NovelToon NovelToon

My Sweet Secretary

Bab 1 Awal Kehancuran

“Kamu kenapa sih, Mas? Kenapa sikapmu berubah begitu kepadaku?” ucap Erica dengan isak tangis.

“Harusnya aku yang tanya? Kamu bermain apa di belakangku selama ini?” tanya sang lelaki menahan amarah yang sudah membuncah.

“Aku tidak bermain apa-apa, Mas!” 

“Ck! Sungguh, kau bermain sangat rapi dan epik,” ucap Bara suami Erica. Ia pun mencoba tetap tegar walau hatinya juga teramat perih.

"Mari kita berpisah!" lanjutnya.

Deg! Bagai disambar petir di siang bolong, hanya isak tangis pilu yang menyayat jiwa. Hati Erica pun sudah berkeping-keping hancur berantakan tak bisa dibenahi kembali. Memang pertengkaran di dalam bahtera rumah tangga itu nyata adanya. Kini semua angan-angan indah telah sirna, janji manis yang dahulu diucapkan saat ijab kabul pun hanyalah dusta semata. 

Hanya saja semua itu memang sudah keputusan yang tepat bagi Bara. Walaupun hatinya juga sangat hancur menerima akhir sebuah perjalanan kisah mereka. Di satu sisi Erica pun tak ingin melepaskan suaminya, tetapi di sisi lain hatinya telah melabuh ke orang lain. Hingga kini hubungan mereka harus terpisah. 

Percuma dirinya menangis, buat apa lagi? Sedangkan sang suami sudah tidak menginginkan dirinya kembali. Dengan cepat Erica  mengemas semua bajunya ke dalam koper, tak lupa ia juga membawa seluruh barang-barangnya yang berada di dalam kamar.

 Ya, kamar yang selama ini sudah menjadi tempat ternyaman baginya. Apa lagi banyak kenangan-kenangan indah bersama sang suami. Namun, hari ini Erica harus meninggalkannya, apa lagi dengan goresan luka hati. 

“Huft!” Erica menghembuskan napasnya dengan kasar.

Kini dirinya pun sudah selesai mengemasi barang-barangnya. Hingga dengan berat hati ia harus pergi meninggalkan sang suami Bara Malik Revendra. 

***

Di suatu hari, secara tidak sengaja Bara harus menyaksikan perselingkuhan istrinya, Erica Maharani. Apa lagi lelaki itu adalah seorang publik figur yang tengah naik daun. 

Ya, semua itu tak luput dari kebetulan. Sepandainya kita menyembunyikan bangkai pasti akan ketahuan juga. Bara yang sedang mengikuti meeting dadakan di sebuah hotel ternama di kota Jakarta. Dengan membahas perencanaan dan pencetusan CEO baru.

Sebagai salah satu kandidat, Bara pun berkewajiban untuk menghadiri rapat besar itu secara langsung. Memang meeting itu hanya dihadiri oleh beberapa perusahaan saja, yang mana di dalamnya itu terdapat tiga perusahaan keluarga. 

Juan Malik Rivendra merupakan salah satu pemegang saham terbesar di perusahaan Rivendra, yang mana ia  adalah anak pertama dari maskot nama tersebut.

Stella Malika Rivendra, merupakan anak kedua yang juga memegang salah satu saham perusahaan sang ayah. Sayangnya ia harus mengundurkan diri, karena insiden kecelakaan yang membuatnya mengalami kelumpuhan.

Argadana Malik Rivendra  merupakan Ayah kandung dari Juan, Stella dan Bara. Dirinya merupakan pemilik utama dari perusahaan Rivendra.

Kali ini, sang ayah menunjuk Bara sebagai pengganti Stella, karena secara kebetulan saat itu putra sulungnya baru saja mendapatkan gelar Sarjana Sastra dan Ekonomi.

Bara sudah menikah sejak ia berusia dua puluh tiga tahun bersama Erica Maharani yang merupakan seorang Model. Mereka menikah melalui perjodohan. Padahal saat itu, ia tengah mempunyai seorang kekasih yang sudah dipacarinya sejak kelas dua SMA.

Wanita itu mau menikah dengan Bara, karena sejak masih SMP dirinya sudah menaruh hati kepada lelaki berhidung mancung itu. Hingga mereka lulus dan akhirnya berpisah untuk meneruskan sekolah.

Hingga suatu hari mereka berdua kembali dipertemukan pada saat acara reuni sekolah. Saat itu, Bara sedang bekerja sambil kuliah di Universitas swasta Bandung.

Singkat cerita, karena Ayah Bara maupun Erica adalah rekan bisnis sejak lama. Mereka pun merencanakan perjodohan untuk kelangsungan  bisnisnya. Dengan berat hati Bara harus menyetujui permintaan dari sang ayah yang sangat ia sayangi. 

Dengan terpaksa pula dirinya harus meninggalkan kekasih yang sudah menemaninya sejak remaja. Ya, memang semua itu menyakitkan, tetapi itu adalah yang terbaik.

***

Saat di acara meeting Bara meminta izin untuk pergi ke toilet. Perlahan ia pun bangkit dari tempat duduknya, lalu melangkah pergi menuju ke toilet. Suasana memang tampak sepi, sesampainya di koridor paling ujung tanpa sengaja ada yang menabraknya.

“Sorry, saya benar-benar tidak sengaja,” ucap lelaki yang menabraknya itu dengan ramah.

“Its oke, santai saja,” jawab Bara dengan tersenyum.

“Oke, kalau begitu saya duluan, ya,” ucap lelaki itu sembari melangkah meninggalkan Bara. Langkah demi langkah, tetapi semakin cepat. Hanya saja sesampainya di ujung koridor lelaki itu sudah dihadang oleh banyak wartawan. Entah, dirinya harus bagaimana.

Bara sempat terdiam, ketika melihat wajah laki-laki yang baru saja bertabrakan dengannya rasa-rasanya ia mengenal wajah itu, akan tetapi  perhatiannya teralih karena melihat kerumunan wartawan yang begitu banyak tengah mendatanginya satu persatu. hingga akhirnya ia memilih untuk memperhatikan kericuhan yang sedang terjadi di hadapannya.

Di satu sisi, Bara hanya terdiam, ketika melihat wajah lelaki tadi. Ia seperti tak asing dengan wajah itu, tetapi dirinya benar-benar tak ingat siapa dia. Kini perhatiannya malah teralih saat melihat wartawan mengerubungi lelaki itu. 

Tak lama suasana di sana berubah menjadi sangat ramai. Jepretan kamera berbunyi dimana-mana, hingga para wartawan pun berebut untuk merekam setiap kata yang terucap dari  mulut laki-laki itu. Bara sempat tersenyum kecil melihat keadaan yang seperti itu hingga di satu titik, ia membuka matanya lebar-lebar  saat melihat sosok yang sangat ia kenal.

“Erica,” sapa Bara dengan tatapan yang begitu tajam juga mengintimidasi. Ya, wanita yang berada di hadapannya itu tengah bergelantungan manja di lengan lelaki lain.

Bara semakin mempertajam pandangannya, ketika ia melihat cara Erica memperlakukan laki-laki itu dengan sangat mesra. Sejenak ia menggeleng dan berusaha untuk mengikutinya.

Sepanjang koridor Bara melangkah secara diam-diam, ia terus menyusuri koridor yang mulai tampak sepi itu hingga keduanya berhasil kabur dari kejaran para wartawan dengan masuk ke dalam lift yang menuju ke lantai dua puluh lima.

Ting! Suara bunyi lift begitu sangat nyaring. Bara pun hanya bisa mengumpat di tepian tembok. Sembari melihat mereka berdua masuk ke dalam lift. Sementara dirinya mengikuti dengan lift yang berbeda.

Beberapa saat kemudian ketiganya sampai di lantai dua puluh lima. Bara pun masih terus mengikutinya, secara diam-diam. Hatinya yang sudah mendidih pun ia  harus tahan. Semua itu hanya agar bisa mengumpulkan bukti. Memang rasanya ingin sekali memberikan pelajaran kepada lelaki sia*lan itu. Namun, dirinya masih bisa mengontrol emosinya dengan baik.

“Sayang, jalannya bisa pelan dikit ‘kan? Kakiku sakit,” ucap Erica. Dirinya mengeluh, karena sepatu hak tinggi itu membuat kakinya terasa pegal.

"Hmm, kalau gitu biar aku gendong aja, gimana?" jawab laki-laki itu menggoda. Erica pun tertawa lepas ia terlihat  senang dan bahagia.

"Hem ...," gumam laki-laki itu, ia sempat terdiam sejenak sebelum dirinya melanjutkan mengangkat tubuh Erica dan membawanya ke dalam kamar VVIP bernomor 303 itu.

Bara terpaku saat mendengar dan menyaksikan adegan itu di depan matanya. Ia pun kembali mengingat kejadian tujuh tahun silam.

Ya, selamat tujuh tahun dirinya selalu mencoba untuk membuka pintu hati kepada Erica. Walaupun memang semua terasa sulit, tetapi ia tetap berusaha untuk mencintai sang istri. Selama tujuh  tahun pula harus  hidup tersiksa dalam penyesalan, karena harus rela  meninggalkan wanita yang sangat berarti dalam hidupnya.

"Ya tuhan apa yang sedang mereka lakukan?" pertanyaan itu kini berkecamuk di dalam benaknya.

Ingin rasanya ia mendobrak pintu kamar, lalu masuk ke dalam untuk menyaksikan hal apa yang sedang mereka perbuat di sana. Namun, niatnya itu terhenti dengan suara ponselnya yang berbunyi. Terlihat di dinding kaca benda pipih tersebut terdapat nama sang kakak. 

Bara pun segera mengangkat panggilan telepon itu, "Ia, halo kak," ucapnya.

"Kamu di mana? ini meetingnya sudah mau dimulai, kok malah ngilang?" tanya Stella panik.

"iya kak, aku baru saja selesai sebentar lagi aku tiba,” jawab Bara sambari mematikan ponselnya.

Sejenak Bara menoleh ke arah pintu kamar yang berada di hadapannya. Perlahan ia mengatur nafasnya yang berat dan berusaha menenangkan dirinya. Ya, tentu saja agar keputusan di saat rapat hari ini tentang siapa yang akan menjadi CEO pengganti bisa secepatnya selesai.

*****

Bab 2 Melepas

"Mommy!" Teriak Brian, bocah itu merupakan hasil buah cinta dari pernikahan Bara dan Erica.

Mendengar teriakan anaknya lalu ia menghentikan langkahnya sesaat, lalu ia membalikan tubuhnya seraya menatap sendu ke arah putranya.

"Mommy, please don't leave me here" rengek sang putra sambil memeluk tubuh wanita yang merupakan ibu kandungnya itu.

Perlahan Erica menurunkan tubuhnya lalu mengambil posisi berlutut dan memeluk tubuh mungilnya.

"Please don't cry baby, Mommy cuma pergi sebentar ajah kok, nanti kalau semua urusan Mommy sudah selesai, Mommy janji akan pulang untuk jemput kamu kesini," bujuk Erica pada Brian. bocah itu menatap ibunya dengan dalam lalu memberinya pelukan erat, hingga tak lama  keduanya menyadari kehadiran ayahnya disana,

"Daddy" sahut Brian dengan suara yang parau.

"Brian Biarkan Mommy mu pergi nak," Jawab Bara nada bicaranya sangat tenang.

"Memangnya Mommy mau kemana, kok Mommy perginya gak sama Daddy?" Brian melontarkan pertanyaan yang sukses membuat  keduanya terdiam, mereka tampak saling membuang muka satu sama lainnya. sementara dengan mata bulatnya Brian masih  terus menatap kedua orang tuanya.

"Brian, Daddy sedang banyak kerjaan di kantor jadi tentu Daddy tidak bisa ikut sayang,"Sahut Bara memecah hening, ia terpaksa memberi alasan bohong kepada putra kesayangannya itu demi untuk mempersingkat waktu agar wanita yang telah mengkhianatinya itu segera enyah dari hadapannya.

"Daddy apa Brian juga tidak boleh ikut?"tanya  Brian.

Untuk sesaat Erica mencoba  menebarkan senyuman kecilnya kepada Brian, kemudian ia mengelus kepala Brian dengan penuh kasih sayang.

Sementara Bara hanya berdiri sambil memasukan kedua tangannya ke dalam saku celananya yang berwarna abu muda itu.

Dia hanya terpaku diam menatap sinis ke arah Erica.

"Sayang, maafin Mommy, bukannya Mommy gak mau ajakin Brian tapi tempat kerja  Mommy saat ini sangat jauh gak mungkin kalau Mommy ajak kamu.

Lagian Besok kan Brian juga harus sekolah iya kan,"terang Erica, ia mencoba memberi pengertian kepada anak sulungnya itu.

Untuk sesaat Brian mematung, ia tampak kecewa atas  jawaban yang didapatnya, ia terlihat mengedipkan matanya beberapa kali lalu menyeka sisa air matanya menggunakan tangan mungilnya.

" tadi Mommy bilang apa? kalau  Brian jangan menangis ok, Mommy  janji nanti kalau semuanya sudah beres Mommy pasti jemput Brian." sambung Erica

Brian menganggukan kepalanya seraya mengiyakan perkataan ibunya, kemudian Erica kembali memeluk tubuh mungil anaknya itu dengan dekapan yang sangat erat.

Sementara Bara yang melihat pemandangan di hadapannya itu hanya bisa diam dan menatap tajam kepada Erica karena dengan gampangnya ia menebar janji kepada Brian sementara ia tidak bisa menepati janji pada pernikahannya.

"Bi inah..!! " Suara teriakan Bara sontak membuat antara ibu dan anak itu kaget, Lalu Erica Pun kembali  melepaskan pelukannya dari tubuh Brian, dan tak lama bi Inah pun datang dengan masih membawa handuk milik Brian yang sengaja di selipkan di bahunya.

"Ia den ada yang bisa saya bantu?" tanya Inah kepada Bara

"Bi tolong bawa Brian masuk ke dalam, saya mau bicara sebentar sama ibu" Tegas Bara seraya matanya masih menatap tajam ke arah Erica

"Baik pak " jawab Inah tak lama ia berjalan mendekati Bara dan segera menjalankan perintah Atasannya itu "Ayo sayang ikut Bi Inah mandi yuk kebetulan bibi tadi udah siapin air untuk mandinya Brian" 

"Ok," Jawab Brian malas, "Mommy Daddy Brian mandi dulu yah" dengan polosnya anak itu meminta izin kepada kedua orang tuanya yang sedang perang dingin.

"Ok Brian beres mandi Daddy minta kamu untuk langsung tidur yah."Ujar Bara sambil mengelus kepala mungil anaknya itu.

Brian mengangguk pelan lalu berjalan mengikuti langkah Inah sambil sesekali melambaikan tangannya ke arah orang tuanya.

Setelah inah dan Brian sudah tak terlihat lagi, dengan cepat Bara menarik Erica yang masih dengan posisi berlututnya lalu membawanya keluar rumah.

Dengan kuat tangannya memegangi  pergelangan tangan Erica dan terus menariknya hingga ke depan gerbang 

"Lepasin Bara sakit tau gak!" Sentak Erica sesampainya mereka diluar sana.

"Aku minta jangan pernah kamu mengumbar janji kepada Brian, dia itu masih terlalu kecil untuk menerima semua kebohongan kamu Erica!!" Bentaknya sambil menghentakkan tubuh Erica keluar rumah.

Erica mendelikkan matanya tajam, dia tersenyum sinis mendengar perkataan laki-laki yang kini tengah menggugat cerai dirinya.

"Aku gak mengumbar janji Bara, aku serius dengan apa yang aku ucapkan tadi sama Brian.

Kalau aku akan menjemput dia Ketika kita sudah resmi bercerai" dengan lantang Erica menjawab perkataan Bara.

Namun jawabannya justru membuat Bara tersenyum muak kepadanya.

"Jangan pernah berharap kalau semua itu bisa terjadi Erica, Sampai kapanpun aku tidak akan pernah mengizinkan kamu untuk membawa Brian. kalau kamu mau pergi bersama selingkuhan kamu silahkan tapi jangan bawa Brian, karena, dia sama sekali tidak pantas  untuk tinggal bersama Ibu seorang penghianat seperti kamu!" geram Bara ia melempar koper Erica yang masih tergeletak di hadapannya 

Untuk sesaat Erica terdiam, entah kenapa dalam hatinya tersirat kesedihan, mengingat bahwa Bara dulu merupakan cinta pertamanya.

Bahkan dulu mimpi terbesar dalam hidupnya itu adalah bisa menikah dengannya.

Sudah banyak hal yang ia lakukan untuk mendapatkan bara, hingga dia tega memisahkan Bara bersama kekasihnya terdahulu.

Namun entah kenapa, disaat semua hal yang dia inginkan sudah tercapai, kini dia malah menyia-nyiakan semuanya.

Perasaannya yang dulu menggebu-gebu kini seakan hilang tak tersisa.

Terlebih ketika dirinya bertemu dengan Mahesa si artis yang tengah populer saat ini, laki-laki berparas blasteran itu mampu membuat hatinya semakin  yakin untuk melupakan Pernikahannya bersama Bara yang sudah terjalin selama tujuh tahun lamanya.

Perlu diakui bahwa Mahesa mampu mengubah segalanya, termasuk rasa cintanya terhadap Bara yang sudah ada sejak mereka duduk di bangku SMP entah itu hanya sebuah nafsu atau cinta sesungguhnya Erica pun masih tidak bisa memahami dirinya sendiri.

" Sekarang kalau kamu mau pergi silahkan, aku tidak akan pernah menghalang-halangi kamu lagi, Aku rasa hubungan toxic ini sudah cukup untuk kita.

Aku lelah dengan semua yang terjadi selama ini, Aku sudah berusaha menjadi suami dan ayah yang baik untuk kamu dan Brian, Bahkan aku juga sudah berusaha untuk mencintai kamu sepenuhnya meskipun sekalipun kamu tidak pernah mempercayai itu, dan sekarang kamu ingin pergi meninggalkan kita kan? pergilah Erica, pergi jika itu membuat kamu bahagia"  Ucap Bara matanya terlihat berkaca-kaca seakan kesedihan itu sudah tidak bisa terbendung lagi.

Rasa sesal yang ada dalam dirinya kini mulai terbuka kembali, ketika mengingat dirinya yang dulu harus  rela mengorbankan hidupnya bahkan dulu ia harus meninggalkan kekasihnya yang sangat ia cintai, demi untuk  menerima Erica sebagai takdir di dalam hidupnya. 

"Ok aku pergi, karena sejak dulu kamu memang tidak pernah benar-benar mencintai aku Bara.

Dan itu sebabnya yang membuat aku berpaling kepada orang lain.

Jadi jangan salahkan aku atas segala hal yang terjadi di dalam rumah tangga kita, karena ini adalah salah kamu juga!" Erika mencoba melemparkan kesalahannya kepada Bara.

Lalu ia pergi menggunakan mobilnya dan menancapkan gasnya dengan kecepatan tinggi.

****

Bab 3 Buket Mawar

"Brak …!!" Tak lama setelah menyaksikan Erica pergi Bara melangkahkan kakinya menuju kamar, ia membanting pintunya dengan keras karena emosinya yang masih memuncak

"Bruk..!!" Kepalan tangannya menghantam tembok dengan sangat keras hingga jari - jarinya mengalami lecet. Dengan nafas yang tersengal perlahan ia mendudukkan dirinya lalu menyandarkan dirinya ketepian tempat tidur king size-nya, ia tampak menutup matanya rapat-rapat.

Setitik air mata terlihat jatuh dari ujung matanya.

Namun dengan cepat ia mengusap air matanya, ketika menyadari kakak perempuannya masuk kedalam kamar dan menghampirinya.

Sejenak Stella meluaskan pandangannya melihat seisi kamar Adiknya yang biasa tertata rapi kini berantakan layaknya kapal pecah

"Kalian ribut lagi?" tanya Stella sembari mendudukan dirinya disamping adik bungsunya itu.

"Hmm," Bara hanya menggumam dan

menganggukan kepalanya dengan pelan.

Bibirnya terasa sangat kelu untuk menjawab pertanyaan dari kakaknya itu.

Stella menarik nafasnya perlahan, ia menatap Bara yang tampak hancur saat itu. lalu kemudian dia mengusap pundak adik bungsunya itu dengan lembut, sebagai seorang kakak tentunya ia merasa tidak tega ketika melihat adiknya terpuruk seperti saat ini. apalagi ia tahu bagaimana perjuangan Bara untuk bisa belajar menerima takdir hidupnya yang tak mudah.

"Kakak gak bisa bantu banyak, selain mendoakan hal yang terbaik untuk kalian.

Kakak harap kalian bisa menyelesaikan masalah ini dengan bijak, kasian Brian Bar." ucap Stella sambil terus mengusap pundak Bara

Bara kembali menganggukan kepalanya dengan pelan, seraya mulai membuka matanya lalu menatap kakaknya dengan penuh makna.

"Kenapa semuanya harus kayak gini kak, padahal aku sudah berjuang dan berusaha untuk menerima Erica yang menjadi takdirku. tapi kenapa Wanita itu malah seperti ini kak!" Bara meracau Ia tampak menyesali semua yang sudah terjadi di hidupnya selama 7 tahun kebelakang.

Stella perlahan memeluk tubuh adiknya itu dengan penuh kasih sayang.

Meskipun sekarang Bara sudah menjadi seorang Bapak beranak satu, tapi bagi Stella dia masih menjadi adik kecilnya yang sangat ia sayangi.

"Kaka sangat tahu perasaan kamu saat ini seperti apa Bar, tapi kalau hanya dengan menyesal saja semua masalah tidak akan pernah selesai.

Kakak yakin kamu bisa menyelesaikan semua masalah kamu bersama Erica.

Dan kakak akan selalu mendukung apapun yang nantinya akan menjadi keputusan kamu." Tutur Stella, dia mencoba menenangkan hati Bara yang masih kacau.

Suasana hening sejenak, Bara yang seperti kembali mendapatkan kekuatan setelah mendengar nasihat dari kakaknya itupun, kemudian membalas pelukan tubuh kakaknya itu dengan sangat erat.

"Makasih kak, cuma kakak yang selalu mengerti aku" ucap Bara lirih.

Stella pun tersenyum kecil sambil terus mengelus punggung adiknya itu.

****

Sementara itu Erica yang tengah mengendarai mobilnya, menambah laju kecepatannya dengan tinggi. emosinya terhadap Bara masih belum bisa dikendalikannya, sesekali ingatannya teringat kembali pada pertengkarannya tadi.

"Sekarang kalau kamu mau pergi silahkan, aku tidak akan pernah menghalang-halangi kamu lagi, Aku rasa hubungan toxic ini sudah cukup untuk kita.

Aku lelah dengan semua yang terjadi selama ini, Aku sudah berusaha menjadi suami dan Suami yang baik untuk kamu dan Brian, Bahkan aku juga sudah berusaha untuk mencintai kamu sepenuhnya meskipun sekalipun kamu tidak pernah mempercayai itu, dan sekarang kamu ingin pergi meninggalkan kita kan. pergilah Erica, pergi jika itu membuat kamu bahagia"

Erica menyunggingkan bibirnya ketika mengingat kalimat terakhir yang diucapkan oleh Suaminya itu.

Ia terus mengendalikan kemudinya sambil sesekali menggelengkan kepalanya.

"Kamu bohong Bara, selama ini kamu gak sesayang itu sama aku.

Yang ada di dalam pikiran kamu hanya wanita itu, dan dia akan selamanya ada di dalam hati kamu!" Racau Erica, rasa benci dan marah itu kian tumbuh,Ia tampak terlihat menahan tangis karena membayangkan Bara yang masih mencintai orang lain.

"Kriiing …!" Tiba-tiba ponsel Erica yang tergeletak di atas dashboard pun berdering nyaring, lalu ia meraih benda pipih miliknya itu. Wajah sedihnya perlahan sirna ketika melihat nama Mahesa terpampang di depan layar ponselnya.

"Halo" sahut Erica membuka obrolan antara keduanya.

"Halo Honey, where are you"?tanya Mahesa sambil menggosok handuk ke rambutnya yang masih basah

"Aku di jalan lagi mau pulang ke rumah orang tuaku sayang" jawab Erica ia terus memfokuskan pandangannya ke depan melihat jalanan yang kini sudah tampak sepi kendaraan.

Mahesa tampak memicingkan matanya ketika telinganya mendengar jawaban yang keluar dari dalam mulut Erica.

"Ck, kenapa gak pulang ke apartemen aku ajah sayang?" Mahesa berdiri sambil melihat ke arah jalanan melalui jendela apartemennya yang lebar Dan tinggi.

"Aku gak mau ngerepotin kamu sayang, udah gak apa-apa aku pulang ke rumah orang tua aku aja," Erica menolak saran dari kekasihnya itu.

Sebenarnya bukan karena ia ingin benar-benar pulang kerumah orang tuanya namun ia melakukan itu hanya untuk menarik perhatiannya, ia ingin tahu seberapa pedulinya Mahesa terhadap dirinya. lalu Erica menghentikan laju mobilnya, tepat di depan sebuah apartemen mewah di Kota Jakarta

***

"Teng Teng …!!"

Tak lama suara bel apartemennya berbunyi. Mahesa yang masih tertegun memikirkan pembicaraannya di telepon bersama Ericapun langsung berjalan untuk membuka pintu apartemennya.

Matanya terbelalak kaget ketika menyadari bahwa wanita yang ada di hadapannya saat ini adalah kekasihnya.

Erica yang sejak tadi sudah berada di depan pintu pun langsung ditarik oleh Mahesa masuk ke dalam apartemennya.

"Cup" kecupan itu mendarat begitu saja di Bibir manisnya Erica.

Kejadian itu sontak membuatnya kaget ia meremas pundak kekasihnya itu dengan sangat keras hingga jejak - jejak kukunya terpahat jelas di kulit Mahesa yang putih dan mulus.

Tak lama Mahesa melepaskan ciumannya itu lalu membawa Erica berjalan menuju kamarnya.

Sesampainya disana Erika dikejutkan dengan pemandangan indah, kamar itu sudah dihiasi oleh dekorasi berbagai warna dari bunga mawar serta diterangi oleh cahaya lilin kecil, sekilas ia melihat satu buket mawar dan satu buah kotak kecil berwarna merah tengah tergeletak di atas tempat tidur.

"Come here Honey," titah Mahesa kepada Erica seraya melangkahkan kakinya kemudian mendudukan dirinya diatas ranjang king sizenya.

Erica yang sejak tadi mematung di depan pintu pun menuruti perintah kekasih gelapnya itu.

"You Like It?"bisiknya di telinga Erica nada suaranya begitu pelan seolah sedang menggoda sang kekasih.

Dengan mata yang masih membulat gadis itu tersenyum kecil, ia merasa senang karena kekasih idolanya itu selalu saja bisa membuat hatinya bahagia di waktu yang tepat. selain itu ia juga adalah tipe laki-laki yang romantis, dia selalu saja memberikan kejutan-kejutan kecil kepadanya, dan hal itu adalah salah satu poin yang membuat wanita satu anak itu jatuh cinta kepadanya.

"Ini semua untuk aku sayang ?" Tanya Erica, sejujurnya ia masih tidak percaya dengan kejutan yang sudah disiapkan oleh Mahesa

" Iya dong, kalau bukan untuk kamu lantas untuk siapa honey." ujar Mahesa tangannya kini mulai meraih tengkuk leher jenjangnya.

"Ayo sayang ambil " titah Mahesa kemudian

Erica pun menuruti perintah kekasih gelapnya itu, kemudian ia meraih sebuah kotak kecil merah itu dan kembali ke dalam pelukannya Mahesa

"Apa suamimu sudah melepaskan mu honey?"Tanya Mahesa sambil mengecup pucuk kepala Erica dengan mesra.

"Belum tapi aku cuma melakukan apa yang harus aku lakukan sayang, Lagipula aku capek dengan semuanya" jawab Erica sambil tangannya terus menggenggam kotak merah itu.

"Hmm, ya sudah kalau begitu aku minta kamu untuk sejenak melupakan semua masalah kamu ya sayang, karena malam ini aku sudah menyiapkan sesuatu yang spesial buat kamu. malam ini aku akan membuat kamu bahagia" tuturnya sambil merengkuh tubuh Erica semakin masuk ke dalam pelukannya.

****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!