NovelToon NovelToon

My Lovely Wife

Pernikahan Impian

"Kalian akan menikah pada akhir tahun ini. Apakah ada yang keberatan dengan keputusan ini?"

Semuanya begitu tiba-tiba, Seraphina yang hendak menyuapkan sesendok spagetti ke dalam mulut kecilnya pun langsung urung, setelah mendengar ucapan yang dilontarkan oleh pria berjas hitam rapi yang duduk tepat di seberang mejanya.

"Tidak perlu memusingkan soal gedung dan lainnya. Semua akan kami urus, kalian hanya tinggal mencari tanggal sesuai keinginan kalian. Jika bisa, tolong secepatnya beritahu kami," lanjut pria bermarga Edwards itu, tanpa memberi jeda bagi sepasang muda-mudi dihadapannya untuk berbicara.

'Tahun ini...kenapa begitu tiba-tiba?'

Seraphina, gadis berambut coklat muda panjang dengan sedikit bergelombang itu melirik sosok lelaki tinggi yang justru makan dengan tenang di sebelah kanannya.

"Bagaimana menurutmu, nona Evans?" Satu-satunya wanita paruh baya di antara ke empat orang di sana bertanya pada Seraphina yang belum memberi respon.

Wanita yang akrab Seraphina panggil dengan sebutan Nyonya Lily itu tampak menunggu jawaban dari Seraphina dengan ekspresi tidak sabarannya. Seraphina cukup dekat dengan wanita yang berstatus ibu tiri dari lelaki di sebelahnya ini, jadi Seraphina tahu jelas bahwa wanita itu sudah tidak sabar menjadikannya menantu dalam keluarga mereka.

Tapi bagaimana dengan pendapat dari lelaki dingin di sebelahnya saat ini?

Seraphina tidak enak hati bila harus menjawab sesuai kata hatinya, tanpa memikirkan perasaan dari calon suaminya kelak.

"Bagaimana menurutmu, Theo? Apa kamu tidak keberatan?" Seraphina berbisik pelan pada Theodore, lelaki tampan yang sayangnya berhati dingin yang tak lain adalah tunangannya.

Sedangkan yang ditanyai justru bersikap santai, seolah-olah rencana pernikahan yang hanya tinggal menghitung bulan bukanlah perkara besar yang harus dipikirkan secara matang-matang.

"Kalau kamu sudah siap ya tidak apa. Lagipula 'wanita itu' sudah tidak sabaran, jadi apa gunanya mengulur-ulur waktu lebih lama lagi? Itu hanya akan menggangguku saja."

Jawaban dingin dari Theodore sukses membungkam Seraphina. Ya sih, memang benar adanya. Semakin mereka mengulur-ulur waktu, semakin gencar pula Nyonya Lily menodong mereka dengan berbagai pertanyaan perihal pernikahan, yang mana hal itu dapat mengganggu ketenangan batin keduanya.

Jika sudah begitu, maka Seraphina tidak bisa mengelak dari takdirnya.

Tanpa pikir dua kali lagi, Seraphina mengangguk menyanggupi. Respon positif yang diberikan Seraphina membuat Nyonya Lily luar biasa bahagia sampai tak sadar memeluk pundak suaminya yang kembali diam.

"Lihat itu, sayang! Theo juga sudah tidak sabar meminang tunangan tiga belas tahunnya! Akhirnyaaa~ Setelah sekian lama kalian akan segera resmi menjadi sepasang suami-istri!!" Nyonya Lily memekik gembira, dalam benaknya sudah memikirkan segala macam dekorasi yang mewah dan spektakuler untuk pernikahan Seraphina dan Theodore.

Tuan Edwards, yang memiliki nama asli Arthur Mathias Edwards, atau akrab dipanggil Tuan Arthur, hanya menanggapi dengan ekspresi dingin yang tak berbeda jauh dengan Theodore.

"Sudah diputuskan kalau begitu, kalian tidak boleh membatalkannya. Untuk tanggal, sesegera mungkin beritahu kami agar kami bisa mengatur jadwalnya dengan baik," ujar Tuan Arthur, mengenai rencana pernikahan yang akan dilaksanakan sekitar 2 bulan dari sekarang.

Cepat?

Tidak juga sih.

Seraphina sudah sering mengkhayal tentang pernikahannya dengan Theodore bahkan sejak mereka pertama kali bertemu, tepatnya tiga belas tahun yang lalu.

Kini semua itu tidak akan menjadi khayalannya semata, Seraphina akan benar-benar menikah dengan Theodore, seperti yang dia harapkan sejak belasan tahun lalu.

Perasaan insecure serta overthinking yang Seraphina rasakan, seolah-olah menyublim ke udara dan menenangkan hati serta pikirannya.

Penantian Seraphina selama belasan tahun akhirnya tidak berakhir sia-sia. Meski perasaannya diselimuti kebahagiaan yang meletup-letup, Seraphine harus menjaga wibawanya sebagai calon istri dari calon penerus ED Corp yang terkenal.

Namun di satu sisi, Theodore tidak merasakan semangat itu dalam hatinya.

Ingatannya justru kembali pada masa lampau, di mana dia melihat kedua orangtuanya justru bertengkar hebat bahkan saling mengatai satu sama lain.

Sudut bibir Theodore pun menyunggingkan senyum getir, 'Pernikahan apanya? Sepertinya kau ingin aku ikut merasakan kesusahanmu menjadi seorang kepala rumah tangga, tapi kau salah, aku tidak akan sama sepertimu...ayah.."

Theodore menatap dingin sosok sang ayah yang duduk di seberang mejanya. Bagi Theodore, semua yang terlontar dari mulut ayah kandungnya adalah sebuah kemunafikan yang membuatnya muál.

'Aku tidak akan menjadi sama sepertimu, akan kuurus pernikahanku dengan caraku sendiri, teruslah berakting seakan-akan kau peduli kepadaku,benar-benar menjijikkan.'

...🌱...

Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, pesta pernikahan pun diadakan secara megah dan meriah. Setelah mengikat janji suci di sebuah gereja dan dihadiri oleh cukup banyak kerabat dekat serta kolega, akhirnya Seraphina resmi menjadi istri dari seorang putera konglomerat.

Hanya dalam satu malam derajat Seraphina naik begitu drastis sampai membuat iri banyak kaum hawa di sekitarnya, termasuk teman-temannya yang begitu mendambakan sosok pasangan kaya raya dan tampan seperti Theodore.

Posisi Seraphina benar-benar menjanjikan dan membuat iri bukan?

Seraphina pikir juga begitu, tapi lain cerita apabila sosok suami yang diidam-idamkan banyak orang seperti Theodore masih bersikap dingin dan acuh terhadap dirinya.

Bahkan ketika mereka melakukan c!uman untuk pertama kalinya di depan altar, hanya Seraphina yang merasa begitu senang sampai-sampai tak bisa menahan tangis bahagianya.

Theodore sama sekali tidak mengubah ekspresi mukanya barang sekali. Lelaki itu juga tak repot berakting ceria meski di hari bahagia begini.

Ada rasa kecewa dan miris yang dirasakan oleh Seraphina terhadap sikap keras suaminya, tetapi apa yang bisa dia lakukan?

Seraphina hanya bisa berharap agar kelak Theodore mau membuka hatinya sedikit demi sedkit. Seraphina ingin mencurahkan seluruh kasih sayangnya pada tunangan yang kini naik level menjadi suami sahnya.

Sebab dapat menikah dengan cinta pertama adalah sebuah keajaiban yang tak bisa didapatkan oleh semua orang. Seraphina sangat bahagia, sampai rasanya pernikahannya hari ini adalah bunga mimpi dan dia tidak ingin bangun dari tidurnya.

"Aku mencintaimu, Theodore.."

Kini Seraphina tak akan malu-malu lagi mengungkapkan isi hatinya pada Theodore, suaminya. Apapun reaksi yang diberikan oleh lelaki itu, Seraphina tak akan mundur dan akan terus berusaha agar cintanya dapat diterima oleh sang suami.

"Simpan perasaaan itu dalam-dalam jika kau tidak mau terluka karenaku."

Tipikal jawaban yang dapat Seraphina tebak, sedikit melekit hati tapi itu tidak dapat mengurungkan niatnya yang sudah bulat.

"Akan kutunjukkan seberapa besar cintaku untukmu. Aku harap kau mau membuka hatimu sedikit demi sedikit, karena kita sudah menjadi sepasang suami-istri sampai maut memisahkan kita."

Seraphina tidak boleh pesimis sebelum mencoba segala yang dia bisa. Memang tidak mudah dan butuh waktu lama untuk mewujudkan impiannya mengarungi bahtera rumah tangga yang bahagia dan harmonis dengan Theodore, asalkan lelaki itu tidak melakukan kesalahan fatal seperti berselingkuh di belakangnya, Seraphina masih dapat memakluminya.

Seraphina masih sanggup mengejar punggung lebar milik suaminya meski harus tertatih-tatih, tapi tidak dengan melihat lelaki itu bersama dengan wanita lain selain dirinya.

Awal Yang Berat

"Sayang, aku sudah buatkan sarapan untuk kita! Ayo, kita makan bersama selagi masih hangat!"

Seraphina menyambut Theodore yang baru keluar dari kamar. Untuk sementara waktu ini, mereka tinggal di penthouse milik Theodore sembari menunggu rumah mereka selesai dibangun. Itu adalah rumah yang diberikan oleh ayah Theodore sebagai hadiah atas pernikahan mereka.

Dan meskipun penthouse milik Theodore itu luas dan mewah, ternyata tidak memiliki banyak kamar di dalamnya. Hanya ada dua kamar saja yang tersedia, yaitu kamar utama yang ditempati Theodore dan satu lagi kamar tamu, yang sayangnya digunakan sebagai gudang darurat oleh sang pemilik.

Alhasil Seraphina terpaksa harus tidur satu ranjang dengan Theodore. Walaupun Theodore awalnya menolak dan berencana menginap di studio apartement lain agar tidak seranjang dengan istrinya, Seraphina dengan cepat mencegah niatan suaminya dan menahan lelaki itu untuk tetep tinggal dengannya.

Seraphina merasa sikap penolakan Theodore makin lama makin parah dari pada sebelumnya, lebih lagi sejak mereka mulai tinggal bersama. Theodore seolah-olah jijik harus berdekatan dan melihat dirinya setiap hari. Hal ini tentu membuat Seraphina sedih dan kecewa.

Tapi apapun reaksi dan sikap Theodore, Seraphina sudah bertekad akan terus memperjuangkan cintanya agar disadari oleh Theodore.

Seperti pagi ini misalnya, Seraphina sudah berkutat di dapur sejak pukul 5 pagi, hanya demi memasakkan sesuatu untuk suaminya. Entah Theodore mau memakannya atau tidak, setidaknya Theodore tahu bahwa dirinya bisa memberi lelaki itu makan makanan yang sehat.

"Eum...aku membuatnya spesial untukmu. Maukah kamu mencobanya?"

Theodore hanya terdiam di anakan tangga terakhir, dengan ekspresi datarnya yang khas.

"..."

Hening seketika menyelimuti keduanya. Tak ada respon berarti dari Theodore dan itu cukup membuat nyali Seraphina menciut.

Theodore menghela nafas panjang, seraya membenarkan kancing di ujung lengan kemejanya. Dia sudah bersiap hendak pergi ke kantor sesegera mungkin, sebelum jalanan semakin macet dan dipadati kendaraan.

"Aku tidak punya waktu lagi. Aku harus segera berangkat."

Seraphina meremas ujung apron yang masih menempel di tubuhnya. Tak sadar bila dirinya masih mengenakan baju itu di depan Theodore.

"O-oh, begitu ya...baiklah, apa mau aku masukkan ke dalam kotak bekal saja?"

Lirikan tajam Theodore berikan pada Seraphina yang terus mengoceh. Sebelum perempuan itu datang ke penthousenya, tak ada yang pernah seberisik ini dan ini cukup mengganggunya.

"Tidak usah. Lebih baik kau habiskan semua itu. Lain kali kalau aku tidak memintanya, tidak usah dibuatkan."

Niat baiknya tak disambut dengan tangan terbuka, jujur, ini cukup mengecewakan Seraphina. Senyumnya yang merekah perlahan sirna, tergantikan ulasan kecut kala harus menahan rasa sesak di d@dá.

"Baiklah kalau begitu, hati-hati di jalan."

"Hm."

Hanya itu obrolan singkat yang berakhir dingin.

Seraphina menatap nanar pintu yang baru saja Theodore lewati, lalu beralih pada meja makan yang diatasnya berjejer beberapa menu makanan enak khusus untuk sang suami.

'Harus aku apakan makanan sebanyak ini? Aku tidak sanggup kalau harus menghabiskannya sendirian..'

Seraphina menghela nafas panjang sambil melepas apron berwarna merah muda miliknya. Padahal dia sudah memasakkan semua itu dengan semangat dan penuh cinta, sayang sekali Theodore tidak mau mencicipi masakannya barang secuil.

'Aku juga tidak tahu pasti kapan Theo pulang, apa lebih baik aku bagikan masakanku ini ke orang yang membutuhkan?'

Setelah bergulat dengan pikirannya, pada akhirnya Seraphina memilih membungkus semua makanannya ke dalam plastik dan sterofoam untuk dibagikan pada tunawisma di pinggir-pinggir jalan.

Dengan berat hati, Seraphina membereskan semua peralatan makan di meja makan. Harapan untuk makan bersama suaminya harus pupus lantaran pekerjaan yang tidak bisa diulur.

'Ini masih hari pertama, Sera! Kau harus kuat!' Seraphina menyemangati dirinya sendiri agar tidak terlalu sedih.

'Sekarang aku bisa melihatnya lebih lama, bahkan bisa tidur seranjang dengannya. Aku yakin, lambat laun Theo pasti akan menerimaku sepenuh hati...'

'...ya....aku yakin itu.'

...⚘️...

"Kau tidak tahu kalau aku alergi udang?!"

Senyum Seraphina luntur seketika, setelah mendapat gertakan keras dari Theodore.

"Ma-maaf! A-aku tidak tahu kalau kamu alergi udang!" Buru-buru Seraphina mengambil sepiring udang goreng yang dia sajikan di atas meja makan.

Seraphina sama sekali tidak tahu kalau suaminya ternyata memiliki alergi terhadap udang.

'Kenapa aku tidak pernah menanyainya?! Ah, kau bodoh sekali, Sera!' Ini murni kelalaian Seraphina, dia nyaris saja mencelakai suaminya sendiri. Kalau sampai alergi Theodore cukup parah, Seraphina bisa kehilangan suaminya dalam sekejap mata.

"Maaf...sungguh...aku lupa bertanya soal alergimu...la-lain kali aku akan mencari tahu lebih dulu!" Seraphina meminta maaf dengan ekspresi wajah yang begitu melas.

Theodore membuang nafas kasar. Untung dia belum menyantap udang goreng itu, kalau terlanjur ya bisa berdampak cukup fatal kepadanya.

"Lain kali bertanyalah dulu sebelum bertindak. Kau bisa membahayakan nyawa seseorang karena kesalahan kecil."

Seraphina mengangguk patuh. Benar-benar menyesal karena tidak berkomunikasi dulu dengan Theodore.

"Bi-bisakah kamu menuliskan apa yang dapat kamu makan dan tidak? Aku tidak mau melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya." Bertanya pada orang yang bersangkutan lebih baik ketimbang mengetahuinya dari orang lain.

Lagipula Nyonya Lily juga tak begitu dekat dengan Theodore, Seraphina tak yakin beliau mengetahui banyak hal tentang suaminya. Jadi, jalan satu-satunya ya mendapat informasi langsung dari Theodore.

Theodore memijit pangkal hidungnya guna meredakan pening yang tiba-tiba menghantam kepalanya. Kerjaannya masih banyak dan waktu yang tersisa tinggal sedikit, tetapi Seraphina, istrinya itu, justru semakin mengulur-ulur waktu berharganya.

"Kau benar-benar tidak berguna," desis Theodore pelan. Tapi tangannya dengan cepat menuliskan daftar makanan, buah, serta minuman yang bisa dia konsumsi untuk Seraphina.

"Maafkan aku..." Dikatai tidak berguna oleh orang yang paling dicinta ternyata cukup menyakitkan. Kepercayaan diri Seraphina jadi menurun drastis hingga nyaris hilang hanya karena ini.

"Ini," Theodore menyodorkan secarik kertas bertuliskan daftar penting yang harus Seraphina ketahui.

Setidaknya itu berguna untuk menyelamatkan dirinya sendiri juga. Theodore tidak mau mati konyol hanya karena alergi yang dia idap.

"Jangan sampai ada kesalahan untuk kedua kalinya."

Peringatan keras disertai ekspresi serius yang menakutkan. Seraphina tak berani membantah, hanya mengangguk mengiyakan sebelum suaminya pergi dengan membawa jas beserta tas kerjanya.

Sarapan bersama kali ini pun gagal lagi.

Seraphina menatap hambar udang goreng beserta sayur mayur yang sudah dia masak sepenuh hati.

'Lagi-lagi dia tidak mau memakannya..'

Seraphina tahu nafsu makan Theodore jadi hilang setelah melihat udang goreng di atas meja, tapi kan Seraphina bisa memasakannya yang lain sebagai ganti udang goreng itu, jika Theodore meminta.

'Semangat, Sera! Masih ada hari esok! Jangan sampai salah memasak lagi! Ayo, kita harus bisa menarik perhatian Theo!'

Pandangan Theodore

Setahun setelah pernikahan, tak banyak hal yang berubah dari hubungan Theodore dan Seraphina. Walau sesekali Theodore mengajak istrinya pergi makan di luar rumah, itu terpaksa dilakukan Theodore agar tetap terlihat harmonis di depan orang lain.

Terutama pada awak media yang sering kali menyebar gossip miring mengenai rumah tangganya dengan puteri dari keluarga Evans, mau tak mau Theodore harus bisa menunjukkan bukti bahwa dirinya dan Seraphina masih sepasang suami-istri.

Seraphina sendiri tak terlalu banyak berharap akan sikap suaminya yang masih begitu-begitu saja. Segala cara sudah Seraphina coba lakukan dan praktekan langsung kepada Theodore, akan tetapi yang dia dapatkan hanyalah kekecewaan serta lelah batin.

Siapa juga yang tak lelah menuangkan effort besarnya hanya untuk satu orang yang bahkan tak berusaha menghargai usaha kerasnya sama sekali?

Mungkin Seraphina belum mencapai titik terakhirnya dan masih mencoba segala peluang yang bisa dicoba. Akan tetapi, Seraphina takut bila suatu hari nanti akan tiba waktunya untuk berhenti dan menyerah pada keadaan.

Di satu sisi, Theodore mulai sedikit demi sedikit melembutkan hatinya pada Seraphina. Dia sudah mencoba menjawab pertanyaan Seraphina ketika istrinya berbicara padanya. Bagi Theodore, itu merupakan langkah awal yang cukup besar baginya.

Mungkin bagi Seraphina, upaya kecilnya tak bermakna besar dan terkesan hal lumrah yang sudah semestinya dia lakukan, tetapi bagi Theodore yang awalnya keukuh untuk membatasi diri dari sang istri, itu sudah termasuk perubahan signifikan.

Seperti saat ini misalnya, Theodore memutuskan untuk sarapan pagi bersama Seraphina yang sudah menyiapkan berbagai menu makan pagi tiap harinya.

Sebenarnya Theodore merasa sangat bersalah selalu meninggalkan Seraphina dan menyia-nyiakan sarapan istimewa yang telah disajikan untuk dirinya, maka dari itu, sesekali tak ada salahnya ikut makan bersama sebagai bentuk penghormatan bagi sang istri.

Tanpa sepengetahuan Theodore, hal itu sanggup menyenangkan hati Seraphina yang sebelumnya sudah bersiap hendak menelan kembali pil kepahitan apabila suaminya menolak makan bersama.

Senyum tak luntur dari wajah cantik Seraphina yang sedari tadi memperhatikan suaminya yang duduk berhadapan dengannya.

"Berhenti memperhatikanku, dan cepat habiskan sarapanmu."

Meski risih, Theo tahu kalau Seraphina hanya terlalu senang.

Seraphina jadi sedikit malu kepergok memandangi wajah tampan Theodore yang jarang-jarang bisa dia tatap dari jarak yang cukup dekat.

Keduanya kembali fokus pada makanan masing-masing, sebelum Theodore bergegas pergi ke kantor.

"Aku akan pulang terlambat malam nanti. Lebih baik kunci pintunya lebih dulu dan jangan menungguku pulang." Pesan Theodore, sebelum keluar dari pintu.

Seraphina selalu membuntuti Theodore sampai ke depan pintu, sekedar memberi salam perpisahan pada suaminya. Meski tahu salamnya tak akan dibalas oleh Theo, setidaknya Seraphina bisa mendoakan suaminya supaya selamat sampai di tempat tujuan tanpa kurang apa-apa.

"Ba-baiklah." Tapi ada yang sedikit berbeda pagi ini, Theo bahkan memberitahu Seraphina soal keterlambatannya hari ini. Sesuatu yang jelas tak biasa dilakukan seorang Theodore Edwards.

"Hati-hati di jalan. Aku pasti akan merindukanmu.." Seraphina hanya berani bergumam pelan, sembari memperhatikan punggung suaminya yang hendak menjauh dari pandangannya.

Seraphina tak memiliki keberanian lebih untuk mengucapkan kata rindu, pada sosok yang sangat dia cintai itu. Dia tak ingin Theodore terbebani atas ucapannya yang mungkin dianggap sensitif untuk lelaki itu.

Sayangnya, pendengaran tajam Theodore masih bisa menangkap apa yang dikatakan oleh Seraphina meskipun suaranya tak begitu jelas.

Mulut Theodore sedikit terbuka, tetapi ketika hendak menjawab ucapan Seraphina, sesuatu seakan-akan mencekik pita suaranya hingga membuatnya sulit berbicara. Pada akhirnya Theodore hanya terdiam kaku tanpa berani membalas ucapan tulus yang dilontarkan Seraphina padanya.

Theodore keluar dari pintu penthousenya, dengan berat hati dan perasaan bersalah yang tak dia ketahui secara sadar.

'Kenapa aku tidak bisa membalas ucapannya? Apa aku belom bisa beradaptasi dengan kehadirannya?' Itulah yang terbesit dalam benak Theodore.

'Lagipula kenapa perempuan itu merindukanku, yang jelas-jelas tidak pernah melakukan sesuatu untuknya? Aku yang aneh, atau memang dia yang terlalu keras kepala?'

'Dari dulu sampai sekarang, dia tak pernah berubah. Dia terlalu mengharapkan sesuatu dariku. Bahkan jika aku bisa mengabulkan sesuatu untuknya, mungkin itu berupa tanda tangan surat cerai. Ah, benar...jika hubungan kami terus monoton dan renggang seperti ini, bukan tak mungkin suatu saat nanti dia mengajukan cerai padaku. Apa aku harus menyetujuinya?'

Berbagai skenario muncul dalam benak Theodore. Theodore sadar, bahwa besar kemungkinan di masa depan surat perceraian akan datang padanya apabila hubungannya dengan Seraphina masih sama seperti sebelumnya.

Theodore merasa tak terbebani atas ajuan cerai itu, tapi entah mengapa, muncul sedikit rasa tidak rela kala membayangkan akan berpisah dengan sang istri yang selama ini dia acuhkan.

Jujur, awalnya semua terasa begitu tiba-tiba dan asing bagi Theodore. Tempat yang biasanya sepi dan gelap, mendadak ramai dan terasa hidup sejak kedatangan Seraphina ke penthouse miliknya. Memang rumah pemberian ayahnya sudah jadi sedari beberapa waktu lalu, tetapi Seraphina tidak keberatan kalau masih tinggal di penthouse selama yang Theodore inginkan.

Kehadiran Seraphina bagaikan lilin yang sanggup menerangi kediamannya yang suram. Theodore tak bisa terus menerus menutup mata dan mengabaikan istrinya yang sudah berjuang keras demi mempertahankan pernikahan ini.

'Padahal bagiku, pernikahan ini hanyalah hitam diatas putih. Tidak bermakna khusus dan bisa saja berakhir melalui ketok palu. Apa yang Seraphina harapkan dari pernikahan konyol ini? Harta keluarga? Uang melimpah? Atau aku?'

Theodore terkekeh geli ketika menyertakan dirinya sendiri ke dalam pertanyaan itu. Rasanya aneh dan menggelikan, mungkin jauh di lubuk hatinya terdalam, Theodore sudah mengetahui jawaban atas rasa penasarannya itu, tetapi enggan mengakuinya.

Andai Theodore seperti orang lain, mungkin Seraphina tak akan sengsara dan berjuang sendiri meraih cintanya. Bahkan selama 13 tahun mereka bersama, Theodore belum bisa membuka hatinya untuk mencintai Seraphina.

'Aku hanya tak ingin berakhir seperti ayah dan ibu. Walaupun sikapku terkesan keterlaluan, bukankah ini cara terbaik untuk menghindari konflik?'

Sepanjang perjalanan menuju kantor, Theodore berusaha memikirkan cara mana yang sekiranya tak akan membuat dirinya dan Seraphina berkonflik.

Theodore takut hal yang membuatnya trauma seumur hidup justru terjadi menimpa dirinya dan Seraphina di kemudian hari. Theodore jelas tak ingin hal buruk itu terjadi baik di antara dirinya dan Seraphina maupun dengan orang lain.

Jadi menurut Theodore, cara teraman satu-satunya untuk menjaga hubungan baik dengan siapapun orang nya adalah tetap diam dan jaga jarak.

'Seraphina pasti mau mengerti. Sekalipun pada akhirnya dia tidak kuat dan memilih mundur, yang bisa aku lakukan adalah mengabulkan apapun permintannya. Bahkan kalau dia menuntut harta gono-gini pun, aku akan memberikan sebanyak yang dia mau...'

Yah, bagi Theodore itu adalah cara terbaik versinya dalam berhubungan dengan seseorang. Tapi apakah hatinya benar-benar mengharapkan perceraian itu terjadi?

Untuk saat ini, Theodore tidak mau memusingkannya. Asalkan Seraphina aman dan nyaman didekatnya, itu sudah lebih dari cukup untuk sekarang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!