NovelToon NovelToon

Single Parent

Bab 1

Tok... Tok... Tok...

"Bun... Bunda... Ada eyang Surya nih!" teriak Faris dari luar kamar. Diandra sama sekali tidak menggubris panggilan dari anak sulungnya. Eyang Surya adalah kakak dari almarhum ibunya Diandra.

Diandra masih mengurung diri di dalam kamar dengan kondisi sudah dua hari tidak keluar kamar, bahkan tidak terisi perutnya sama sekali.

"Bunda nggak mau buka pintu kamarnya eyang." kata Faris yang suaranya sangat terdengar dari dalam kamar. Diandra yakin kalau Faris masih ada di luar kamarnya.

"Ya sudah nggak papa nak, biar bunda istirahat ya."

Di luar kamar sudah tidak terdengar suara siapa-siapa lagi, semua kembali hening.

"Dian... Makan dulu sayang, bude buatin nasi goreng favorit kamu loh." kali ini terdengar suara uti Naya, istri eyang Surya.

Tok... Tok... Tok...

"Nduk... Nasinya bude taruh di meja ya, di makan ya nduk kasian bayi yang ada di kandungan kamu."

Diandra mengelus perutnya yang sudah terlihat membesar, kandungannya sudah memasuki bulan ketujuh. Diandra kembali menangis mengingat hari-hari bersama Risyam.

Flashback.

Sebelum Risyam meninggal. Diandra dan Risyam menikmati malam di kala anak-anak sudah pada tidur. Risyam merangkul Diandra dari samping, karena terlihat Diandra mulai kedinginan.

"Mas, aku mau deh sebelum nanti lahiran kita jalan-jalan dulu sama anak-anak." kata Diandra manja dipelukan Risyam.

"Iya sayang... Aku ingin menikmati sisa waktu bersama kalian."

Suasana malam yang semakin dingin membuat mereka menjadi intim. Risyam mendekatkan bibirnya ke bibir Diandra. Mereka melakukan ciuman yang sangat intim dan hangat.

"Masuk yuk, disini makin dingin kasian dedeknya." ujar Risyam sambil mengelus perut Diandra.

Back to.

Diandra masih menangis. Dia tidak menyangka kalau itu adalah hal terindah terakhir saat bersama Risyam.

"Mas... Aku rindu!" rintihnya semakin membuat dadanya makin terasa sesak.

*****

Faris dan Fanisha sedang mengerjakan pekerjaan rumah di depan tivi, di temani eyang Surya dan uti Naya.

"Faris, eyang dan uti tidak bisa lama disini karena eyang harus kembali kerja." kata pakde Surya.

Faris dan Fanisha saling pandang lalu mengangguk bersamaan. "Berarti besok eyang sama uti pulang dong?" tanya Faris.

Uti Naya mengelus rambut Faris dengan lembut. "Iya nak, untuk sementara tolong kamu jaga adikmu ya sampai bunda benar-benar sehat."

"Baik uti."

Selama tinggal di rumah Risyam, uti banyak membantu mengurus rumah. Tapi waktunya tidak lama, karena hari Minggu besok eyang dan uti harus kembali ke Solo. Mengingat kerjaan eyang ada disana.

"Besok hari Minggu kita beberes rumah ya... Jangan lupa cuci sepatu sekolah kalian," ujar bude mengingatkan Faris dan Fanisha.

"Siap uti!" teriak Faris dan Fanisha mengikuti gaya hormat kepada komandan.

Bude tersenyum melihat kedua kakak beradik yang selalu ceria menjalani hidup baru tanpa sosok ayah dan ibu yang masih berduka.

*****

Sesuai dengan kesepakatan semalam, sebelum eyang dan uti pulang. Mereka membersihkan rumah, sedangkan Faris dan Fanisha sibuk cuci sepatu di kamar mandi. Sambil nyuci sepatu mereka pun sambil main air dan busa dari sabun yang mereka buat.

Setelah sepatu bersih, mereka menjemur sepatu. Uti suruh cari tempat yang panas biar sepatu cepat kering dan bisa dipakai untuk besok sekolah. Faris mengambil kursi yang ada di teras dan menaruh sepatu miliknya dan adiknya di atas kursi.

Uti menjemur pakaian yang baru saja selesai di cuci. Sedangkan eyang sedang menyapu halaman yang tidak besar hanya saja banyak daun berguguran dari pohon mangga. Lalu eyang lanjut menyiram tanaman.

Di dalam kamar, Diandra mendengar kegaduhan yang ada di luar rumahnya. Suara Faris dan Fanisha yang seperti mendorong sesuatu lalu suara Faris yang menyuruh untuk menggeser sesuatu.

Terdengar suara uti menyuruh kedua kakak beradik itu jangan terlalu berisik karena bunda sedang tidur. Lalu suasana diluar terasa hening.

Diandra tetap tidak bergerak dari posisinya, dia malah hanya memandang langit seperti memikirkan sesuatu lalu menangis lagi.

Tok... Tok... Tok...

Diandra menghapus air mata dan diam, ingin tau dia siapa yang mengetuk pintu kamarnya.

"Nduk... Bude sama pakde pamit pulang ya." kata uti Naya. "Jangan terlalu larut nduk dalam kesedihan, kasian anak-anak, kasian kandungan kamu. Jaga kesehatan kamu ya nduk. Assalamualaikum..."

Eyang dan uti tidak terlalu memaksa Diandra untuk keluar dari kamar. Hanya saja dia ingin Diandra mengikhlaskan semuanya dan memulai hidup baru bersama anak-anaknya.

Faris dan Fanisha mencium takzim punggung tangan eyang dan uti, sebelum mereka masuk ke dalam mobil. Faris dan Fanisha melihat kepergian mobil eyang dari halaman rumahnya. Faris menutup gerbang lalu menggemboknya.

Eyang dan uti selalu memesan untuknya menutup pagar kalau perlu di gembok kalau sudah dari luar. Pintu rumah dan jendela di cek setiap malam kalau ingin tidur. Jangan lupa cuci piring kalau habis makan. Jangan lupa sholat, ngaji dan berdoa.

Setelah menggembok pagar, Faris mengecek sepatu yang tadi di jemur karena cuaca mulai sedikit mendung.

"Dek, sepatunya tolong taruh sana ya. Mas mau pindahin kursi sebentar lagi mau hujan."

"Iya mas."

Benar dugaan mereka, hujan lebat langsung turun menyirami rumah mereka dan sekitarnya.

"Bunda... Makan yuk!" ajak Fanisha di depan kamar Diandra. "Mas, bunda nggak laper ya?" tanya Fanisha saat melihat Faris sedang menyiapkan makan untuk bundanya. Lalu menaruh piring yang sudah berisi nasi, lauk dan sayur di meja buffet samping pintu kamar Diandra.

"Bunda, makanannya mas taruh di meja ya. Bunda jangan lupa makan. Tadi mas sama adek sudah makan kok bunda." ujar Faris.

*****

Hari berganti hari, hingga sekarang sudah memasuki hari kesepuluh Diandra demo untuk tidak ingin hidup, demo dengan Tuhan kenapa begitu cepat mengambil suami tercintanya.

"Ayo dek cepat makannya sekarang sudah setengah tujuh."

Fanisha yang diburu-buru malah cemburut seperti ingin nangis karena kesalahannya yang susah di bangunin sehingga sekarang mereka kesiangan. Mereka hanya makan roti tawar tanpa selai atau meses yang kemarin sempat Faris beli dari sisa uang yang di kasih eyang, serta segelas teh manis hangat.

"Sudah dek nggak usah pake nangis," protes Faris yang seperti anak dewasa sebelum usianya.

Selesai menghabiskan sarapan, Faris menaruh gelas dan piring kotor di tempat cuci piring. Dia akan mencucinya nanti sepulang sekolah. Dengan cepat mereka memakai sepatu, lalu pamit ke Diandra dari balik pintu. "Bunda... Kita berangkat sekolah dulu ya. Assalamualaikum."

Setelah merasa aman rumah tertutup dan terkunci, Faris menggamit tangan adiknya. Lalu berjalan dengan cepat kesekolah yang jaraknya harus mereka tempuh 20 menit. Fanisha menurut dan mengikuti langkah kaki Faris cepat. Dia tidak berani mengeluh atau marah.

Selepas kepergian anak-anaknya sekolah. Diandra membuka pintu kamarnya, melihat sekeliling rumah yang sepi. Rumahnya tidak berantakan karena anak-anaknya rajin merapihkan rumah. Hanya bagian dapur yang berantakan. Diandra mencuci semua gelas dan piring kotor yang tadi di pakai anaknya sarapan. Lalu membersihkan rumah, mencuci baju yang ternyata sudah menumpuk.

Setelah rumah bersih dan menjemur pakaian, Diandra mandi. Terasa segar dan menenangkan hatinya.

Diandra kembali ke kamar, menunggu anak-anaknya pulang sekolah.

Tepat setelah itu terdengar gerbang di buka. "Assalamualaikum...!" teriak Faris dan Fanisha mengucap salam menyadarkan Diandra dari melamunnya.

"Mas, rumah bersih... Piring tadi pagi juga nggak ada." teriak Fanisha yang heboh kesana kemari melihat kondisi rumah yang mendadak bersih dan rapih.

Faris pun kaget. Tiba-tiba pintu kamar Diandra dibuka. Faris dan Fanisha melihat ke arah bundanya yang sudah terlihat kurusan. Fanisha lari dan memeluk Diandra sambil menangis, "Bunda... Adek kangen bunda!"

Diandra menyambut pelukan Fanisha. Lalu memanggil Faris untuk mendekatinya dan memeluknya. Faris berlari dan memeluk Diandra. "Maafin bunda ya nak!"

Bersambung....

Bab 2

Dua hari sebelum Diandra keluar kamar.

Dari dalam kamar Diandra mendengar suara gaduh setiap pagi. Belum lagi suara Faris yang selalu tegas ke Fanisha. Terutama kalau Fanisha susah untuk bangun pagi.

Diandra juga mendengar anak sulungnya menjadi imam sholat untuk adiknya. Atau mengajari adiknya mengaji, kalau Fanisha salah mengucapkan huruf Hijaiyah pasti akan kena omelan Faris.

Saat kedua anaknya berangkat sekolah, rumah terasa hening. Tidak terdengar suara sang kakak yang tegas dan suara sang adik yang manja.

Diandra duduk di balik pintu menunggu anak-anaknya pulang sekolah. Dia masih belum siap untuk membuka pintu. Dia malu dengan anak-anaknya.

Saat Diandra sedang duduk menunggu anaknya pulang, terlihat bayangan yang dia yakini itu seperti bayangan Risyam suaminya. "Mas Risyam!"

Risyam tidak bisa menyentuh Diandra, mereka hanya saling berhadapan. Rasa rindu yang begitu besar tidak bisa tertahan hingga air mata Diandra mengalir. "Mas, aku rindu!"

"Mas juga rindu denganmu dek... Rindu dengan canda tawamu. Rindu dengan masakanmu. Rindu dengan cerita-cerita mu. Mas rindu semuanya." Risyam menghentikan kata-katanya hingga dia bisa melihat Diandra nangis semakin kencang.

"Tapi... Anak-anak pasti lebih rindu dengan bundanya. Kasih sayang bundanya, pelukan bundanya, masakan bundanya, cerita-cerita lucu bundanya... Mau sampai kapan kamu seperti ini dek?"

"Mas."

"Ayo dek bangkit! Lihatlah Faris sekarang sudah bisa jadi mas yang baik. Lihatlah Fanisha yang selalu berdoa untuk bundanya. Anak-anak kita sudah pada besar dek."

"Mas."

"Dek, cukup sudah sedihmu itu tidak akan membuat mas berada lagi di antara kalian. Biarkan mas tenang dan menunggu kalian."

Diandra tersadar dan menghapus air matanya, walau masih menyisakan sesak di dada.

"Kamu hebat dek, kamu kuat... Mas yakin kamu bisa jadi ibu yang hebat. Mas hanya ingin melihat kamu bahagia bersama anak-anak kita."

Support yang diberikan Risyam membangkitkan semangat baru di dalam diri Diandra. Seperti mendapatkan suntikan vitamin, Diandra bangun dari keterpurukan. Dia membuka jendela kamar yang sudah beberapa hari enggan untuk di bukanya. Diandra melihat cahaya matahari yang masuk ke kamarnya begitu hangat, sehangat kasih sayang Risyam ke dirinya dan anak-anak.

Diandra masuk kamar mandi yang ada di kamarnya, dia mulai membersihkan diri lalu berwudhu. Sudah beberapa hari ini Diandra meninggalkan sholat karena berduka. Sekarang dia melakukan sholat dhuha dan sholat taubat. Diandra memohon ampun pada Allah dan minta di ringankan siksaan Risyam di kubur dan di akhirat. Aamiin.

Diandra tau kalau makanan di rumah sudah pada habis jadi dia akan beri kejutan untuk anak-anaknya.

"Assalamualaikum..." ucap salam dari Faris dan Fanisha saat memasuki rumah.

"Permisi... Paket!" teriak kurir paket dari balik gerbang rumah.

"Mas, ada paket."

"Kamu di dalam aja ya biar mas yang ambil."

Fanisha mengangguk dan menunggu Faris dari balik jendela. Dia melihat Faris berinteraksi dengan kurir paket. Hingga akhirnya Faris membawa paket berisi makanan ke dapur.

"Alhamdulillah ada rezeki dek dari Allah." ujar Faris membuka boks ayam goreng dari makanan cepat saji.

"Alhamdulillah mas, hari ini kita makan ayam nggak makan telor lagi deh. Horee... Horee..." Fanisha melompat bahagia bisa makan ayam lagi.

Tadi pagi sebelum berangkat sekolah Faris sudah masak nasi, karena tinggal di cetek pakai rice cooker. Jadi sekarang mereka bisa menikmati makan siang tanpa harus menunggu nasi matang.

Selesai makan siang, Faris menyiapkan makan juga untuk Diandra. Walau nanti tidak di makan yang penting sudah disiapkan.

Tok... Tok... Tok...

"Bunda... Makanannya mas taruh meja ya, bunda jangan lupa makan."

"Iya bunda, hari ini kita makannya pakai ayam goreng." kata Fanisha dengan senang.

Diandra yang mendengar dari balik pintu hanya senyum-senyum karena lucu dengan kepolosan anak-anak.

"Ayo dek sholat zuhur!" ajak Faris.

"Libur dulu boleh nggak mas, adek ngantuk."

"Nggak boleh. Makanya kalau makan jangan banyak-banyak. Ayo nggak usah pakai alasan." Faris mendorong tubuh Fanisha ke kamar mandi yang ada di depan kamar mereka.

*****

"Mas, rumah bersih... Piring tadi pagi juga nggak ada." teriak Fanisha yang heboh kesana kemari melihat kondisi rumah yang mendadak bersih dan rapih.

Faris pun kaget. Tiba-tiba pintu kamar Diandra dibuka. Faris dan Fanisha melihat ke arah bundanya yang sudah terlihat kurusan. Fanisha lari dan memeluk Diandra sambil menangis, "Bunda... Adek kangen bunda!"

Diandra menyambut pelukan Fanisha. Lalu memanggil Faris untuk mendekatinya dan memeluknya. Faris berlari dan memeluk Diandra. "Maafin bunda ya nak!"

Diandra melepaskan pelukan kedua anaknya, lalu mengelus kedua kepala anaknya dengan lembut. "Mas Faris dan kak Nisha... Bunda minta maaf ya. Bunda sudah melupakan kalian. Mau kan kalian bantu bunda untuk berjuang bersama?"

Fanisha terlihat bingung dengan kata-kata Diandra, dia melihat ke Diandra dan Faris secara bergantian.

"Iya bunda, mas siap bantu bunda!" kata Faris dengan tegas dan semangat.

"Adek juga mau bantu bunda!" Fanisha ikut semangat dengan senyum manisnya.

"Sekarang harus panggil kakak dong, kan adeknya di perut bunda."

"Ehh iya bunda... Kakak Nisha. Yeaahh!!" Fanisha teriak bahagia lalu memeluk Diandra lagi.

"Hari ini bunda mau ajak kalian ke supermarket, kita beli kebutuhan yang sudah habis."

"Iya bunda." kata Faris yang langsung lari ke kamar untuk ganti baju.

"Kakak boleh minta coklat sama susu kan bunda?" tanya Fanisha saat menarik Diandra ke kamarnya.

"Boleh dong."

Setelah setengah jam Diandra dan kedua anaknya siap-siap. Mereka sudah duduk di dalam mobil, Diandra menyuruh Faris untuk memimpin doa bepergian. Lalu mobil melaju keluar dari halaman rumah.

Diandra ingat dulu pertama kali belajar mobil itu diajarkan Risyam, karena saat itu Risyam sering dapat tugas keluar kota jadi sayang kalau mobil tidak ada yang pakai.

Mobil melaju di jalanan yang tidak terlalu padat. Mereka menuju supermarket yang jaraknya 1 km dari rumah. Dengan sisa tabungan yang ada Diandra ingin membahagiakan anak-anaknya yang sempat terlupakan.

Sampai di supermarket, mereka mengambil kebutuhan rumah yang sudah pada habis. Tidak terlewatkan cemilan untuk anak-anak. Faris dan Fanisha sibuk lari kesana kesini mengambil makanan dan minuman yang mereka suka. Setelah dapat izin dari Diandra langsung dimasukkan ke dalam trolly.

Setelah membayar semuanya, Diandra membawa anak-anak makan siang di rumah makan Padang yang tidak jauh dari supermarket itu.

Setelah mengisi perut mereka kembali pulang. Ke rumah yang penuh dengan kenangan dan bahagia bersama.

Saat Diandra ingin menutup gerbang rumah, datang para tetangga sebelah yang ada di sekitar rumah Diandra

"Alhamdulillah akhirnya mbak Dian sudah keluar rumah lagi." ujar si tetangga yang bernama Bu Tya.

Diandra membalas dengan senyuman. "Alhamdulillah ibu-ibu."

Diandra mendengar ibu-ibu yang terus saja bicara mengenai kehamilan Diandra. Harus makan banyak biar tidak kurus. Harus ikut arisan RT yang baru saja aktif lagi. Diandra hanya membalas dengan senyuman dan anggukan.

Hingga akhirnya satu persatu para tetangga itupun bubar mungkin merasakan langit yang semakin panas. Karena sudah pada pulang ke rumah masing-masing, Diandra kembali menutup gerbang lalu masuk ke rumah.

Di dalam terlihat anak-anaknya yang sedang sibuk memasukkan makanan dan minuman ke dalam kulkas. Diandra bangga dengan anak-anaknya yang tumbuh menjadi anak-anak hebat.

*****

Selesai makan malam, Faris mencuci piring yang tadi mereka makan. Karena harus menggantikan Diandra yang sedang menerim telpon dari bude Naya.

Terdengar Diandra selalu mengucapkan kata syukur disetiap kalimatnya.

Selesai cuci piring, Faris mendekati Diandra dan memeluknya. Lalu diikuti Fanisha, yang sekarang mereka sudah ada di kanan kiri Diandra.

"Iya bude, insyaa Allah Dian kuat karena ada anak-anak. Sekarang aja mereka sibuk pelukin Dian." kata Diandra sambil sesekali mengecup kepala Faris dan Fanisha bergantian.

"... Baik bude. Salam untuk pakde ya. Waalaikumsalam." Diandra menaruh hp di atas meja lalu kembali memeluk Faris dan Fanisha. "Kalian sudah ngerjain tugas rumah?"

"Mas nggak ada tugas."

"Kakak sedikit lagi selesai." Fanisha kembali ngerjain tugas rumah nya tentang pelajaran berhitung.

Waktu terus berlalu. Setelah Diandra mengecup kening Faris dan Fanisha sebelum tidur. Diandra kembali ke teras melihat langit malam yang sudah mulai gelap.

Risyam pernah bilang, kalau sedang gunda gulana maka lihatlah keluar rumah di malam hari.

"Aku harus cari kerja. Tabungan mas Risyam sudah semakin menipis."

Bersambung...

Bab 3

Diandra bangun lebih pagi, dia ambil wudhu untuk melakukan sholat tahajud. Dia minta dimudahkan urusannya.

Saat langit masih gelap dan semua tertidur lelap, Diandra memperlama sujudnya. Dia banyak minta ke yang maha kuasa agar keluarganya selalu diberi kesehatan, jauh dari bahaya dan berlimpah rezeki.

Sambil menunggu adzan subuh, Diandra berzikir agar hatinya semakin tenang menghadapi semua ini.

Selesai sholat subuh, Diandra langsung membangunkan Faris dan Fanisha. Anak sulungnya itu selalu sigap untuk bangun sholat subuh, hanya saja untuk membangunkan Fanisha butuh waktu lama.

Setelah kedua anaknya bangun, Diandra langsung masak nasi goreng dari sisa nasi kemarin. Tidak lupa telor ceplok favorit Faris.

Diandra juga membuat roti bakar untuk bekal anak-anak sekolah dan tidak lupa memasukkan beberapa potong buah ke dalam tempat makannya.

Tepat pukul 6, Faris dan Fanisha sudah rapih dengan seragamnya. Mereka langsung sarapan nasi goreng dan segelas susu coklat.

Diandra memberikan bekal untuk anak-anaknya yang sudah siap. Lalu mengantarkan mereka sampai ke depan gerbang rumah.

"Mbak Dian...!" teriak seorang ibu yang rumahnya ada 5 rumah dari rumah Diandra.

"Iya Bu Broto ada apa?" tanya Diandra. "Masuk dulu yuk Bu."

Ibu yang bernama Bu Broto mengikuti Diandra ke teras rumah. Diandra masuk ke rumah menyiapkan minum untuk Bu Broto.

"Silahkan Bu di minum."

"Terima kasih mbak." Bu Broto meminum air pemberian Diandra. "Jadi begini mbak, hari Sabtu besok anak saya Laras mau ada syukuran 4 bulanan. Saya mau pesan nasi boks sama mbak Dian, sebanyak 70 boks. Bisa nggak mbak?"

"Alhamdulillah... Bisa Bu. Seporsi mau harga berapa Bu?"

"Seporsi Rp. 30.000 aja mbak, ada ayam sama sayur gitu. Oh iya jangan lupa sambalnya."

"Iya Bu. Alhamdulillah Bu... Nanti list makanannya saya chat ya Bu."

"Iya mbak, ini saya langsung bayar cash." Bu Broto memberikan sebuah amplop berisi uang. "Dihitung dulu mbak takut salah."

"Saya hitung ya Bu," kata Diandra. Pelan-pelan dia hitung setiap lembar uang pecahan seratus ribu. "Alhamdulillah cukup Bu."

"Ya sudah mbak kalau gitu, saya pamit dulu. Jangan lupa hari Sabtu ya mbak, acaranya habis Zuhur."

"Iya Bu, terima kasih." Diandra mengantarkan Bu Broto sampai gerbang.

Di dalam rumah Diandra langsung ambil wudhu dan melakukan sholat Dhuha. Diandra bersyukur atas segala nikmat yang sudah di beri. Baru saja tadi pagi dia minta di lapangkan rezekinya, Allah langsung mengijabah doanya.

*****

"Assalamualaikum...!" teriak salam dari Faris dan Fanisha menggema seisi rumah.

"Waalaikumsalam... Anak bunda sudah pulang. Ayo cuci kaki, cuci tangan terus ganti baju. habis itu kita makan siang sama-sama."

"Siap bunda!!" teriak semangat Faris dan Fanisha seperti pasukan militer.

Diandra menggeleng sambil tersenyum bahagia melihat tingkah lucu kedua anaknya.

Diandra dan kedua anaknya sudah duduk di atas meja makan. Diandra masak menu spesial hari ini yaitu ayam goreng mentega dan capcay. Faris dan Fanisha begitu antusias menikmati setiap makanan yang di masak bundanya.

"Alhamdulillah bunda dapat pesanan nasi boks sama Bu Broto." cerita Diandra ke anak-anaknya.

"Alhamdulillah bunda... Masakan bunda kan enak pasti banyak yang pesan lagi nanti." kata Faris.

"Iya benar, masakan bunda nikmat." kali ini Fanisha tidak mau kalah memuji masakan Diandra.

"Nanti kalian bantu bunda ya."

"Siap bunda!" teriak Faris dan Fanisha barengan.

"Ayo cepat habiskan, setelah itu kita sholat Zuhur."

Selesai makan dan sholat Zuhur, Diandra mulai membuat list masakan untuk nasi boks. Dengan pertimbangan semuanya terutama harga bahan pokok yang sekarang makin melonjak. Diandra mengirim chat ke Bu Broto mengenai list makanan untuk nasi boks. Dan langsung mendapat respon dari Bu Broto yang tidak masalah dengan menu pilihan Diandra. Yaitu nasi, ayam goreng kecap, capcay, sambal goreng kentang, sambal dan lalapan.

Diandra pun membuat list bahan pokok untuk semua menu, karena besok sudah Jumat jadi dia harus belanja ke pasar.

Keesokannya... Diandra makin sibuk. Pagi harus ngurus anak-anak, terus lanjut ke pasar belanja untuk canteringnya.

Dengan kondisi kandungan yang sudah memasuki 8 bulan, mulai mengganggu pergerakannya. Tapi Diandra harus tetap semangat demi anak-anaknya.

Sesampai di rumah Diandra mulai mencuci lalu memarinasi ayam, biar bumbu meresap. Bumbu-bumbu disiapkan. Lalu menyiangi sayur. Besok pagi dia tinggal masak tidak perlu repot lagi.

Hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 21.00. Faris dan Fanisha sudah tidur duluan saat dirinya masih mengurusi perbumbuan.

Saat merebahkan badannya di atas tempat tidur, Diandra bisa merasakan kenikmatan yang tiada Tara. Darah seperti mengalir lagi dan rasa pegal langsung menghilang.

*****

Selepas sholat subuh, Diandra mulai memasak sambil sesekali membangunkan Faris dan Fanisha untuk sholat subuh.

Selesai sholat, Faris dan Fanisha membantu Diandra untuk membuat kerangka boks menjadi sebuah boks. Mereka melipat satu persatu kerangka itu lalu menyusunnya di ruang keluarga. Setiap susunan ada 5 tingkat.

Tanpa harus merepotkan Diandra, Faris membuat roti dengan mentega dan meses untuk sarapan dirinya dan Fanisha. Tidak lupa minum susu coklat.

Diandra terus fokus memasak, mencicipinya agar pas rasanya. Setelah semua masakannya matang, Diandra mulai menyusun setiap masakan ke dalam boks. Faris membantu menyusun setiap boks menjadi 5 tingkat lagi.

Tepat pukul 11.00 semua sudah siap. Diandra langsung menghubungi Bu Broto.

"Assalamualaikum Bu, nasi boks nya sudah siap. Mau saya antar sekarang?" tanya Diandra dari telpon.

"Waalaikumsalam... Nanti anak-anak saya yang ambil mbak."

"Ohh baik Bu." telpon terputus.

Diandra mengikat nasi boks yang sudah tersusun menjadi 5 tingkat dengan tali rapiah. Lalu dengan di temani Faris membawa nasi boks ke rumah Bu Broto. Tapi baru sampai gerbang sudah bertemu dengan anak-anak bujang Bu Broto untuk membantu mengangkat.

Setelah pengiriman kilat nasi boks yang hanya beda 5 rumah. Diandra, Faris dan Fanisha merebahkan badannya di atas sofa di ruang keluarga. Badan terasa pegal tapi mereka bahagia.

"Mas, abis zuhur bunda mau cek kandungan. Kalian mau ikut atau tidak?"

"Kakak mau ikut bunda, mau lihat adek bayi." jawab Fanisha dengan gaya manja dan centilnya.

"Mas ikut juga deh bunda."

Diandra tidak banyak bicara karena ternyata sudah hilang di alam bawah sadar. Terdengar dengkuran halus Diandra. Faris menyuruh Fanisha untuk tidak berisik dan menjauh dari posisi Diandra sekarang.

Faris merapihkan dapur yang berantakan. Memindahkan sisa lauk ke piring yang lebih kecil lalu ditaruh di atas meja makan dan di tutup tudung saji. Meja dapur dan kompor yang kotor dibersihkan. Peralatan bekas masak tidak berani Faris bersihkan karena ukurannya sangat besar. Faris hanya mengumpulkannya di tempat cuci piring agar nanti tinggal di bersihkan Diandra.

Setelah itu Faris menyapu lantai yang kotor dengan remahan makanan. Dan mulai mengepel lantai. Tepat saat adzan Zuhur kerjaan Faris sudah selesai. Faris lanjut mandi dan sholat Zuhur.

Selesai sholat Faris membangunkan Diandra dan Fanisha yang ketiduran di kamarnya. Diandra yang masih setengah sadar langsung kaget karena melihat rumah yang sudah rapih, hanya bagian tempat cuci piring saja yang masih berantakan.

Diandra memeluk dan mengecup kening Faris dan bilang. "MaSyaa Allah... Mas Faris bantuin bunda bersihin ini semua?" Faris mengangguk pelan dengan menunduk.

"Terima kasih mas Faris... Terima kasih sayang." Tiada henti Diandra mengecup kedua pipi dan kening Faris hingga dirinya pun merasa malu dengan perlakuan Diandra. "Wah... Anak bunda sudah mulai gede ya, sudah malu diciumin bunda."

"Bukan gitu bunda... Cuma ini sudah siang, bunda kan belum sholat dan siap-siap."

"Oh iyaa... Bunda lupa. Mas, adekmu tolong di bangunin ya."

"Iya bunda."

*****

Tidak perlu menunggu lama untuk periksa kandungan. Karena tepat baru duduk di kursi tunggu, nama Diandra sudah langsung di panggil. Faris dan Fanisha paling antusias saat di ajak masuk ke rumah periksa. Diandra langsung USG 4D. Terlihat di janin sedang mengedot ibu jari, mungkin sedang tidur siang.

"Alhamdulillah dedeknya sehat... Tuh lihat dedeknya malah lagi ngemut jempol." kata dokter Shapira.

"Bunda, dedeknya lucu." kata Fanisha terpesona melihat kelayar monitor. Diandra membalas dengan senyuman sambil mengelus kepala Fanisha yang berdiri tidak jauh dari dirinya.

Dokter Shapira masih menggerakkan transduser di perut Diandra. "Bu Dian mau lihat jenis kelaminnya?"

"Mauuu!!" teriak Faris dan Fanisha bersamaan.

"Nih ya kita lihat... MaSyaa Allah... Ternyata dedeknya laki-laki." kata dokter Shapira yang transduser nya sudah sampai pada kelamin dedek.

"Alhamdulillah." kata Diandra.

"Hore... Kakak paling cantik. Horee..." Fanisha menari senang karena dia paling cantik di antara Faris dan adiknya nanti.

Semua ikut senang melihatnya. Diandra duduk di depan dokter setelah cek USG. Faris dan Fanisha sedang asik ngobrol dengan suster di depan ruang tunggu. Dokter memang ingin bicara intim dengan Diandra perihal pertumbuhan kandungannya.

"Bu Dian jangan terlalu capek ya, jangan lupa makan yang bergizi sepertinya badan Bu Dian turun drastis."

"Iya dok, kemarin saya terlalu berduka makanya langsung kurus."

Dokter Shapira menulis resep dan memberikan ke Diandra. "Itu vitaminnya di minum ya Bu biar kandungannya kuat. Dan jangan terlalu banyak pikiran."

"Baik dok, terima kasih."

*****

Setelah mendengar saran dari dokter, Diandra lebih menjaga kandungannya. Dia tidak mau terlalu memforsir tenaga dan pikirannya. Walau belum ada pesanan nasi boks lagi tapi itu bisa di manfaatkan Diandra untuk istirahat.

Tiba-tiba ada yang mengusik kebahagiaan Diandra dan keluarga. Rumahnya kedatangan seorang pria berbadan besar dengan jaket kulitnya. Pria itu terlihat sangat menyeramkan.

"Ada perlu apa ya?" tanya Diandra penasaran.

"Apa benar ini rumah Risyam Megantara?" Pria itu malah balik nanya.

"Iya benar. Ada apa ya dengan almarhum suami saya?" tanya Diandra lagi sambil menyuruh pria itu duduk di teras.

Pria itu mengeluarkan sebuah map coklat dan memberikannya ke Diandra. "Apa ini?"

"Pak Risyam punya hutang kepada kami sebesar 200 juta."

Seperti tersambar petir, Diandra merasa dirinya kaku tidak bisa menggerakkan badannya atau mulutnya.

"Satu tahun lalu Pak Risyam pinjam uang ke perusahaan kami sebesar 200 juta, tapi baru bisa membayar 50 juta dengan bunganya. Hingga tiga bulan sebelum kematiannya, belum di bayar juga bunganya semakin bertambah."

"Nggak mungkin suami saya pinjam uang."

"Tapi ini buktinya Bu," kata pria itu memberikan fotokopi KTP, foto Risyam dengan KTP dan tanda tangan Risyam.

Diandra merasakan perutnya sakit yang luar biasa. Pria itu pun ikutan panik melihat Diandra yang semakin meringis kesakitan. Pria itu berteriak minta tolong ke setiap orang yang lewat. Dengan cepat Diandra di bawa ke dalam mobil Bu Broto dan langsung di bawa ke rumah sakit.

Bersambung...

Catatan :

Transduser : merupakan komponen pada alat USG yang berbentuk gagang pipih yang mudah di pegang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!