NovelToon NovelToon

Untuk Dirimu, Diriku

Pemuda Paling Serakah

Seorang remaja laki-laki, seperti umur sekitar 20 tahun memburu napas bersama luka lebar pada pelipis kepala. Darah mengalir turun, dengan muka muram dan mata redup seakan nyawa sudah lepas dari tubuh laki-laki ini tersungkur dan perlahan mengerling ke samping, menjumpai satu kereta sedang melaju kencang, ternyata dia sedang tergeletak di atas sebuah landasan kereta. Alhasil dia dilindas kereta membuat tubuhnya terpotong dua bagian.

Tubuh terkoyak-koyak darah segar memancing beberapa anjing. Biar sudah seperti tongkat patah, dia membuka mata menyenyumi para anjing liar mempertahankan kesadaran diri dan menarik diri untuk menepi setelah mendengar bunyi kereta selanjutnya. Bermodalkan kedua tangan menarik maju memaksa tubuh bagian atas supaya pindah dan menyeret hingga berhasil meminggir.

Lelaki ini menoleh belakang bagian pinggul hingga ujung kaki dihancurkan roda kereta kedua, dengan suara lemah dia berlirih, "bahkan kondisi suster ngesot lebih baik." Usai melontarkan keluhan, dia melihat ke sekeliling mengatakan, "meski di neraka sekalipun, aku bakalan rela terjun ke ujung neraka sekalipun buat mengejarmu."

Dia tetap memiliki hak atas tubuh, meski sebagian besar organ telah berhenti berfungsi termasuk jantung. Lelaki ini berusaha bernafas, tapi dia hanya bisa menggerakkan tubuh, sebatas bergerak. Tidak lama kedua mata bergilir sebelah mendapati anjing liar sedang berusaha mengunyah lengan dan dicengkeram pemuda ini sebagai bentuk pertahanan diri, sekalipun seorang mayat hidup.

Hari-hari berlalu, dia mulai kehilangan kesadaran setelah menyadari belatung mulai menggerogoti dan gagak berdatangan. Dalam momen akhir dimana jiwa tak dapat menempel pada tulang belulang, samar-samar bayangan gadis yang dicarinya bertahun-tahun muncul membuat pemuda ini melengkungkan bibir dan berupaya bergerak.

"Kematian sudah aku taklukan untukmu, hanya untuk kamu.." lelaki ini mengigit bibir yang kering, dia melihat sisi kanan dan membatin, "ah, biarpun aku sudah menghamili dan memiliki tujuh anak denganmu. Hasrat serakah dariku untukmu belum habis. Maka, dari itu ..."

Dalam penglihatan buram yang meredup, senyum si ayah menjadikan perpisahan untuk anak-anak kecil itu. Yang lagi berlarian menangis menemukan dia sudah terbelah menjadi dua dan tergeletak tanpa ada nyawa dikerumuni anjing liar, yang tidak berani memakan mayat penuh kutukan dari gairah manusia, yaitu keserakahan seorang pemuda.

"Kan kucari lagi dirimu. Lagi pula anak-anak udah mandiri mereka pasti bisa bertahan tanpaku, aku tidak memiliki penyesalan selain.. melihat jiwamu hilang dari genggam tanganku," lanjut dia membatin, selagi berusaha menyingkapkan mata berusaha mendapati tempat baru.

Suara tangis tertahan-tahan memasuki gendang telinga, seorang pria menggendong bayi dengan raut wajah sumringah dan kelegaan kecil tergantung pada ekspresi bahagianya. Dengan secuil kesadaran bayi menengok sebelah kiri, terdapat wanita tengah memburu napas, lelah dan tampak sangat lemah. Jiwa dari seorang bapak yang berada dalam tubuh ini, berteriak penuh kekesalan, tapi bagi mereka yang melihat dari luar hanya tangis bayi.

———

Sebelas tahun berlalu, Dijara tumbuh jadi anak sedikit aneh yang sangat sukar bersosialisasi dan terpaku kepada lembaran-lembaran kertas. Seringkali membisu berkurung diri, meski sesekali dipinta menghirup udara, dia benar-benar keluar menghela napas kemudian masuk lagi.

Dengan muka memelas, Dijara menatap jengkel kepada seorang pria setelah dia menendang sebuah batu dan mengatakan, "Yah, buat apa keluar di hari cerah begini?"

"Mm." Ayah tersenyum masam, membelai rambut anak dengan lembut sembari berjongkok dan menunjuk sekumpulan anak-anak bermain kemudian pamit. "Baik kalau begitu... Ayah bakal jemput kamu dua jam lagi."

"Nggak! Mereka seperti anak umur 10 tahun-an," kata Dijara menarik-narik ujung pakaian ayah, dengan muka malas anak ini pura-pura ketakutan meski terlihat jelas bahwa ia sedang berpura-pura. Ayah mengedutkan alis tersenyum anaknya mengatakan, "Jangan melihatku dengan ekspresi seolah berkata, 'kau juga anak kecil' seperti itu."

"Hahh.." ayah menghela napas, "jika begitu tunjukan apa yang kamu capai dari membaca dan menulis sepanjang malam. Ini tidak baik, kamu tau. Anak seusiamu masih bermain-main, lho kamu tak harus belajar." Ayah tampak kebingungan saat melontarkan kalimat itu, sangat amat.

Ini kota yang ramai. Pedagang kadangkala memangkal di kota ini, sebelum berkeliling ke tiap negara menjual dan membeli barang dagangan dari penjuru kota. Dijara kesal menyambut fakta, bahwa ingatannya kabur karena dia bereinkarnasi dan hanya mengingat satu hal, yaitu alasan mengapa ia berteguh hati sampai mampu menolak mati.

Dunia ini betul-betul bertentangan satu sama lain dengan bumi, yang pertamakali membuat Dijara sadar karena planet ini memiliki tiga satelit alami mengitari dan dapat bersinar pada malam hari sebab pantulan sinar matahari, setidaknya itu yang dipikirkan Dijara. Namun, buku-buku yang beredar di masyarakat mengatakan bila tiga bulan itu bersinar karena tenaga sihir memenuhi keseluruhan.

"Tuhan serta dewa, apa ayah mengenal atau memahami ungkapan itu?" Tanya Dijara, dengan ekspresi wajah seram ingin lawan bicara serius menanggapi kalimatnya.

Ketidaktahuan, jawaban itu keluar lewat alat ucap pria ini yang menggandeng tangan Dijara. Sihir menjadi perkara maupun alasan menguasai dunia. Bila bumi menganggap hal yang tidak bisa dijelaskan, disebut karena dewa. Dunia ini secara keseluruhan menganggap hal yang tidak dapat dijelaskan, ada sangkut paut maupun jadi alasan.

Satu dapat dipelajari Dijara, hanya ilmu antropologi yang tidak terlalu mengandalkan sihir dan kalau berkata manusia tidak menyembah mahkluk. Beberapa menjadi pengecualian, seperti mahkluk yang diagungkan bahkan seperti disembah tapi tidak ada agama di dunia ini, mungkin lebih tepat disebut ditakuti dan dihormati saja.

"Ah, tidak juga lho Riia. Bila melihat dari sudut pandang sihir tidak ada, penjelasan Adi beneran kuat, bahkan jikalau dipikir-pikir lagi memang seperti fakta.." gumam ibu menyimak perkataan Dijara, dengan sedikit serius mengindahkan cerita dari anak mereka tanpa curiganya.

"Bukan itu yang aku masalahkan. Bila kamu sekolah, tapi punya pemikiran seperti itu..." ayah mengigit bibir, menjeda kalimat yang dapat ditebak Dijara. Pria berumur lebih dari 30 tahun ini mengepalkan tangan, dia membisu seribu kata sebelum menarik napas seperti berupaya untuk menenangkan diri dan melanjutkan, "kamu takkan memiliki teman, lho. Itu benar-benar yang ayah takutkan."

Ekspresi itu muka seorang ayah, Dijara paham. Lagi pula dia memiliki lebih dari lima anak. Dengan helaan napas agak lemah Dijara ini meneruskan tulisan, menambahkan jawaban ibu sebagai pendapat dan dapat dipastikan kalau mereka menerimakan argumen Dijara sebagai satu hal pemikiran baru. Bahkan mencerna lebih dalam lagi.

Sihir ada untuk menjelaskan apa yang tak dipahami oleh manusia, sebelum berhasil memahami. Namun, bagi Dijara perkara ini cukup menjadi masalah besar di masa yang akan datang, karena dia tidak memiliki kapasitas dari energi sihir. Ungkapan sihir seperti tidak terlalu asing baginya, mungkin dia mempunyai hal ajaib semacam itu sewaktu sebelum tewas, pikir Dijara. Mengingat-ingat lagi kehidupan dia sebelum lahir kembali, itu tidak aneh.

Dunia yang Baru

Dijara sudah berumur 16 tahun, semua anak yang sudah melampaui umur yang dianggap remaja musti mulai memiliki kontribusi pada pemerintah atau memiliki kerja yang berpengaruh baik pada para bangsawan. Salah satu dari itu semua, menjadi pemburu. Karena sangat simpel bahkan memiliki kebebasan, Dijara tidak berkeberatan.

"Dengan kata lain membunuh monster yang mengancam kehidupan kota, seperti itu?" Dijara memperjelas ucapan, dia dengan muka mageran terpaksa memberikan tanda setuju seraya berbicara, "bisakah kita melakukan sesuatu yang disebut pekerjaan ini besok hari saja. Malas sekali."

Dalam ingatan kurang jelas, Dijara ingat sebuah animasi dua dimensi dari negara Asia timur dalam genre fantasi terdapat serikat petualang. Namun, di dunia ini dipecah menjadi tiga bagian yaitu pemburu dan petualang bahkan termasuk pembunuh bayaran. Karena petualang agak rumit, terutama pembunuh lebih ruwet, Dijara memilih profesi sebagai pemburu lewat saran ayahnya.

Dia mendapat kartu anggota, yang membuat Dijara agak kusam serikat tidak memberi asuransi. Bila dari ingatan hal ini seperti perusahaan gelap, menyediakan pekerjaan berbahaya dan bila mati mereka tidak rugi, sebaliknya bila gagal dalam tugas itu serikat menagih denda besar.

"Mari kita bicara dulu," ayah mengatakan itu, dengan jari telunjuk mengacung ke sebuah kedai makan pinggir jalanan. "Jika tidak lapar pesan minum saja?" Lanjutnya.

Dijara mengerti bila pria ini sangat berharap dia menurut, maka dia ikut dan memesan minuman saja. Betul-betul minuman biasa. Dunia belum berkembang termasuk dari segi konsumsi bahan makanan, melupakan tentang hal tersebut Dijara menunggu topik yang ingin dibawa ayah sampai musti bicara berdua saja, tanpa keberadaan ibu.

"Ibumu menangis tad---!" Ayah tersentak, Dijara menarik kerah baju pria ini dengan posisi siap memukul orang yang menjadi orang-tua kandung laki-lakinya. Lanjut dia berkata, "ibumu menyesal tidak dapat memberimu daya sihir melimpah. Dia khawatir, tertekan pada kondisimu."

"Maaf, Yah jujur kukira kau bajingan yang membuat ibuku menangis." Dijara melepaskan Riia, kembali meletakkan letak tubuh di kursi depan meja menghela napas sembari melanjutkan, "meski bila terjadi aku bakal pukul beneran."

Dengan senyum lega, pria ini meneguk minum sebelum menatap Dijara penuh rasa percaya dan berkata, "kalau itu terjadi buat ayahmu ini sadar dengan dua tanganmu."

Mendengar suara berharap Dijara mengalihkan topik ke awal, ibu menangis memang kebenaran. Alasan ibunya menangis akibat merasa bersalah dia tidak mampu memberi tubuh dengan kapasitas besar, Dijara yang lagi mendengar pengakuan itu tertegun. Lebih terkejut pada seberapa penting sihir di dunia ini, mirip kasta manusia.

Ini kebijakan baru-baru, yang ditetapkan setelah belasan tahun lalu sebelum Dijara lahir. Tingkat kapasitas daya sihir menjadi tingkatan atau derajat individu, seperti satu orang dengan kapasitas sihir besar sangat berkuasa dan memiliki otoritas meraksasa. Ini berlaku untuk negara ini saja, jadi Dijara masih tenang, ada kemungkinan dia tidak bisa menetap terus-menerus di sini dengan aturan aneh.

"Ah, dengan kata lain melarang membicarakan mengenai sihir depan ibu..." Dijara menyilangkan dua tangan depan dada, "begitu?" Lanjut Dijara, menatap tajam kepada Riia.

"... Benar."

"Itu tidak dapat kusetujui, benar-benar tidak!" Tegas anak bercakap kepada orang-tua, dengan mata penuh serius Dijara melempari kalimat pada Riia. Lewat perspektif dari Riia, Adi lebih mengerti situasi dan menawarkan solusi ke hubungan mereka. Seperti seorang konselor profesional.

Seorang wanita akan lebih syok mendengar bisikan dari tempat tersembunyi, ketimbang bicara depan muka. Dari pengalaman remaja ini mengigit bibir, kenangan itu terbit ke dalam ingatan membuat Dijara sangat tidak nyaman dan terbesit sedikit rindu dalam percakapan mereka. Dan pada akhirnya Riia menolak dengan memalingkan muka.

"Ayah takut ibumu sangat tidak terima, itu saja."

"Jadi, sedang menghina ibu bila orang-tua perempuanku itu memiliki otak dangkal? Kata-kata ayah ditelinga Adi seolah berujar 'jika kita bicara tentang itu pada ibu, maka dia bisa menjadi tidak waras esoknya' sangat tak sopan."

Tiba-tiba ayah mengiakan tanpa menyangkal. Dia setuju untuk tidak sembunyi-sembunyi bila akan berbicara tentang perihal sihir. Dijara menghela napas berasa telah lega tidak gelisah. Dia melirik jendela, cahaya mambang kuning matahari menandakan malam akan segera tiba, membuat mereka bersicepat mengunyah dan menelan.

———

Mereka pergi menuju serikat tempat dimana tugas-tugas dipajang, ditambah sebagai pemburu tingkat keempat orang-orang yang terkadang memburu pemula tidak mau berurusan dengan Riia. Dia dapat melihat para pemula yang mendaftar kerepotan. Maka dari itu, Dijara berniat tetap bersebelahan berhindari masalah sebisa mungkin.

"Tes?"

"Benar. Kakak anak dari Tn. Riia, bukan? Tingkatan kakak akan lompat tergantung kemampuan yang dinilai berdasarkan tes ini," kata pendamping tes, dia membawa pedang serta senjata lain. Memberitahu Dijara secara tak langsung segera memilih atau mundur, tak mengikuti tes.

Seorang pemula tak diperbolehkan memasuki kelompok tingkat yang tinggi, karena itu Dijara diberikan tes agar memastikan dia benar-benar berkontribusi dan hanya tidak menempel nama saja. Bahkan tanpa bilang Dijara paham dan mengikuti segala prosedur tanpa meragukan.

Empat tahun terakhir, Dijara diajari teknik berperang gaya bebas ditambah ilmu bela diri semasa di bumi masih melekat di benaknya. Sehingga ia memasang kuda-kuda, menghadap seorang gadis memegang tombak, dengan tumpuan serta sikap siaga yang berandalkan kecepatan.

Dijara tidak bisa menggunakan sihir, hanya mampu untuk melakukan dukungan maka dari itu remaja ini menjejak lantai dan berfokus menyerang. Dia berlari menerjang ke lawan, mengayunkan pedang secara mendatar dan berhasil dihindari karena lawan sangat hati-hati menjaga jarak serta jangkauan senjata. Membuat Dijara terkesan.

"Resepsionis macam apa ini?" Batin Dijara.

Lewat pergerakan dan cara bertahan lawan, dia menilik lirikan mata gadis ini mengikuti ujung pedang Dijara menciptakan sebuah ide di kepala. Sekali lagi remaja ini menerjang balik, dia menyerang secara agresif seperti mulai muak dan melonggarkan pertahanan agar musuh dapat beralih ke serangan. Hasilnya ia mulai menyerang.

Senjata tangkai panjang agak merepotkan, dalam jarak pendek Dijara memanfaatkan kebiasaan musuh yang senantiasa berhati-hati. Dalam momentum cukup tepat Dijara berhasil mengunci pergerakan lawan, dia mematahkan tangkai tombak kayu dan mengakhiri ujian.

"Yaa. Mm.. mari kita nilai," wanita resepsionis tersenyum masam memegangi tombak dengan gagang patah melanjutkan, "keahlian berkelahi kamu cukup sedikit atas rata-rata. Meski sihir sangat sedikit. Jangan tersinggung."

"Lalu. Saya naik ke peringkat berapa?" Dijara mendatangi wanita resepsionis, dia menerima sebuah kartu tanda pengenal dan sebuah kalung. "Ah, tingkatan di posisi ke tujuh? Langsung lompat ke posisi ke tujuh, benar-benar."

Mereka keluar dari area pelatihan, selagi menyelesaikan biaya pendaftaran Dijara meninggalkan ayah untuk melihat-lihat tugas. Seperti dugaan ada melimpah kerja paruh waktu, seperti mengumpulkan kayu bakar terlebih ada menyapu bersih halaman memberi sedikit tawa ke muka Dijara, sembari dia mengambil satu tugas sebagai permulaan dari orang baru. Dia ingin memulai dari awal.

Membasmi Mahkluk Aneh

Karena misi musti dikerjakan bersama, bila berada dalam kelompok setidaknya harus ada lebih dari setengah anggota kelompok setuju berpartisipasi dalam tugas dan keputusan ketua tidak berpengaruh. Dijara memperjelas ucapan, bersikukuh ingin mencari tanaman herbal sambil mencari kayu bakar dan mengambil sebagian tanaman.

Dia belum terlalu paham perkara monster ini, selagi bisa mencari informasi tentang mereka dan membeli buku yang berkenaan dengan monster. Seusai mendapatkan persetujuan dari rekan-rekan kelompok, ayah anak cepat keluar dari kota mengumpulkan kayu bakar. Ekspresi mereka benar-benar berkebalikan, ke senang dan malas.

"Remaja lain bersemangat mau berburu, lho. Kenapa kau malah bersemangat mencari tanaman obat? Padahal lebih mudah kamu mempelajari sihir penyembuh---tidak, ayah takkan bertanya-tanya lagi, deh."

Mendekat menepuk pundak mengatakan, "Baguslah bila Tn Riia paham, itu memudahkan raga saya dan pikiran ruwet.." Dijara menarik napas lanjut berkata, "karena ada satu nyawa dalam diriku. Setidaknya peluang bertahan hidupku tinggi, dari para pemula yang mati diawal tugas."

Pemula bukan singkatan pemburu lama berpengalaman, maka enam dari sepuluh kelompok yang baru dibentuk tewas. Maka dari itu Dijara tidak ingin mengambil resiko, meski ditertawakan bahkan disebut pengecut mengingat dia ada dalam kelompok peringkat tinggi bukan berarti kematian tak dapat menyentuh, meski ia tak berniat mati.

"Hei. Yah, ini segini sudah cukup?" Dijara memperlihatkan keranjang penuh tanaman, "aku udah berkeliling sekitar sini tidak ada lagi tanaman serupa. Mungkin udah habis."

Karena tanaman lebih dari yang diminta serikat mereka berniat mencari kayu bakar ke hutan, namun mendadak rekan-rekan ayah datang dan menjelaskan sesuatu perihal yang amat mendesak. Menggebu-gebu dengan kehadiran monster yang mengancam kota, ada kabar bila monster tingkat bencana terlihat mendekati kota.

Dijara menghela napas bahwa mereka cuma melihat dari uang upah besar, terkesan tidak mempedulikan nyawa. Biarpun begitu dia tahu bahwa seorang veteran tidak kan memiliki pemikiran semacam itu, terutama ayah yang sudah dikenalinya. Bisa saja dia menolak ajakan mereka menonton saja, tapi ia ingin melihat cara tarung mereka.

Pertamakali Dijara keluar dari perbatasan. Setiap kota di seluruh dunia tidak bisa dibilang sebagai, rakyat menaati perintah raja dari negara. Sistem dunia ini sangat beda jikalau dibandingkan dengan bumi, kota-kota di negara ini punya peraturan sendiri yang dibuat penguasa wilayah mirip seperti negara bagian. Meski ada kota dengan ukuran benua Dijara tak kaget seusai mengetahui hukum.

"Bencana.., jadi itu monster peringkat bencana semacam binatang melata?" Dijara bergumam, dengan ekspresi kebingungan jika mengaitkan mahkluk itu sebagai kadal Dijara menghela napas mengatakan, "aku bakalan lempar pedangku bila senjatamu patah. Yah. Tenang saja, kok."

"K-Kali ini ayah nggak bakal mematahkannya agi, jangan harap.." ayah menjawab terbata, dia bermuka masam.

"Dik Dijara, perhatikan saja dari jauh. Jangan maju sendiri atau ikut campur," ucap kawan ayah. Mereka berbaris pada posisi masing-masing dan Dijara ditengah-tengah penyihir, berperan menjadi kekuatan tempur terkuat. Dia tidak heran bahwa mereka bakalan mengukur waktu hingga para penyihir menyelesaikan mantra, selagi garis depan melemahkan monster buruan dan menjadi umpan.

Fisik besar, dengan kaki empat berekor dua dan memiliki sisik mengkilap sepanjang badan. Warna yang terlihat dibalik sisik hijau agak kuningan. Begitu terancam karena keberadaan mereka, mahkluk ini mengembungkan perut dan berpose seperti akan menyerang. Beberapa pemakai pedang mencoba melukai kaki, sayangnya sisik mahkluk tersebut melindunginya secara keseluruhan tanpa belah.

Akibat itu gerakan monster ini lambat dan kaku. Sangat mudah buat dihindari, meski bila terkena hantam sekali saja takkan memberi kerusakan yang secuil. Riia menoleh ke garda belakang, para pemantra sudah siap lewat isyarat gestur tangan penyihir berkata mereka kapan saja dapat melancarkan serangan. Melihat tanda tersebut Riia menjejak tanah sekuat tenaga, sembari dia menancapkan pedang dan menekan tangkai sekuatnya.

"Lepaskan!" Teriak para penyihir, menembakkan sebuah pancaran cahaya yang diikuti akar merambat keluar dari tanah. Sihir tanaman itu berasal dari ayah. Dia membatasi gerakan musuh, agar rapalan para penyihir tidak sia-sia, alhasil suara dentuman amat besar tercipta.

Dijara membuka mata, debu-debu mulai tersapu angin sehingga dia mulai dapat melihat. Matanya membelalak, dengan gerakan cepat, membelakangi ayah yang tengah lengah dan menahan kaki mahkluk ini, nyaris mengeprek ketua kelompok. Bergegas ayah mencabut pedangnya kembali dan terpelesat, melukai dua kaki depan monster.

Lawan menarik balik kaki, menjaga jarak dengan mereka semua seperti sedang mewaspadai musuh. Tiba-tiba kadal ini bergetar. Dari tadi musuh menutup mulut. Dia menganga sontak berteriak, "hah!" mengagetkan Dijara tidak menerima fakta bahwa monster ini ompong, tanpa satu pun gigi. Meskipun perawakan lebih mirip karnivora.

"Ia bukan hewan bencana level rendah tapi bencana level berbahaya!" Ayah menggigit bibir berekspresi kesal, dia memerintahkan, "biar aku dengan wakil komandan untuk menghadapinya. Kalian semua kembali lapor ke serikat."

"Bisakah aku---"

"Tidak ayah tak jamin bisa bertarung sembari melindungi kamu. Pergi bersama yang lain, cepat!" Sela Riia teriak, meneriaki anaknya Dijara dengan ekspresi sangat serius.

Dijara tidak melawan, menuruti titah ketua meski dalam benak dua tahu jikalau mungkin mereka takkan dapat lolos dengan mudah. Seperti terkaan Dijara. Pada kroco alias anak buah si kadal, memblokir jalan dan begitu tau bila mereka terkepung Riia panik hingga sulit mengambil keputusan. Sehingga dia memerintah melindungi Dijara.

"Tch. Kami bukan pelindung anak kecil, minggir kau dasar beban!" Kata seorang anggota, dia memakai sihir tembus pandang digabung penguat kelincahan dan cepat. Kabur karena masih menyayangi nyawa, Dijara paham tapi tindakan yang dilakukan pria kurus itu cukup berlebihan.

Diakibatkan jumlah anak buah monster memenuhi area sekitar, dia terbunuh dalam percobaan melarikan diri sendirian. Dijara menghela napas. Berbalik melihat jika ayah ketakutan, karena kehadiran anak dalam bahaya dan semacam akan bertindak gegabah. Membuat Dijara menelan ludah melihat kondisi gawat mereka saat ini.

Ditambah monster ini mengubah bentuk, sisik menempel pada punggung merebak seperti bunga mekar dengan postur tubuh mulai mengubah bentuk. Sekarang monster ini mengabaikan pertahanan, dia melepas zirah demi bergerak bebas dan ratusan gigi kecil memenuhi mulut membuat Dijara serta yang lain terkejut tanpa main-main.

Dijara mengayunkan pedang, membelah monster kecil di depan muka lalu bercakap, "lebih fokus melumpuhkan atau mengunci pergerakannya dan menembus sekumpul monster kroco untuk mundur mengatur strategi dahulu!"

"Benar kata anakmu. Jernihkan pikiranmu, terlebih dahulu ikuti perkataan anakmu!" Kata salah satu anggota.

"Jangan. Para penyelidik tidak teliti dan melewatkan satu hal, hewan ini betina, kemudian kroco yang mengepung kita anak-anaknya," ayah menelan ludah melihat sekeliling sebelum melanjutkan, "yang tidak lain ada penjantannya!"

Belum puas diperburuk situasi, dugaan Riia langsung dan muncul sesaat usai dia memperingatkan semua orang, monster lain yang lebih besar datang. Benar, kepala dari gerombolan monster datang memperparah keseimbangan yang dari awal sudah tidak seimbang lagi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!