saya baik-baik saja kan dok? Tidak terjadi apa-apa kan dokter dengan ayah saya? Hiks.." karena tidak sabar, Bilqis langsung saja memberondong sang dokter dengan banyak pertanyaan sesaat setelah sang dokter duduk di kursinya.
"Tenang nak, sabar.. Kita dengarkan dulu apa yang akan pak dokter sampaikan tentang kondisi ayahmu." ucap Pak Mahdi berusaha menenangkan Bilqis.
Dengan raut wajah serius, dokter pun mulai menjelaskan tentang kondisi Pak Siddiq.
"Begini Pak, Nak. Kondisi pasien sekarang sedang tidak sadarkan diri akibat benturan di bagian kepalanya. Ada kemungkinan pasien mengalami cedera otak traumatis atau pembengkakan otak. Untuk observasi selanjutnya kita harus menunggu pasien sadar terlebih dahulu. Untuk sementara, pasien akan di rawat di ruang Intensive Care Unit atau ICU agar bisa dipantau perkembangannya." ucap dokter.
"Untuk kedepannya, jika ada perkembangan lebih lanjut mengenai kesehatan pasien, akan kami sampaikan lagi." sambung dokter lagi.
"Astagfirullah, ayah. Hiks.. Hiks.. Maafin Bilqis yah. Hiks.. Hiks.. Harusnya Bilqis temani ayah di rumah. Harusnya Bilqis nggak usah masuk sekolah saja hari ini. Ayah.. Hiks.. Hiks.." sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, Bilqis kembali menangis. Sesak dan sesal terasa memenuhi setiap rongga dadanya.
"Sudah nak.. Sudah.. Yang sabar yah nak.. Banyak-banyak berdo'a, semoga Pak Siddiq bisa melewati ini semua dengan baik dan bisa kembali sembuh, sehat wal afiat." ucap Pak Mahdi menenangkan sambil sesekali menepuk pundak Bilqis.
"Apa kami sudah bisa melihat keadaan pak Rahman dokter?" tanya Pak Mahdi kemudian.
"Bisa pak, tapi cuman bisa 1 orang saja dulu yang menjenguk. Itu pun harus menunggu sampai pasien dipindahkan ke ruang ICU." jawab sang dokter.
Pak Mahdi pun menunduk sejenak, mengatur nafas sampai di rasa agak tenang. "Kalau begitu kami keluar dulu pak dokter. Terima kasih atas penjelasannya." ucap Pak Mahdi sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan dokter.
"Sama-sama pak." ucap sang dokter sambil membalas uluran tangan pak Mahdi. Kemudian beralih menatap Bilqis. "Yang sabar yah nak." ucap sang dokter lagi.
Bilqis dan Pak Mahdi pun berjalan beriringan keluar dari ruangan sang dokter lalu kembali ke ruangan UGD untuk melihat sang ayah.
***
Tiba di depan ruang UGD, mereka langsung disambut Bu Rosa.
"Gimana pak kabar Pak Siddiq?" ucap Bu Rosa dengan wajah sedih melihat Bilqis yang tak henti menangis sejak tadi.
Pak Mahdi pun menjelaskan keadaan Pak Siddiq seperti yang dikatakan sang dokter.
"Pak Siddiq masih belum sadarkan diri bu. Kata dokter tadi, Pak Siddiq mengalami pembengkakan otak akibat benturan waktu pingsan tadi." jelas Pak Mahdi.
"Astagfirullah.. Terus bagaimana pak?"
"Pak Siddiq harus dirawat di ICU bu, sampai sadarkan diri buat di observasi lebih lanjut."
Bu Rosa segera berjalan mendekati Bilqis lalu merangkul dan mengelus punggung Bilqis dengan lembut, mencoba mengurangi rasa sedih yang dirasakan gadis yang baru berusia 17 tahun itu.
"Sabar yah nak. Sabar.. Kamu pasti bisa melewati ini, Pak Siddiq juga pasti akan baik-baik saja."
Bilqis hanya bisa mengangguk dalam rangkulan Bu Rosa. Sudah habis kata, berganti tangis yang pilu.
"Kok ibu sendiri? Mas Hasan sama Mbak Watinya mana bu?" tanya Pak Mahdi karena tidak melihat keberadaan sepasang suami istri itu.
"Mas Hasan dan Mbak Wati tadi pamit pulang naik angkot pak, soalnya mas Hasan harus masuk kerja katanya, terus Mbak Wati harus jaga si Bima. Ngga enak katanya nitip Bima kelamaan ke tetangga."
"Oh, ya sudah kalau begitu."
***
Tidak lama kemudian datanglah seorang suster menghampiri kami. "Keluarga Pak Siddiq?"
"Iya sus. Saya anaknya." sahut Bilqis lalu segera menghampiri sang suster.
"Silahkan ke bagian administrasi dulu yah mbak, soalnya Pak Siddiq nya sudah mau dipindahkan ke dalam ruangan ICU." ucap suster muda yang usianya beberapa tahun di atas Bilqis.
"Baik sus."
Bilqis pun segera pergi ke bagian administrasi. Kali ini ditemani Bu Rosa sedangkan Pak Mahdi menunggu di depan UGD.
***
"Permisi mbak, saya Bilqis putri pasien atas nama Pak Siddiq." ucap Bilqis pada seorang suster yang berjaga di meja administrasi.
"Oh iya mbak. Ada yang bisa saya bantu?"
"Saya mau mengurus administrasi buat ayah saya. Katanya mau pindah dari UGD ke ICU mbak."
"Pasien pakai asuransi atau umum mbak?"
"Pakai asuransi pemerintah mbak."
Bilqis pun segera menyerahkan KTP dan kartu asuransi pemerintah milik Pak Siddiq ke bagian administrasi. Untung saja sebelum ke rumah sakit tadi, Bilqis sempat mengambil dompet sang ayah di atas nakas samping tempat tidur ayahnya.
***
Setelah urusan administrasi selesai, Bilqis dan Bu Rosa pun langsung kembali ke ruang UGD. Sambil menunggu ayahnya dipindahkan ke ruang ICU, tiba-tiba Bilqis teringat kalau belum melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslimah. Ia pun segera pamit menuju mushola rumah sakit untuk melaksanakn sholat ashar.
"Pak, bu, aku nitip ayah sebentar yah. Aku mau ke mushola dulu sebentar. Sudah jam 5, aku belum sholat ashar."
"Pergilah nak, do'akan ayahmu. Jangan khawatir, biar bapak dan ibu yang jaga ayah kamu. Walaupun nanti ayah kamu dipindahkan, biar ibu kabari lewat WA."
"Baik bu, kalau begitu aku permisi dulu. Assalamualaikum." Bilqis segera pamit dan dijawab serentak oleh sepasang suami istri itu.
"Waalaikumsalam nak."
***
Setelah selesai sholat, Bilqis putuskan untuk berjalan-jalan sebentar. Ada terlalu banyak pertanyaan yang memenuhi kepalanya saat ini, menunggu untuk dijawab.
"Bagaimana ini? Bagaimana dengan kondisi ayah kedepannya? Bagaimana caranya aku menutupi kekurangan selisih biaya perawatan ayah? Tabungan ku pun hanya cukup untuk kebutuhan ku selama beberapa minggu. Ya Allah, tolong bantu Bilqis. "
Bilqis yang disibukkan dengan banyaknya pertanyaan yang muncul di dalam kepalanya pun akhirnya kehilangan fokus dan tidak menyadari keadaan sekitar sehingga..
BRUKK
"Astagfirullah!"
BRUKKK
"Astagfirullah!"
Bilqis terpental hingga jatuh terduduk di lantai. Sambil mengusap bagian kepalanya yang terasa sakit karena menabrak sesuatu, satu lagi tangan Bilqis mengusap bagian belakangnya yang tidak kalah sakit dengan bagian kepalanya. Bilqis pun bangkit berdiri dan melihat siapa yang menabraknya.
"Maaf, kamu nggak apa-apa?"
Suara seorang pria terdengar menyapa telinga Bilqis. Bilqis lalu mengangkat kepalanya, saat itu juga pandangan Bilqis dan seorang pria yang telah menabraknya saling bertemu.
Seorang pria berbadan tegap, tinggi, dan berkulit agak sawo matang berdiri di hadapan Bilqis saat ini, pria itu seketika menundukkan tubuhnya untuk melihat keadaan Bilqis dengan lebih dekat.
Bilqis yang merasa terkejut dengan tingkah pria dihadapannya yang tiba-tiba itu pun sontak mengambil beberapa langkah mundur. Namun karena langkah yang kurang siap, akhirnya Bilqis kembali terjatuh karena tersandung kakinya sendiri.
BRUKK
"Aduhhh, aowww!" pekik Bilqis tidak tertahankan.
Melihat Bilqis yang terjatuh kembali, pria itu pun berinisiatif mengulurkan tangannya. Meski sedikit kesal, namun Bilqis tetap menerima uluran tangan pria itu, kemudian bangkit berdiri sambil mengusap bagian belakangnya yang terasa sangat-sangat sakit akibat jatuh terduduk dua kali berturut-turut.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya pria itu dengan raut wajah bersalah.
"Nggak kok, Pak. Saya baik-baik saja." ucap Bilqis sambil menunduk. Niat hati ingin marah pun tidak bisa karena terlalu malu jatuh di depan umum dan di depan orang asing.
"Maaf yah, maafkan saya. Saya nggak sengaja. Saya terlalu tergesa-gesa jadi kurang memperhatikan jalan." jelas pria itu.
"Oh nggak apa-apa, Pak. Saya juga salah. Salah saya yang jalan sambil melamun, jadinya nggak sadar dengan keadaan sekitar saya." sahut Bilqis dengan wajah yang tetap menunduk.
"Apa kamu yakin tidak apa-apa?" tanya pria itu lagi yang segera mendapat anggukan kepala dari Bilqis.
"Ya sudah, ini kartu nama saya. Kalau nanti kamu merasa ada yang sakit, kamu bisa hubungi saya. Nomor telepon saya ada disitu." ucap pria itu masih dengan rasa bersalahnya.
"Baiklah kalau begitu, terima kasih, Pak. Padahal, saya sungguh baik-baik saja." balas Bilqis kembali meyakinkan pria dihadapannya itu.
"Kalau begitu, saya pergi dulu. Sekali lagi maaf dan terima kasih." ucap pria itu lalu melangkah pergi tanpa menunggu jawaban dari Bilqis.
"Sama-sa-ma. Hmm, apa dia sesibuk itu sampai harus pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban dariku?" monolog Bilqis karena pria tadi sudah menghilang dari pandangannya.
'Attar Putra Mahesa' ucap Bilqis membaca kartu nama pria itu.
"Mahesa? Kok nama itu kayak nggak asing yah? Ah, entahlah." ucap Bilqis tak lagi mau pusing dengan perkara nama, ia pun melangkah kembali menuju ruang UGD.
***
"Pak, bu. Bagaimana ayah? Apa sudah dipindahkan?" tanya Bilqis saat tiba di depan ruang UGD.
"Alhamdulillah, kamu sudah kembali nak. Pak Siddiq lagi proses pemindahan, ini kami sedang menunggu brankarnya di dorong keluar dari UGD." ucap Bu Rosa.
Trek tek tek tek tek
"Nah itu brankar ayah mu sudah di dorong. Ayo kita ikuti!" kata Pak Mahdi.
"Ayok, Pak!" sahut Bilqis kemudian berjalan mengikuti brankar itu menuju ruang ICU.
***
Setibanya di depan ruang ICU, seorang suster berhenti dan berkata "Maaf, pak, bu, untuk penjaga yang bisa masuk cuman satu orang. Yang lain silahkan menunggu di luar saja."
Setelah berkata seperti itu, sang suster lalu berbalik dan kembali mendorong brankar Pak Siddiq masuk ke dalam ruang ICU.
"Ya sudah, kamu masuklah nak, temani ayah kamu dulu." ucap Pak Mahdi penuh pengertian.
"Baik pak, Bilqis masuk dulu sebentar. " balas Bilqis dan dijawab anggukan oleh keduanya.
Beberapa langkah setelah masuk di ruang ICU, Bilqis terkejut melihat pasien-pasien yang ada di ruangan tersebut.
Ruangan yang berisi 6 bed pasien dan terisi seluruhnya. Bunyi berbagai alat penunjang kehidupan nyaring terdengar di ruangan yang ramai tapi begitu terasa sunyi itu.
'Ya Allah, kasihan sekali pasien-pasien ini. Berikan mereka kesembuhan ya Allah. Aamiin'.
Tanpa terasa setetes air mata jatuh membasahi pipi Bilqis.
Melihat ayahnya telah dipindahkan dari brankar ke bed pasien, Bilqis pun segera membersihkan pipinya dari air mata dan berjalan menghampiri tempat dimana ayahnya berbaring.
"Pemindahannya sudah selesai, masih ada yang bisa kami bantu, Mbak?" tanya salah satu suster yang membantu memindahkan Pak Siddiq dari UGD ke ruang ICU.
"Nggak kok, Sus. Sudah cukup."
"Kalau begitu kami permisi dulu."
"Iya, Sus. Terima kasih."
Setelah merapikan bed sang ayah, Bilqis pun meyakinkan diri dalam hati untuk meninggalkan ayahnya sebentar.
'Aku harus pulang mengambil beberapa keperluan kami karena aku pasti harus menginap di rumah sakit untuk menemani ayah. Mungkin besok aku tidak akan masuk sekolah dulu, tempat ini masih sangat asing buat ayah, kasihan kalau aku harus meninggalkan ayah untuk waktu lama.'
Setelah yakin, Bilqis pun menemui Pak Mahdi dan Bu Rosa untuk meminta tumpangan pulang. Dan mereka pun mengijinkannya menumpang.
***
Waktu menunjukkan pukul 8 malam saat Bilqis tiba di rumahnya, ia pun memutuskan untuk sholat isya lebih dulu, setelah itu baru berkemas.
"Ya Allah, aku harus bagaimana?" sambil melipat mukena, Bilqis pun mulai mencari cara mendapatkan uang tambahan untuk kebutuhannya dan sang ayah.
"Apa aku cari kerja sampingan aja yah? Yang waktu kerjanya bisa dikerjakan pulang sekolah."
Bilqis pun mulai memikirkan jenis pekerjaan apa yang cocok untuk pelajar sepertinya. Walaupun ia sudah selesai ujian akhir dan hanya tinggal menunggu pengumuman kelulusan, tapi tetap saja ia belum bisa lepas dari statusnya sebagai seorang pelajar.
Setelah selesai berkemas, Bilqis kembali ke rumah sakit. Saat turun di halte bus dekat rumah sakit, Bilqis melihat warung makan tenda sari laut. Di dekat pintu tenda, Bilqis dapat melihat ada tulisan buka lowongan kerja. Tanpa ragu lagi, Bilqis masuk ke dalam warung makan tersebut dan menemui pemiliknya.
"Permisi, Mas!" mencoba bertanya pada salah seorang pegawai yang sedang menggoreng ayam.
"Iya, Mbak. Mbaknya mau pesan apa?"
"Maaf mas, saya bukan mau makan. Saya mau tanya soal lowongan di depan, apa masih buka yah mas?"
"Oh, masih kok mbak. Mbak tanya ke mas Fatan saja, itu yang pakai kaos hitam disebelah sana." jawab pegawai tadi kemudian menunjuk ke arah seorang pemuda yang berada tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Oh iya, makasih ya mas" balas Bilqis dan mendapat anggukan dari pegawai tadi.
Bilqis pun berjalan menghampiri seorang pemuda, sesuai dengan arahan pegawai yang sebelumnya.
"Permisi mas, masnya yang namanya Fatan?"
"Iya, saya Fatan. Mbak siapa yah? Apa mau makan?"
"Oh, ngga mas. Ini saya mau tanya lowongan yang ada di depan, apa masih buka yah mas?"
"Masih kok mbak, siapa yang mau bekerja mbak? Apa mbak?" tanya Fatan sambil sesekali memperhatikan costumer yang makan di warungnya.
"Iya, saya mas. Apa bisa, Mas?" tanya Bilqis penuh harap.
"Bisa, Mbak. Tapi, Mbak harus tahu dulu, kerja disini gaji nya nggak besar Mbak, trus kita juga bukanya dari jam 7 malam sampai jam 12 malam. Apa Mbak yakin sanggup?" jelas Fatan dengan raut wajah yang penuh keraguan.
'Mungkin dia meragukan kemampuanku.' Bilqis bergumam dalam hati.
"Saya yakin kok mas, Insyaa Allah saya akan berusaha keras untuk bekerja sebaik mungkin." ucap Bilqis meyakinkan, sambil berdo'a dalam hati. 'Ya Allah, mudahkan jalan hamba untuk kerjaan ini. Aamiin'.
"Baiklah, kalau kamu memang merasa yakin mampu, besok jam 6 sore kamu kesini saja bawa foto copy KTP kamu." ucap Fatan sambil tersenyum.
"Baik mas! Alhamdulillah, terima kasih banyak ya mas."
Dengan perasaan yang begitu senang dan bersyukur, Bilqis pun segera menyalami Fatan dan ketika ia berbalik untuk keluar dari warung tenda itu, tiba-tiba..
PRANGG!!!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!