NovelToon NovelToon

Revenge Of Twins

Bab 1 Lelah

Di depan sekolah Internasional High School (IHS), seorang gadis berdiri dengan tatapan tidak bersemangat. Bukan karena dia malas untuk masuk sekolah, tapi dia sudah lelah menjadi bulan-bulanan teman-temannya.

Dia adalah Kirana Angelina Putri, gadis berusia 17 tahun yang mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya di sekolah elite tersebut. Namun karena hal itu juga, ia di pandang rendah oleh teman-temannya. Dia selalu mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari teman-temannya terutama Sovia dan gengnya.

IHS merupakan sekolah favorit di kotanya. Banyak orang tua yang ingin putra putri mereka bisa menempuh pendidikan di sekolah tersebut. Namun, tidak semuanya yang terlihat bagus itu mempunyai dampak positif. Memang, IHS sudah mendapatkan banyak penghargaan karena mempunyai siswa siswi yang unggul. Tapi di dalam sekolah yang selalu mereka banggakan, terdapat sisi kelam yang bisa membuat mental seseorang terpuruk, yaitu pembullyan.

"Huh ... Baru kali ini aku takut masuk sekolah." gumam Kirana. Dia melangkah perlahan, melewati gerbang sekolah yang menjulang tinggi di depannya. Namun baru beberapa langkah Kirana masuk ke area sekolah, dia sudah di sambut dengan seember air yang sengaja di siramkan padanya.

BYUUUR

Kirana mematung di tempat. Dia menoleh kesamping dan melihat banyak siswa yang menertawakannya. Kirana yakin jika mereka adalah orang suruhan Sovia karena hanya gadis itu yang suka sekali menindasnya.

Kirana tidak lagi kaget saat di perlakukan seperti itu. Hanya saja dia menyayangkan karena dari sekian banyak siswa, tidak ada yang berani menolongnya. Bahkan mereka patuh begitu saja saat Sovia memerintah mereka.

Ya, Kirana tahu alasannya. Mereka tidak ada yang berani melawan Sovia karena Sovia adalah anak orang kaya yang merupakan pemilik dari sekolah IHS. Mereka pasti mendapatkan ancaman dari Sovia jika tidak mau mengikuti perintah darinya.

Begitu juga dengan Kirana. Dia tidak berani melawan karena Sovia mengancam akan membuat beasiswanya di cabut dan di keluarkan dari sekolah. Untuk itu dia memilih untuk diam saat di perlakukan seperti itu karena tidak ingin usahanya selama ini sia-sia

"Huuu ... "

Kirana hanya bisa menghela nafas mendengar semua orang menyorakinya. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain menghindar dengan pergi ke toilet.

Dia sudah biasa mendapatkan perlakuan seperti ini, sampai-sampai dia hafal apa yang akan terjadi padanya. Itu sebabnya dia membawa seragam lain yang ia simpan di dalam tasnya.

Kirana berdiri di depan cermin dan menatap dirinya yang menyedihkan. "Sampai kapan aku harus seperti ini? Aku sudah tidak tahan. Aku lelah." tangis Kirana pecah. Dia pernah mempunyai impian untuk mempertahankan beasiswanya agar bisa mempermudahnya masuk ke universitas yang ia idam-idamkan. Dia ingin memperbaikinya hidupnya dengan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Namun semua mimpinya kandas karena perlakuan teman-temannya yang membuatnya trauma.

Dia masih ingat saat gurunya memberitahu jika dirinya mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya di sekolah IHS. Dia sangat senang, apalagi IHS adalah sekolah favorit. Namun semua mimpi indah itu berubah menjadi mimpi yang mengerikan.

Saat pertama kali ia mengikuti MPLS, dia sudah mendapat perlakuan buruk dari kakak kelasnya. Apalagi saat mereka tahu jika dia masuk melalui jalur beasiswa. Setiap hari, mereka tiada bosan mengganggu dirinya, menghinanya dan mengucilkan nya hanya karena dia terlahir miskin.

Kirana menahan rasa sakit itu sendirian karena dia tidak mau membuat kakak sekaligus saudara kembarnya khawatir.

Ya, Kirana mempunyai saudara kembar yang bernama Karina. Mereka kembar identik. Namun karena penampilan Karina yang tomboy, membuat semua orang mudah membedakan mereka. Tapi jika mereka berpenampilan sama, maka orang akan bingung untuk membedakan mana Karina dan mana Kirana.

Selain itu mereka juga mempunyai sifat yang berbeda. Kirana sangat lembut, feminim dan juga pintar. Itu sebabnya ia bisa mendapatkan beasiswa dan masuk ke IHS. Berbeda dengan Karina yang bar-bar, tomboy dengan otak yang pas-pasan. Namun walaupun begitu Karina sangat menyayangi Kirana. Dia tidak iri dengan pencapaian Kirana. Justru sebaliknya, dia mendukung apapun yang diimpikan oleh adiknya.

Karina tidak melanjutkan pendidikannya dan memilih bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari karena mereka yatim piatu. Orang tua mereka meninggal karena kecelakaan saat mereka berusia 10 tahun.

Sejak saat itu, Karina sekolah sambil bekerja. Dan setelah lulus SMP, dia memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikannya dan mendukung adiknya untuk melanjutkan sekolah dengan beasiswa yang adiknya dapatkan. Namun sayangnya, dia tidak tahu apa yang Kirana alami selama ini.

"Sudah Kirana, jangan menangis lagi. Kau harus bisa bertahan demi Karina. Jangan sampai pengorbanan Karina sia-sia." Kirana menghapus air matanya dan menyemangati diri sendiri.

Setelah suasana hatinya membaik, dia bergegas ke kelasnya karena sebentar lagi pelajaran akan segera di mulai. Namun sesampainya di kelas, lagi-lagi dia mendapatkan kejutan dari Sovia dan yang lain.

"Akhirnya datang juga. Cepat kau kerjakan PR kita!!" perintah Sovia sambil melempar buku-buku ke wajah Kirana

"Ba-baik." Kirana membawa buku Sovia dan kedua temannya dan mulai mengerjakan pr tersebut. Tidak ada yang sulit karena dia juga mengerjakan pr yang sama. Jadi tidak membutuhkan waktu yang lama, pr tersebut sudah selesai ia kerjakan.

"I-ini!!" Kirana memberikan buku tersebut pada Sovia yang berdiri di samping

Sovia berdecak dan merebutnya dengan kasar. Dia menarik kursi lain dan menaikkan kakinya di sana. "Cepat kau bersihkan sepatuku!!" titahnya lagi

"Ke-kenapa aku harus melakukan hal itu?" tanya Kirana

"Karena kau memang pantas mendapatkannya. Gadis miskin seperti mu, lebih pantas menjadi pembantu. Jadi lebih baik, cepat kau lakukan atau aku akan memberimu pelajaran."

Kirana menatap Sovia dengan tatapan memohon, tapi Sovia justru menganggapnya sebagai perlawanan. Dia mengambil buku yang tebal dan menggunakannya untuk memukul kepala Kirana berulang kali.

"Akh ... " Kirana hanya bisa memekik kesakitan, namun hal itu tidak membuat Sovia berhenti. Baru setelah salah satu siswa memberitahu jika pak Bima datang, Sovia buru-buru melempar buku tersebut di depan Kirana dan langsung duduk manis di tempatnya, seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

"Selamat pagi anak-anak." sapa pak Bima

"Pagi pak." jawab mereka serempak.

Kirana masih menunduk. Dia menutup hidungnya yang mengeluarkan darah menggunakan tangan. "Sakit!! Sakit sekali!!" batin Kirana. Dia ingin menangis karena kesakitan. Namun tiba-tiba, dia melihat tisu yang dilempar di depannya. Dia menoleh kearah Bagas, namun pria itu berpura-pura memperhatikan penjelasan pak Bima.

Kirana tersenyum. Dia tahu jika yang memberikan tisu tersebut adalah Bagas. Dia mengambil tisu tersebut dan menggunakannya untuk menyeka darah di hidungnya.

Ya, walaupun semua orang membencinya, namun ada satu pria yang masih perduli padanya. Dia adalah Bagas. Satu-satunya sahabat yang Kirana punya.

Bab 2 Mati Otak

Waktu terus berlalu, tidak terasa jam pelajaran telah usai. Semua siswa membereskan barang-barang mereka dan bergegas untuk pulang. Begitu juga dengan Kirana. Hari ini dia benar-benar lelah dan ingin segera beristirahat.

Sekujur tubuhnya terasa remuk dan kepalanya berdenyut sakit. Ya, setelah memukulinya menggunakan buku besar, Sovia kembali menindasnya dengan melukai fisik dan mentalnya.

Dia di tarik oleh Jessica dan Ericka ke halaman dan diikat di tiang untuk di permalukan disana.

Semua orang tertawa melihatnya. Dan Kirana hanya bisa menangis. Tidak ada yang berani menolongnya, justru mereka ikut menindasnya. Bahkan pihak sekolah juga tutup mata dan telinga dengan apa yang Sovia lakukan.

Dan kini, dia pulang dengan langkah yang lunglai. Sesekali dia duduk untuk beristirahat. Namun dia masih menahan rasa sakit yang ia rasakan. Hingga setelah sampai di rumah, dia memutuskan untuk beristirahat.

"Ayah, ibu, Kiran lelah. Kiran ingin ikut kalian saja. Kiran tidak sanggup seperti ini terus." isak Kirana. Dia terus menangis hingga tanpa terasa dia terlelap dengan sendirinya.

Siang berganti malam. Dan Karina baru saja pulang dari bekerja dengan membawa dua nasi bungkus untuk makan malam mereka. "Aku pulang!!" seru Karina. Dia mengerutkan keningnya karena tidak ada jawaban dari adiknya.

Biasanya jika dia pulang dari bekerja, Kirana akan datang menyambutnya dan menyiapkan piring untuk mereka makan. Namun, kali ini sosok Kirana tidak menampakkan batang hidungnya.

"Kemana Kirana?" gumam Karina. Dia mencari Kirana di kamar dan menatap heran adiknya yang tertidur dengan masih memakai seragam.

"Tumben sekali jam segini Kirana sudah tidur. Dan, kenapa dia tidak ganti baju dulu?" batin Karina heran. Dia mencoba berfikir positif, mungkin adiknya itu terlalu lelah hingga tidak sempat ganti baju. Dia akan membangunkannya nanti dan mengajaknya makan malam.

"Nanti saja aku membangunkan nya setelah aku selesai mandi.'' ujarnya bermonolog. Dia meletakkan makanan tersebut di meja makan dan menutupnya dengan tutup saji. Baru setelahnya dia pergi mandi.

"Hah ... Hari yang melelahkan." Karina menghela nafas panjang. Dia mandi dengan cepat karena dia sudah sangat lapar. Tapi sejenak dia berfikir tentang adiknya yang tertidur. Selain hal itu tidak biasa, dia baru sadar jika Kirana menggunakan seragam yang berbeda dengan yang ia pakai tadi pagi.

"Kenapa tiba-tiba perasaanku tidak enak ya?" batin Karina. Dia segera berpakaian dan masuk ke kamar Kirana untuk membangunkannya.

"Kiran!! Bangun!! Kita makan yuk!! Aku sudah membeli makanan kesukaan mu." seru Karina. Dia mengerutkan keningnya karena Kirana tidak merespon. Dia mendekat dan menggoyang perlahan tubuh Karina.

"Kiran!!" panggil Karina. "Kau baik-baik saja, kan?" Karina menempelkan tangannya di kening Kirana untuk mengecek suhu tubuhnya.

"Oh my Gosh!! Kiran, tubuhmu panas sekali. Kiran!" Karina terlihat panik. Dia terus mencoba membangunkan Kirana, namun adiknya itu sama sekali tidak membuka matanya. Akhirnya Karina melarikan Kirana ke rumah sakit terdekat.

"Astaga, Kiran! Kenapa kau bisa sakit? Padahal tadi pagi kau baik-baik saja, kan?" Karina menggendong Adiknya yang tidak sadarkan diri hingga sampai ke rumah sakit. Sesampainya di sana, Kirana langsung di tangani oleh dokter.

"Semoga kau baik-baik saja Kiran." batin Karina. Dia sangat khawatir karena ini pertama kali Kirana sakit sampai pingsan.

Cukup lama Karina menunggu. Dia berjalan kesana kemari dengan perasaan yang tidak menentu. Hingga dia mendengar suara pintu terbuka dan melihat dokter keluar dari ruang pemeriksaan dimana adiknya berada.

"Dokter, bagaimana keadaan adik saya dok?" tanya Karina

Dokter yang menangani Kirana menghela nafas dan menepuk pelan bahu Karina. "Maaf, kami harus menyampaikan kabar buruk untuk mu. Tim kami sudah memeriksa secara keseluruhan dan untuk saat ini hasil pemeriksaan menunjukkan jika adikmu mengalami cidera otak yang parah yang menyebabkan dia mengalami mati otak."

Deg

Bagaimana tersambar petir di siang hari, Karina terkejut mendengarnya. Lidahnya kelu, seluruh tubuhnya bergetar hebat. "Ma-mati otak?" tanyanya lirih

Dokter mengangguk, membenarkan. Namun kalimat selanjutnya yang keluar dari mulut dokter, membuatnya mematung.

"Dan kami menemukan luka lebam di sekujur tubuh adik anda. Kemungkinan dia mengalami kekerasan fisik." ucap dokter

Karina tidak bisa berkata-kata lagi. Semua ini benar-benar membuat dirinya hancur. Selama ini dia selalu menjaga adiknya. Dia tidak membiarkan Kirana melakukan pekerjaan berat. Bahkan dia mengabaikan rasa sakit di tubuhnya dan mengira hal itu karena dia yang terlalu keras bekerja. Tapi ternyata rasa sakit yang ia rasakan karena fisik adiknya yang terluka.

"Bo-boleh aku melihat adikku, dok?" lirih Karina

"Silahkan!! Jika ada apa-apa, kau bisa menekan Nurse call di samping brankar." sahut dokter yang dijawab anggukan oleh Karina.

Dia masuk ke kamar dimana Kirana di rawat dengan kaki yang gemetar. Matanya mulai berembun melihat tubuh adiknya yang terbaring tidak sadarkan diri dengan peralatan yang menempel ditubuhnya.

"Kiran!!" tangis Karina pecah. Dia memeluk adiknya dan terus menyalahkan dirinya karena gagal menjaga satu-satunya orang yang dia sayangi. Dia masih tidak percaya hal itu bisa terjadi pada Kirana. Padahal tadi pagi, dia masih melihat senyum manis Kirana saat akan berangkat sekolah dan sekarang dia melihat adiknya yang menutup matanya dengan wajah yang pucat

"Bangun Kiran!!! Aku mohon bangun!!! Jangan tinggalkan aku!!" isak Karina

Untuk beberapa saat Karina menangis. Namun kemudian dia teringat dengan ucapan dokter yang mengatakan jika tubuh Kirana penuh dengan luka lebam.

Perlahan dia membuka baju Kirana dan menemukan beberapa luka lebam di dadanya. Karina Syok. Selama ini adiknya terlihat baik-baik. Tapi kenapa banyak luka di sekujur tubuhnya? Dan bagaimana bisa tiba-tiba Kirana mengalami cidera otak? Apa Kirana mengalami kecelakaan? Atau ada yang menyiksanya?

Memikirkan opsi kedua, tangan Karina mengepal erat. Dia harus mencari tahu sendiri. Selama ini kegiatan Kirana hanya sekolah dan sekolah. Dia melarang Kirana untuk bekerja, bahkan pekerjaan rumah, dia yang melakukannya. Jadi, jika terjadi sesuatu pada Kirana, kemungkinan hal itu terjadi saat Kirana berada di sekolahan.

"Aku harus masuk ke sekolahan itu untuk mencari tahu dan menghukum siapa saja yang sudah membuat adikku seperti ini." geram Karina

Bab 3 Menyamar

Keesokan harinya, Karina tidak pergi bekerja, melainkan Dia menyamar sebagai Kirana. Dia memakai seragam Kirana dan berdandan seperti adiknya.

Awalnya dia merasa kurang nyaman memakai seragam dengan rok yang pendek. Selama ini dia lebih nyaman menggunakan celana dan rambut yang diikat ekor kuda. Namun kali ini, dia harus memakai rok dan mengurai rambutnya yang dihiasi dengan penjepit rambut berbentuk bunga.

"Astaga Kirana!! Kenapa kau bisa memakai baju seperti ini dan penampilan macam apa ini? Aku bahkan terlihat seperti badut." gerutu Karina

Ya, untuk berpenampilan seperti Kirana, Karina harus mengoleskan make up tipis di wajahnya. Padahal dia sama sekali tidak pernah memakai benda tersebut.

"Huh ... Tidak masalah Karin. Semua ini demi mencari tahu apa yang terjadi pada Adikmu." ucapnya bermonolog. Dia melihat arlojinya yang menujukan pukul 6 pagi. Dia segera meraih tas milik Kirana dan bergegas berangkat sekolah.

Dia sengaja berangkat lebih awal, untuk melihat situasi di sekolahan tersebut. Ya, dia belum pernah sekalipun menginjakkan kaki di IHS tapi dia tahu di mana letak setiap ruangan di sekolah tersebut, karena Kirana selalu menceritakan padanya betapa besarnya IHS

Tidak membutuhkan waktu yang lama, Karina sampai di depan IHS karena jarak dari rumah untuk sampai di sekolah itu tidak terlalu jauh.

Karina berdecak kagum menatap bangunan mewah di depannya itu. Benar-benar sekolah elite. Pantas banyak orang yang ingin melanjutkan sekolah di sana. Tapi sayangnya tidak dengan Karina. Dia sama sekali tidak tertarik.

Dia mulai masuk ke sekolah tersebut sambil melihat sekelilingnya. Semua seperti yang Kirana ceritakan padana. Namun saat ia berjalan di lorong kelas sambil mencari letak kelas Kirana berada, dia merasa heran dengan tatapan aneh dari siswa yang berpapasan dengannya.

"Kenapa mereka menatapku seperti itu?" batin Karina. Dia mencium tubuhnya karena takut mereka terganggu dengan bau tubuhnya. Namun dia merasa jika tubuhnya harum, karena dia menyemprotkan parfum milik Kirana di seluruh tubuhnya.

Namun langkahnya terhenti saat tiba-tiba dia merasa sesuatu mengenai punggungnya cukup keras. Dia menoleh dan menatap tajam siswa yang menertawakannya. Tapi perlahan, siswa tersebut berhenti tertawa karena merasa takut dengan tatapan Karina dan memilih untuk pergi.

Karina tersenyum sinis. Dia menatap penghapus yang di lempar kearahnya, tergeletak di lantai. Dia menendang penghapus tersebut dan kembali mencari kelas Kirana.

"Ck ... Sepertinya dari tadi aku melewati lorong yang sama. Jangan-jangan aku tersesat!!" batin Karina. Dia berdecak kesal karena belum juga menemukan kelas milik adiknya. "Dimana kelas Kirana?" gerutu Karina. Dia melihat ada salah satu siswa yang menggunakan identitas kelas yang sama dengan Kirana. Lalu dia memutuskan mengikuti siswa tersebut hingga sampai di depan kelas Kirana.

"Akhirnya ketemu juga." batin Karina senang. dia masuk ke kelas tersebut dan langsung duduk begitu saja. Namun hal itu justru mengundang perhatian teman-temannya yang berada di sana. Lagi-lagi Karina merasa ada yang aneh dengan tatapan mereka.

"Ada apa sebenarnya?" batin Karina. Dia hendak bertanya pada salah satu siswa di sana, namun Bagas duduk di depan Karina dan memarahinya, "Apa kau sudah gila? Kenapa kau duduk sini, hah? Cepat kau pindah sebelum Sovia melihat mu."

Karina terlihat bingung. Kenapa dia harus pindah? Dan siapa Sovia? Kenapa pria di depannya ini seolah takut pada Sovia?

Bagas berdecak karena Karina tidak kunjung pindah. Dia menarik tangan Karina dan menuntunnya ke meja milik Kirana. "Jangan kau ulangi lagi hal itu!! Jika tidak, Sovia bisa melakukan hal yang lebih gila. Dan aku tidak akan sanggup melihat." seru Bagas memperingatkan. Tapi Karina tidak mendengar peringatan dari Bagas. Dia justru terpaku melihat meja milik Kirana.

Banyak coretan penghinaan tertulis di sana. Kedua matanya Karina mulai berembun, tangannya mengepal erat. Apakah selama ini Kirana menjadi korban bully di sekolah ini?

Karina merasa gagal menjaga adiknya. Dia merasa menjadi kakak yang tidak berguna untuk Kirana karena tidak mengetahui penderitaan yang adiknya alami. Dia tidak tahu apa yang Kirana alami selama ini karena Kirana benar-benar pandai menyembunyikannya.

Sementara itu, Sovia, Jessica dan Ericka baru saja masuk ke kelas. Sovia merasa senang karena mainannya sudah datang. Dia menghampiri Karina dan mulai mengganggunya.

"Wah ... Tumben sekali kau datang lebih awal. Biasanya kau bersembunyi sambil menunggu bel berbunyi baru masuk ke kelas." seru Sovia yang membuat Karina tertegun. Lagi-lagi dia mendapatkan fakta baru tentang Kirana.

"Kenapa kau diam saja, hm? O iya ... " Sovia mengeluarkan buku pr nya dan membantingnya di depan Karina. "Kerjakan PR ku!!" perintahnya

Karina tersenyum sinis. Dia mendongak menatap tajam Sovia yang berdiri di sampingnya. "Aku tidak mau." seru Karina

Semua orang tercengang mendengar penolakan dari Kirana, terutama Bagas. Mereka bisa menebak jika kali ini Kirana akan tamat.

Namun sayangnya mereka tidak tahu jika sekarang yang ada di depan mereka bukanlah Kirana. Melainkan Karina.

"Wah ... Wah ... Wah ... Sekarang kau berani melawanku, ya?" Sovia menarik rambut Karina hingga gadis itu mendongak. Dia menarik Karina hingga berdiri dan mendorongnya ke dinding.

Semua orang merasa ngilu melihatnya. Namun anehnya, Kirana tidak menjerit kesakitan seperti biasanya. Justru gadis itu menatap tajam Sovia.

"Beraninya kau menatapku seperti itu!!" sentak Sovia. Dia memberi kode pada kedua temannya untuk memegang tangan Karina.

Karina hanya diam. Dia menatap satu persatu siswa yang ada di sana karena tidak ada satupun yang menolongnya. Ini kah yang dialami oleh Kirana?

"Kenapa? Kau berharap mereka akan menolongmu, hah? Sepertinya kau lupa siapa aku. Baiklah, aku akan mencoba mengingatkan mu." Sovia bersiap memukul Karina. Namun Karina lebih dulu menendang perut Sovia hingga tersungkur kesakitan.

"Akh ... " pekik Sovia

Semua orang tercengang. Begitu juga dengan Jessica dan Ericka. Mereka ingin membalas perbuatan Karina, namun Karina menarik kedua tangannya sehingga tubuh Jessica dan Ericka saling beradu cukup keras.

Karina membenarkan seragamnya. Dia jongkok di depan Sovia dan mencengkeram dagu gadis itu dengan erat tanpa melakukan apapun. Dalam hati dia bersumpah akan membalas siapapun yang membuat adiknya seperti ini. Tapi dia akan mencari bukti terlebih dahulu, karena dia tidak ingin salah sasaran. Walau dia yakin jika ketiga gadis yang menindasnya hari ini merupakan salah satu pelakunya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!