Karina Fransiska Arnold tersenyum hangat menatap sebuah testpack bergaris dua di tangannya. Ia tidak mampu membendung air matanya. Karina tidak pernah menyangka akan hamil setelah dua tahun pernikahannya.
"Kuharap kabar bahagia ini akan membuat hati Papa luluh. Semoga Papa membatalkan niatnya meninggalkan kita." lirih Karina mengelus perut ratanya.
Tok
Tok
Tok
"Karina, Apa kau baik-baik saja." tanya seorang wanita dari luar kamar mandi rumah sakit.
"Sebentar, Jos. Aku akan merapikan pakaianku terlebih dahulu." jawab Karina lalu mencuci wajahnya agar lebih fresh.
Ceklek
"Bagaimana hasilnya?" tanya Josephine penasaran.
Karina langsung menyodorkan hasil tes pack itu kearah pandangan Josephine.
"Kya!!! Rin, kau hamil! Sebentar lagi kau akan menjadi ibu, Rin!"
Ya, Karina akan menjadi seorang ibu di saat usianya menginjak 25 tahun. Ia senang akhirnya mengandung anak dari pria yang sudah Karina cinta sejak lama.
" l am so happy, Rin. Proud of you my Bestie. Akhirnya sebentar lagi kamu akan menjadi seorang ibu."
Josephine memeluk tubuh Karina dengan bahagia. Ia tidak menyangka Karina akan langsung hamil setelah sekali melakukan hubungan intim dengan suaminya. Meskipun kejadian itu hanyalah sebuah kecelakaan yang tak terduga.
Josephine sangat bersyukur pada akhirnya sahabatnya itu bisa hamil. Karena ia tahu bagaimana kondisi rumah tangga Karina selama dua tahun ini.
Josephine mengantar Karina ke dokter kandungan untuk memastikan hasil tes pack yang sudah mereka coba.
Dokter langsung mempersilahkan Karina berbaring di ranjang dan melakukan USG. Karina tersenyum hangat menatap layar monitor.
Dokter itu tersenyum hangat menatap kearah monitor.
"Wah. Anda ternyata hamil bayi kembar, Nyonya. Anda bisa melihat ketiga kantung janin ini. Anda juga bisa mendengar detak jantung dari ketiga bayi Anda." tunjuk dokter yang memeriksa Karina ke tiga titik hitam sebiji kacang yang terlihat di layar.
Karina tidak mampu membendung air matanya mendengar perkataan dokter itu. Ia benar-benar bahagia melihat tiga kantung janin yang hidup di dalam perutnya.
Josephine juga langsung memeluk tubuh Karina setelah mendengar penuturan dokter itu.
"Asik... Akhirnya tiga keponakan ku akan segera launching. Aku sudah tidak sabar menunggu beberapa bulan lagi. Aku harap mereka akan tumbuh menjadi anak yang cantik dan tampan."
"Selamat Karina, calon Mama muda." timpal Josephine lagi tidak mampu membendung rasa bahagianya.
Dokter yang memeriksa kandungan Karina dan juga seorang perawat yang mendampingi pemeriksaan itu tersenyum tipis melihat keakraban Karina dan Josephine.
"Apa Anda mengalami morning sick?" tanya dokter itu lagi sembari mempersilahkan seorang perawat membersihkan bekas gel yang dioleskan di atas perut Karina.
"Tidak, Dokter. Saya anteng aja dengan kehamilan saya." jawab Karina mendudukkan tubuhnya di atas ranjang setelah gel yang dioles diperutnya selesai dibersihkan.
"Kalau begitu saya akan meresepkan vitamin ibu hamil untuk Anda. Asisten saya akan memberikannya kepada Anda." Dokter itu lalu kembali duduk ke meja kerjanya.
Tak beberapa lama seorang perawat menyerahkan selembar kertas kecil kepada Karina.
"Ini resep vitamin ibu hamil yang bisa Anda tebus di apotek, Nyonya."
"Terima kasih." jawab Karina tersenyum ramah.
Sepanjang perjalanan, Karina tersenyum hangat menatap foto USG yang ada di genggamannya.
Josephine ikut tersenyum melihat kebahagiaan sahabatnya.
Tak beberapa lama, mereka tiba di kediaman mertua Karina. Karina langsung turun dari mobil diikuti oleh Josephine.
"Ckckck... Dari mana saja kamu?"
Mariana menatap Karina dengan tajam. Ia lalu mengalihkan pandanganya dari sebuah kertas yang ada di genggaman Mariana.
"Apa itu surat cerai yang sudah dipersiapkan oleh putraku?" tanya Mariana tanpa mengalihkan pandanganya dari kertas yang ada di genggaman Karina.
"Ini bukan apa-apa, Ma." jawab Karina dengan cepat. Ia tidak mau mertuanya itu melakukan hal yang tidak-tidak kepadanya. Bukan sekali dua kali mertua Karina berusaha mencelakai ataupun menjebak Karina saat suaminya sedang berada di luar negeri.
"Cepat buatkan jus untuk ku dan Gloria!" ketus Mariana tanpa berniat menyapa Josephine sedikitpun.
Mariana melengos begitu saja meninggalkan mereka dan melangkah mendekati seorang gadis cantik dan putih yang sedari tadi menatap datar kearah mereka. Ia tidak berkata sepatah katapun. Ia hanya sibuk dengan pikirannya.
Sementara Josephine tidak tega melihat sahabatnya lagi-lagi diperlakukan tidak baik oleh ibu mertuanya.
"Biarkan aku yang membuatnya. Aku tahu kau pasti lelah. Apa lagi sekarang ada tiga nyawa yang sedang tumbuh di rahim mu." bisik Josephine dengan pelan.
"Biarkan aku saja yang membuatnya. Aku tahu, Mama mertua tidak akan senang melihat mu masih berada disini. Pulanglah. Aku pasti akan menjaga mereka dengan baik." ujar Karina dengan lembut. Ia tahu kalau Josephine sangat peduli dengan dirinya. Namun, rasa cintanya kepada Ocean sudah membutakan mata dan hatinya.
Karina melangkah ke dapur. Namun, Josephine malah tetap kekeuh pada pendiriannya dan mengikuti langkah wanita itu menuju dapur.
Tak beberapa lama, Karina melangkah menuju ruang tamu dengan sebuah napan. Dia atasnya ada 2 gelas jus yang sebelumnya diminta mertuanya.
Prang!!
Tiba-tiba gelas jus yang ada di napan jatuh kelantai karena tanpa sengaja kaki Karina tersangkut di karpet merah yang menutupi lantai.
Plak
Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Karina.
"Apa kau punya mata! kau mengotori pakaian calon menantu ku!"
Wajah Mariana berubah merah padam melihat noda kotor di karpet dan percikan noda jus di baju mahal Gloria.
"Maafkan Karina yang kurang berhati-hati, Mom."lirih Karina berusaha menahan air matanya agar tidak terjatuh di depan ibu mertuanya.
Karina merasa pipinya sedikit panas dan kebas akibat tamparan kuat ibu mertuanya. Namun, ia masih bisa menyembunyikan rasa sakit itu.
"Cih! bersihkan karpet ini! Aku tidak mau melihat noda-noda itu mengotori lantai!"
Mariana menunjukkan bekas tumpahan jus. Syukur saja gelas yang jatuh tadi tidak pecah. Karena lantai rumah itu telah dialasi dengan karpet merah mahal yang diukir indah.
Sementara Josephine tidak bisa membantu Karina meskipun gadis itu ingin membantu. Karena bantuannya hanya akan membuat Mariana murka dan semakin membenci Karina dan bertindak semena-mena.
Saat Karina ingin berjongkok dan membersihkan noda-noda bekas jus itu. Tiba-tiba sebuah suara bariton seseorang menghentikan gerakannya.
"Apa yang kau lakukan!"
Seorang pria bermata biru menatap kearah Karina dengan sangat tajam. Tak ada sedikitpun kelembutan di wajah datar itu. Memiliki mata tajam dan rahang kokohnya membuatnya terlihat sangat tampan dan berkharisma.
"Cean..." lirih Karina tanpa berani menatap kearah pria itu. Meskipun status mereka adalah suami-istri.
Sementara Mariana tersenyum senang melihat kedatangan Ocean. Dengan wajah angkuh, Mariana berucap.
"Cean, lihatlah istri pilihan Kakek mu. Wanita ini benar-benar menjadi parasit di keluarga kita. Dia tidak memiliki pendidikan dan keluarga yang jelas. Dia hanya sibuk berdiam diri di rumah tanpa melakukan apa-apa. Bukankah dia terlihat seperti seorang wanita yang hanya numpang hidup saja di kediaman Gultom!"
Karina mengepalkan tangannya mendengar perkataan Mariana.
"Kau harusnya menceraikan istri tak berguna seperti dia. Bukankah Giselle merupakan salah satu kandidat calon istri yang cocok untukmu. Giselle gadis yang cantik dan memiliki pekerjaan yang mapan. Selain itu, Giselle juga pintar berbisnis. Jika kalian menikah, bukankah kalian akan mendapatkan calon pewaris yang pintar." timpal Mariana tersenyum penuh kemenangan menatap wajah pias Karina.
"Bibi!" panggil Ocean kepada salah satu pelayan yang bekerja pada keluarganya.
Seorang wanita paruh baya berjalan tergesa-gesa kearah Ocean.
"Iya, Tuan muda." cicit wanita itu dengan perasaan cemas. Ia melihat wajah pria itu seperti seseorang yang sedang menahan amarah.
"Bawa wanita itu ke kamarnya." kata Ocean dengan wajah datar. Meskipun posisi tubuh Karina sedang membelakangi Ocean. Namun, wanita itu bisa merasakan tatapan tajam dan aura menyeramkan di wajah Ocean. Tatapan tajam itu serasa sedang menatapnya dengan tatapan yang sangat menusuk.
"Baik, Tuan muda."
Wanita itu langsung menuntun Karina untuk berdiri. Karina ingin membersihkan noda itu. Hanya saja Karina tidak bisa membantah perkataan Ocean.
"Mari Nyonya muda."
Pelayan itu merupakan salah satu pelayan yang sudah bekerja selama bertahun-tahun di keluarga Gultom. Ia tentu saja tahu bagaimana perangai mertua Karina.
Setibanya di depan pintu, Karina menghentikan langkahnya.
"Terima kasih untuk hari ini, Bibi." Karina menatap wanita paruh baya itu dengan wajah sendu.
Sementara pelayan itu tersenyum tipis menggenggam lembut tangan Karina.
"Jangan dimasukkan ke dalam hati ucapan Nyonya besar tadi, Nyonya muda." ujar pelayan itu dengan tulus.
Karina hanya bisa tersenyum sendu mendengar perkataan pelayan itu. Ia sudah terbiasa dengan perangai ibu mertuanya. Hanya kakek dan ayah mertuanya yang selalu berusaha menjadi garda terdepan membelanya. Sementara suaminya hanya diam dan tidak peduli dengan keadaannya.
Karina lalu masuk ke dalam kamar dan membersihkan diri setelah kepergian pelayan itu.
Seharian Karina menunggu kepulangan suaminya. Namun, pria itu tak kunjung menunjukkan batang hidungnya. Hingga Karina mulai tertidur pulas di kamarnya.
Keesokan harinya
Tangan Karina masih bergetar memegang surat cerai yang ditinggalkan suaminya sebelum berangkat ke kantor tadi pagi.
Hiks
Hiks
Hiks
"Tidak bisakah kau membuka hati mu untukku Cean.... Aku sudah bertahan dan bersabar menunggu mu selama dua tahun di samping mu tanpa peduli dengan sikap ibu mu. Tapi, kenapa pada akhirnya surat ini yang kau berikan padaku."
Air mata membanjiri wajah pucat Karina. Sementara seorang wanita tersenyum bahagia saat tanpa sengaja mendengar suara tangisan Karina.
"Yes! Akhirnya Ocean membuang mu juga. Sikapnya terlihat seperti Jhonson Dirgantara di masa lalu." monolog wanita itu tersenyum menyeringai.
Dengan wajah pucat, Karina berusaha berdiri dan mencari ponselnya.
Tut
Tut
Tut
[Halo.]
Deg
Karina terdiam mendengar suara yang tak asing dari speaker telepon.
"Gi-ssel..." lirih Karina memejamkan matanya untuk meredam emosi yang melingkupi hati dan pikirannya.
[Ah. Karina. Maafkan aku. Aku tanpa sengaja mendengar ponsel Ocean berdering hingga langsung mengangkatnya. Apa kau sedang mencari Ocean. Sayangnya Ocean masih ada di dalam kamar mandi. Apa kau ingin menunggu Ocean atau mau menitipkan pesan untuk-nya.] ujar wanita yang bernama Giselle itu dengan suara lembut. Namun, Karina tidak bisa melihat senyuman sinis dibalik suara wanita itu.
[Siapa yang menghubungi ku, Giselle]
Karina mengigit bibir bawahnya saat mendengar suara bariton suaminya dari seberang sana.
[Karina menghubungi mu.]
Giselle menjawab pertanyaan Ocean dengan lembut.
[Bilang saja aku sedang sibuk.]
[Apa kau tidak mau mendengarkan alasan Karina menghubungi mu?] bujuk Giselle dengan wajah polos. Namun, siapa yang tahu dibalik wajah polos itu rahasia besar apa yang tersimpan.
[Tidak. Aku sibuk!]
Jawaban singkat itu menjawab semuanya. Ocean tetap kekeuh dengan ketidakpeduliannya. Karina langsung mengakhiri panggilannya dan menangis tanpa suara.
Berhari-hari Karina mengabaikan surat cerai yang sudah dipersiapkan Ocean. Di hari kelima. Karina kekeuh tidak mau menandatangani surat cerai itu. Ia menjalani hari-harinya seperti biasa. Ia tidak peduli dengan sikap mertuanya yang semakin menjadi-jadi. Ia juga tidak peduli dengan beberapa berita gosip mengenai hubungan gelap suaminya dan Gisella. Ia pura-pura buta dan tuli dengan semua kepahitan hidup yang diterimanya.
"Ocean... ada yang ingin ku katakan pada mu." kata Karina memberanikan diri masuk ke dalam ruangan kerja suaminya.
"Bicaralah."
Ocean mengabaikan kehadiran Karina dan tetap fokus dengan dokumen kerja sama yang ada di atas mejanya.
"Aku hamil."
Dua kata itu mampu membungkam mulut Ocean hingga ruangan itu terasa hening.
Beberapa menit kemudian, Ocean akhirnya mengeluarkan satu kata yang membuat dunia Karina hancur.
"Gugurkan."
Karina merasa ribuan anak panah berlomba-lomba menancap ke tubuhnya. Ia tidak menyangka kalimat sialan itu akan terucap dari bibir Ocean.
"Setega itukah kamu menghilang nyawa dari darah daging mu?"
"Jika kau tidak suka dengan pendapat ku. Maka, segera tandatangani surat cerai itu. Karena aku sudah muak melihat mu berkeliaran di sekitar ku!" bentak Ocean menatap tajam kearahnya. Tatapan Ocean seakan seperti seorang psikopat ingin mengulitinya.
Karina menatap wajah datar Ocean dengan perasaan terluka. Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Ia seakan tidak memiliki tenaga berdebat dengan suami yang dari dulu sangat amat dicintainya. Sampai saat ini perasaan cinta itu masih tumbuh subur.
"Kuharap kau tidak akan pernah menyesal dengan perkataan mu hari ini, Cean...."
"Jika kau menyesalinya. Maka tidak akan ada tempat untuk mu kembali."
Karina membalikkan tubuhnya berniat keluar dari ruangan kerja Ocean.
Setibanya di kamar, Karina kembali menangis dalam diam. Ia benar-benar sakit hati mendengar perkataan Ocean. Karina menangis sepanjang malam di kamarnya. Ia sampai melewati makan malamnya. Ia meratapi nasibnya seorang diri. Karena selama ini Karina tidak memiliki tempat untuknya berkeluh kesah.
#
Pagi hari
Karina bersiap-siap berangkat menuju rumah sakit.
"Kau harus menemaniku ke rumah sakit." ujar Karina dengan suara pelan berdiri di samping meja makan. Sementara Ocean masih sibuk dengan sarapannya. Karina tidak melihat keberadaan Mariana disana.
"Apa kau berniat menggugurkan kandungan mu?" tanya Ocean tanpa ekspresi menyudahi sarapannya.
"Ya! Bukankah aku akan menuruti perkataan mu." jawab Karina dengan wajah tenang.
"Baiklah. Aku akan meminta Charles menemanimu. Karena siang ini aku memiliki jadwal pertemuan dengan rekan bisnis ku di luar negeri."
Ocean merapikan jas hitam yang melekat di tubuh besarnya. Siapapun akan jatuh cinta melihat ketampanan pria itu. Tak peduli meskipun pria itu sudah memiliki istri sah. Istri sah yang tidak pernah dianggap ada dan terlihat. Karena menurut mereka, dilihat dari sifat Ocean terhadap istrinya. Ia tidak akan peduli dengan status istri sah yang dimiliki oleh Karina.
"Sebelum aku pergi ke sana, bolehkah aku meminta sesuatu kepada mu?"
Karina menatap wajah tampan Ocean dengan tatapan sendu.
"Aku tidak akan mengabulkan permintaan aneh mu itu." balas Ocean mengalihkan pandanganya ke sembarang arah.
"Ocean, sekali ini saja. Aku hanya minta satu permintaan. Aku hanya ingin kau mengelus perut ku." paksa Karina dengan suara bergetar. Ia sebenarnya tahu kalau Ocean tidak suka dengan wanita pemaksa. Namun, entah mengapa Karina sangat ingin melihat Ocean mengelus perutnya.
Ocean terpaku beberapa detik mendengar permintaan aneh Karina. Namun, untuk mempercepat kepergian Karina. Ocean langsung melangkah mendekat ke arah Karina dan mengelus perut wanita itu.
Deg
Deg
Deg
Ocean merasa ada desiran aneh dari dalam hatinya saat mengelus perut rata wanita yang masih berstatus sebagai istrinya itu.
Karina memundurkan tubuhnya beberapa langkah.
"Terima kasih." hanya ucapan terima kasih yang terucap dari bibir tipis itu sebelum membalikkan tubuhnya berlalu dari ruangan makan.
Ocean menatap kepergian Karina dalam diam beberapa detik. Ia tidak tahu harus berkata apa kepada wanita itu. Namun, ia juga tidak bisa terikat terlalu dalam dengan Karina. Cukup hanya Ocean dan Tuhan yang tahu kegundahan hatinya.
Karina menghentikan langkahnya dan kembali menatap kearah Ocean. Dengan tatapan sendu ia bergumam dalam hati.
"Ku kira kau akan menghentikan langkah ku menggugurkan kandungan ini. Tapi, ternyata semua hanya harapanku saja. Ternyata kau benar-benar tidak sudi memiliki anak yang lahir dari rahim ku."
Karina kembali melanjutkan langkahnya menuju kamarnya. Ia ingin mandi dan bersiap-siap ke rumah sakit.
Di rumah sakit
Karina melangkah menuju ruang dokter spesialis kandungan.
"Aku mau masuk sendiri ke dalam untuk memastikan kandungan ku." ujar Karina dengan wajah datar.
"Tapi, tuan muda meminta saya untuk memastikan tindakan apa yang akan Anda ambil." jawab Charles dengan wajah dingin dan datar. Sikap Charles benar-benar sebelas dua belas dengan Ocean.
"Jika aku benar-benar hamil. Apa kau akan meminta ku menggugurkan kandungan ini! Apa kau akan berpihak dengan pria itu." ketus Karina tiba-tiba menatap wajah Charles dengan tatapan membunuh.
Deg
Charles terkejut melihat tatapan itu. Tatapan yang belum pernah ia lihat sebelumnya dari seorang Karina yang terkenal memiliki sifat lembah lembut.
Karina langsung masuk ke dalam ruangan dokter kandungan meninggalkan Charles begitu saja.
Charles terlihat menunggu Karina di depan ruangan dokter kandungan. Dari kejauhan seorang wanita memperhatikan pria itu sembari menunggu siapa kira-kira yang ditunggu oleh pria itu.
Tak beberapa lama Karina keluar dari ruangan dokter kandungan. Wanita itu terkejut melihat Karina keluar dari ruangan dokter kandungan. Seketika pikiran negatif menghantui hati dan pikirannya.
"Sial. Apa Karina hamil anak Ocean?" monolognya dalam hati sembari mengikuti langkah Karina dan Charles menunju parkir rumah sakit.
Sepanjang perjalanan wanita itu mengikuti mobil yang dikemudikan oleh Charles. Lagi-lagi wanita itu terkejut melihat Charles dan Karina berhenti di depan sebuah klinik yang sedikit jauh dari kota.
"Apa Ocean memaksa Karina menggugurkan kandungannya?"
Wanita itu tiba-tiba tersenyum senang melihat Karina sepertinya ingin menggugurkan kandungannya. Wanita itu lalu menghubungi seseorang dan memintanya untuk melakukan sesuatu.
"Aku memiliki tugas untukmu. Aku tidak mau tugas ini gagal!" ujar wanita itu dengan penuh penekanan.
Wanita itu tersenyum menyeringai dengan rencana-rencana yang tersusun di otak kecilnya.
Dari balik kemudi mobil, wanita itu tanpa sengaja melihat seorang wanita berlari tergesa-gesa masuk ke dalam klinik itu.
Sementara Karina memejamkan kedua matanya saat melihat Charles sedari tadi sibuk mengawasi gerak geriknya.
"Apa yang harus aku lakukan! Aku tidak mungkin menggugurkan kandungan ku. Anak ini adalah anugrah dari Tuhan." gumam Karina dalam hati.
Karina lalu masuk ke dalam ruangan seorang dokter kandungan. Charles juga ikut masuk ke dalam dan meletakkan satu koper kecil uang dolar di atas meja kerja dokter wanita berusia 40 tahun itu.
"Aku ingin kau melenyapkan bayi yang ada di dalam kandungan nona Karina. Tuan ku sudah menyiapkan uang sekitar 2 juta dolar untuk mu."
Wanita itu terkejut mendengar perkataan Charles. Ia tidak tahu harus berkata apa saat melihat Charles membuka koper tersebut. Di dalam koper tersebut terdapat beberapa puluh gepok uang dolar.
Sementara Karina lagi-lagi berpikir jika Ocean ternyata sudah mempersiapkan semuanya.
*Flashback*
Dua tahun lalu
Seorang wanita tersenyum lembut menatap seorang pria yang selama dua tahun ini menemani hari-hari indahnya. Mereka sudah berpacaran selama dua tahun. Kakek pria itu juga tidak kunjung merestui hubungan mereka berlanjut ke jenjang yang lebih serius.
Wanita itu selalu sabar menunggu kepastian dari pria itu. Hingga kabar tentang perjodohan sang kekasih membuat wanita itu murka. Ia berubah 180 derajat dan membenci wanita yang akan dijodohkan dengan kekasihnya.
Nama kekasih wanita itu adalah Ocean Dirgantara Gultom. Pria yang menjabat sebagai CEO di perusahaan keluarganya. Pria berusia 27 tahun yang digilai banyak wanita.
Karina Fransiska Arnold merupakan sebuah nama yang sangat amat dibenci Giselle Burhanuddin. Ia sangat ingin menghancurkan Karina hingga hidup wanita itu menderita.
"Mari kita akhiri hubungan kita. Aku akan segera menikah dengan wanita pilihan Kakek." perkataan singkat Ocean membuat dunia Giselle hancur. Ia tidak bisa membendung air matanya untuk tidak jatuh.
"Hanya segini saja perjuangan mu untuk hubungan kita, Cean?" tanya Giselle dengan tangan gemetaran.
"Aku tidak mau kau kenapa-kenapa. Kau tahu sendiri seberapa kejamnya si tua bangka itu. Aku hanya ingin kau hidup tenang dan bahagia tanpa bayang-bayang musuhku."
"Kakekku tidak pernah main-main dengan perkataannya. Ia tidak segan-segan menyewa pembunuhan bayaran untuk menghabisi orang-orang yang menghalangi keinginannya."
Ocean tidak sanggup melihat kerapuhan sang kekasih. Hingga ia mengalihkan pandanganya ke sembarang arah.
"Aku tidak masalah dengan semua itu. Aku hanya ingin bersamamu." balas Giselle memeluk tubuh kekar Ocean.
"Aku mencintaimu, Cean. Jangan tinggalkan aku. Hanya kamu yang aku miliki di dunia ini." timpal Giselle menangis tersedu-sedu di dalam dekapan Ocean.
Terlahir dari anak yang tidak sah membuat hidup Giselle menyedihkan. Ia sering kali dikucilkan dan di judge anak haram. Hingga seorang pria berusia 20 tahun datang menghampirinya. Ia mengulurkan tangannya dan menolong Giselle saat tanpa sengaja terjatuh ke dalam selokan. Ia dorong oleh siswa lain. Hingga membuat tubuhnya terasa sakit.
"Jangan khawatir tentang apapun. Mulai sekarang mereka tidak akan berani menyakiti mu."
Kalimat itu merupakan kalimat penyemangat hidup Giselle. Selama bertahun-tahun mereka berpisah. Akhirnya dua tahun lalu mereka dipertemukan kembali.
Sifat Giselle yang lembut dan menyenangkan membuat Ocean jatuh cinta. Hingga dua tahun berlalu. Hubungan mereka masih jalan ditempat.
"Giselle... mengerti lah dengan keadaan ku. Aku tidak bisa menolak permintaan kakek. Aku juga tidak mau dikeluarin dari salah satu penerus warisan kakek." kata Ocean berusaha menguraikan pelukan hangat Giselle.
"Aku tidak masalah meskipun harus jadi selingkuhan mu! yang penting jangan tinggalkan aku."
Giselle menatap wajah sembab Giselle yang terus-menerus menangis tersedu-sedu. Ia tidak tega melihat kesedihan di kedua bola mata Giselle.
"Jika kau tidak mau. Lebih baik aku mati saja, Ocean! Aku tidak bisa hidup tanpamu." tambah Giselle mencengkram kuat kemeja yang dikenakan Ocean.
"Baiklah. Tapi, jangan tuntut aku untuk menikah mu." kata Ocean dengan suara datar.
Giselle diam dan tidak mampu berkata-kata setelah mendengar perkataan Ocean.
Selama 22 bulan mereka pacaran diam-diam tanpa sepengetahuan keluarga Gultom. Semuanya dapat disembunyikan dengan rapi tanpa diketahui oleh orang-orang.
Tepat di bulan ke 22, Giselle semakin dihantui oleh pikiran yang tidak-tidak. Ketika Ocean mengutarakan hal yang membuat hati Giselle semakin hancur. Bukan hanya itu, Giselle juga semakin membenci Karina.
"Kakek ingin Karina melahirkan seorang penerus untuk ku. Jika Karina tidak bisa hamil dalam waktu dekat. Maka, Kakek akan mendonasikan seluruh kekayaannya untuk anak yatim."
"Aku akan melahirkan banyak anak untuk mu tanpa harus menikah. Aku tidak mau Karina menyentuh mu." mohon Karina menggenggam kedua tangan Ocean.
"Kakek hanya akan mengakui anak yang lahir dari rahim Karina! Dan keputusan itu sudah Kakek utarakan dari tahun lalu." jawab Ocean memijat kepalanya. Ia pusing mendengar rengekan Giselle dan juga hubungan mereka yang tak kunjung di restui.
Giselle menangis dalam pelukan Ocean hingga menjelang malam.
"Aku akan melakukan apapun agar kau menjadi milikku, Ocean..." lirih Giselle sebelum mengarungi mimpi. Ia tertidur pulas setelah lama menangis dalam pelukan Ocean.
Sementara disisi lain, Karina termenung lama di kamarnya. Ia sedih meratapi nasibnya yang entah mengapa selalu menderita.
Dulu Karina dibuang ke panti asuhan karena dianggap anak pembawa sial. Hingga suatu hari seorang pria datang kepadanya dan mengaku sebagai ayahnya. Karina dibawa ke suatu tempat yang belum ia ketahui sampai sekarang.
Karina didoktrin membenci ibunya yang hingga sekarang menghilang sedari ia lahir. Rasa benci itu tumbuh subur hingga sekarang.
"Rosalinda Alexander." nama itu akan selalu menjadi nama pertama yang paling ia benci di dunia ini.
Seorang ibu yang tega membuang anaknya ke panti asuhan dan menghilang bersama pria lain.
Ayahnya juga sudah menikah dengan seorang janda beranak satu. Wanita itu bukanlah ibu yang baik untuk Karina. Sebab wanita itu hanyalah seorang wanita yang suka berfoya-foya dan gila harta.
Ia terkadang marah kepada takdir yang tidak pernah memihak kepadanya. Dari lahir hingga tumbuh sedewasa itu. Karina belum pernah merasakan yang namanya bahagia. Kecuali, saat ayahnya memberitahukan bahwa tuan besar Gultom melamarnya sebagai cucu menantunya.
Siapa yang tidak kenal Ocean Dirgantara Gultom. Seorang CEO di sebuah perusahaan besar di negaranya. Selain itu, ia juga merupakan salah satu pewaris sah tuan besar Gultom.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!